You Are My Soft Spot - Bab 244 Dia Bisa Jadi Hanya Ingin Membunuhmu (1)

Erin mengernyitkan alis. Ia tidak begitu paham soal penyakit psikologis Vero He. Keluarga He juga tidak banyak membahas ini. Ia tidak tahu, juga tidak berani menelusuri karena takut membuat risih James He.

Vero He punya penyakit dan pergi berobat ke psikiater, lalu psikiater itu dibunuh karena dia…… Sebenarnya penyakit apa itu sampai bisa menyeret seorang psikiater ke akhir hayat?

Erin agak tercengang juga mendengar permintaan James He. Dalam kondisi dipenjara begini, pria ini malah memedulikan Vero He dan bukan memikirkan cara membebaskan diri. Hatinya terenyuh iba.

“Siap. Aku akan menempatkan orang untuk menjaganya. Tidak akan ada orang yang boleh macam-macam pada dia,” angguk Erin. Suaranya sengaja ia pelankan karena ia tahu tidak boleh asal bicara di sini.

James He memegangi pinggang Erin dan mengelus-elusnya. Si wanita langsung merinding. Ketika mau melepaskan tangan si pria, pria itu bicara lagi: “Pokoknya kamu harus benar-benar laksanakan, jangan bicara doang. Lihat tuh Vero He, aku suruh kamu jaga tapi jadinya apa dia?”

“……” Erin kehabisan kata-kata. Ia tidak mau kemampuan dirinya dipandang sebelah mata oleh James He, jadi ia mencoba menyampaikan analisis: “Kalau musuh turun tangan dengan Vero He sebagai targetnya, mengapa Jacob Shen juga kena ya? Sepertinya dia sengaja membingungkan kita.”

Erin dalam hati bertanya, James He ini sebenarnya seberapa paham pada adiknya sendiri sih?

Mendengar pernyataan Erin, James He tersenyum dingin. Meski begitu, sikpanya tetap hangat seperti semula. Dari kamera CCTV, mereka terlihat seperti sepasang kekasih yang tengah menebus rindu dengan bermesraan. James He merespon, “Tidak senang kamu? Vero He sampai lepas begitu, kamu tidak takut kehilangan pekerjaan ya?”

Erin sepenuhnya tidak tahu harus merespon apa.

Melihat si wanita diam, James He sengaja menggigit telinga si wanita dan berbisik pelan, “Erin, jangan memandang rendah kemampuan siapa pun, termasuk Vero He. Aku ingin kamu diam-diam menyelidiki apa yang sebenarnya diketahui Nick He sampai jadi korban pembunuhan.”

“Baik.” Nada bicara Erin agak gemetar. Sebabnya, James He sudah memasukkan tangan ke dalam bajunya. Ia buru-buru menahan tangan pria itu, namun bibirnya tiba-tiba ditempelkan bibir si pria. Erin langsung kaget setengah mati. James He berujar pelan persis di depan bibirnya: “Jangan teriak.”

Wajah Erin memerah. Mendengar langkah kaki di luar, ia baru tersadar apa yang barusan dilakukan James He. Meski begitu, kalau ia berteriak di depan James He, tepatnya persis di hadapannya, itu pasti akan sangat memalukan.

James He melepaskan bibir Erin dan menciumi lehernya. Itu titik paling sensitif si wanita. Malam waktu itu, sekalinya ia menyentuh leher Erin, si wanita langsung gemetar parah. Kali ini, Erin jelas kembali gemetar lagi. Wanita itu mendesah pelan seperti orang yang tengah menahan geli.

Orang di luar berdiri di depan pintu. Mendengar desahan-desahan yang ada di dalam, ia langsung berpikir tuan muda yang satu ini sungguh beda dari pria kebanyakan. Sudah menghadapi hukuman penjara, dia masuk mengundang wanita masuk untuk ebrcinta.

Setelah menguping sejenak keasyikan di dalam, orang itu bergegas pergi.

Ketika suara langkah kaki di luar sudah menjauh, James He baru melepaskan Erin. Karena kehabisan tenaga, Erin langsung jatuh ke lantai. Beruntung, James He berhasil menahan pinggang si wanita biar tidak benar-benar jatuh. Ia menatap wajah merah Erin sambil meledek: “Aku belum apa-apakan kamu loh. Kok kamu sudah begini?”

Erin merasa benar-benar malu sendiri. Ia mendorong tangan James He, lalu bersandar di pintu untuk kembali mengumpulkan tenaga. Wanita itu bersandar di sana sembari merapikan pakaiannya yang berantakan. Merah di wajah Erin tidak juga padam, bahkan makin lama makin parah. Ia protes: “Sudah selesai bicara? Kalau sudah, aku jalan nih.”

Melihat Erin mau membuka pintu, James He kembali meledek sekali lagi: “Erin, nanti pulang makan yang banyak ya biar gemukan. Pinggangmu itu kurus sekali, aku khawatir sekalinya dipenetrasi bakal langsung roboh.”

Suara James He sangat kencang sampai terdengar semua orang yang tengah lalu-lalang di lorong jalan. Sebagai akibatnya, mereka semua pun menatap Erin dengan aneh. Seumur hidup, si wanita belum pernah merasa malu sampai segini rupa. Wajahnya sangat merah bagai kepiting rebus.

Erin berjalan dua langkah. Karena masih kesal, ia kembali berbalik badan dan berdiri berhadapan dengan James He. Wanita itu menginjak kencang-kencang sepatu kulit James He sampai sip ria mengaduh kesakitan. Erin kemudian melepaskan kakinya dari kaki James He, berjalan keluar ruang interogasi dengan cepat, dan membanting pintu.

James He memegangi kaki denggan keringat dingin. Sepatu yang dikenakan itu tebal, terus Erin kan juga bukan wanita yang lembut. Injakkannya terasa mirip seperti injakan pria, bahkan lebih parah. Selama ini, James He memang hanya mengandalkan sikap manja untuk menghadapi keganasan Erin.

Wanita ini sepertinya tidak bisa diharapkan untuk jadi lebih lembut, bahkan sampai dia mati.

Erin berjalan dengan marah. Para polisi yang berpapasan melihatnya dengan tatapan ganjil seperti tengah melihat seorang pekerja seks komersial. Gila, yang macam-macam James He malah dirinya yang kena getah! Mengingat tindakan James He barusan, Erin semakin mempercepat langkahnya lagi. Setibanya di luar, ia menengok dan menyumpah pada bangunan gagah yang ada di hadapan. Sialan, James He tuh yang nafsu!

Pengacara Min tengah menunggu Erin di luar. Melihat kemunculannya dengan wajah marah, ia bertanya denga nagak hati-hati, “Nona Erin, jadi apa kata Tuan He?”

“Jangan sebut nama orang ini lagi di depanku. Biarlah dia dikunci seumur hidup di penjara,” jawab Erin ketus. Pinggangnya masih terasa agak mati rasa karena ditahan James He tadi. Ia dalam hati berefleksi, apa ia memang benar-benar harus cari pria ya……

Pengacara Min mengelus-elus hidung dengan canggung. Tahu wanita di hadapannya masih dalam kondisi marah, ia tidak bertanya lebih lanjut lagi. Ia kemudian teringat kata—kata yang disampaikan James He untuk diteruskan, “Pasti Tuan Shen sudah memberi instruksi padamu dengan jelas kan? Situasi dia sekarang agak terjepit karena bukti orang dan bukti benda cukup. Polisi rasa-rasanya tidak bakal setuju ia dibebaskan dengan jaminan.”

“Bukti orang? Bukannya di tempat kejadian polisi hanya bisa menemukan sidik jari?” tanya Erin heran. Semarah-marahnya Erin pada James He, ia tidak mungkin tidak memedulikannya begitu saja. Bagaimana pun juga, pria itu harus segera ditolong dan dikeluarkan.

“Tadi pagi ada kabar terbaru. Ada orang yang menyebut jadi saksi mata seluruh aksi pembunuhan Nick He oleh James He. Kalau orang itu sampai bersaksi di pengadilan, Tuan He pasti akan sulit lepas dari jeratan hukum,” cerita Pengacara Min dengan wajah serius.

Kemarahan di hati Erin sepenuhnya sirna. Ekspresinya perlahan berubah serius. Ia paham betul apa hukuman yang dihadapi James He kalau terbukti bersalah melakukan pembunuhan. Yang sialannya adalah mereka sekarang berada dalam posisi yang tidak bagus. Selain berharap Nick He bangun dan menunjuk pelaku penyerangannya, mereka sekarang tidak bisa mencari bukti bahwa James He difitnah.

Kepala Erin lama-lama pusing. Dua kakak beradik keluarga He ini memang benar-benar ya!

“Kalau James He kena tuntutan, peluang kita bisa menang berapa besar?”

“Kecil, super kecil!” jawab Pengacara Min jujur. Kalau status James He dinaikkan sebagai tersangka, sekalinya berita menyebar, harga saham He’s Corp pasti bakal jatuh. Kekacauan akan melanda perusahaan itu. Saat ini, keluarga He tidak punya orang yang bisa menahan guncangan sebesar itu.

Kekhawatiran James He bukan hanya soal kasus ini. Ia juga khawatir akan ada orang yang memanfaatkan berita tidak sedap untuk menghabisi He’s Corp.

“Baik, aku paham,” jawab Erin dengan diikuti tarikan nafas panjang.

“Ada satu hal lagi. Tuan He curiga di kantor polisi ada pengkhianat. Urusan ini aku tidak bisa selesaikan, jadi mohon Nona Erin bantu-bantu,” tutur Pengacara Min lagi.

Erin mengangguk. Wanita itu lalu menyampaikan permintaan, “Pengacara Min, bukti orang dan bukti barang bisa diputarbalikkan nanti. Sekarang yang paling penting adalah membebaskan James He dengan jaminan, tidak peduli seberapa besar uang jaminan itu.”

“Oke, aku akan berusaha sebisa mungkin.”

Erin mendongak menatap lambang negara yang terpasang di tengah-tengah gedung kepolisian yang megah. Ia dari dulu percaya langit pasti akan berpihak pada kebenaran. Tidak peduli seberapa kuat kekuatan si jahat, pada akhirnya yang akan menang adalah si benar.

Si wanita meninggalkan kantor polisi dan bergegas ke rumah sakit. Di dalam ruang perawatan intensif, Nick He terbaring dengan tubuh penuh selang. Erin berdiri di depan pintu sambil menatap ke dalam ruangan melalui kaca. Sebenarnya penyakit apa yang diderita Vero He sampai Nick He dibunuh begini?

Di sebelah Erin lalu berdiri dokter kepala. Erin pun menoleh dan bertanya: “Bagaimana kondisinya sekarang?”

“Ia belum melewati masa kritis. Kasarnya, ia bisa meninggal kapan pun,” jawab dokter kepala sambil menggeleng. Nick He ini hitunganya orang yang cukup kuat. Menghadapi begitu banyak serangan pisau, orang biasa sih bisa langsung wafat.

Erin gigit-gigit bibir, “Ia tidak boleh wafat. Ia harus tetap hidup.”

“Nona He, kalau pun berhasil melewati masa kritis, ia belum tentu bisa bangun lagi. Ia sudah kehilangan banyak darah, jadi otaknya sempat kekurangan oksigen dan pasti ada banyak sel di dalamnya yang mati. Pihak polisi sempat mengirimkan orang ke sini untuk mendalami kondisinya. Aku khawatir dia tidak akan bisa bersaksi di pengadilan atau menunjuk siapa pelaku pembunuhannya,” tutur dokter kepala.

Bibir Erin memucat. Kalau Nick He tidak terselamatkan, bagaimana nasib James He? Masak ia harus melihat James He masuk kepala dengan mata kepalanya sendiri?

Tidak, James He tidak boleh sampai kena hukuman penjara. Dia tiang penyangga keluarga He. Kalau dia runtuh, semua anggota keluarga bakal kena imbasnya.

“Baik. Ini kartu namaku, kalau ada apa-apa dengan Nick He kamu boleh hubungi aku.” Erin mengeluarkan sebuah kartu nama dan menyodorkannya ke dokter. Setelah si dokter menerima, Erin menutup pembicaraan: “Aku berdiri sebentar lagi di sini. Silahkan kembali urus kesibukanmu, aku tidak mau menganggu.”

Dokter kepala mengangguk, berbalik badan, dan pergi.

Erin berdiri di depan ruang perawatan intensif dengan wajah termenung. Papa dan mama Nick He tidak bisa dihubungi karena lagi berlibur di luar negeri, sementara tunangannya juga begitu karena lagi mengambil kelas pendalaman di luar negeri. Sungguh kasihan Nick He ini.

Beberapa menit kemudian, Erin berbalik badan dan berjalan pergi. Ketika sampai di depan rumah sakit, ia menelepon seseorang dan menyuruh orang itu kemari untuk mengawasi Nick He. Jangan sampai terjadi apa-apa dengannya, begitu pesan Erin.

……

Taylor Shen mengantar Vero He balik ke rumah kediaman keluarga He. Saat mobil berhenti persis di depan tempat tujuan, Taylor Shen menoleh menatap Vero He. Cahaya matahari yang jatuh di tubuhnya tidak berhasil menghilangkan kemuraman yang ada di sana. Ia menggapai tangan si wanita, “Vero He, jangnan khawatir. Tidurlah dulu, hari ini tidak perlu ke kantor.”

Vero He menoleh dengan lelah. Wanita itu menjawab: “Dia terseret masalahku.”

“Tiffany Song, tidak ada seret-seretan begitu. Kalau dia tahu kamu merasa bersalah begini, hatinya pasti juga bakal tidak tenang. Jangan pikir macam-macam, juga jangan salahkan diri sendiri. Tidurlah, nanti saat kamu bangun situasi pasti akan membaik.” Taylor Shen mengencangkan pegangannya ke tangan Vero He seolah memberi kekuatan.

“Lima tahun ini, ia sangat baik padaku. Bagi dia aku hanya orang asing, tetapi ia rela berhadapan dengan keluarganya demi merawat aku. Aku berhutang budi besar sekali pada dia.” Vero He memejamkan mata rapat-rapat. Air mata sedikit demi sedikit menggenang di sekitar kedua lipatan matanya.

Selama ini, setiap kali ia terbangun karena mimpi buruk, orang pertama yang berlari menghampirinya adalah James He. Ia ingin membalas kebaikan si kaka, tetapi malah terus membuatnya kerepotan. Sekarang, si kakak bahkan sampai mendekam di penjara karena dia.

Semakin memikirkan ini, Vero He semakin merasa dirinya terkutuk. Ke mana pun dia pergi, masalah pasti akan muncul.

Taylor Shen membuang nafas pasrah. Ia sebenarnya juga punya sesuatu yang tidak dia pahami. Mengapa James He sebaik ini pada Vero He? Tiap kali bertemu empat mata dengan pria itu, ia selalu merasa James He tidak menganggap si wanita sebagai wanita dewasa sama sekali. Dalam nada bicaranya tidak terlihat rasa cinta sedikit pun, yang ada adalah rasa sayang seorang kakak pada adik perempuannya.

Ia pernah menugaskan Christian untuk menelusuri ini. Hasilnya, James He dan Vero He tidak punya romansa apa pun. Mereka berdua saling memanggil dengan sebutan kakak adik. James He benar-benar menganggap Vero He sebagai adik sendiri, bahkan memperlakukannya dengan jauh lebih baik dibanding kakak-kakak kebanyakan.

Ada pepatah bilang tidak ada makan siang gratis. James He berkorban sebanyak ini pada Vero He, kalau bukan untuk mengharapkan cintanya maka untuk mengharapkan apa?

“Tiffany Song, aku janji padamu aku bakal berusaha membebaskan dia.”

Yang diajak bicara membuka mata. Ia menatap balik Taylor Shen dan menggeleng sambil tersenyum kecut, “Taylor Shen, aku tidak percaya kamu. Sadar diri tidak kamu?”

Novel Terkait

Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
4 tahun yang lalu
My Greget Husband

My Greget Husband

Dio Zheng
Karir
3 tahun yang lalu
Innocent Kid

Innocent Kid

Fella
Anak Lucu
4 tahun yang lalu
Suami Misterius

Suami Misterius

Laura
Paman
3 tahun yang lalu
Gaun Pengantin Kecilku

Gaun Pengantin Kecilku

Yumiko Yang
CEO
3 tahun yang lalu
See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu
King Of Red Sea

King Of Red Sea

Hideo Takashi
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Hidden Son-in-Law

Hidden Son-in-Law

Andy Lee
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu