You Are My Soft Spot - Bab 263 Aku Berterima Kasih Padamu, Namun Tidak Bisa Mencintaimu (2)

Para orang jahat tahu betul mereka tidak bisa kembali membawa pergi Vero He. Jadi, cara menyerang yang paling ideal sekarang adalah dengan menimbulkan konflik antara Vero He dan orang sekitarnya. Target utama mereka adalah menanamkan keyakinan dalam diri Vero He bahwa penculikan tujuh tahun lalu berhubungan dengan Taylor Shen.

Yang ditanya terhenyak. Vero He tidak menyangka James He bakal menanyakan pertanyaan ini. Dengan alis terangkat, ia menanggapi, “Kakak, kita sekarang sedang membicarakan kejadian di kantor polisi malam ini. MEngapa kamu tiba-tiba mengalihkan topik ke sini?”

“Tiffany Song, pikir baik-baik dengan kepala dingin lalu jawab,” tegas James He.

Si adik agak kesal, tetapi tetap menuruti perintah si kakak. Setelah menenangkan diri, ia bertanya pada dirinya sendiri orang macam apa Taylor Shen itu. Tiga sikap yang paling sering muncul dari dirinya adalah lembut dan keras kepala. Sekali pun ia tidak membalas cintanya, pria itu tetap bersikeras untuk terus mencintainya.

Dari orang-orang sekitar Taylor Shen, seperti Budi, Bibi Lan, dan Christian, Vero He tahu si pria sempat sakit setengah tahun lebih setelah ia tinggali.

Tidak peduli di mata dirinya mau pun di mata orang lain, Taylor Shen bukan orang yang jahat. Jadi, apa selama ini dia sudah diperdaya dengan keyakinannya sendiri? Tetapi, di sisi lain, ia cuma pernah menceritakan soal ini ke Taylor Shen. Jadi, kalau bukan Taylor Shen yang melakukannya, lantas siapa?

Pikiran dan hati Vero He sudah mulai tergugah, namun keyakinannya masih bertahan: “Semua orang punya dua sisi. Satu sisi ditampilkan ketika berhadapan dengan orang, satu sisi lagi ditampilkan saat berada di belakang. Tidak ada yang tahu dia mungkin melakukan……”

“Alasannya?” James He memotong kata-kata Vero He. Ia tidak ingin si adik mengucapkan kata-kata yang memfitnah Taylor Shen. Kasihan, temannya itu di depan pasti bakal bersedih.

“Aku tidak tahu,” geleng Vero He. Ia tidak terpikir alasan Taylor Shen melakukan semua ini.

“Vero He, aku tahu kamu bakal sulit mempercayai Taylor Shen lagi setelah mengalami banyak peristiwa, tetapi hatimu paling tahu dia tidak punya alasan apa-apa untuk bertindak jahat. Bukalah matamu lebar-lebar, ketahui siapa yang layak dipercayai dan siapa yang tidak. Jangan sampai hubungan kalian berakhir buntu.” James He berbicara dengan sangat serius. Ia tidak mau adiknya ikut saja dengan pemahaman palsu yang orang jahat mau tanamkan.

Vero He menunduk melihat garis-garis lantai. Otaknya berasa mau meledak.

James He menunggu reaksinya. Melihat tidak ada reaksi yang diberikan, ia berujar lagi: “Kalau ada keraguan, kamu boleh tanyakan ke dia. Tanyakan secara langsung, jangan dalam hatimu sendiri menebak yang aneh-aneh. Vero He, salah satu kali itu normal, tetapi salah dua kali itu namanya bodoh. Ada banyak hal yang ketika disesali tidak akan bisa kembali didapatkan, jangan sampai kamu mengalami situasi itu!”

Vero He terhenyak. Ketika ia mendongak ke wajah si kakak, kakaknya itu sudah mengalihkan tatapan dari matanya. James He lalu menyudahi percakapan, “Kedepannya, kalau menemui masalah yang tidak bisa kamu selesaikan sendiri macam ini, silahkan cari aku. Meski bukan orang yang bisa semua hal, tetapi setidaknya aku akan berjuang keras untuk membantumu. Sekarang panggil dia masuk, kalian bicaralah baik-baik.”

Pikiran Vero He sekarag sudah lebih terbuka, namun ia masih belum bisa sepenuhnya memercayai Taylor Shen.

James He memberi kode mata pada Erin untuk memanggil Taylor Shen. Yang mau dipanggil itu daritadi berdiri di depan pintu, jadi pasti mendengarkan semua percakapan di ruang buku dengan jelas. Raut wajahnya sangat muram. Erin memanggil: “Tuan Shen, Tuan Muda mempersilahkanmu masuk.”

Sepasang jari Taylor Shen sedang menjepit sebatang rokok. Hanya dalam waktu beberapa menit, di bawah tempat ia berdiri sudah ada beberapa batang rokok bekas. Lorong jalan pun jadi agak berembun karena aktivitasnya itu. Pria itu mematikan rokok yang tengah dipegang, lalu melangkah masuk.

Vero He berdiri di tengah ruang buku. Mendengar langkah sepatu Erin dan Taylor Shen yang mendekat, ia refleks minggi ke sebelah. Perasaan gugup, curiga, dan marah semuanya bercampur dalam diri dia.

Sejak dari kantor polisi, Vero He langsung menganggap Taylor Shen sebagai orang jahat yang pura-pura baik. Dari bimbingan kakak tadi, hatinya sekarang berusaha mengenali ulang Taylor Shen. Ia sedikit merasa sudah memfitnahnya.

Taylor Shen berjalan ke sebelah Vero He. Tatapannya dipenuhi dengan kemarahan seperti siap mencekik dirinya. Pria itu bertanya dingin, “Curiga padaku? Berpikir aku pura-pura tidur? Berpikir aku bekerjasama dengan orang untuk menyakitimu? Tiffany Song, aku di hatimu seberapa jahat sih?”

Setiap kalimat yang diucapkan Taylor Shen membuat tundukan Vero He makin ke bawah. Setelah keempat pertanyaan diucapkan, dagu Vero He sudah bertempelan ke dadanya sendiri. Nada kekecewaan yang terkandung dalam ucapan si pria juga membuat hati si wanita berdesir.

“Bicara dong, bisu ya? Bukannya barusan habis bicara panjang lebar?” tanya Taylor Shen tidak sabaran. Bagaimana bisa semuanya jadi begini? Ia sudah mengusahakan segala hal untuk selalu menyenangkan Vero He, tetapi wanita itu malah diam-diam menusukkan pisau ke punggungnya. Pantas saja perilakunya malam ini sangat ganjil, ternyata dia dicurigai bersekongkol dengan orang-orang jahat.

Hati Taylor Shen sebelumnya belum pernah sesakit ini. Rasa sakit kali ini bahkan terasa lebih pedih dibanding rasa sakit saat Vero He pura-pura tidak kenal.

Wanita yang paling disayanginya mengapa ternyata tidak percaya pada dirinya? Memang begini kah jalan hidupnya?

Vero He mendongak dan menjawab: “Jangan salahkan aku kalau aku curiga padamu. Semua bukti terbentang jelas, pertemuanku dengan si polisi wanita pun hanya kamu yang tahu. Kamu juga tiba-tiba muncul di luar ruang kerja kepala penjaga.”

Taylor Shen merogoh ponsel dan menyodorkannya ke Vero He. Pria itu berbicara dengan wajah keras, “Cek, cepat cek riwayat telepon ponselku! Silahkan cari apa ada riwayat telepon dengan kepala penjaga!”

Tangan Taylor Shen yang mengenai sebagian lengan Vero He rsasanya dingin sekali. Wajah marah pria itu sepertinya sudah cukup untuk menjelaskan kepanikannya karena kejahatannya terbongkar. Si wanita menolak sodoran itu dan merespon: “Tidak mau, riwayat telepon bisa dihapus.”

“Vero He!” James He tidak tahan mendengar apatisme adiknya, “Aku barusan bicara banyak denganmu masak sia-sia?”

Sekujur tubuh Taylor Shen merinding. Pria itu mengenggam ponselnya kencang-kencang, lalu membantingnya ke lantai untuk melampiaskan emosi. Layar ponsel langsung pecah di banyak titik. Taylor Shen menggeretakkan gigi dan bertanya dengan penuh ketidaksenangan, “Orang yang tidur di sebelahmu tidak kamu percayai, terus sekarang mau percaya siapa lagi? Tiffany Song, kamu sungguh sudah mencabik-cabik hatiku!”

Vero He melihat Taylor Shen yang berjalan menjauh dengan marah. Ia curiga darah dalam tubuh pria itu akan mancur keluar dengan deras kalau ia menanggapi lagi. Ia memejamkan mata dalam-dalam. Berselang beberapa saat, ia bergumam: “Begitu banyak kebetulan yang berkaitan denganmu. Aku menganalisa semua kebetulan ini dan akhirnya curiga padamu, memangnya tidak boleh?”

“Tidak usah gaya analisa-analisaan!” bentak Taylor Shen. Gila wanita ini, kalau orang asing sudah dia habisi dari tadi kali!

Taylor Shen benar-benar marah! Sungguh marah!

Demi mencegah Taylor Shen makin menjadi-jadi, Vero He dengan bijak memilih diam. Tunggu pria itu kelar marah, ia bakal lanjut bicara lagi. Dalam hati, Vero He menertawai dirinya yang plin-plan ini. Tadi dia tegas sekali menyalah-nyalahkan Taylor Shen di depan James He, kok begitu berhadapan langsung dengan orang yang disalahkan malah jadi takut?

Setelah mondar-mandir beberapa menit di ruang buku, Taylor Shen baru bisa menenangkan temperamennya. Tenang, tenang, kalau makin marah nanti Vero He bisa-bisa malah disakiti. Begitu kata si pria berulang-ulang pada dirinya sendiri.

Taylor Shen kembali berdiri di hadapan Vero He. Melihat rautnya yang tidak menampilkan rasa bersalah sama sekali, Taylor Shen menarik nafas dalam-dalam biar tahan meyakinkannya perlahan-lahan. Ia memulai percakapan, “Tiffany Song, aku tidak tahu harus bicara apa biar kamu berhenti curiga padaku. Bagaimana pun juga, akulah yang sudah merusak kepercayaanmu duluan.”

Vero He mendengar rasa pilu yang sangat kental dalam nada bicara Taylor Shen. Ketika ia merenung memikirkan ini, si pria bicara lagi: “Sejak kita baikan, aku tahu hatimu merahasiakan banyak sekali hal. Hari ini juga, silahkan katakan semua hal itu di sini biar kamu lega dan aku pun bisa menjelaskannya satu per satu. Aku bakal menjelaskan dengan sangat detil dari awal sampai akhir.”

Vero He tetap terdiam. Dalam benaknya ada banyak sekali pertanyaan, namun ia tidak bisa mengucapkannya satu pun.

“Ayo bicara, tidak punya lidah?” tanya Taylor Shen lagi karena tidak ditanggapi.

Di telinga Vero He terngiang lagi kata-kata Taylor Shen tadi. Orang yang tidur di sebelah tidak dipercayai, terus sekarang mau percaya siapa lagi? Kata-kata ini ada benarnya. Kalau pun tetap ingin menganggap Taylor Shen bersalah, pria itu harus diberikan kesempatan untuk menjelaskan biar tidak ada yang menggantung. Vero He berkata: “Aku lelah berdiri, bisakah kita duduk?”

“……”

James He, Taylor Shen, dan Erin terdiam menatap Vero He. Si wanita jelas sadar kata-katanya itu sangat aneh diucapkan dalam kondisi tegang begini. Vero He berjalan ke sofa, memperbaiki posisinya yang berantakan karena ditendang James He tadi, lalu duduk. Dengan posisi duduk yang tegang, ia berujar, “Taylor Shen, aku bukan Tiffany Song yang polos dan tidak tahu apa-apa seperti dulu lagi. Jujur, sekarang aku tidak berani terlalu percaya padamu!”

Terang yang sempat muncul dalam sepasang mata Taylor Shen meredup. Vero He tidak begitu berani percaya dengannya. Inilah penyebab mengapa orang lain bisa dengan mudah menimbulkan konflik di antara mereka.

“Ini memang karma yang harus aku terima,” ujar Taylor Shen pilu.

“Kejadian malam ini memiliki beberapa hal yang mencurigakan. Si polisi wanita mati, sementara aku cuma pernah menceritakan soal dia ke kamu dan Erin. Erin adalah orangnya kakak, juga tidak tahu siapa nama si polisi wanita. Dia tidak mungkin berkhianat padaku,” lanjut Vero He. Ia tahu kata-katanya ini menimbulkan respon yang berbeda-beda dalam hati ketiga orang.

Erin tercengang mendengar penuturan barusan. Kepercayaan Vero He padanya ternyata lebih dalam daripada pada Taylor Shen……

Taylor Shen tersenyum kecut. Antara dirinya dan Erin, Vero He memilih percaya Erin dan curiga pada dirinya. Ia berusaha tidak memusingkan itu, tetapi hatinya tidak bisa. Ia berkata, “Malam itu aku tidak pura-pura tidur. Aku mendengarmu mengatakan ini dan itu dalam kondisi setengah sadar, dengarnya sangat tidak jelas. Keesokan hari, waktu aku bertanya padamu, kamu bilang itu hanya mimpi. Aku jadinya tidak mengurusi hal itu lagi.”

“Baik. Kalau pun kamu memang tidak dengar aku bicara apa saja, kata-kata kepala penjaga akan selalu jadi bukti valid.”

“Aku tidak pernah berteleponan dengannya. Tiffany Song, si kepala penjaga itu berhutang budi pada Tuan Besar Lian. Ia tidak mungkin bersedia membantuku melakukan sesuatu, paham? Tuan Besar Lian sudah meninggal tujuh tahun lalu karena sakit parah. Meski sudah tidak ada, pria tua itu punya banyak orang di Kota Tong yang bisa diandalkan untuk membalaskan dendam padanya.

Benak Vero He ikut bernostalgia. Kala itu, karena tidak diberi kesempatan menatap Jasmine Yang untuk terakhir kalinya, Tuan Besar Lian berpulang dalam keadaan memendam kemarahan. Taylor Shen jadi orang yang menghalangi pertemuan mereka berdua, jadi sangat mungkin sekarang dia dijadikan target balas dendam. Kalau kepala penjaga kantor polisi memang orang Tuan Besar Lian, maka semua misteri ini jelas arahnya.

“Hilangnya kamu waktu itu, aku sekalinya masuk langsung ketemu. Nah, dia sebagai orang yang duduk di jabatan kepala penjaga masak tidak bisa menemukanmu?” ungkit Taylor Shen mengingatkan.

Vero He sekarang bernostalgia ke ingatan itu. Sesuai kata Taylor Shen, kepala penjaga kantor polisi memang sempat melihatnya, namun langsung pergi lagi. Ia berpikir, jangan-jangan kepala penjaga kantor polisi sengaja mengucapkan kata-kata tadi biar dia dengar. Polisi senior itu pasti memang ingin menggoyahkan kepercayaan dirinya pada Taylor Shen yang pada dasarnya sudah lemah.

“Terus, kalau pun semua ini aku yang melakukan, aku tidak mungkin berteleponan dengannya saat itu juga. Aku tidak bakal membiarkan kamu mendengar kata-kata yang bakal merugikanku.”

Mendengar pembelaan-pembelaan Taylor Shen, otak Vero He terasa panas dan pusing. Ia bingung harus percaya apa dan tidak boleh percaya apa. Ia memutuskan meminta waktu untuk rileks: “Taylor Shen, pulanglah. Biarkan aku menenangkan diri untuk satu malam.”

Seberkas kekecewaan melintas di mata Taylor Shen. Sudah berucap sebanyak ini, Vero He belum percaya juga pada dirinya? Meski kecewa, pria itu tetap menuruti permintaan si wanita: “Baik, aku bisa memahami. Besok aku jemput kamu.”

Taylor Shen berbalik badan dan berjalan ke arah pintu. James He melihat Vero He sekilas, lalu memberi perintah pada Erin: “Kamu tunggu di sini, temani dia.”

Kakak laki-laki Vero He itu pun keluar ruang buku bareng Taylor Shen.

Langkah sepatu Taylor Shen terdengar sangat berat, bayangannya juga muram. James He berusaha membujuknya biar tidak terlalu putus asa: “Taylor Shen, Vero He pernah mengalami hantaman psikologis yang sangat besar. Dirinya sekarang ini adalah diri yang kita bangun dengan susah payah dalam waktu cukup lama. Pemikirannya sekarang sudah mulai terbuka, tetapi dia merasa pikirannya itu jadi sangat berantakan dan butuh waktu untuk menjernihkan. Pada masa-masa ini, jangan berikan dia tekanan dan paksaan.”

Taylor Shen menjawab datar, “Bersedianya dia untuk menginterogasiku menandakan aku bukannya tidak ada sama sekali di hatinya. Itu pertanda bagus. Kamu tenang saja, aku tidak mudah menyerah hanya karena insiden kecil begini kok.”

James He membuang nafas lega, “Kamu bisa berpikir begini, aku jadi tenang. Biarkan dia tinggal di rumah kediaman keluarga He beberapa hari dulu. Bagaimana pun juga dia sudah tinggal di sana selama lima tahun, jadi pasti merasa aman dan tenang.”

Novel Terkait

You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Denny Arianto
Menantu
4 tahun yang lalu
Mr CEO's Seducing His Wife

Mr CEO's Seducing His Wife

Lexis
Percintaan
3 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
4 tahun yang lalu
Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu
Cutie Mom

Cutie Mom

Alexia
CEO
4 tahun yang lalu
Awesome Husband

Awesome Husband

Edison
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Jalan Kembali Hidupku

Jalan Kembali Hidupku

Devan Hardi
Cerpen
4 tahun yang lalu