You Are My Soft Spot - Bab 188 Kalian Harus Saling Mencintai dan Saling Merawat (1)

Taylor Shen berlutut di depan Tiffany Song sambil menatapi wajah cantiknya. Wajah Tiffany Song berkilauan oleh dandanan. Matanya pun sangat terang dan menggugah siapa pun yang melihatnya.

Hati Taylor Shen langsung terenyuh. Ia menaruh kedua tangannya di atas tangan Tiffany Song dan menggenggamnya lembut. Pria itu larut dalam kecantikan istrinya. Para pendamping pengantin dan tamu-tamu yang ada di sekitar mereka tersenyum-senyum sambil menutup mulut. Sementara itu, Ned Guo, Freddy Bi, dan Alex Yue dalam hati berpikir, ini mungkin satu-satunya kesempatan mereka menyaksikan Taylor Shen berlutut di hadapan orang lain.

Stella Han berdiri di sebelah mereka. Ia diam-diam mengeluarkan ponsel dan menjepret momen mereka saling menatap satu sama lain lekat-lekat. Ia ingin momen ini jadi abadi dan bisa dilihat lagi kapan saja.

Entah berapa lama kemudian, ada orang mengingatkan, “Pengantin wanita kita cantik sekali ya sampai pengantin pria terkagum-kagum. Eh omong-omong, kalau masih lihat-lihatan begini terus, jam keberuntungan bisa terlewat.”

Taylor Shen tersadar dari lamunannya. Ia bangkit berdiri dan menoleh ke Stella Han. Si sahabat Tiffany Song itu menyerahkan mantel ke dirinya dan ia pun menerimanya. Taylor Shen membuka lipatan mantel dan memasangkannya ke Tiffany Song. Terakhir, pria itu pun mengingatkan bagian depan mantel itu. Bentuk ikatannya tidak begitu bagus, namun itu tidak terlalu berpengaruh banyak pada kesempurnaan penampilan Tiffany Song.

Si wanita menatap Taylor Shen dengan wajah berbinar-binar. Taylor Shen berbungkuk, menggendong sang istri, lalu membopongnya keluar kamar tidur utama.

Sekeluarnya mereka dari kamar itu, petasan kembali meledak-ledak. Potongan kelopak-kelopak bunga juga jatuh dari atap rumah dan membuat semua orang tertawa. Menyaksikan momen bahagia ini, Bibi Lan tidak kuasa menahan tangis.

Taylor Shen menggendong Tiffany Song turun ke lantai bawah. Ujung gaun Tiffany Song, yang panjangnya kurang lebih dua meter, diangkat oleh para pendamping pengantin yang berjalan mengiringi dengan elegan. Seiring berjalannya mereka, fotografer terus mengikuti dari depan untuk mengabadikan setiap momen.

Si pria baru melepaskan istrinya setelah mereka sampai di pintu vila. Ia membantu wanita itu merapikan sedikit gaunnya, lalu menyodorkan tangan sambil tersenyum: “Tiffany Song, sudah siap?”

Si wanita sangat gugup, jantungnya berdebar kencang. Ia menyambut uluran tangan Taylor Shen dengan tangannya sendiri, lalu mengangguk, “Sudah.”

Pintu vila terbuka perlahan…… Halaman vila sudah penuh dengan wartawan yang siap berebutan mengabadikan foto. Dari depan pintu vila sampai mobil pernikahan ada karpet merah yang sangat menarik perhatian. Taylor Shen mengandeng Tiffany Song berjalan selangkah demi selangkah.

Christian, yang mengenakan jas hitam, berdiri di sisi mobil. Melihat kedatangan mereka, ia buru-buru membuka pintu mobil. Ia terlihat lebih gugup dibanding pasangan mempelai.

Tiffany Song masuk mobil dengan diikuti suaminya. Rombongan mobil pengantin berjalan pelan keluar bangunan vila lalu melaju ke rumah kediaman keluarga Shen dengan teratur.

Para tamu undangan satu per satu masuk mobil masing-masing dan keluar vila. Sebelum masuk mobil, Stella Han berlama-lama menatapi mobil pengantin yang bergerak menjauh. Matanya berkaca-kaca. Ia dalam hati berteriak senang: “Tiffany Song, kamu harus bahagia ya!”

Jordan Bo berjala ke sebelahnya. Melihat Stella Han terus menatapi rombongan mobil mempelai, ia mengingatkan pelan: “Stella Han, naiklah.”

Stella Han mengusap air matanya karena tidak ingin terlihat lemah di hadapan Jordan Bo. Ia menarik nafas panjang untuk menenangkan diri dari keharuan, lalu berujar, “Aku bawa mobil sendiri. Kita naik mobil masing-masing saja.”

Alis Jordan Bo terangkat. Ia menatap istrinya dengan tidak senang, “Jangan berdebat. Hadirin acara pernikahan hari ini sangat banyak, pasti akan sulit cari parkir.”

Stella Han kukuh dengan rencananya, “Biarin, kalau tidak dapat parkir aku parkir di pinggir jalan. Aku pokoknya tidak mau naik mobilmu.”

“Ya sudah aku yang naik mobilmu,” tutup Jordan Bo. Pria itu semalam tidak pulang. Kemeja putih, jas hitam, dan mantel warna gelap yang ia kenakan semua diantar asisten rumah tadi pagi.

Jordan Bo melangkah cepat ke mobil istrinya.

Stella Han menggeretakkan gigi. Ini hari bahagia sahabatnya, ia tidak boleh bertengkar dengan Jordan Bo. Ia masuk pintu supir dan melajukan mobil. Jordan Bo satu detik kemudian ikut masuk dan duduk di kursi penumpang depan.

Mobil Stella Han sempit. Dengan adanya Jordan Bo, mobil itu terasa penuh dan padat sekali. Stella Han bahkan bisa mencium aroma parfum si pria. Ia mengernyitkan alis namun tidak berucap apa-apa untuk menghindari pertengkaran.

Satu setengah jam kemudian, rombongan mobil pengantin tiba di parkiran rumah kediaman keluarga Shen. Christian buru-buru turun mobil dan membuka pintu belakang. Tiffany Song berjalan keluar dengan anggun. Ia seketika merasa sangat kedinginan. Meski sudah pakai mantel yang tebal, ia tetap tidak bisa menahan diri dari dinginnya udara luar.

Taylor Shen dengan cepat ikut turun dan menggandeng Tiffany Song ke karpet merah. Beberapa hari lalu salju turun sangat deras dan memenuhi kedua sisi jalan setapak. Di tengah dua baris tumpukan salju itulah karpet merah direbahkan. Para pendamping pengantin segera mengambil posisi masing-masing untuk mengiringi mereka.

Pria tampan dan wanita cantik, ini sungguh pemandangan yang indahnya bukan main.

“Dinginkah?” Taylor Shen menoleh ke istrinya. Ia kembali mengagumi wajah cerah wanita itu dan menatapinya beberapa saat.

Tiffany Song menggeleng, “Tidak kok!”

Di sebelah Taylor Shen, hati Tiffany Song selalu terasa bahagia. Mana mungkin ia kedinginan?

Taylor Shen mengulurkan tangan ke hadapan Tiffany Song. Si wanita senyum-senyum sambil membalas ulurannya. Mereka berjalan perlahan ke rumah kediaman keluarga Shen dengan diiringi lagu “Wedding March”.

Dari parkiran hingga rumah kediaman keluarga Shen butuh jalan lima menit. Untung cuaca hari ini cerah dan tidak berawan, jadi semua orang bisa berjalan tanpa tubuh menggigil.

Angelina Lian berdiri di sisi jendela kamar sambil mengamati Taylor Shen dan Tiffany Song berjalan mendekat. Keramaian di bawah tidak ada hubungannya sama sekali dengan dia. Ia sungguh tidak senang dengan pernikahan ini.

Pintu kamar tiba-tiba diketuk. Angelina Lian menyimpan kegundahannya dalam-dalam, berjalan ke depan pintu, lalu membuka. Di balik pintu ada seorang pria yang segera melapor pelan: “Semuanya sudah diatur dengan baik.”

“Oke,” angguk Angelina Lian. Ia kembali menutup pintu dan berjalan ke sisi jendela kamar. Pasangan mempelai sudah masuk ke rumah. Angelina Lian merasa ia tetap harus memberi selamat pada pasangan mempelai baru ini. Wanita itu berbalik badan, memakai mantel merah yang ia taruh di sisi ranjang, lalu turun ke lantai bawah.

Rumah kediaman keluarga Shen sudah bersiap dari jauh-jauh hari. Pesta pernikahan dihelat di aula pertemuan yang diisi empat puluh meja. Meja dan kursi-kursinya sendiri baru dipersiapkan kemarin, berbeda dengan perlengkapan lainnya yang sudah siap dari lama. Di tengah-tengah kumpulan meja ada panggung yang kedua sisinya dipenuhi mawar putih yang sangat cantik. Dekorasi ini sengaja diimpor khusus dari Prancis.

Waktu masih berjarak satu jam lebih sedikit dari jam dimulainya acara pernikahan. Para anggota keluarga Shen harus terlebih dahulu pergi ke kuil leluhur untuk memberi penghormatan. Mereka di sana sekaligus akan mencetak nama Tiffany Song dalam buku keluarga. Melalui tradisi ini, si wanita baru dianggap resmi masuk anggota keluarga Shen.

Yang boleh masuk ke kuil leluhur keluarga Shen hanya para anggota keluarga Shen itu sendiri. Wartawan tidak boleh masuk, jadi isi kuil ini dari dulu selalu menjadi perdebatan yang tidak berujung.

Setelah nama Tiffany Song dicetak dalam buku keluarga, kedua mempelai berlutut di hadapan nisan untuk memberi hormat. Setelah itu, mereka harus berlutut di hadapan Tuan Besar Shen untuk bersulang teh dan menerima angpau. Si pria tua duduk di kursi besar. Ia menatap kedua mempelai lekat-lekat. Akhirnya ia merelakan anaknya menjalani pernikahan yang didambakan. Tuan Besar Shen membuang nafas panjang, lalu mengeluarkan dua angpau yang sudah dipersiapkan sejak sebelumnya. Satu angpau untuk si pria, satu angpau untuk si wanita. Sembari menyerahkannya, ia berpesan: “Kalian harus saling mencintai dan saling merawat seumur hidup.”

Tiffany Song bisa merasakan ketulusan dalam nada bicara Tuan Besar Shen. Ia bersujud sekali lagi di hadapannya untuk menyatakan rasa terima kasih.

Tuan Besar Shen mengangguk puas. Taylor Shen lalu memapah Tiffany Song berdiri dan keduanya keluar dari kuil leluhur. Setelah mereka sudah cukup jauh, Tuan Besar Shen baru bangkit berdiri. Pria tua itu berjalan ke nisan Jasmine Yang, mengelus-elusnya, dan berujar: “Jasmine Yang, kamu lihat tidak? Taylor Shen akhirnya menikah juga.”

Paman Wei berdiri di sebelah. Melihat tuan besarnya mengajak bicara nisan istri tercinta, matanya berkaca-kaca.

Seiring mendekatnya jam mulai acara pernikahan, para hadirin yang sudah tiba jadi semakin banyak. Pukul dua belas lewat delapan belas menit, lonceng keberuntungan berdering. Acara pernikahan resmi dimulai!

Lagu mulai mengalun di bawah cahaya lampu yang gemerlap. Mata hadirin semua tertuju ke tengah panggung. Tiffany Song berjalan pelan ke sana dengan melangkahi karpet merah. Mawar-mawar putih yang ada di kedua sisi panggung menambah romantisme dan kesakralan acara.

Di antara semua hadirin, yang paling fokus mengamati Tiffany Song adalah dua hadirin di meja keluarga He. Yang duduk di sana adalah Felix He dan James He. Anak perempuan Felix He, Angela He, kemarin sore resmi mengajukan perceraian dengan Wayne Shen. Pernikahan pasangan suami istri yang tidak saling mencintai ini akhirnya tiba di ujung jalan dalam waktu kurang dari setengah tahun.

Meski begitu, Felix He tidak menolak menghadiri pernikahan Taylor Shen hanya karena perceraian itu. Ia entah mengapa merasa akan menyesal seumur hidup kalau melewatkan acara ini.

Tiffany Song melangkah sendirian di atas karpet merah dengan anggun. Hati Felix He agak merasa iba.

James he tidak kalah ibanya dengan si mempelai wanita. Tiffany Song anak sebatang kara, jadi tidak ada yang bisa mengantarkannya ke atas panggung. Taylor Shen sempat bertanya mau tidak bila didampingi oleh orang tua yang dikenal dekat, namun Tiffany Song menolak.

Alasan penolakan itu adalah Tiffany Song tidak ingin membuat acara terasa palsu. Kalau tidak ada ayah dan ibu ya berjalan sendiri saja, begitu pikirnya. Ia sudah sangat senang bisa menikah dengan Taylor Shen tanpa ditambahi bumbu-bumbu pemanis.

Tiffany Song berjalan sangat pelan ke sisi panggung. Taylor Shen berdiri dengan gagah di sisi panggung yang satunya lagi. Ketika sudah sampai panggung, Tiffany Song baru mempercepat langkahnya untuk mendekatkan diri pada si suami. Ia ingin segera membina bahtera rumah tangga dengannya agar tidak kesepian lagi.

Taylor Shen mengamati istrinya dengan tenang. Ia terlihat santai, namun hatinya membuncah-buncah hebat. Ia ingin memeluk Tiffany Song, ia ingin memberinya sandaran.

Lagu terputar setengah, Taylor Shen tiba-tiba memutuskan melangkahkan kaki menghampiri si istri. Orang-orang kaget dengan spontanitasnya dan langsung bertepuk tangan dengan meriah. Tepuk tangan mereka berlangsung lama sekali dan membuat suasana semakin hidup.

Langkah Tiffany Song terhenti. Ia terdiam menatap bayangan tubuh Taylor Shen yang semakin lama semakin dekat. Ketika mereka sudah berhadap-hadapan, si pria memeluk si wanita erat-erat. Akhirnya, mereka berpelukan juga di atas panggung. Tiffany Song tersenyum lebar selebar-lebarnya sambil memeluk erat pinggang si suami.

Taylor Shen entah mengapa tiba-tiba merasa takut kehilangan wanita yang tengah dipeluknya. Mereka sekarang jelas-jelas ingin bersatu sebagai suami istri, tetapi ia malah merasakan perasaan yang negatif. Beruntung, semakin lama ia memberikan pelukan pada Tiffany Song, hatinya perlahan makin tenteram.

Ritual pengikatan janji diakhiri dengan ucapan “aku bersedia” dari Tiffany Song. Si wanita kemudian berganti pakaian dengan gaun malam, lalu menemani Taylor Shen mengunjungi dan mengajak bersulang satu per satu meja.

Prosesi kunjungan ke setiap meja dimulai dari meja tamu utama. Sesampainya mereka di meja keluarga He, Felix He dan James He bangkit berdiri dengan sigap. Si pria yang lebih tua terhenyak menatap Tiffany Song mengenakan gaun malam merah selutut. Rambut wanita itu diikat ke atas sehingga telinganya terlihat jelas. Sungguh, sungguh sangat mirip dengan si itu!

Tiffany Song menuangkan sendiri bir Felix He. Ketika James He bersulang dengan Taylor Shen, Felix He baru bangun dari lamunan. Ia mengangkat gelas birnya dan berpesan pada Taylor Shen: “Taylor Shen, Tiffany Song aku titipkan padamu. Kamu harus buat dia bahagia.”

Si mempelai pria entah mengapa merasa pesan ini agak janggal. Felix He adalah orang luar, dia tidak punya hubungan darah dengan Tiffany Song, mengapa dia mengucapkan kata “menitipkan” bak seorang ayah? Meski begitu, Taylor Shen tetap mengangguk patuh, “Tiffany Song adalah istriku, jadi membahagiakan dia adalah kewajibanku. Kamu tenang saja.”

“Baik, baik, baik.” Felix He megak birnya hingga habis. Tenggorokannya, yang dilewati oleh bir, entah mengapa terasa haus. Mendengar pesan si pria tua, Tiffany Song hanya berpikir mungkin dia merasa sayang gagal menjodohkan Taylor Shen dengan Angela He. Wanita itu tidak berpikir lebih jauh lagi.

Meja berikutnya adalah meja sahabat-sahabat akrab Taylor Shen. Wayne Shen dan Angelina Lian juga ditempatkan di meja ini. Melihat kedatangan mereka, semuanya buru-buru bangkit berdiri. Tiffany Song menerima sodoran gelas dari pendamping mempelai, lalu menuangkan bir untuk Angelina Lian dan Stella Han.

Angelina Lian tersenyum sumringah pada Tiffany Song, “Kakak Ipar Keempat, kamu sungguh cantik hari ini! Kamu harus menikmati kebahagiaan yang diperolehnya sangat sulit ini ya.”

Novel Terkait

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Denny Arianto
Menantu
5 tahun yang lalu
CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu
Behind The Lie

Behind The Lie

Fiona Lee
Percintaan
4 tahun yang lalu
Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
5 tahun yang lalu
Love and Trouble

Love and Trouble

Mimi Xu
Perkotaan
4 tahun yang lalu
My Cold Wedding

My Cold Wedding

Mevita
Menikah
5 tahun yang lalu
Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
My Cute Wife

My Cute Wife

Dessy
Percintaan
4 tahun yang lalu