You Are My Soft Spot - Bab 119 Aku Bisa Membawamu Pergi (2)

“Tiffany Song, kamu membuatku jadi malu pada diriku sendiri.” Raut wajah Karry Lian berubah. Ketika baru mengenal Tiffany Song, ia langsung bisa melihat wanita ini punya ketegaran yang lebih kuat daripada orang-orang biasanya. Mungkin karena ketegaran ini lah ia jadi ingin mendekatinya dan mengenalnya kebih lanjut.

Semakin mengenal Tiffany Song, Karry Lian jadi semakin tidak bisa menolaj pesonanya. Ia dulu berpikir ia seumur hidup tidak akan mencintai siapa pun, tetapi Tiffany Song akhirnya berhasil menggetarkan hatinya.

Ia ingin memiliki Tiffany Song. Bukan sebagai teman, melainkan sebagai kekasih.

“Karry Lian, kamu jangan bicara begitu, aku lah yang harusnya malu, malu pada semua orang.” Sekalinya teringat foto skandal ranjang, Tiffany Song langsung merasa super malu.

Karry Lian menggeleng. Tiffany Song tidak akan bisa memahami pemikirannya. Kalau pun bisa, ia berharap wanita itu selamanya tidak mengetahui sisi gelapnya.

Seusai memasak, menyadari Karry Lian tidak ada di ruang tamu, Stella Han langsung menyusuri lorong kamar. Ia melihat Karry Lian tengah duduk di sisi ranjang menemani Tiffany Song tanpa berkata sepatah kata pun. Ia berdiri sejenak di depan pintu, lalu baru mengetuknya dan bertanya: “Aku tidak mengganggu percakapan kalian kan?”

Tiffany Song menoleh. Melihat Stella Han berdiri di depan pintu, ia menggeleng, “Tidak kok. Terima kasih, Stella Han. Ada kalian di sisiku suasana hatiku jadi cukup membaik.”

Stella Han berjalan masuk. Melihat perawakan Tiffany Song yang lemas, ia berseru: “Tidak perlu sungkan padaku, aku kan memang berbakat merawat orang. Cepat mandi, kita segera makan.”

“Iya.” Tiffany Song melepas selimutnya dan bangkit berdiri. Awal-awal berdiri, tubuh Tiffany Song agak gemetar. Karry Lian buru-buru menahan bahunya, dan ketika wanita itu sudah mampu berdiri dengan stabil, ia baru melepaskannya. Karry Lian lalu mengingatkan: “Hati-hati ya jalannya.”

“Terima kasih!” ujar Tiffany Song sambil keluar kamar.

Seusai mandi, Tiffany Song langsung bergegas ke ruang makan. Stella Han, yang telah memasakkan lauk-pauk yang bervariasi dan menggugah selera, menyuruhnya duduk. Tiffany Song tidak begitu nafsu makan. Setelah makan sedikit, ia langsung merasa cukup. Melihat Tiffany Song berhenti makan, Stella Han bertanya, “Tiffany Song, makanannya kurang cocok ya?”

“Bukan kurang cocok, tetapi aku lah yang sedang tidak nafsu makan. Kalian makanlah,” geleng Tiffany Song. Mungkin karena masih kelelahan akibat menangis, ia saat ini tidak tertarik dengan apa pun. Ia tidak ingin makan, ia hanya ingin tidur.

Stella Han ingin menyuruhnya makan sedikit lebih banyak lagi, tetapi Karry Lian langsung menghentikannya. Orang yang sedang sakit hati kalau dipaksa makan pasti akan semakin muak dan kesal. Wanita itu hanya bisa memaklumi, “Ya sudah kalau kamu tidak mau makan, yang penting temani dulu kami di sini sebentar.”

“Iya.”

Setelah mereka selesai makan, Tiffany Song langsung kembali ke kamar. Ia melompat ke kasur dan langsung tertidur pulas. Stella Han dan Karry Lian saling bertatap-tatapan khawatir. Mereka takut Tiffany Song akan jatuh sakit bila terus begini.

……

Di dalam ruang kerja CEO Joy de Vivre Group, William Tang tengah sibuk membaca berkas. Pintu ruang kerjanya tiba-tiba dibuka seseorang. Ia mendongak, dan yang dilihatnya adalah Lindsey Song. Wanita itu berjalan ke pinggir meja kerjanya sambil berkacak pinggang, lalu melepar kertas-kertas berisi foto-foto Tiffany Song yang dibawanya ke atas meja, “William Tang, ini semua kamu yang lakukan bukan?”

Pagi tadi, saat membaca berita, Lindsey Song tidak sengaja melihat foto skandal ranjang Tiffany Song. Ia tiba-tiba teringat kata-kata William Tang yang mencari-cari dan mengangeni wanita itu. Ia tidak menyangka William Tang bisa membalas Tiffany Song sekejam ini.

Tanpa diketahui Lindsey Song, sekretaris William Tang ikut masuk di belakangnya. Sekretaris itu menatap William Tang dengan gelisah, “CEO Tang……”

William Tang mengibas-ibaskan tangan menyuruh sekretarisnya keluar. Pria itu kemudian mengambil kertas-kertas lemparan Lindsey Song barusan dan mengamatinya satu per satu. William Tang mengernyitkan alis, “Ini dapat dari mana?”

“Kamu seharusnya bertanya pada dirimu sendiri, mengapa kamu se-terikat itu dengan Tiffany Song? Kamu bahkan sampai rela mencemari nama baiknya agar ia tidak bisa bersama-sama pria mana pun,” maki Stella Han.

William Tang menatapnya lekat-lekat dan bertanya: “Loh, nama baik dia jadi rusak kamu seharusnya senang dong?”

“Aku dari dulu sama sekali tidak pernah terpikir untuk merusak nama baiknya. William Tang, mengapa kamu melakukan ini? Kalau pun pernikahan kalian berakhir gagal, dia kan setidaknya pernah mencintaimu dalam-dalam.”

“Yang melakukan ini bukan aku,” protes William Tang. Kalau ia punya foto-foto ini, ia akan mempergunakannya untuk memaksa Tiffany Song bertahan di sampingnya, bukan malah merusak nama baiknya.

Kemarahan William Tang langsung membara melihat foto-foto ini. Hatinya seperti dihujani batu berapi. Ini foto kapan? Mengapa ada orang yang membongkarnya? Ia bertanya, “Kamu ketemu di mana foto-foto itu?”

“Di website kota. Websitenya sekarang sudah diretas orang dan tidak bisa dimasuki, tetapi foto-fotonya sudah duluan tersebar ke banyak sekali orang. William Tang, lepaskanlah dia. Jangan keras kepala menginginkan hal-hal yang sudah lepas dari tanganmu, kamu masih punya aku dan anak kita.” Lindsey Song berjalan mendekati William Tang dengan mengitari meja kerjanya. Wanita itu kemudian merangkul lehernya, tetapi ia langsung melepaskannya tanpa berperasaan sedikit pun.

“Aku sudah bilang, bukan aku pelakunya.” William Tang menatap foto-foto itu dengan muram. Ia nampaknya sudah bisa menebak siapa pria dalam foto itu. Ia tersenyum dingin. Ia sudah mengupakan segala cara untuk mencari bukti-bukti ini, namun tidak ketemu. Ia tidak menyangka, akhirnya ada juga orang yang berpikiran sama dengannya dan berhasil menemukannya, lalu mengunggahnya ke Internet.

William Tang bangkit berdiri, mengambil kunci mobil, lalu berjalan cepat keluar ruang kerja.

Lindsey Song terhenyak sejenak, lalu buru-buru menyusulnya, “William Tang, kamu mau ke mana? Jelaskan dulu semua ini sampai aku paham.”

William Tang langsung mengendarai mobilnya dengan ngebut ke gedung Shen’s Corp. Ia langsung menerobos pengamanan ke ruang kerja CEO, menendang pintu ruang kerja itu, lalu melempar kertas A4 peninggalan Lindsey Song tadi di meja kerja Taylor Shen. Ia memaki pria yang duduk di balik meja kerja itu: “Taylor Shen, apa-apaan ini?”

Taylor Shen menunduk melihat foto-foto itu. Bola matanya langsung ciut. Ia mendongak menatap William Tang sambil tersenyum dingin: “Kamu masih tebal muka untuk datang menginterogasiku? Bukankah foto-foto itu kamu yang sebar?”

William Tang menarik-narik kerah bajunya sendiri, “Aku yang sebar? Kalau pun aku sangat menginginkan foto-foto ini, aku tidak tahan melihat kalian berduaan di dalamnya. Pria di foto itu kan kamu. Lima tahun lalu kamu menghancurkan pernikahan kami, sekarang kamu menghancurkan nama baik dia, kamu sebenarnya pria baik-baik atau bukan sih?”

Seperti dihujam di titik lemahnya, suara Taylor Shen langsung meninggi, “Aku orang yang paling gencar melindunginya dari segala macam serangan. William Tang, kalau kamu memang laki-laki sungguhan, jangan main di belakang, berlawan-lawananlah denganku di tempat terbuka. Main di belakang seperti ini malah membuatmu terlihat semakin menjijikan.”

Sepuluh menit lalu, ia baru dapat laporan dari Christian bahwa Joy de Vivre Group benar-benar mengintervensi Proyek Kota Dalam Kota. Ketika isu bangunan tidak lulus uji merebak, Joy de Vivre Gorup buru-buru memanfaatkan situasi dengan mendirikan anak perusahaan properti baru. Untuk kasus foto skandal ranjang kali ini, mengetahui Joy de Vivre sudah ikut campur Proyek Kota Dalam Kota, Taylor Shen langsung terbayang-bayang apa rencana jahat lain yang ingin dilakukan William Tang.

“Hehe.” William Tang tersenyum dingin dan menyindir: “Taylor Shen, orang-orang di Kota Tong selalu bilang kekuasaanmu sangat besar. Sepertinya mereka sudah terlalu melebih-lebihkan kemampuanmu, sekarang saja wanitamu sendiri kamu tidak bisa lindungi. Jadi, apanya yang besar coba darimu? Aku beritahu kamu, mulai dertik ini, Tiffany Song aku yang lindungi. Ia dan kamu tidak punya hubungan apa-apa lagi.”

William Tang lalu berbalik badan dan keluar.

Taylor Shen mengamati bayangan tubuh William Tang dengan geram. Ia mengambil lembar-lembar A4 itu lalu meremasnya kuat-kuat. Hatinya sungguh kesal. Ia menutup mata, namun bayangan Tiffany Song menolak kehadirannya langsung muncul di benaknya. Ia langsung membuka mata lagi dan menyapu semua barang di atas meja kerja saking emosinya.

……

Tiffany Song terbangun lagi dengan kondisi kamar yang remang-remang. Ia duduk dan melihat ke luar jendela, langit ternyata sudah gelap. Tiffany Song pun turun dari ranjang dan keluar kamar. Dari ruang tamu terdengar suara Stella Han dan Karry Lian tengah berbicara serius. Ia terperangah. Ia pikir mereka sudah pulang. Begitu ia tiba di ruang tamu, Stella Han langsung memanggilnya: “Tiffany Song, cepat kemari.”

Tiffany Song langsung tersadar ruang tamunya sudah berubah dari bentuk semula. Di meja depan tempat Stella Han duduk, ada beberapa mangkuk dimsum dan beberapa botol cocktail. Di sebelah televisi, ada seperangkat alat karaoke. Ia tersenyum kaku dan bertanya: “Ini kalian mau pesta ya?”

“Bukan kami saja, tapi kamu juga. Tadi sore Kakak Senior Karry sengaja keluar untuk membeli speaker, katanya sih kualitas suaranya sama dengan kualitas suara KTV. Kita coba yuk.” Stella Han daritadi memang menunggu Tiffany Song bangun. Ia berharap karaoke bisa membangkitkan semangat sahabatnya itu.

Tiffany Song menoleh ke Karry Lian, yang duduk di sebelah Stella Han, dan berkata: “Karry Lian, aku jadi tidak enak hati kamu keluar uang sebanyak itu.”

“Tiffany Song, kamu tidak perlu merasa sungkan denganku. Aku sendiri sudah lama sekali tidak karaoke, sementara Stella Han bilang ia malu kalau pergi ke KTV karena nadanya berantakan. Biarlah dia berlatih dulu di apartemen dengan speaker yang kubeli ini,” ujar Karry Lian ramah. Wajahnya tidak terlihat tegas seperti ketika membela klien di ruang sidang. Ia kini lebih terlihat seperti anak tetangga yang ramah.

Stella Han mengiyakan: “Benar tuh. Tiffany Song, karaoke di rumah juga sama serunya seperti di luar kok.” Stella Han menyalakan perangkat karaoke, yang di dalamnya sudah menyimpan berbagai macam lagu. Wanita itu memilih lagu “In A Summer Like Autumn”, lalu memberikan mikrofon ke sahabatnya: “Kamu nih yang coba. Nadaku berantakan, kalian jangan ketawakan aku.”

Tiffany Song tidak menerimanya. Wanita itu menggeleng, “Kamu saja yang nyanyi, Stella Han. Aku sedang tidak mood bernyanyi.”

“Tidak bisa begitu dong. Lagu ini melambangkan hubungan kita sebagai teman baik, kalau kamu tidak nyanyi aku marah nih?” Stella Han mendorong mik itu ke celah di antara kedua tangan Tiffany Song. Ia lalu mengajaknya berdiri, memberikannya sebotol bir, dan berseru: “Tiffany Song, mari bersulang untuk masa muda kita yang sudah mendekati akhir!”

Tiffany Song melirik Karry Lian dengan tidak enak hati. Kalau hanya berdua, ia mau heboh seperti apa pun dengan Stella Han tidak apa-apa. Tapi ini kan ada orang lain, ia jadi canggung. Ia memanggil, “Stella Han……”

“Sudah mau mulai, kita nyanyi bareng ya,” ujar Stella Han sambil menggandeng Tiffany Song. Tiffany Song tidak punya pilihan lain selain ikut bernyanyi, “Kalau tidak ada kamu, aku tidak mungkin percaya teman jauh lebih mendengar daripada kekasih.”

Setelah lagu itu berlalu, Stella Han menatap Tiffany Song dengan emosional sambil meminta maaf: “Tiffany Song, maaf, belakangan ini aku terlalu sibuk dengan urusanku dan mengabaikanmu. Bagaimana pun juga, kamu adalah teman terbaikku selamanya. Kita harus jadi teman seumur hidup ya, aku sayang kamu!”

Tiffany Song tersentuh sampai menangis. Ia mengusap air matanya sambil meledek: “Kamu seorang pengacara perceraian sejak kamu belajar berbicara yang manis-manis? Stella Han, kamu juga adalah teman terbaikku selamanya. Mari bersulang untuk pertemanan kita!”

“Cheers!” Mereka menyulangkan botol cocktail mereka berdua,lalu meminumnya habis dalam satu tegukan. Mungkin karena terkena pengaruh bir, Tiffany Song jadi tidak murung lagi. Ia bergembira dan heboh bareng dengan Stella Han.

Melihat keduanya heboh, Karry Lian terus mengarahkan pandangannya mengikuti Tiffany Song. Sebentar lagi, ketika wanita itu teler, ia akan langsung membopongnya ke sofa dan mendudukannya di sana.

Tiffany Song minum empat hingga lima botol cocktail. Meski kadar alkohol setiap botolnya tidak tinggi, namun Tiffany Song akhirnya tetap teler sebab ia minum dalam keadaan baru makan sedikit. Melihat Karry Lian berdiri di depannya, wanita itu tertawa-tawa sambil mengigau, “Taylor Shen, aku salah menilaimu. Kamu seorang penipu, kamu seorang penipu besar.”

“Tiffany Song, kamu mabuk,” ujar Karry Lian sambil memapah pinggang wanita itu. Ia takut Tiffany Song kehilangan keseimbangan dan menabrak meja teh.

“Aku tidak mabuk, aku tidak mabuk. Kamu mengapa menipuku begini, mengapa? Foto skandal ranjang…… Aku tidak takut kamu marah dan mengabaikanku, aku tidak takut kamu hina aku sebagai perempuan tidak tahu diri. Kamu mengapa menipuku begini?” Tiffany Song tengkurap di bahu Karry Lian dalam posisi berdiri. Ia tidak bisa menerima kenyataan bahwa Taylor Shen adalah pria yang memperkosanya lima tahun lalu. Tidak bisa, sungguh tidak bisa.

Novel Terkait

Mr CEO's Seducing His Wife

Mr CEO's Seducing His Wife

Lexis
Percintaan
3 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Star Angel
Romantis
4 tahun yang lalu
Terpikat Sang Playboy

Terpikat Sang Playboy

Suxi
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Dalam

Cinta Yang Dalam

Kim Yongyi
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
4 tahun yang lalu
Excellent Love

Excellent Love

RYE
CEO
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
4 tahun yang lalu
Husband Deeply Love

Husband Deeply Love

Naomi
Pernikahan
4 tahun yang lalu