You Are My Soft Spot - Bab 297 Foto Sepasang Ibu dan Anak (2)

Sebelum membicarakan topik utama, Vero He menanyakan hal yang sekarang lebih mendesak dulu: “Jordan Bo di rumahmu?”

Orang di seberang hening. Stella Han lalu menjawab pelan: “Iya, demi Evelyn sih.”

Jadi, demi Evelyn, Jordan Bo dan Stella Han terpaksa memainkan peran sebagai suami dan istri yang saling mencintai. Ia membuang nafas pasrah. Di dunia ini, nampaknya hanya anak yang bisa membuat seorang wanita rela berkompromi.

“Oh. Stella Han, kamu berencana akan terus begini demi Evelyn?” Bagi Vero He, ini bukan metode penyelesaian masalah yang hanya berlangsung singkat. Ekstremnya, ini bisa terus berlangsung seumur hidup. Ia tidak mau melihat sahabatnya menahan semua penderitaan demi Evelyn. Kalau benar-benar cinta Jordan Bo okelah kalau mereka mau tinggal bersama, tetapi kalau tidak cinta buat apa terus dipaksakan?

“Iya, hanya inilah yang bisa aku lakukan buat anak itu. Kamu ada urusan apa meneleponku?” kata Stella Han mengalihkan topik karena mendengar langkah kaki Jordan Bo yang mendekat.

“Ada suatu hal yang mau aku minta.” Vero He menceritakan berita barusan pada Stella Han, lalu memintanya untuk mengecek jam berapa sidang akan dilangsungkan. Ia berniat menghadirinya.

Si sahabat menyanggupi, “Aku cek dulu ya, nanti aku telepon kamu lagi.”

“Baik.”

Kelar bertelepon, Vero He baru sadar Jacob Shen tengah mengamatinya dengan wajah cemberut. Ia menaruh ponsel ke tas, lalu menghampiri si anak dan menundukkan tubuh, “Ada apa?”

“Aku daritadi bicara terus denganmu, kamu tidak menganggapku,” ujar Jacob Shen sebal.

“Kamu tadi bicara padaku?”

“Iya!”

Vero He jadi kaget sendiri dengan fokusnya tadi. Gila, masak didatangi dan diajak bicara terus dia tidak sadar sama sekali sih! Ia mengelus rambut si anak dan meminta maaf: “Maaf Jacob Shen, aku tadi lagi memikirkan sesuatu. Mungkin karena terlalu fokus, aku jadi tidak menyadari keberadaanmu. Jangan marah ya, oke?”

Menyadari keseriusan dalam sikap Vero He kala meminta maaf, Jacob Shen membalas: “Ya sudahlah, kali ini aku maafkan.”

Seusai sarapan, Jacob Shen bakal diantar Budi ke sekolah. Vero He mengantarkan si anak sampai ke mobil, lalu mengamati kendaraan itu bergerak menjauh. Setelah mobil keluar gerbang, ia baru berbalik badan dan kembali masuk vila. Baru masuk vila, ia mendengar Bibi Lan tengah bertelepon. Ketika menyadari kehadirannya, si bibi buru-buru mematikan teleponnya.

Vero He mengenryitkan alis. Entah dirinya yang terlalu sensitif atau bagaimana, ia merasa Bibi Lan jadi sangat menjaga jarak dengannya sejak kemunculan Luna Bai. Sepertinya ada yang disembunyikan oleh si bibi darinya, mungkinkah ini terjadi?

Vero He bergegas ke kamar tidur utama di lantai atas. Taylor Shen masih belum bangun, bahkan kini mendengkur. Ia mengambil beberapa barang dan keluar lagi. Ketika menuruni tangga, si wanita melihat Bibi Lan tengah berjalan keluar vila.

Dengan penuh rasa penasaran, Vero He berjalan ke salah satu jendela di ruang tamu. Dari sana, ia bisa melihat seluruh sisi pekarangan depan dengan sangat jelas. Si bibi tengah berdiri di depan gerbang sembari berbicara dengan seseorang yang ada di luar. Sayang, karena tertutup tubuh si bibi, Vero He tidak bisa melihat siapa sosok yang berdiri di luar itu.

Berselang beberapa saat, Bibi Lan membuka gerbang dan mempersilahkan seorang wanita masuk. Wantia itu mengenakan mantel dengan warna kuning gelap. Vero He langsung mengenali sosok itu. Dia tidak lain dan tidak bukan adalah Luna Bai yang pernah ia temui satu kali.

Kecurigaan dan rasa penasaran Vero He makin meningkat. Bibi Lan sepertinya kelewat baik pada Luna Bai. Taylor Shen sudah bilang padanya untuk tidak mengizinkan Luna Bai masuk Sunshine City lagi, tetapi sekarang Bibi Lan berani melanggar perintahnya di belakang.

Luna Bai ini sebenanrnya siapa? Kok bisa-bisanya Bibi Lan jadi nekat begini demi dia?

Bibi Lan dan Luna Bai tidak menyadari sosok Vero He yang mengamati mereka dari jendela. Keduanya berjalan ke pekarangan belakang. Sembari berjalan, si bibi berkata pelan: “Luna Bai, berhubung tuan sudah memberi perintah, aku tidak berani membiarkan kamu tinggal lebih lama lagi di sini. Sekarang, tuan dan nyonya dua-duanya lagi di rumah. Cepat bereskan barang-barangmu dan pergilah.”

Luna Bai habis masuk rumah sakit beberapa hari. Ia sudah menemukan tempat tinggal baru karena tahu dirinya tidak bisa tinggal di Sunshine City lagi, jadi kedatangannya kemari dimaksudkan untuk mengambil barang-barang. Ketika ia menoleh pada Bibi Lan, sudut matanya tidak sengaja menangkap sosok Vero He yang diam-diam mengamati mereka. Ia menyipitkan mata dan membulatkan sebuah keputusan dalam hati.

“Bibi Lan, terima kasih sudah sudah membiarkanku tinggal selama ini. Kebaikanmu pada aku dan Jacob Shen tidak akan pernah kulupakan selamanya,” respon Luna Bai dengan berat hati.

Bibi Lan membalas: “Tidak usah sungkan, yang aku lakukan itu hal kecil kok. Kalau ada kesulitan apa-apa kedepannya, cari saja aku. Bila bisa bantu, aku pasti bakal bantu. Kalau kamu mau bertemu Tuan Muda Kecil, kamu juga bisa menghubungiku. Aku nanti bisa ajak dia bertemu denganmu.”

Luna Bai berterima kasih lagi, “Bibi Lan, kebaikanmu ini sudah seperti kebaikan sepasang orangtua pada anaknya. Aku tidak bakal bisa membalasnya.”

Bayangan tubuh keduanya perlahan mengecil dan tidak terlihat lagi. Vero He sebenarnya tidak bisa mendengarkan pembicaraan mereka dengan jelas. Ia sesekali hanya mendengar satu sampai dua kata, misalnya “Jacob Shen” dan “Tuan Muda Kecil”. Dari sini, dia menyimpulkan topik pembicaraan mereka adalah soal Jacob Shen.

Ia menyipitkan mata. Hatinya agak gelisah, namun ia sendiri tidak paham apa yang digelisahkan.

Vero He berjalan keluar vila sembari membawa tas. Di sebelah mobil, ia berdiri mengamati pekarangan belakang dan melangkah ke rumah asisten rumah yang ada di area situ. Ia mondar-mandir sejenak di depan rumah berlantai dua itu, lalu memutuskan masuk ke sana.

Vero He langsung naik ke lantai dua. Setibanya di lantai itu, dia melihat Bibi Lan yang kebetulan baru keluar dari sebuah kamar. Bibi Lan langsung panik karena tidak menyangka majikan wanitanya bisa datang kemari. Ia bertanya gagap: “Nyo…… Nyonya, kok kamu…… kok kamu bisa ada di sini?”

Melihat ekspresi panik si bibi, Vero He berusaha menenangkan: “Bibi Lan, tidak usah panik begitu. Aku tidak makan manusia kok.”

Bibi Lan bukannya takut dimakan, melainkan takut karena hal lain. Luna Bai sekarang tengah membereskan koper di dalam kamar. Kalau sampai Vero He bercerita pada Taylor Shen bahwa Luna Bai masih datang lagi, ia bisa-bisa dipecat!

“Tidak, tidak, bukan panik. Aku hanya kaget saja.”

“Nona Bai di dalam?” Vero He dalam hati tidak paham mengapa Luna Bai berpura-pura jadi keponakan Bibi Lan demi menginap di Sunshine City. Sungguh, buat apa coba menginap di sini? Ingin lihat Taylor Shen setiap hari atau apa?

Bibi Lan refleks menghalangi Vero He yang mau masuk ke kamar, “Nyonya, Nona Bai sangat mengibakan, dia……”

“Kamu takut aku menjahatinya?” tanya si majikan wanita dengan alis terangkat. Bibi Lan ini tidak tahu sifatnya atau bagaimana sih? Mereka kan sudah kenal lama, masak Bibi Lan tidak tahu dirinya adalah orang yang tenang dan tidak mudah marah? Satu kebingungan lagi, ia juga tidak paham mengapa Bibi Lan terus melindungi Luna Bai.

Si bibi gigit-gigit bibir dan membuka jalan, “Bukan, sama sekali tidak ada maksud begitu.”

“Bibi Lan, Taylor Shen sudah mau bangun. Kamu siapkan sarapan atau apa gih,” kata Vero He sembari masuk kamar yang ada Luna Bai-nya. Bibi Lan mengamati bayangan tubuh si wanita dengan takut. Ia sadar dirinya tidak pandai melakukan hal buruk. Ah, semoga Nona tidak tanya macam-macam pada Luna Bai deh!

Meski hanya ditinggali asisten rumah, kamar Luna Bai cukup megah dan lega. Si tamu itu tengah memegang sebuah bingkai foto. Mendengar suara pintu dibuka, ia pikir yang datang adalah Bibi Lan yang sudah kembali. Sembari mendongak, ia bertutur: “Bibi Lan, kamu……”

Dan yang dia temui adalah wajah Vero He, bukan wajah Bibi Lan! Wanita itu refleks bangkit berdiri, bingkai foto yang ada di tangannya jatuh ke lantai hingga kaca depannya pecah. Ia bertanya dengan wajah pucat: “Nyonya, Nyonya, ada apa datang kemari? Ini aku beres-beres sebentar terus pergi kok.”

Vero He menunduk menatap bingkai foto yang jatuh. Ia berjalan ke arahnya, lalu mengamati foto yang terpasang di dalam. Foto itu adalah foto seorang wanita yang memakai aksesoris topi dan anaknya. Si wanita menggendong si anak sembari tersenyum gembira.

Menyadari arah tatapan Vero He, Luna Bai buru-buru berjongkok untuk mengambil bingkai foto itu. Sayang, gerakan majikan wanita lebih cepat satu langkah dari dirinya. Vero He mengambil duluan foto itu, sementara Luna Bai meminta dengan gelisah tanpa memedulikan identitas dirinya yang hanya seorang bawahan: “Nyonya, tolong kembalikan foto itu.”

Vero He mengamati foto lekat-lekat. Wanita yang ada di sana adalah Luna Bai. Raut wajahnya lebih muda sedikit dari yang sekarang, jadi harusnya foto ini diambil beberapa tahun lalu. Mata anak yang tengah digendongnya terlihat familiar, namun Vero He tidak teringat di mana ia pernah menjumpai sepasang mata model ini.

“Kamu sudah punya anak?” tanya Vero He penasaran. Wajah Luna Bai di foto masih sangat muda, kok bisa-bisanya dia punya anak secepat itu ya?

Luna Bai berhasil merebut foto itu. Ia langsung memeluknya dengan sisi belakang bingkai mengarah ke Vero He. Wanita itu kemudian menjawab: “Itu hasil kebodohanku waktu masih muda dan polos. Aku sungkan mengungkitnya.”

Vero He terdiam menatap Luna Bai. Ia tidak menyangka wanita di hadapannya ini punya cerita yang kelam. Anak dalam gendongannya itu…… Dia merasa familiar dengan wajahnya, tetapi di mana ia pernah menjumpainya ya?

Ditatapi terus, Luna Bai berbalik badan dengan canggung dan memasukkan bingkai foto ke dalam koper. Ia lalu menutupi bingkai tersebut dengan pakaian-pakaian yang sudah dilipat rapi. Ketika mengamati tingkahnya ini, Vero He tidak sengaja melihat sebuah simpul merah di salah satu sudut koper.

Ia pernah melihat simpul merah ini! Modelnya sangat khas dan merupakan buatan tangan, ini simbol identitas Taylor Shen dan saudara-saudara kandungnya. Vero He ingin merogoh simpul merah itu, namun Luna Bai kali ini bergerak lebih sigap. Wanita itu langsung menutup koper dan menguncinya.

Si tamu berucap: “Nyonya, maaf, tidak seharusnya aku mengganggu kalian. Terima kasih sudah sempat menerimaku tinggal di sini, aku pamit.”

Pikiran Vero He masih kaget karena melihat simpul merah itu. Ia tidak mendengarkan sama sekali ucapan Luna Bai barusan, melainkan bertanya: “Kok kamu bisa punya simpul merah ini?”

Sembari mendirikan koper, Luna Bai menyudahi: “Nyonya, anggap saja kamu tidak pernah lihat apa-apa. Sejarah simpul merah ini tidak bisa aku ceritakan padamu. Sampai jumpa!”

Luna Bai menarik koper dengan satu tangan, sementara satu tangannya yang sempat terluka ia tahan di udara tanpa beban apa-apa. Ia melangkah menjauh dengan langkah cepat.

Vero He berdiri di tengah kamar dengan termenung. Foto, simpul merah, dan gelagat yang aneh, apa arti semua ini?

Si wanita memutuskan untuk mengejar Luna Bai. Tamu itu tidak mungkin muncul tanpa tujuan apa-apa. Luna Bai pasti punya maksud tertentu menginap di Sunshine City, apa kira-kira maksudnya?

Sembari berusaha menyusul Luna Bai, Vero He teringat dua plastik pangsit yang Jacob Shen buang. Bibi Lan bilang pangsit-pangsit itu dibuatkan khusus oleh Luna Bai buat si bocah. Foto yang barusan…… Ah, sepasang mata anak yang ada di foto itu mirip mata Jacob Shen!

Dalam percakapan tadi, Luna Bai dan Bibi Lan juga sempat menyebut-nyebut “Jacob Shen” dan “Tuan Muda Kecil”. Pikiran Vero He kacau, berbagai kecurigaan menyeruak di benaknya secara bersamaan.

Ia harus bisa menghadang Luna Bai dan menanyakan semua ini sampai jelas. Kalau tidak, ia tidak akan bisa merasa tenang seumur hidup.

Setibanya Vero He di pekarangan depan, Luna Bai sudah keluar gerbang. Meski sudah kelelahan, si wanita tetap berusaha menyusul. Ketika Luna Bai memasuki taksi yang sudah menunggu di depan, Vero He berteriak: “Nona Bai, tunggu sebentar!”

Menyadari dirinya dikejar, Luna Bai sadar ia sudah memancing kecurigannya. Ia buru-buru menutup pintu dan menyuruh supir melajukan mobil.

Mobil sudah bergerak, si majikan wanita tetap terus mengejar. Sembari mengejar, dia berteriak: “Berhenti! Nona Bai, berhenti sebentar.”

Novel Terkait

Hei Gadis jangan Lari

Hei Gadis jangan Lari

Sandrako
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Chasing Your Heart

Chasing Your Heart

Yany
Dikasihi
3 tahun yang lalu
Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
4 tahun yang lalu
Aku bukan menantu sampah

Aku bukan menantu sampah

Stiw boy
Menantu
3 tahun yang lalu
Gue Jadi Kaya

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
4 tahun yang lalu
Gaun Pengantin Kecilku

Gaun Pengantin Kecilku

Yumiko Yang
CEO
3 tahun yang lalu
Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu
The Winner Of Your Heart

The Winner Of Your Heart

Shinta
Perkotaan
4 tahun yang lalu