You Are My Soft Spot - Bab 168 Taylor Shen Cemburu (2)

“Terima kasih.”

“Yuk kita masuk.” Jelly Ji melepaskan tangan Tiffany Song. Ia menunjuk ruang konsultasinya. Tiffany Song menoleh ke Karry Lian dengan gelisah. Si pria mengangguk meyakinkan, “Tiffany Song, sana masuk. Jangan khawatirkan apa-apa, ceritakan semua kegelisahanmu pada Jelly Ji. Ia pasti akan membantumu.”

Tiffany Song gigit-gigit bibir. Tangannya refleks mengepal erat. Jelly Ji menyadari gerakan kecil wanita itu. Ia tahu dia sangat gelisah dan gugup. Si dokter membuka pintu ruang konsultasinya dan mempersilahkan Tiffany Song masuk.

Tiffany Song berjalan masuk. Jelly Ji mengunci pintu, lalu berjalan di belakangnya. Wanita itu kemudian menunjuk kursi santai dan berujar: “Nona Song, silakan baring di kursi santai. Tenang saja, aku ada di sini untuk membantumu.”

Tiffany Song melepaskan sepatunya dan berbaring sesuai ajakan. Jelly Ji menyelimuti kliennya dengan selimut tipis, lalu menuang minyak aroma terapi ke lampunya. Ruangan itu perlahan dipenuhi bau wangi.

Jelly Ji duduk di kursi sebelah kursi santai Tiffany Song. Ia menatap kliennya itu dan berseru lembut, “Nona Song, sekarang silahkan tutup mata. Biarkan pikiranmu kosong, jangan pikir apa-apa. Perlahan-lahan rilekskan tubuhmu dan bayangkan kamu ada di tengah padang hijau yang luas. Jauh di depanmu ada gunung yang kehijauan. Sesekali ada merpati putih yang melintas di langit biru. Pemandangan sangat sempurna, dunia ini sempurna.”

Tiffany Song memejamkan mata dan membayangkan suasana yang dideskripsikan Jelly Ji. Sayang, ia tidak berhasil-berhasil juga. Dahinya terlipat, jidatnya juga berkeringat dingin. Tiffany Song tiba-tiba membelalakan mata dengan nafas yang naik-turun dengan cepat.

Ini pertama kalinya Jelly Ji menghadapi pasien yang gagal digiring ke kondisi relaks. Penolakan diri Tiffany Song sangat kuat.

“Nona Song, kamu tidak perlu khawatirkan apa pun. Kami sangat menjaga kerahasiaan data pasien. Semua yang kamu ceritakan di sini tidak akan diketahui siapa pun. Sekarang ayo kita mulai sekali lagi, oke?” Nada bicara Jelly Ji tetap lembut seperti tadi. Ia tidak ingin memberi tekanan apa-apa pada Tiffany Song.

Tiffany Song menggeleng, “Belakangan tekanan psikologisku sangat berat. Insiden diculik di Amerika Serikat hanya salah satunya. Yang lebih menjengkelkan adalah orang-orang di sekitarku. Mereka membuat aku merasa mencintai seseorang merupakan sebuah kejahatan.”

Jelly Ji menyadari badan Tiffany Song bergetar. Ini wujud perasaan tidak aman. Ketika ia mengatakan “mencintai seseorang adalah sebuah kejahatan”, kedua tangannya berpindah dengan posisi menyilang ke dada. Ini gestur permintaan perlindungan. Tiffany Song kelihatannya sangat terganggu dengan masalah ini.

“Tiffany Song, boleh aku memanggilmu begini?” Kalau mau “memasuki” hati pasien, Jelly Ji harus mendekatkan hubungan mereka, salah satunya melalui panggilan. Dibanding memanggil si pasien dengan sebutan “Tuan” atau “Nona”, menyebut nama langsung jauh lebih bersahabat.

Tiffany Song mengangguk, “Boleh.”

“Baik, insiden diculik di Amerika Serikat yang tadi kamu sebutkan boleh ceritakan lebih detail? Sesudah diculik, apa kamu merasa hatimu terus terbebani?” Jelly Ji sebisa mungkin mempertahankan kelembutan suaranya agar Tiffany Song bisa tetap rileks.

“Seharusnya sih iya. Setelah insiden itu berlalu, aku selalu khawatir si penculik sewaktu-waktu akan muncul dari jendela, toilet, atau kamar tidur, menyuntikku hingga pingsan, lalu memasukanku ke koper.” Teringat lagi soal mimpi-mimpi buruk, sekujur tubuh Tiffany Song kembali bergetar.

Jelly Ji memegangi tangan Tiffany Song. Melihat wajah si klien yang meringis ketakutan, si dokter menenangkan: “Tiffany Song, kamu sekarang sudah aman. Tidak apa-apa. Jangan takut, jangan takut.”

Tiffany Song perlahan-lahan kembali tenang.

“Belakangan aku suka mimpi adegan malam itu. Dalam mimpi, aku melihat ada ribuan hantu gentayangan muncul dari lantai dan ingin menarikku ke sana. Aku sering sekali terbangun olehnya, lalu tidak bisa tidur lagi sampai hari terang. Ketika hari sudah terang, aku baru berani memejamkan mataku untuk tidur beberapa saat,” lanjut Tiffany Song.

“Kamu bisa bermimpi buruk karena kamu masih belum keluar dari ketakutan itu. Ini diperparah dengan faktor kepribadianmu yang sangat tegar dan tidak mau menceritakan kegelisahanmu pada orang-orang di sekitar. Semakin kamu menahan emosi negatif itu, semakin sering pula mimpi itu akan muncul. Tiffany Song, ini namanya penyakit gangguan stress pascatrauma, Kakak Kelas mungkin juga sudah beritahu kamu. Tidak apa-apa, keluarkan semua ketakutanmu, maka kamu akan jauh lebih tenang.” Jelly Ji menggenggam tangan Tiffany Song dengan erat untuk memberinya kekuatan.

“Anggap aku sebagai teman yang layak dipercayai. Ceritakan semua kejadian hari itu padaku, lalu hapuskan semuanya dari benakmu. Jangan diingat-ingat lagi selamanya, oke?” Suara Jelly Ji sangat tenang seperti angin musim semi pada bulan Maret. Suara macam ini sangat efektif dalam mengkokohkan kepercayaan pendengar pada pembicara.

Tiffany Song menatap mata Jelly Ji yang keibuan. Ia mulai menceritakan panjang lebar semua yang terjadi waktu itu. Jelly Ji terus menyemangatinya. Setelah ia kelar bercerita, si dokter mengelus-elus pundaknya dan menenangkan, “Tiffany Song, semuanya sudah lewat. Tidak apa-apa, jangan takut.”

Suasana hati Tiffany Song perlahan stabil. Setelah bercerita, tekanan yang ia rasakan terasa jauh lebih ringan. Tetapi, teringat wajah Lindsey Song, Angelina Lian, dan lain-lain, ekspresi gundahnya kembali muncul.

Jelly Ji terus mengamati ekspresi Tiffany Song. Melihat wajahnya kembali gelisah, ia bertanya dengan senyum tipis: “Kamu sedang memikirkan apa? Boleh cerita ke aku?”

Tiffany Song menunduk dan bercerita lagi: “Aku sangat sayang dengan calon suamiku, tetapi di sekitar kami ada banyak sekali orang yang tidak senang dengan hubungan kami. Mereka memberikanku energi negatif yang sangat berat. Aku jadi selalu berpikir mencintai calon suamiku adalah sebuah kesalahan, sebuah tindakan kriminal.”

“Tiffany Song, mencintai seseorang sama sekali bukan kesalahan. Kalian saling mencintai dan hidup bersama, itu sesuatu yang sangat sempurna. Jadi, kamu tidak perlu pedulikan ocehan orang lain. Tetap bertahan pada pemikiran awalmu atas hubungan ini, maka kamu akan bahagia.”

“Dokter Ji, terima kasih sudah meluangkan waktu untuk mendengar ceritaku. Aku sekarang merasa sudah jauh lebih baik,” kata Tiffany Song.

“Tidak apa-apa. Teman Kakak Kelas adalah temanku juga. Kamu bisa mengalami hal-hal ini memang benar karena kamu sempat diculik. Itu membuatmu tidak punya rasa aman. Ditambah dengan perubahan lingkungan dan tekanan eksternal, dirimu jadi semakin rapuh. Ini sangat normal, bukan suatu penyakit mental yang serius. Banyak-banyaklah berpikir positif dan tenangkan hati, kamu akan segera membaik,” urai Jelly Ji dengan raut serius.

Jelly Ji bangkit berdiri, mengambil sebuah botol aroma terapi, dan menyodorkannya ke Tiffany Song: “Ini aroma terapi lavender buat kamu, sangat efektif untuk menciptakan rasa tenang. Sebelum tidur, kamu boleh teteskan beberapa tetes di lampu aroma terapi. Ia pasti akan mencegahmu dari mimpi buruk. Ketika sedang kerja dan merasa letih, kamu juga boleh teteskan lagi.”

Tiffany Song menerima dan berterimakasih lagi.

“Kedepannya, ada pertanyaan apa pun soal psikologi, kamu boleh temui aku setiap saat. Tiffany Song, terkadang kita tidak boleh terlalu tegar. Ketika bisa bercerita pada orang terdekat dan minta bantuan dari mereka, kamu tidak perlu berpura-pura kuat. Itu hanya akan membuat beban di hatimu jadi semakin berat.” Jelly Ji melanjutkan nasehatnya: “Hatimu sedang terpikir apa atau takut pada apa, kamu boleh cerita ke orang-orang terdekatmu. Terkadang sekadar bercerita bisa jadi obat yang sangat ampuh bagi emosi-emosi begini.”

“Baik, aku paham.” Tiffany Song bangkit berdiri. Jelly Ji membukakan pintu dan mereka berdua pun keluar.

Karry Lian duduk di sofa sambil membaca majalah. Melihat mereka berjalan keluar, ia bangkit berdiri. Ia menyadari mata Tiffany Song merah, ia pasti habis menangis. Dengan alis terangkat, pria itu bertanya, “Sudah selesai?”

Ia menatap ke Tiffany Song, namun kata-katanya ditujukan ke Jelly Ji.

Jelly Ji mengamati Karry Lian. Sepertinya kakak kelasnya itu sangat tertarik pada Tiffany Song. Dari sejak mereka keluar, tatapan Karry Lian tidak lepas-lepas dari Tiffany Song. Ia dalam hati menghela lega, akhirnya Kakak Kelas jatuh cinta juga pada orang lain. Sayang, cintanya bertepuk sebelah tangan.

“Sudah. Masalah yang dialami Tiffany Song adalah tekanan yang kelewat berat. Itu membuatnya suka cemas berlebihan sendiri. Orang-orang kota rata-rata punya peyakit ini. Sering-seringlah rileks, kalau ada waktu luang ikut yoga, pergi nonton film dengan teman, atau jalan-jalan ke pinggir kota,” ujar Jelly Ji sambil tersenyum.

Karry Lian menatap Tiffany Song. Air mukanya memang jauh lebih baik dibanding ketika datang. Sepertinya sesi konsultasi ini cukup efekfif. Ia berujar, “Jelly Ji, terima kasih, maaf sudah memundurkan jam pulang kantormu. Sekarang kebetulan jam makan malam, yuk kita bertiga makan bareng.”

Jelly Ji mengangguk semangat, “Boleh, kapan lagi ditraktir sama Kakak Kelas begini? Hehehe. Tunggu sebentar ya, aku mabil tas dulu.”

Begitu Jelly Ji masuk kembali ke ruang kerjanya, Tiffany Song berkata pada Karry Lian: “Temanmu itu sangat lihai. Aku cerita sekali dengan dia langsung jadi jauh lebih baik.”

“Yang penting bisa membantumu deh,” jawab Karry Lian ikut senang.

Tiffany Song tidak tahu ia harus bicara apa lagi dengan Karry Lian. Waktu itu, di Amerika, ia sudah memutus pertemanan mereka. Ada orang yang bisa dimaafkan, namun tidak bisa dipercayai lagi. Hari ini, begitu dirinya berada di titik paling lemah, ia malah memilih percaya pada Karry Lian.

Melihat Tiffany Song tertunduk dan larut dalam pikirannya, Karry Lian jadi ingin mencium dia. Untung Jelly Ji dengan cepat keluar. Si dokter berujar: “Maaf sudah menyita waktu kalian, ayo jalan.”

Mereka memilih restoran dengan view pemandangan 360 derajat di Tower Howey sebagai tempat makan. Ini tempat yang sangat berkelas, sangat cocok untuk dikunjungi baik dengan teman maupun pasangan. Dalam sehari, nilai transaksi di restoran ini mencapai miliaran.

Selain makanannya yang enak, pelayanan di sini juga kelas satu.

Ketiganya duduk di meja dekat jendela. Tiffany Song mengeluarkan ponsel dan baru sadar ada beberapa panggilan tidak terjawab dari Taylor Shen. Ia mohon pamit sebentar pada dua teman makannya, lalu pergi ke lorong jalan sambil membawa ponsel.

Selepas Tiffany Song menghilang dari pandangan, Jelly Ji mencoba menyelidiki Karry Lian, “Kakak Kelas, kamu sepertinya punya perasaan dengan Nona Song ya? Sudah ganti saja nih kamu, jangan-jangan ini berkat bantuan Stella Han sebagai teman kalian berdua?”

Karry Lian menegak air, lalu menoleh datar: “Tidak, salah lihat ah kamu.”

“Aku yakin tidak salah lihat kok. Tatapanmu pada dia sangat mirip seperti tatapan seseorang pada makanan favoritnya. Kakak Kelas, dengar-dengar Nona Song akan segera menikah dengan Taylor Shen. Kalau kamu tidak kejar dia sekarang, kamu tidak akan punya kesempatan lagi selamanya,” desak Jelly Ji.

Karry Lian menaruh gelasnya di meja, lalu menatap jendela: “Dari dulu tidak pernah ada kesempatan.”

“Ah, bercanda saja nih kamu. Aku ingat saat kuliah dulu kamu adalah cowok idola satu kampus, si Stella Han saja bahkan sampai mengejar-ngejarmu terus. Meski Taylor Shen berkualitas, kamu juga tidak kalah. Kamu berusahalah sedikit lebih keras lagi, siapa tahu kamu bisa membalikkan keadaanmu di hadapannya dari inferior ke superior.” Jelly Ji tidak takut kata-katanya ini akan memancing keributan yang semakin parah antara Karry Lian dan Taylor Shen. Ia justru sangat ingin lihat bagaimana kakak kelasnya ini mengejar wanita.

“Hati Tiffany Song sudah jadi milik dia,” jawab Karry Lian pelan.

“Sebenarnya aku sendiri merasa hubugan Nona Song dan Taylor Shen memang sudah terlalu kuat sih,” ujar Jelly Ji tiba-tiba. Rahasia yang melibatkan kondisi penyakit psikologis klien ia memang tidak boleh bongkar, tapi ia sungguh merasa ada yang salah dalam hubugan Tiffany Song dan Taylor Shen. Kalau tidak, mengapa Tiffany Song sampai berpikir hubungan mereka adalah sebuah kejahatan?

“Apa maksudmu?”

“Tidak deh, tidak,” geleng Jelly Ji.

Tiffany Song pergi ke lorong jalan. Ia menelepon balik nomor Taylor Shen. Telepon baru diangkat beberapa lama kemudian, tetapi anehnya yang mengangkat adalah wanita, “Halo, Kakak Keempat sedang tidak ada. Kamu siapa?”

Tiffany Song langsung mengenali itu suara Angelina Lian. Kok dia bisa pegang ponsel Taylor Shen?

“Aku Tiffany Song. Tolong berikan telepon ini ke dia boleh?” pinta Tiffany Song dengan alis terangkat. Di seberang sana agak berisik, sepertinya ada orang-orang yang tengah berkumpul.

“Kakak Keempat sedang tidak di tempat. Sebentar lagi saat dia kembali, aku akan kabarkan pada dia untuk meneleponmu balik.” Angelina Lian kemudian mematikan telepon itu.

Baru sebentar telepon dimatikan, Angelina Lian melihat Taylor Shen dan Wayne Shen masuk. Ia buru-buru mengembalikan ponsel Taylor Shen ke tempat semula lalu mengajak Angela He, yang duduk di sebelahnya, berbincang. Malam ini akan diadakan makan malam untuk menyambut kepulangan Angelina Lian. Taylor Shen tadi siang terus menelepon Tiffany Song, tetapi tidak diangkat juga sekali pun.

Novel Terkait

The Break-up Guru

The Break-up Guru

Jose
18+
4 tahun yang lalu
Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Thick Wallet

Thick Wallet

Tessa
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
4 tahun yang lalu
Beautiful Lady

Beautiful Lady

Elsa
Percintaan
4 tahun yang lalu
Meet By Chance

Meet By Chance

Lena Tan
Percintaan
4 tahun yang lalu
Harmless Lie

Harmless Lie

Baige
CEO
5 tahun yang lalu
Innocent Kid

Innocent Kid

Fella
Anak Lucu
4 tahun yang lalu