You Are My Soft Spot - Bab 194 Vero He, Si Wanita Legenda (1)

Waktu berlalu cepat, tidak terasa enam tahun sudah berlalu. Rasa bersalah yang mandarah daging di hati Taylor Shen tidak terobati sedikit pun oleh berlalunya waktu, malahan jadi semakin parah. Di depan sebuah batu nisan di Pemakaman Xishan, berdiri sosok tinggi besar sendirian.

Taylor Shen membawa sebukat mawar putih di tangan. Ia menatap foto yang ada di batu nisan lekat-lekat. Ia pikir ia suatu saat bisa lupa dengan Tiffany Song, namun senyuman dan suara riangnya terus terngiang di telinga selama enam tahun ini. Sedikit pun tidak ada yang berubah.

Taylor Shen perlahan berjongkok dan menyandarkan buket bunga di batu nisan. Ia mengelus-elus foto wanita yang sangat ia kasihi. Air mata penuh duka perlahan menetes membasahi makam si wanita. Sudah enam tahun dan ia belum pernah kemari. Kalau bukan karena ingin memohon sesuatu, ia bisa jadi seumur hidup tidak akan pernah kemari.

“Tiffany Song, kematianmu sudah berlalu hampir tujuh tahun, tapi kamu belum pernah sekali pun memunculkan diri dalam mimpiku. Kamu tega, kamu sebenci ini dengan aku ya?” ujar Taylor Shen pelan dengan suara bergetar. Tangannya dingin, hatinya sakit.

Tujuh tahun, waktu sungguh berlalu sangat cepat. Taylro Shen masih merasa semuanya bak terjadi kemarin. Ia terbayang Tiffany Song duduk di ranjang pernikahan menunggu kedatangan dirinya dan rombongan.

Foto hitam putih yang ada di batu nisan memperlihatkan Tiffany Song yang tersenyum lebar. Taylor Shen mengamatinya lekat-lekat, sayang foto itu tidak bisa balas menatapnya. SI pria duduk di rumput sambil memeluk batu nisan. Ia terlihat seperti menganggap batu nisan itu kekasihnya sungguhan.

Entah berapa lama kemudian, ponsel Taylor Shen bergetar. Ia mau tidak mau harus kembali dari khayalannya ke dunia nyata. Christian sudah menunggu kepulangan Taylor Shen dan memundurkan jadwal penerbangan pesawat pribadi, namun ia tidak balik juga. Pria itu khawatir terjadi sesuatu yang tidak diinginkan padanya.

Taylor Shen mengeluarkan ponsel dan bertanya tidak senang: “Ada apa?”

“CEO Shen, izin rute penerbangan yang kita daftar sudah dimundurkan. Pekerja bandara barusan telepon aku, kalau kita tidak terbang juga meski jadwal sudah mundur, rute penerbangan ke Prancis hari ini tidak ada lagi.” Mendengar suara CEO Shen normal-normal saja, Christian membuang nafas lega.

Si asisten itu masih ketakutan bosnya tidak bisa melepas kenangan tujuh tahun yang lalu.

“Daftarkan yang besok saja. Aku hari ini tidak balik ke Kota Jiangning.” Taylor Shen langsung mematikan telepon. Christian adalah sosok asisten idaman bagi semua bos. Pria itu punya kesempatan untuk memiliki masa depan yang gemilang enam tahun lalu, tetapi dia tidak mengambilnya dan bersikeras menemani CEO Shen migrasi ke luar negeri. Pria itu lebih memilih terus menjadi sekretaris rendahan di sebelahnya.

Angin berhembus dan membuat rambut Taylor Shen berantakan. Pria itu bangkit berdiri dari rumput, celananya agak kotor. Taylro Shen menatap sekali lagi batu nisan, lalu berujar pilu, “Tiffany Song, aku sudah mau pergi. Kali ini aku mungkin tidak akan kembali lagi. Maaf, sudah berlalu selama ini, aku tetap tidak bisa mengatasi dukaku karena kehilangan kamu.”

Angin bertiup makin kencang seolah tidak rela menyaksikan perpisahan mereka.

Mata Taylor Shen berkaca-kaca. Ia berbalik badan dan pergi menjauh.

Rintikan gerimis tiba-tiba turun dari langit. Bayangan tubuh Taylor Shen yang berjalan menjauh kini terlihat samar akibat tertutup tetesan-tetesan hujan. Pada akhirnya, bayangan dia tidak terlihat lagi. Foto hitam putih yang ada di batu nisan tiba-tiba jatuh dan terbang ditiup angin.

Taylor Shen berjalan menuruni gunung. Budi menunggu di gerbang masuk pemakaman dengan Rolls-Royce Phantom. Melihat kedatangan Taylor Shen, supir itu buru-buru turun dari mobil dan membuka pintu belakang. Bayangan tubuh Taylor Shen terlihat emosional. Enam tahun…… Sejak Taylor Shen membawa Tuan Muda Kecil pergi, ia tidak pernah kembali lagi kemari.

Barusan Budi diperintah Christian melalui telepon untuk pergi ke kompleks pemakaman dan menjemputnya. Ia tidak percaya Taylor Shen benar-benar sedang balik. Ia merasa seperti tengah bermimpi.

Taylor Shen berjalan ke rmobil. Melihat Budi berdiri penuh hormat menyambutnya, ia berujar pasrah: “Seharusnya aku tidak usah mengabari kalian ya, Christian malah jadi tidak tenang.”

“CEO Shen, mengapa kamu tidak mengabari kami soal kepulanganmu dari luar negeri kali ini? Bibi Lan di Sunshine City sudah sangat rindu denganmu. Ia khawatir tidak bisa berjumpa denganmu lagi seumur hidup,” tutur Budi. Sejak Taylor Shen pergi, para pekerja rumah dan supir selain Bibi Lan dan dirinya dipulangkan ke kampung masing-masing.

“Antar aku ke hotel.” Taylor Shen tidak menanggapi cerita Budi. Ketika ia menundukkan badan untuk masuk mobil, selembar foto hitam putih mendadak jatuh di samping kakinya. Ia mengambil foto itu. Taylor Shen sangat terkejut itu foto yang sama dengan foto di batu nisan Tiffany Song.

Taylor Shen mengelus lembut wajah wanita yang ada di foto. Ia bertanya: “Tiffany Song, apa kamu rela aku pergi?”

Budi terkejut membelalak. Ini peristiwa yang sungguh ajaib. Makam nyonya berada di kaki gunung. Ia dan Bibi Lan setiap tahunnya berkunjung ke sana untuk membersihkannya, namun foto yang terpampang di sana tidak pernah jatuh. Sungguh tidak disangka, kali ini foto itu bisa jatuh, bertiup, dan jatuh persis di samping kaki bosnya. Jangan-jangan nyonya memang tidak rela CEO Shen pergi?

Taylor Shen mendongak. Di kaki gunung, ia tiba-tiba melihat bayangan tubuh yang sangat familiar dengannya. Bayangan itu tengah berjalan naik gunung. Pria itu sangat terkejut. Ia mengamati bayangan itu lekat-lekat untuk memastikan penglihatannya tidak salah. Begitu yakin itu bukan imajinasinya belaka, ia langsung berlari kencang mengejarnya.

Taylor Shen sampai di depan makam Tiffany Song dengan nafas tergega-gesa. Area sekitarnya kosong melompong, tidak ada apa-apa. Taylro Shen menoleh ke segala arah dengan seksama untuk mengecek ulang. Memang benar tidak ada apa-apa, mungkin matanya tadi sekadar salah lihat.

Kekecewaan perlahan membuncah dalam hati si pria. Ia menatap makan dan berujar serak: “Tiffany Song, aku rasa aku benar-benar sudah gila. Aku tiba-tiba merasa aku melihatmu. Kalau kamu masih hidup, bagaimana mungkin kamu bersembunyi bertahun-tahun begini dari aku?”

Taylor Shen memeluk foto dengan erat.

Beberapa menit kemudian, ia memasukkan foto itu ke kantong, berbalik badan, dan pergi. Setelah ia sudah jauh, di hadapan makam muncul bayangan tubuh seorang wanita yang langsing. Wanita itu mengamati mawar putih yang ditaruh di depan batu nisan dengan dingin. Ia kembali, kembali untuk membalaskan dendam!

……

Dalam perjalanan balik ke kota, Budi memulai pembicaraan: “CEO Shen, kamu baru saja balik, menginap di hotel nampaknya kurang cocok. Bibi Lan setiap hari berharap kamu kembali. Kalau ia tidak juga bertemu denganmu sampai waktu yang semakin lama lagi, aku takut itu akan berpengaruh pada kondisi mental dan fisiknya.”

“Kamu tidak perlu beritahu dia aku sedang balik.” Satu kalimat balasan Taylor Shen langsung meluluhlantakkan niat Budi untuk membujuk. Pria itu menatap spion belakang dengan kecewa. Enam tahun tidak bertemu, CEO Shen sudah berubah jadi semakin pendiam. Ia tahu bosnya itu tidak ingin balik untuk menghindari nostalgia ke masa lalu yang pahit.

“CEO Shen, hampir tujuh tahun sudah berlalu. Kamu tidak perlu terlalu terikat pada masa lalu. Tuan Muda Kecil butuh sosok ibu.” Enam tahun ini, ia dan orang-orang lain tidak pernah dapat kabar Taylor Shen akan menikah lagi. Satu pun wanita yang dikabarkan dekat dengannya bahkan tidak ada. Pria itu pasti ingin menjaga perasaan nyonya, meski wanita itu sudah wafat.

Tetapi nyonya wafatnya sudah tujuh tahun, masa Taylor Shen tidak mau menerima kenyataan juga?

Yang diajak bicara tidak menanggapi. Budi merasa tidak enak untuk membujuk lagi, bagaimana pun juga ia hanya seorang bawahan. Beberapa tahun lalu, Tuan Besar Shen sakit parah dan menyuruh CEO Shen pulang sebentar. Pria itu tidak pulang sama sekali. Mereka semua paham, CEO Shen sudah tidak bisa memaafkan Tuan Besar Shen selamanya.

Bosnya itu berubah banyak sejak kematian nyonya. Bahkan, waktu itu CEO Shen pernah berniat bunuh diri karena terus merasa menderita dengan kematian Tiffany Song. Pria itu berargumen, mati adalah sesuatu yang seketika, sementara hidup dengan menanggung rasa bersalah yang tidak bisa padam jauh lebih sakit daripada mati.

Budi paham bosnya tidak mau menikah lagi karena luka yang dideritanya terlalu dalam.

Rolls-Royce memasuki area kota. Perubahan kota selama enam tahun ini luar biasa drastis. Ada bangunan lama yang direnovasi jadi lebih modern, jalan utama kota pun dibuat jadi beruas delapan. Yang tidak berubah bisa dikatakan hanya Tower Howey. Bangunan itu tetap menjadi bangunan paling tinggi dan ikonik di Kota Tong.

Ponsel Taylor Shen tiba-tiba berdering. Pria itu mengeluarkannya dan mengecek sekilas nama si penelepon. Ia mengernyitkan alis heran dan membuka: “Halo?”

“Lagi balik? Ayo ketemuan makan bareng. Hari ini hari ulang tahun Evelyn. Sebagai seorang paman, masa kamu tidak pernah bertemu sekali pun dengannya? Omong-omong, jangan lupa kasih angpau perjumpaan pertama ke Evelyn ya.” Dari seberang sana terdengar suara Jordan Bo. Nada bicaranya terkesan agak meledek. Maklum, ketika membicarakan anak sendiri, semua orang tua pasti langsung sumringah.

Evelyn adalah anak Jordan Bo dan Stella Han. Ia tahun ini berusia enam tahun. Taylor Shen pernah melihatnya di foto. Karena Stella Han benci sekali dengannya, setiap kali Jordan Bo mengungkapkan keinginan membawa Evelyn ke Prancis untuk berjumpa dengannya, wanita itu selalu menolak keras.

“Si dia memang izinkan aku ketemu Evelyn?” Taylor Shen sama sekali tidak menyangka ulang tahun Evelyn jatuh di hari ini. Kepulangannya ini sungguh kebetulan.

Raut wajah Jordan Bo di seberang sana langsung memuram. Jangankan Taylor Shen, ia sendiri saja hanya diizinkan bertemu dengannya beberapa kali setiap tahun. Enam tahun lalu selepas Tiffany Song meninggal, namanya ikut terseret sebagai orang yang dibenci Stella Han selain Taylor Shen.

Ia awalnya berpikir pada akhirnya istrinya itu akan memaafkan dirinya, tetapi pada akhirnya wanita itu bersikeras cerai. Jordan Bo mencoba segala cara untuk membujuknya tetap bertahan, bahkan juga menggunakan pasal “ketika istri tengah hamil dan sebelum anak berusia satu tahun, suami istri tidak diperbolehkan bercerai” untuk menahannya. Mereka akhirnya tidak jadi cerai, atau setidaknya belum.

Meski begitu, sejak mengangkat topik cerai, mereka langsung pisah rumah. Stella Han pulang ke Vanke City. Wanita itu menolak segala bentuk perhatian dan bantuannya. Di hati Stella Han, Jordan Bo sudah menjadi orang asing.

“Pokoknya datang saja, urusan ulang tahun anak begini ia pasti bisa toleransi.” Jordan Bo tahu betul kepribadian Stella Han. Untuk urusan yang berhubungan dengan anak, wanita itu selalu bersikap lebih halus dan toleran.

Taylor Shen ragu-ragu sejenak, lalu mengiyakan dan bertanya, “Di mana?’

“Restoran view 360 derajat di lantai paling atas Tower Howey. Jam setengah tujuh.”

Setelah mematikan telepon, Jordan Bo bangkit berdiri dan berjalan ke sisi jendela. Di luar hujan deras. Pemandangan gelap seperti isi hatinya sekarang. Sudah mau tujuh tahun, mereka berdua sudah bukan Jordan Bo dan Taylor Shen yang dulu lagi.

Ketika bercermin, Jordan Bo seringkali melihat beberapa helai rambut putih tumbuh di kepalanya. Setiap menemukan rambut beruban itu, ia dalam hati selalu berpikir berapa lama lagi mereka harus menunggu biar bisa lupa dengan semua memori kelam dan mulai lembaran baru.

Taylor Shen tidak pulang ke Sunshine City, juga tidak pergi ke hotel. Ia menyuruh Budi menurunkannya di Parkway Plaza. Ia harus beli kado untuk Evelyn sebelum pergi ke pestanya.

Taylor Shen turun dari mobil. Hujan di luar cukup besar dan jalanan lumayan licin. Budi ikut turun dari mobil dan bergegas memayunginya. Pria itu menyingkirkan tangannya dan memerintah dingin: “Tidak perlu payung. Pulanglah kamu, jangan bilang ke Bibi Lan aku sedang balik.”

Budi hanya bisa mengamati bayangan tubuh bosnya menjauh sambil tetap memegangi payung. Nafasnya perlahan jadi tidak beraturan. Ini sudah enam tahun, kapan CEO Shen mau belajar menerima kenyataan?

Parkway Plaza sama sekali tidak sama dengan mal-mal lainnya. Konsep arsitektur mal ini adalah kota kecil Eropa, jadi jalannya dibuat dengan batu-batu bata dan setiap toko berbentuk seperti rumah-rumahan pinggir jalan di Eropa sana. Merek-merek raksasa dari luar negeri berkumpul di mal ini. Lantai satu diperuntukan untuk kosmetik, sementara lantai dua hingga lantai lima diperuntukkan untuk pakaian. Bila dibandingkan dengan di Hong Kong, belanja di Parkway Plaza masih lebih murah.

Dengar-dengar Parkway Plaza dikelola oleh putri angkat keluarga He. Wanita itu punya dukungan penuh James He di belakangnya. Begitu Parkway Plaza resmi beroperasi, angka penjualannya pada bulan pertama langsung berkali-kali lipat di atas mal-mal lain. Ini menjadi rekor tersendiri dalam persaingan mal-mal di Kota Tong.

Sayang, tidak pernah ada orang yang tahu bagaimana perawakan putri angkat keluarga He ini. Ia seperti sosok legenda yang tinggal di khayangan seperti pada cerita-cerita kuno.

Taylor Shen memasukkan kedua tangan ke kantong. Ia masih punya banyak waktu sebelum pergi ke pesta ulang tahun Evelyn, jadi ia bisa santai-santai dulu. Selama tinggal di luar negeri bertahun-tahun, ia jarang sekali memiliki waktu luang begini. Pria itu sengaja mengatur kegiatannya sepadat mungkin biar tidak bisa rileks.

Taylor Shen takut sekalinya rileks ia akan langsung merasa kesepian dan bersalah.

Si pria mengelilingi Parkway Plaza dengan santai. Ia belum pernah membelikan kado untuk gadis kecil, jadi ia tidak tahu mereka suka barang apa. Kalau anak orang lain, ia bisa langsung memberikan angapu saja. Tetapi ini anak Stella Han, teman paling akrab Tiffany Song, jadi ia tidak mau memberikan yang seadanya.

Area mainan anak-anak ada di lantai enam. Taylor Shen naik lift untuk menuju ke sana. Melalui sisi lift setengah transparan, ia bisa melihat semua area mal dengan jelas. Hari ini bukan akhir pekan dan jam pulang kerja belum tiba, tetapi pengunjung mal ini terhitung banyak.

Taylor Shen sangat jarang pergi ke tempat penuh keramaian begini. Semakin ramai situasi luar, hatinya akan semakin kesepian. Ini karena wanita yang bisa membuatnya tersenyum lebar sudah hilang ditelan bumi……

Novel Terkait

Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
4 tahun yang lalu
Pria Misteriusku

Pria Misteriusku

Lyly
Romantis
4 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
4 tahun yang lalu
Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu
Someday Unexpected Love

Someday Unexpected Love

Alexander
Pernikahan
5 tahun yang lalu
Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
4 tahun yang lalu
After Met You

After Met You

Amarda
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Because You, My CEO

Because You, My CEO

Mecy
Menikah
5 tahun yang lalu