You Are My Soft Spot - Bab 252 Aku Tidak Akan Membuatnya Kecewa (3)

“Ehhh……”

Vero He refleks mendorong dada Taylor Shen. Mereka sedang berada di perusahaan dia dan para karyawan lagi turun karena sudah waktunya pulang. Kalau mereka melihat bosnya berciuman dengan pria di jalanan, apa kata dunia?

Tetapi tangan Vero He langsung diturunkan oleh Taylor Shen. Dengan posisi tangan yang ditahan, ia kini tidak bisa bergerak sama sekali lagi.

Ciuman Taylor Shen semakin lama semakin agresif. Lidahnya berulang kali mengenai lidah Vero He. Lidah itu juga sesekali digigit. Vero He, yang mengaduh karena lidahnya digigit, refleks membuka mulut. Tanpa memedulikan rasa sakit yang diderita si wanita, Taylor Shen malah memanfaatkan momen ini untuk semakin memasukkan lidah ke dalam. Pria itu sepertinya ingin menyinggung semua bagian dalam mulutnya.

Hanya Taylor Shen sendiri yang paham betapa rakusnya dia terhadap Vero He. Sejak kembali bertemu Vero He, ia merasakan setiap ciuman yang ia berikan sebagai pelampiasan atas perasaan kosong hatinya selama tujuh tahun mereka berpisah.

Sesuai dugaan, para pekerja yang baru turun melihat adegan panas ini. Rata-rata dari mereka langsung berpura-pura tidak lihat. Beberapa lainnya menutup mulut sambil melewati mereka. Mata para pekerja wanita terlihat cemburu, tetapi atas dasar kesopanan mereka jelas tidak boleh melihat adegan Taylor Shen dan Vero He berlama-lama.

Merasakan kehangatan tubuh Taylor Shen yang makin lama makin menjadi-jadi, wajah Vero He semakin memerah. Ia kini mulai kehabisan nafas saking lamanya ciuman mereka. Saat akhirnya ciuman berakhir, Vero He menaruh kepala di bahu si pria dengan nafas tergesa-gesa. Di mulut si pria, kini tertinggal bekas lipstick Vero He. Ia tidak peduli sama sekali. Pria itu membuka kursi penumpang depan, lalu mendorong si wanita masuk.

Ketika konsentrasi Vero He kembali, mobil sudah melaju keluar parkiran bawah tanah. Lampu-lampu di sekitar jalanan, entah itu lampu gedung atau lampu tiang listrik, sudah mulai menyala. Vero He mengusap-ngusap bibirnya yang bengkak. Rasa panas di pipi wanita itu perlahan menurun. Sambil melihat pemandangan luar yang berlalu cepat, ia bertanya: “Kita mau ke mana?”

“Cari makan dulu,” jawab si pengemudi sambil melirik penumpangnya. Berhubung James He tidak menolak kedekatan mereka, dia tidak perlu membawa pulang Vero He ke rumah kediaman keluarga He lagi.

“Oh.”

Setengah jam kemudian, mobil tiba di depan sebuah restoran Hongkong yang baru buka. Taylor Shen mematikan mesin dan memberikan kunci mobil ke petugas parkir. Ia lalu membuka kursi penumpang depan dan menggandeng Vero He turun.

Dekorasi restoran bermodel rumah Eropa. Suasananya sangt elegan. Mungkin karena baru buka, restoran ini jadi cukup ramai. Begitu mereka masuk, seorang pelayan segera menghampiri dan mengantar mereka ke ruang privat. Tembok ruang privat didominasi warna biru, jadi agak berbeda dengan ruangan yang dipakai umum.

Di salah satu sisi tembok, ada lukisan bunga yang kelihatannya dibuat dengan tangan.

Vero He duduk dan menatap pria di hadapan, “Keren juga restoran ini, kamu pasti bayarnya mahal ya?”

Gerakan Taylor Shen, yang sedang membuka buku menu, terhenti. Ia mendongak menatap si penanya, “Tidak suka?”

“Lumayan suka.” Vero He menyapukan pandangan ke segala penjuru ruang privat. Dari sejak baru tiba tadi, sikap familiar pelayan restoran pada Taylor Shen memicu kecurigaan dalam hatinya. Melihat ruang privat masih disisakan satu padahal ruang umum sudah penuh, ia jadi menebak Taylor Shen lah pemilik restoran ini.

“Nanti-nanti kalau mau makan makanan ringan datang saja ke sini. Ruang privat ini khusus kamu yang pakai,” ujar Taylor Shen datar. Tebakan Vero He tidak salah. Berhubung si wanita suka makan dimsum dan makanan-makanan Hongkong lainnya, ia sengaja membuka satu restoran biar si wanita bisa datang sebebas-bebasnya.

Vero He tersenyum dan meledek: “Wah, aku terharu CEO Shen menghabiskan banyak uang hanya demi aku.”

Taylor Shen meliriknya sekilas, lalu memanggil pelayan dan memesan beberapa menu. Salah satu menunya jelas pangsit udang kesukaan Vero He. Setelah pelayan bergegas keluar, ia memanggil Vero He: “Sini duduk, kita bicara.”

“Tidak mau!” geleng si wanita langsung. Tatapan Taylor Shen masih berapi-api. Dari di mobil tatapan itu belum hilang juga, jadi ia tidak berani terlalu mendekat.

Si pria tidak patah arang. Ia memutuskan bangkit berdiri dan duduk di sebelah si wanita.

“……”

Vero he dihimpit di antara tembok dan si pria. Ini membuatnya susah, baik susah maju mau pun susah mundur. Taylor Shen menaruh tangannya di pinggang Vero He, lalu mengelus-elus pinggang itu dengan lembut. Yang dielus jadi gelisah karena takut si pengelus tiba-tiba bakal kembali hilang kendali.

Taylor Shen mengubah posisi tubuh ke hadapan Vero He. Ia mengangkat dagu si wanita untuk melihat setiap ekspresinya terhadap perkataan yang akan ia ucapkan. Perkataan itu berbunyi: “Tiffany Song, waktu itu mengapa kamu melepaskan diri dari kawalan pengawal pribadi dan pergi menolong Jacob Shen?”

Vero He daritadi menatapi tangan Taylor Shen yang terpasang di dagunya. Tiba-tiba mendengar si prai bertanya, ia menjawab tanpa berpikir: “Tiap melihat dia, aku selalu ingin bisa lebih dekat dengannya. Apalagi, dia kan juga diculik gara-gara aku.”

“Hanya itu?” tanya Taylor Shen dengan alis terangkat.

“Habisnya apalagi? Dia sudah ditelantarkan orangtua kandungnya, terus kamu sebagai bapak angkat juga tidak menjalani tugasmu merawatnya dengan baik. Taylor Shen, kata-kataku masih sama. Berhubung kamu sudah mengadopsinya, maka rawat dia baik-baik. Jangan biarkan dia jadi aku yang kedua.” Vero He tidak ingin membanding-bandingkan situasinya dengan situasi Jacob Shen, tetapi ia tahu benar betapa sakitnya jadi anak yang terlantar. Begitu Benjamin Song tahu dia bukan anak kandungnya, sikap pria tua itu langsung berubah seratus delapan puluh derajat.

Karena kebaikan hati Benjamin Song dari ia kecil, ia sama sekali tidak membencinya. Meski begitu, di hatinya sudah tergores luka yang tidak bakal pernah bisa disembuhkan.

Si pria tahu dia sudah memulai topik yang rumit. Berhubung jarang bicara topik macam ini, ia harus memanfaatkan situasi saat ini juga: “Tiffany Song, pria dalam merawat anak memang lebih dingin dari wanita. Kalau kamu khawatir aku tidak bisa merawatnya dengan baik, bagaimana kalau kamu pindah tempat tinggal ke rumah kami? Kita bisa merawatnya bersama-sama, seru kan tuh?”

Si wanita tercengang dalam diam. Kebetulan ada pelayan datang menghampiri makanan, jadi pembicaraan topik ini pun terputus begitu saja.

Taylor Shen tidak memaksa Vero He untuk membahasnya lagi. Ada topik-topik yang tidak bisa ia paksakan untuk bahas. Kalau dibahas, Vero He malah bisa jadi sedih atau pun marah. Seusai makan, si pria melakukan mobil ke Sunshine City. Vero He berkeras ingin balik ke rumah kediaman keluarga He, namun Taylor Shen tentu tidak akan mengiyakan begitu saja.

Ia berusaha memulai bujukan: “Jacob Shen kangen kamu.”

Mendengar kata-kata ini, Vero He dalam hati berpikir sesuatu. Mengapa ia begitu memerhatikan Jacob Shen? Jangan-jangan karena mereka punya nasib yang sama? Sepertinya tidak. Rasa-rasanya ada sebuah tali yang terus menghubungkan mereka. Setiap ada sesuatu yang berhubungan dengan Jacob Shen, perhatiannya pasti bakal tertarik.

Apa ini gara-gara Anna? Jadi, karena pernah kehilangan seorang anak, ia tanpa sadar jadi ingin dekat dengan anak lain?

Taylor Shen menoleh ke arah Vero He. Si wanita tengah mengamati pemandangan luar sambil termenung. Auranya agak kesepian dan jaga jarak. Ia jadi iba dan mengenggam tangan si wanita, lalu menaruhnya di paha sendiri.

Tangannya digerakkan begitu, Vero He langsung menoleh ke Taylor Shen. Melihat pria di sebelahnya menyetir dengan satu tangan, alisnya terangkat. Ia mau melepaskan pegangan mereka, namun terus gagal. Vero He berujar dengan sedikit risih, “Taylor Shen, konsentrasilah menyetir.”

Taylor Shen mengelus-elus telunjuk Vero He dengan telunjuknya sendiri. Ia ingin memberi kode bahwa tangan itu untuk sementara belum bisa lepas. Vero He semalam sudah ia bopong, peluk, dan ciumi. Melihatnya sekarang tidak manja-manja lagi, Taylor Shen jadi ingin memancing dia namun gagal.

Berselang beberapa lama, si pria tiba-tiba bertanya: “Tiffany Song, waktu kamu menolong Jacob Shen, siapa orang yang menyelamatkanmu?”

Vero He mendongak dengan kencang ke Taylor Shen. Wajahnya agak pucat, tangannya juga agak kaku. Si pria mengernyitkan alis sambil menatap Vero He balik. Wanita di hadapannya ini jelas tahu beberapa hal yang tidak ia ketahui. Misalnya, Vero He waktu itu datang ke gudang barang bekas dan menjadikannya tempat pembunuhan massal. Apa dia sebenarnya kenal dengan orang-orang jahat itu?

Vero He menyadari perubahan sikapnya yang drastis barusan. Ini bisa memancing kecurigaan Taylor Shen. Wanita itu buru-buru menggeleng, “Aku pingsan waktu itu. Aku tidak tahu, bukannya kamu ya yang datang dan menyelamatkanku?”

Taylor Shen menatap jalanan depan dengan hati muram. Vero He punya sesuatu yang disembunyikan darinya. Tidak, bukan hanya sesuatu, melainkan ada orang juga. Ia menanggapi: “Bukan. Ketika aku datang, Arthur dan para anak buahnya sudah dalam kondisi tidak bernyawa.”

“Oh, aku pikir kamu yang menyelamatkanku,” jawab Vero He.

“Tiffany Song, kamu harusnya sudah tahu ini. Di tempat kejadian yang masih hidup hanya kamu, sementara Arthur dan orang-orangnya tewas dibunuh. Sayangnya kasus ini terbengkalai dantidak ditelurusi lebih lanjut. Pelaku yang membunuh mereka jadinya tidak diketahui identitasnya sampai sekarang.” Karena wajah Vero He agak tertutup bayangan, Taylor Shen jadi tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas. Ia hanya bisa merasakan tangan si wanita yang maki kaku.

“Erin pernah cerita ini padaku. Hari ini polisi akan datang untuk meminta keterangan dariku. Aku tidak pernah melihat si pembunuh, jadi tidak tahu siapa dia.” Vero He melepas pegangan mereka dan menaruh tangannya sendiri di paha.

Si wanita merasa seperti tengah bermimpi. Mimpi itu panjang sekali. Ketika bangun, dia tiba-tiba sudah ada di salah satu kamar di Sunshine City. Ia tidak merasa ada sesuatu yang terjadi. Ia masih Tiffany Song yang sayang Taylor Shen.

Tetapi ia sekaligus juga tahu, ada beberapa hal yang sudah tidak sama.

“Tiffany Song, kamu juga merasa ini aneh kan? Semua orang di sana dibunuh, sementara kamu tidak disentuh sama sekali. Harusnya sih si pembunuh itu kenal denganmu,” kata Taylor Shen sambil memberi tatapan menyelidik pada Vero He. Omongan Jordan Bo benar. Ada beberapa hal yang Vero He selalu pura-pura tidak tahu. Sekali pun wanita ini tahu betul jawabannya, ia belum tentu bakal dikasih tahu.

“Aku tidak tahu. Taylor Shen, aku benar-benar tidak tahu soal ini. Kalau aku tahu ada pelindung selihai ini di dekatku, ngapain aku susah-susah datang menggantikan Jacob Shen? Betul kan?” Emosi Vero He tiba-tiba menanjak: “Atau kamu berharap dia membunuhku? Kalau itu terjadi, kamu tidak bakal curiga sama aku lagi. Begitu ya?”

Melihat si wanita terpancing, Taylor Shen menyalakan lampu belok dan menghentikan mobil di pinggir jalaln. Ia mematikan mesinnya lalu menatap Vero He lekat-lekat: “Tiffany Song, aku tidak curiga denganmu kok. Aku hanya ingin tahu siapa orang yang menyelamatkanmu itu.”

“Ya jawaban dariku adalah tidak tahu. Kamu mau apalagi?” ujar Vero He marah. Si wanita lalu melepas sabuk pengaman. Karena gerakannya terlalu terburu-buru, sabuk itu tersangkut di tangannya sendiri. Ia jadi makin emosional: “Tujuh tahun lalu kamu tidak percaya denganku, sekarang juga tidak percaya lagi. Taylor Shen, berhubung kamu tidak percaya aku, mengapa kamu masih datang untuk membuatku marah?”

Si wanita sudah benar-benar marah. Tanpa memedulikan orang-orang yang berjalan di trotoar samping mobil mereka, Taylor Shen memeluk Vero He dengan erat: “Tiffany Song, jangan emosian. Aku mengaku salah. Aku percaya denganmu, tujuh tahun lalu juga percaya denganmu. Aku waktu itu membiarkan polisi membawamu pergi karena aku ingin tahu siapa yang memfitnahmu dari belakang.”

“Tidak usah sok klarifikasi. Aku tidak mau dengar, aku tidak mau dengar.” Vero He menutup kedua telinga tanda tidak peduli dengan penjelasan barusan.

Pelipis Taylor Shen berdenyut pening. Lagi baik-baik bicara sesuatu, kok sekarang malah menyinggung masalah percaya dan tidak percaya sih? Melihat tingkah Vero He yang menutupi kuping seperti anak kecil, ia menahan wajahnya dan mendaratkan ciuman.

Vero He menggigit bibir Taylor Shen sebal. Si pria langsung mengerang kesakitan, namun tetap mempertahankan ciuman mereka dan tidak mundur.

Si wanita lama-lama jadi lebih tenang. Matanya terasa panas, lalu tetesan air mata perlahan keluar dan menetesi bibir mereka yang tengah bertempelan. Taylor Shen melepaskan bibir Vero He, lalu mengelus-elus rambutnya. Ia bertanya, “Tiffany Song, sudah lebih tenang? Sekarang bisa bicara baik-baik denganku?”

Wanita yang ditanyai gigit-gigit bibir. Ia ingin menghindari tatapan Taylor Shen, namun tidak bisa. Ke mana pun ia mengarahkan wajah, si pria pasti bakal terus mengikuti.

Taylor Shen membuang nafas pasrah, “Tujuh tahun lalu aku berhutang sepatah kata padamu. Sepatah kata itu adalah “aku percaya kamu”. Sekali pun memang kamu yang mendorong Angelina Lian, aku tetap percaya kamu dan setia di sisimu. Maaf, sepatah kata ini baru bisa aku ucapkan tujuh tahun setelahnya. Beruntung masih keburu.”

Novel Terkait

Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
5 tahun yang lalu
Wanita Pengganti Idaman William

Wanita Pengganti Idaman William

Jeanne
Merayu Gadis
5 tahun yang lalu
Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
5 tahun yang lalu
Istri ke-7

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
5 tahun yang lalu
Husband Deeply Love

Husband Deeply Love

Naomi
Pernikahan
4 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
5 tahun yang lalu