You Are My Soft Spot - Bab 243 Mimpi Bersamanya (1)

Di dalam sangat gelap dan sunyi, tidak ada yang berani bergerak. Erin dan Taylor Shen sama-sama deg-degan. Dalam kondisi begini ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama adalah Vero He sudah dibawa pergi, sementara kemungkinan kedua adalah aksi para penjahat sudah selesai.

Erin tidak berani membayangkan konsekuensi kalau yang terjadi adalah kemungkinan kedua. Ia saat ini hanya berdoa Vero baik-baik saja. Itu adalah skenario terbaik.

Erin menoleh ke Taylor Shen. Malam ini tidak ada rembulan dan langit sangat gelap, jadi Erin mengarahkan senter ke wajah si pria. Ia bisa melihat dengan jelas mata marah Taylor Shen. Sejak lulus dari sekolah militer, Erin sudah berjumpa berbagai macam orang, termasuk para pembunuh berdarah dingin. Tetapi, harus diakui ia belum pernah merinding karena salah satu dari orang tersebut.

Sekarang, dia benar-benar merinding melihat mata Taylor Shen.

Kalau mereka masuk dan melihat suasana di dalam…… Apa pria ini bakal jadi gila?

“CEO Shen……” panggil Erin. Belum selesai dia berbicara, Taylor Shen sudah melangkah masuk duluan. Erin pun buru-buru menyusulnya biar tidak ketinggalan langkah.

Baru melangkahkan kaki ke dalam beberapa saat, Taylor Shen langsung mundur-mundur. Kakinya barusan menginjak sesuatu, entah apa itu. Ketika posisi berdirinya sudah stabil, Taylor Shen mengarahkan senter ke lantai. Yang barusan dia injak itu ternyata seorang manusia. Tidak, lebih tepatnya adalah sesosok mayat. Di sekitar mayat itu ada darah yang berwarna kecoklatan karena mulai membeku akibat suhu dingin. Rumah penuh bau amis darah, pasti ada lebih dari satu orang yang sudah mati.

Mayat yang barusan terinjak Taylor Shen itu mati dengan mata membelalak. Siapa pun yang melihatnya pasti bakal merinding.

Taylor Shen kembali melangkah masuk dengan diikuti Erin. Dengan sudut mata, Erin bisa melihat Taylor shen kembali mundur-mundur lagi. Ketika ia mengarahkan senter ke lantai depan pria itu, ia melihat sesosok mayat lagi. Erin jadi gelisah dan merinding lagi.

Cahaya senter Erin arahkan sambil mengiringi langkah kaki Taylor Shen. Sesampainya di ujung ruang kerja, Erin langsung melangkah cepat biar bisa menjauhi kumpulan mayat. Belum dia sampai di ujung, Taylor Shen tiba-tiba berteriak marah, “Matikan senter, semua yang tidak berkepentingan cepat keluar!”

Erin ragu-ragu. Taylor Shen kembali berteriak: “Cepat keluar!”

Orang-orang melihat Erin. Asisten Vero He itu mengibas-ngibaskan tangan dan keluar bersama mereka semua. Dari luar, mereka bisa mendengar suara Taylor Shen memanggil-manggil, “Tiffany Song, Tiffany Song, bangunlah. Tiffany Song……”

Erin membuang nafas lega. Vero He ternyata belum dibawa pergi. Mendengar kata-kata Taylor Shen, seharusnya bosnya itu hanya pingsan saja. Erin kembali teringat mayat-mayat yang tadi berseliweran di lantai. Ia memerintah pelan: “Coba cek berapa orang yang meninggal.”

Para pengawal pribadi dengan sigap menjalankan perintahnya. Erin menatap sisi dalam ruangan dengan serius. Dalam beberapa jam ini, apa sebenarnya yang dialami Nona He? Pria besar-besar yang jadi mayat di lantai itu siapa pula yang bunuh?

Di dalam, Taylor Shen menyalakan senter. Ia langsung melihat Vero He yang terbaring tidak sadarkan diri di ranjang. Bajunya sudah disobek oleh pisau dan memperlihatkan tubuhnya yang putih bersih. Soal apakah ada luka di sana, ia belum bisa lihat.

Pemandangan yang begini rupa membuat hati Taylor Shen langsung runtuh. Ia buru-buru melepaskan mantel dan memasangkannya di tubuh Vero He yang dingin. SI pria lalu mengarahkan jari telunjuk ke lubang hidung si wanita. Nafas yang panas terasa sedikit-sedikit di jarinya.

Ketika mau membopong Vero He, Taylor Shen baru sadar kedua tangan dan kedua kaki Vero He diikat dengan tali. Ia dengan mudah melepaskan ikatannya, lalu mulai membopong Vero He. Hatinya kini campur aduk antara merasa iba dengan merasa senang bisa menemukan kembali si kekasih hati. Taylor Shen mencium kencang jidat Vero He, lalu berujar dengan suara gemetar: “Tiffany Song, maaf, aku terlambat…… Ayo kita pulang, kamu sudah aman denganku.”

Ketika berjalan sambil membopong Vero He, sudut mata Taylro Shen menangkap bintik merah pada kamera CCTV yang ada di pojok ruangan. Tanpa memedulikan kamera itu, ia tetap berjalan keluar ruang kerja dengan cepat. Melihat Taylor Shen keluar sambil membopong Vero He, Erin buru-buru menghampiri, “CEO Shen, Nona Vero He……”

“Nanti beritahu bosmu itu, aku tidak percaya dengan dia. Mulai sekarang, Tiffany Song aku yang lindungi saja,” kata Taylor Shen tanpa ekspresi. Ia lanjut menggendong Vero He pergi.

Erin menatap bayangan tubuh si pria dengan tercengang. Ia berpikir dalam hati, Taylor Shen barusan mengumumkan hak kepemilikan khusus ya?

Telinga Erin mendengar langkah kaki yang bergerak mendekat. Ia menoleh dan menjumpai seorang pengawal pribadi datang. Pengawal pribadi itu melapor, “Kepala Tim Erin, di dekat meteral listrik ada dua mayat lagi, jadi totalnya tujuh mayat. Orang yang jadi otak penculikan ini mati dipalu di tembok belakang. Kondisinya mengenaskan.”

Erin bertanya pada diri sendiri, sebenarnya siapa yang melakukan semua ini? Mengapa cara-caranya tega sekali sampai tujuh nyawa tercabut? Ia membalas: “Bawa aku ke sana.”

Taylor Shen terus menggendong Vero He ke arah mobil. Christian, yang berdiri di sisi mobil, melihat mereka berdua dari kejauhan. Asisten Taylor Shen itu segera membuka pintu belakang. Jacob Shen lagi terbaring di sana dan memakan separuh lebih ruang kursi.

Taylor Shen mengernyitkan alis, “Buka kursi penumpang depan.”

Christian dengan sigap menutup kembali pintu belakang dan membuka kursi penumpang depan. Taylor Shen mendudukkan Vero He dengan hati-hati di sana, memasangkan sabuk pengaman untuknya, dan menutup pintu. Ia memerintah si asisten, “Christian, kamu tinggal di sini untuk membenahi situasi. Di dalam rumah ada kamera CCTV, jangan biarkan Erin bawa pergi.”

“Baik,” jawab Christian. Pria itu menunggu Taylor Shen melajukan mobil. Setelah mobil pergi, ia baru pergi meninggalkan kegelapan malam dan mencari Erin.

Jauh di ujung jalan sana ada sebuah Volkswagen hitam. Mobil itu diarahkan si pengemudi ke arah yang berlawanan dengan arah mobil Taylor Shen.

……

“Jangan sentuh aku! Pergi, jangan sentuh aku!” Dalam keadaan setengah sadar, Vero He terus bermimpi. Wanita itu mengibas-ngibaskan tangan seolah tengah mengusir seseorang. Taylor Shen yang tidur di sebelahnya jelas terbangun karena kaget. Si pria menyalakan lampu di kepala ranjang dan kamar pun langsung terang.

Taylor Shen memegangi tangan Vero He yang terus dikibas-kibaskan, lalu menekannya di ranjang. Biar Vero He tidak mengira dirinya si orang jahat dalam mimpi, Taylor Shen menepuk-nepuk wajah Vero He untuk membangunkan, “Tiffany Song, bangunlah. Kamu mimpi buruk. Ayo bangun.”

Kemarin, setibanya di vila, Taylor Shen langsung mengurus luka di perut Vero He yang disebabkan karena terkena benda tajam. Selain luka itu, ada pula memar di kedua tangan dan kaki si wanita karena diikat tali. Ia lalu menggantikan pakaiannya dengan pakaian bersih. Selain luka di perut, di tubuh Vero He tidak ada luka bekas diperkosa.

Taylor Shen semalam juga sempat memanggil dokter keluarga untuk mengecek Vero He. Kata dokter, Vero He pingsan hanya karena ketakutan saja. Wanita itu tidak diberi obat tidur atau pun obat macam-macam. Taylor Shen pun jadi lega mendengar penjelasan sang dokter.

Dengan kondisi kedua tangan dan kedua kaki diikat, Tiffany Song tidak mungkin membunuh orang-orang yang mau menjahatinya. Sekarang berarti ada pertanyaan baru, siapa orang yang menolong dia?

Namun, Taylor Shen tidak mau meributkan hal ini setidaknya untuk sekarang. Asal Vero He bisa pulang kembali ke rumah, urusan-urusan lain bisa ditelusuri nanti.

Tangannya ditahan di ranjang, Vero He jadi makin ketakutan. Wanita itu berteriak kencang sambil menendang-nendangkan kaki. Taylor Shen gagal menghindar, jadi bagian paling pentingnya tidak sengaja tertendang. Si pria jelas langsung mengaduh kesakitan dengan jidat yang berkeringat.

Vero he terbangun dan melihat sosok pria yang meringkuk sambil memegangi “anu”. Saking kesakitannya, kedua telinga Taylor Shen sampai merah. Vero He buru-buru turun dari ranjang dan menjauhi si pria dengan penuh kewaspadaan.

Setelah melewati masa-masa paling sakit, Taylor Shen mendongak menatap Vero He yang berdiri jauh darinya. Melihat wajah si wanita yang masih ketakutan, Taylor Shen tidak sampai hati untuk menegurnya. Ia hanya meledek dengan setengah tersenyum: “Kalau ditendang terus rusak, nanti kamu tidak punya keturunan bagaimana?”

Melihat wajah tampan yang familiar, Vero He langsung sadar dirinya sudah salah tendang orang. Karena malu sendiri, wajah Vero He pun ikutan merah seperti telinga Taylor Shen. Ia membuang muka dan tidak berani menatapnya sama sekali, “Kamu baik-baik saja kan?”

Melihat Vero He malu-malu kucing, Taylor Shen jadi semakin tertarik untuk mengisenginya lagi: “Mending kamu kemari dan cek sendiri deh?”

Wajah Vero He makin merah, bahkan sampai ke leher-leher. Ia menengok kesana kemari untuk mengalihkan pandangan. Pandangan itu pada akhirnya terhenti di sebuah foto pernikahan di tembok belakang ranjang. Terakhir kali menginap di sini, Vero He belum melihat foto itu tergantung. Ia pun agak kaget sekarang.

Taylor Shen mengikuti arah pandangan Vero He. Menyadari si wanita melihat foto pernikahan, ia bertanya: “Bagus yah? Kamu waktu itu beda sekali dari sekarang. Yang dulu lebih bocah.”

Vero He mengalihkan pandangan dari foto pernikahan ke Taylor Shen, “Terus aku yang sekarang bagaimana?”

“Di mataku, kamu selamanya seorang bocah perempuan.” Taylor Shen mendudukkan diri perlahan. Rasa sakit yang dideranya sudah setengah hilang. Pria itu lalu turun dari ranjang dan menghampiri Vero He tanpa mengenakan sendal kamar. Ia mengangkat wajah si wanita, lalu mendekatkan bibir ke bibirnya.

Vero He refleks menghindar. Rasa panas tubuh Taylor Shen mendarat di lehernya hingga ia agak gelisah. Melihat Vero He tidak nyaman, Taylor Shen pun tidak memaksanya berciuman lagi.

“Mandilah sana, yang kotak pink itu semuanya alat mandi punyamu,” kata Taylor Shen sambil mencubit pinggang kecil Vero He. Ia bisa menerima perlawan Vero He terhadap pendekatannya. Bagaimana pun juga wanita itu baru mengalami suatu kejadian yang traumatis, jadi dia masih butuh waktu untuk pemulihan.

Vero He segera berbalik badan dan masuk kamar mandi. Ia mengunci pintu dan berdiri di depan cermin menatap diri sendiri. Wajahnya putih bagai hantu. Dalam benaknya, semua kekacauan kemarin kembali terputar. Saat membuka baju, ia tidak melihat luka bekas pemerkosaan selain luka di perut karena benda tajam. Vero He pun membuang nafas lega.

Taylor Shen berdiri di kamar tidur sambil mengamati bayangan samar-samar yang terlihat dari pintu kamar mandi. Ia menarik air liur dan mengalihkan tatapan ke tempat lain. Pria itu akhirnya memutuskan mengambil kotak rokok yang ada di meja dan keluar.

Baru turun tangga, Taylor Shen mendengar bunyi mesin mobil di pekarangan. Tidak lama kemudian, Christian berjalan masuk ke dalam. Suasana malam sangat gelap, biasanya jam segini memang waktu yang paling gelap saat malam.

Christian masuk sambil membawa hawa dingin dari luar. Melihat seorang pria duduk di sofa ruang tamu, ia agak kaget. Bos jam segini belum tidur, pasti karena masih menunggu laporannya. Di tengah asap rokok, wajah Taylor Shen terlihat sangat tampan.

Christian menghampiri Taylor Shen dan berdiri di hadapannya. Ia menyerahkan sebuah flash disk silver pada si bos sambil menjelaskan: “CEO Shen, ini rekaman yang disalin dari kamera CCTV. Kameranya sendiri sudah agak rusak. Erin bilang, setelah kamu menonton, kalau tidak ada apa-apa yang penting, ia perlu mengambilnya lagi untuk dianalisa.”

Tidak ada apa-apa yang penting itu maksudnya tidak ada adegan Vero He diperkosa.

Taylor Shen menerima sodorannya dan mengelus-elus pelan flash disk, “Laporkan situasi padaku.”

Christian melihat asap rokok yang melintas di hadapannya. Ia kemudian memberikan deskripsi: “Dengan Arthur totalnya tujuh orang. Dari enam orang bawahan Arthur, salah satunya mati ditembak. Sementara itu, kondisi kematian Arthur paling tragis. Ia ditemukan di tembok belakang dalam kondisi dipalu dengan besi. Anunya dia…… dipotong. Itu sungguh menyeramkan. Sebelum aku pergi, Erin sudah lapor polisi.”

“Bagaimana kamu melihat kejadian ini?” Taylor Shen menyipitkan mata, entah apa yang tengah ia pikirkan. Melihat rokoknya sudah sampai di ujung, Taylor Shen pun menaruh rokok itu di asbak kristal. Abu putih langsung terkumpul di kristal itu dan rokok tidak lama kemudian mati.

“Ini bukan dilakukan Nyonya Shen. Sebelum orang-orang itu dibunuh, ia seharusnya sih sudah diikat di ranjang oleh Arthur.” Christian tadi sempat menemukan beberapa pasang tali di tempat kejadian perkara. Kemungkinan besar tali-tali itu dipakai si penculik untuk mengikat Nyonya Shen.

“Memang bukan dia yang melakukan,” jawab Taylor Shen.

“Jadi maksudmu……” Belum kelar Christian berbicara, Taylor Shen memberikan kode tangan padanya untuk diam. Situasi langsung hening, jadi mereka bisa mendengar langkah kaki seseorang turun tangga dengan jelas. Keduanya mendongak dan melihat sosok Vero He.

“Lapar nih.” Vero He berjalan turun sambil berpegangan tangga. Melihat ada Christian di dekat Taylor Shen, ia bertanya dengan agak bersalah, “Eh, aku mengganggu kalian bicara ya?”

Si tuan rumah diam-diam menyimpan flash disk silver ke saku jas. Pria itu lalu menggeleng, “Tidak kok. Christian sudah mau pergi juga, besok kami baru lanjut diskusi lagi di kantor. Christian sendiri juga sudah kelelahan malam-malam begini, pulang dan istirahatlah.”

Si asisten memahami maksud bosnya. Pria itu mengangguk dan berpamitan pada Vero He.

Vero He mengamati bayangan tubuh Christian yang menjauh. Tidak lama kemudian terdengar suara mesin mobil yang menyala dan menjauh. Vero He lanjut turun tangga. Sesampainya ia di depan Taylor Shen, suasana halaman rumah sudah hening seperti sedia kala.

Taylor Shen bangkit berdiri dari sofa dan merangkul Vero He, “Aku masak dulu. Kamu mau tunggu sendirian atau ikut aku ke dapur?”

“Tidak mau menunggu sendirian. Aku takut.” Muka Vero He meringis takut.

Hati Taylor Shen langsung iba. Ia pun menggandeng si wanita masuk dapur.

Sesampainya di dapur, Taylor Shen melepaskan tangan Vero He. Ia lalu membuka kulkas dan mengeluarkan sayuran serta daging. Pria itu membuat bumbu dulu, baru kemudian merebus spaghetti di air panas. Vero He berdiri tidak jauh dari Taylor Shen. Melihat gerakannya yang sangat lihai, ia terpesona dan menghampirinya dengan perlahan. Vero He memegang pinggang si pria, lalu menyandarkan pipinya yang hangat ke punggung Taylor Shen yang bidang.

Taylor Shen langsung berhenti bergerak ketika menyadari sandaran Vero He, “Ada apa?”

“Taylor Shen, aku sudah tidak suci lagi. Kamu masih mau aku?” tanya si wanita pelan dengan khawatir.

Si pria kaget mendengar pertanyaan begini. Ia mengecilkan api kompor, menarik tangan Vero He, dan berbalik badan. Ia mencium bibir si wanita dengan agresif. Pria itu sebenarnya sedang membuktikan tidak peduli apa pun yang terjadi ia akan tetap mau dengan Vero He.

Vero He agak kaget dipegang Taylor Shen. Ia menarik kerah baju pria di hadapannya. Sikap agresif Taylor Shen ini jauh melampaui ekspektasinya.

Vero He dalam hati paham Taylor Shen tengah menjawab pertanyaanya dengan tindakan langsung.

Sekarang spaghetti di kompor tidak ada yang memedulikan. Taylor Shen memegangi pinggang Vero He sambil menggerakkan bibirnya semakin ke bawah.

Jantung yang diciumi berdebar kencang. Entah karena dapur pada dasarnya memang panas atau karena tindakan Taylor Shen, jidatnya langsung berkeringat dingin. Sekujur tubuhnya terasa panas seolah ada api yang membara dari dalam.

Bibir Taylor Shen pada akhirnya kembali ke bibir Vero He. Pria itu menciumi bibirnya lagi. Tiba-tiba, Taylor Shen tersenyum tipis dan bertanya nakal, “Tidak pakai ya?”

“Tidak ketemu,” jawab Vero He dengan wajah merah. Ia membuang muka untuk menghindari pandangan Taylor Shen. Ia malu dianggap sengaja menggoda si pria.

Taylor Shen hanya tersenyum tanpa menanggapi lagi. Pria itu tiba-tiba melepaskan si wanita. Karena gerakannya terlalu tiba-tiba, Vero He pun jadi agak keilangan keseimbangan. Untung dia bisa segera menahan diri dan tidak jatuh. Si wanita merasa agak kehilangan begitu dilepas.

Taylor Shen mematikan kompor dan menatap lekat-lekat wajah Vero He yang kecewa. Sudut bibirnya terangkat sedikit karena tersenyum. Pria itu mengernyitkan alis dan bertanya: “Kepingin ya?”

“Kamu tuh yang kepingin,” jawab Vero He agak sebal. Taylor Shen tidak memedulikan kekesalan si wanita karena diledek begini. Dia bahkan malah membuat pengakuan: “Aku sih memang selalu kepingin. Tiap melihatmu, aku sungguh tidak sabar ingin memakan tubuhmu sampai habis.”

Novel Terkait

Cintaku Pada Presdir

Cintaku Pada Presdir

Ningsi
Romantis
3 tahun yang lalu
Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Wanita Yang Terbaik

Wanita Yang Terbaik

Tudi Sakti
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
4 tahun yang lalu
More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu
My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Menantu Bodoh yang Hebat

Menantu Bodoh yang Hebat

Brandon Li
Karir
3 tahun yang lalu
Awesome Guy

Awesome Guy

Robin
Perkotaan
3 tahun yang lalu