You Are My Soft Spot - Bab 419 Sepertinya Hamil (3)

Wajah Erin seketika memerah. Ia menatap James He sejenak, lalu membuang muka dan menceritakan soal mimpinya. Si pria tersenyum tipis: “Itu cuma mimpi, apalagi orang-orang bilang yang terjadi dari mimpi siang bolong adalah kebalikannya. Jangan berpikir macam-macam.”

Erin mengangguk dan menyandarkan kepala ke bahu James He. Wajahnya sesekali tertetes air dari rambut si pria, namun ia mengabaikannya karena lagi ingin membahas sesuatu yang penting: “James He, apa kamu ada menyembunyikan sesuatu dariku?”

James HE mengernyitkan alis, “Maksudmu apa?”

“Menurutmu apa?” Si wanita menoleh pada si pria. Ia entah mengapa selalu merasa ada sesuatu yang disembunyikan olehnya, namun ia sendiri tidak tahu apa itu. Dengan mimpi barusan, kegelisahan di hatinya soal itu kembali terpancing.

James He menempelkan dua jari ke atas dan bersumpah: “Aku tidak punya wanita di luaran. Wanitaku cuma kamu seorang.”

Mendengar responnya ini, si wanita tidak tahan untuk tidak tertawa. Orang ini kira dia takut ia punya wanita simpanan ya? Tiap hari mereka pulang bareng, tiap malam juga energi berlebihnya dilampiaskan ke tubuhnya. Sengaco apa pun pikiran Erin, ia tidak bakal mungkin meragukannya soal kesetiaan begini.

Erin menarik tangan James He dan tersenyum: “Duh, nyerah deh aku. Yang kutanya bukan soal ini.”

Melihat Erin tersenyum, James He merasa puas karena sudah menghiburnya. Ia mengiggit bahu si wanita hingga tubuhnya gemetar sedikit, lalu memeluk tubuh itu: “Beberapa hari lagi kita lihat-lihat apartemen yuk. Setelah sembuh nanti, Bibi Yun tinggal di sana saja. Apartemenmu yang sekarang agak kekecilan.”

Senyum di bibir Erin seketika memudar. Mama semalam memang tidak bicara apa-apa, namun sikapnya sudah menjelaskan semuanya. Dia tidak mungkin mau pindah begeitu saja! Erin pun memberi jawaban yang tidak pasti: “Lihat nanti deh.”

Bibir James He bergerak-gerak, namun ia akhirnya tidak bicara apa-apa. Ia tidak ingin merusak suasana hangat ini.

Setelah berendam sejenak, rasa pegal dan lelah di tubuh mereka sudah sedikit banyak hilang. Si pria mengeringkan air di tubuh si wanita dengan handuk, lalu membopongnya kembali ke ruang istirahat. Sejak Erin terakhir kali tertidur di sana, James He sudah menyiapkan tiga pakaian buatnya. Ini biar mereka tidak perlu panggil-panggil Thomas Ji terus kalau perlu sesuatu.

Tanpa memedulikan tubuhnya yang masih basah, James He pergi ke lemari baju untuk mengampilkan pakaiannya. Ia bahkan juga menyiapkan pakaian dalam si wanita di sana. Ketika James He tengah memakaikan Erin celana dalamnya, Erin memotong dengan wajah merah, “Cepat keringkan air di tubuhmu, nanti pilek loh.”

Si pria menggeleng, “Aku bantu kamu berpakaian dulu.”

Erin benar-benar malu melihat celana dalam wanita yang habis dipasangkan James He. Melihat wajahnya yang serius, ia sebenarnya ingin tertawa, tetapi bukankah itu hitungannya akan menertawakan dirinya sendiri karena dipakaikan celana dalam? Si wanita pun berusaha mengalihkan fokus lagi: “Dulu kamu dan…… anu, kamu juga membantunya berpakaian?”

Suasana hati James He sangat baik karena habis melakukan “anu”. Tiba-tiba mendengar Erin mengungkit masa lalu dengan diakhiri dehaman, ia jadi sedikit risih. Sekali pun sudah pernah melakukannya dulu, ia jelas tidak mau mengaku! Pria itu menjawab serius: “Tidak!”

Pada mulanya, Erin menanyakan hal barusan hanya untuk mengalihkan fokus. Tetapi, melihat reaksi si pria yang agak risih, ia berfirasat pria itu lagi berbohong. Si wanita pun menatapnya lekat-lekat, “Sungguhkah?”

Satu kata balasan ini bisa disimpulkan sebagai kecurigaan, tangan James He bahkan sampai berkeringat dingin dibuatnya. Wanita memang makhluk yang sulit diladeni. Kalau ia mengaku, jangan-jangan Erin nanti tidak mau naik ranjang lagi dengannya. Ia pun bersikeras mempertahankan jawaban tadi: “Sungguh.”

Si wanita menarik pandangan dari si pria. Ia sebenarnya tidak mau cemburu, sebab bagaimana pun juga James He pernah punya istri dan melakukan hal-hal intim dengannya. Meski begitu, sedikit perasaaan cemburu tetap tidak terelakkan di lubuk hatinya.

James He mengamati wajah wanitanya. Entah mengapa dia bertanya begini, apa ini juga salah satu gejala kehamilannya? Memikirkan ini, ia seketika jadi tertawa. Pria itu mendudukkan Erin, yang tengah hanya mengenakan celana dalam, di pahanya, lalu bertutur: “Aku tahu masa laluku tidak seputih kertas, tetapi aku jamin bahwa wanitaku kedepannya hanya kamu seorang.”

James He sudah memberi jaminan begini. Kalau Erin masih mau meributkannya, bukankah itu agak tidak tahu diri? Ia pun mengangguk dengan hati yang masih sedikit risih. Ia sadar betul masa lalu tidak bisa diubah, jadi ia tidak punya pilihan lain selain menerimanya dengan lapang dada.

James He memakaikan pakaian Erin dengan sabar. Ia sebenarnya ingin menindih tubuhnya sekalii lagi, namun membayangkan bahwa dia mungkin tengah mengandung, ia mau tidak mau menahan hasratnya. Pria itu lalu mengenakan pakaiannya sendiri dan membawa si wanita pulang.

……

Pada pertengahan bulan empat, Bibi Yun akhirnya keluar dari rumah sakit. Berhubung si mama tidak pernah memintanya putus dengan James He lagi, Erin menganggap mamanya diam-dia sudah setuju. Pada hari di mana Bibi Yun mau pulang, James He ikut menjemputnya.

Melihat sosok keduanya, Bibi Yun sama sekali tidak menunjukkan ekspresi tidak senang. Si pria mengambil koper dari tangan Erin, lalu menyuruh: “Erin, papah mamaku sana.”

Mendengar James He berucap “mamaku”, baik Bibi Yun mau pun Erin sama-sama menoleh padanya. Ia sendiri terlihat sangat santai seolah kata-katanya normal, namun kedua wanita sungguh terkejut. Dengan hati-hati, Erin melirik air muka mamanya. Tidak menemukan reaksi aneh-aneh di sana, ia membuang nafas lega pelan-pelan.

Bibi Yun menoleh ke Erin, namun tidak bicara apa-apa. Ia kelihatannya sudah benar-benar menyetujui hubungan ini. Melihat reaksi netral yang kedua ini, hati Erin merasa senang, sementara James He jauh lebih senang darinya. Yes, mereka segera memenangkan pertarungan ini!

Melihat senyum terpampang di wajah keduanya, hati Bibi Yun menegang. Ia kini paham mereka akan berhenti waspada dengannya kalau ia tidak bereaksi negatif. Wanita itu sengaja melepaskan tangan Erin dan memberi panggilan hormat pada si pria: “Aku bisa jalan sendiri kok. Kamu bantu Tuan Muda bawa barang saja.”

“Tidak perlu, biarlah Erin papah mama.” James He saat ini sudah menganggap Bibi Yun sebagai mertua resminya. Semua hal ingin ia kerjakan, yang penting nyonya mertua tidak keletihan!

Mengikuti arahan James He, Erin pun memapah Bibi Yun keluar kamar pasien. Suster yang baru sangat pandai bekerja, ia bahkan ikut mengantar mereka ke bawah dan mendoakan Bibi Yun. Begitu menerima amplop tebal dari James He, ia tersenyum lebar sampai kedua matanya segaris saja.

James He mengantar Bibi Yun dan Erin ke apartemen Erin. Sejak kejadian lalu, si pria sebenarnya ingin membawa si calon mertua buat tinggal di apartemennya, namun khawatir dia tidak nyaman tinggal bersamanya. Lagipula, Bibi Yun juga baru sebatas tidak mengomentari soal hubungan mereka, bukan sudah bilang dengan lantang bahwa dia setuju.

Semua barang di apartemen sudah diganti barang baru. Setibanya di apartemen, Bibi Yun bilang kelelahan dan izin istirahat di kamar tanpa menengok mereka berdua. Erin mengamati bayangan tubuh mamanya dalam diam. Diamnya si mama sekarang sudah merupakan hal langka buat dia……

Pada saat bersamaan, James He juga mengamati calon mertuanya itu. Sesudah Bibi Yun masuk kamar, si pria berjalan ke sebelah Erin dan mendekapnya dalam pelukan. Raut wajah James He terlihat sedih. Ini karena Erin harus tinggal di apartemennya sendiri lagi berhubung Bibi Yun sudah pulang, juga karena ia tidak yakin bisa datang sering-sering kemari. Untuk sementara waktu, mereka harus terpisah.

Tiba-tiba didekap, Erin kaget setengah mati. Saat ia mau melepaskan tangannya, James He malah membopongnya ke ruang makan. Dari sudut ini, kalau Bibi Yun keluar kamar, ia tidak bakal melihat mereka lagi bermesraan.

Si pria mendudukkan si wanita di atas meja makan. James He menggunakan tangan besarnya buat menahan leher dan punggung Erin, lalu menempelkan bibir ke bibirnya. Karena takut Bibi Yun akan memergoki mereka lagi beginian dan akhirnya sakit lagi, Erin mendorong si pria untuk jaga jarak.

Tetapi James He tidak bisa dipindahkan sama sekali, bahkan ciumannya makin lama makin menggila! Nanti malam ia tidak bisa memeluknya lagi sambil tidur, bagaimana ia tidak merasa sedih coba?

Bisa merasakan rasa kehilangan James He, Erin pada akhirnya melembut dan ikut memainkan bibir. Semua orang tahu kalau pria dan wanita sudah bertempelan lengketnya bukan main kan? Mereka lengket sampai tidak sadar Bibi Yun keluar kamar buat ambil air!

Melihat kemesraan putrinya dan pria yang ia panggil “Tuan Muda”, wajah Bibi Yun seketika memerah. Ia sengaja berbatuk buat menyadarkan mereka. Begitu mendengar batuk itu, James He dan Erin langsung melepaskan satu sama lain seperti tersengat listrik. Melihat sosok mamanya, Erin bahkan buru-buru turun dari meja makan dan merapikan pakaiannya.

Si pria sendiri mengelus-elus hidung dengan canggung. Setebal-tebalnya wajah seseorang, kalau sudah dipergoki lagi bermesraan oleh calon mertuanya, ia jelas bakal tetap malu! James He berpesan pada Bibi Yun untuk istirahat yang cukup, juga bilang bahwa ia akan datang menjenguknya di lain waktu, lalu bergegas keluar apartemen.

Erin berdiri di sebelah meja makan dengan wajah merah. Di tangannya, ia memainkan tisu yang digulung-gulung dengan asal. Setelah menatapnya sekilas, Bibi Yun pergi mengisi botol minumnya di dapur. Erin menghentikan langkahnya: “Ma, belum ada air hangat. Biarlah aku buat sebentar, kamu istirahat saja di kamar.”

Si anak mengambil alih botol minum dari tangan mamanya dan langsung ke dapur.

Sembari mengamati bayangan tubuh Erin, Bibi Yun membuang nafas pasrah. Ia lalu berbalik badan dan balik kamar.

Di dapur, Erin mengisi teko air sampai penuh, lalu mencolokkan listriknya dan menunggu air hangat siap. Terpikir kejadian memalukan barusan, ia sungguh ingin menggali lubang dan bersembunyi di dalamnya. Mereka berdua juga aneh sih, jelas-jelas keduanya sensitif, tetapi kok kali ini tidak menyadari kedatangan mamanya ya!

Setelah air hangat siap, Erin mengantarkanya ke kamar si mama. Bibi Yun sendiri lagi bersandar di kepala ranjang dan memikirkan sesuatu. Menemui tatapan mamanya, Erin bertanya: “Nanti malam mau makan apa? Aku habis ini mau belanja bahan-bahan makanan.”

“Kamu saja yang tentukan.” Bibi Yun menerima botol minumnya tanpa mengungkit hal tadi.

Erin mengangguk. Melihat air muka mamanya tidak begitu bagus, ia mengambil dompet dan segera bergegas keluar. Di luar apartemen, Erin terus merasa diikuti seseorang. Ketika ia menoleh ke area yang ia rasakan ada orang, ia tidak melihat apa-apa. Si wanita jadi bertanay pada diri sendiri, ia ini gila atau bagaimana sih?

Waktu jalan bareng James He ke apatemen dulu, ia sendiri juga merasa ada yang terus mengikuti mereka. Anehnya, yang mengikuti itu terlihat tidak lagi memberi ancaman, melainkan memastikan keselamatan dan keamanan mereka.

Kalau itu, Erin teringat kejadian penyerangan James He di Amerika. Ia berpikir mungkin itu pengawal pribadinya James He, jadi tidak memikirkannya lebih lanjut. Namun sekarang, buat apa coba pengawal pribadi si pria mengikuti dirinya saat dia tidak lagi dengannya?

Di supermarket bawah, si wanita membeli bahan-bahan makanan dan kembali ke apartemen buat masak.

Meski sudah keluar dari rumah sakit, tubuh Bibi Yun sudah tidak sebaik sebelumnya karena habis sakit parah. Ketika Erin memanggilnya untuk makan, si mama malah lagi ketiduran.

Belakangan tidak mendengar Bibi Yun memintanya putus dari James He lagi, Erin merasa lega, namun pada saat bersamaan juga berfirasat mamanya hening karena banyak pikiran. Menentang pun bisa dilakukan dalam diam kan? Bisa jadi, sikap si mama sebenarnya masih sama seperti dulu dan hanya penampilannya saja yang berubah.

Perubahan mama ini membuat hati Erin jadi gelisah. Ia takut sewaktu-waktu dianggap melakukan hal yang berlebihan olehnya dan membuatnya sakit lagi…….

Erin menyelimuti mamanya, lalu kembali ke ruang makan. Melihat menu-menu yang ada di meja, ia entah mengapa jadi tidak nafsu makan. Sampai ketika waktu menunjukkan pukul sembilan, Bibi Yun baru bangun. Melihat mamanya keluar kamar, Erin buru-buru memanaskan semua makanan.

Setelah makanan siap, mereka menyantapnya dalam keheningan. Satu orang pun tidak berani bicara. Erin sendiri juga sangat kelaparan, jadi ia tidak tertarik untuk makan sambil ngobrol. Bibi Yun tiba-tiba menaruh sumpitnya dan menatap si anak: “Erin, besok teleponlah Marco Xu. Bilang saja kamu ingin makan dengannya.”

Si wanita nyaris tersedak oleh makanan yang ada dalam mulutnya. Ia berfirasat si mama mau macam-macam lagi soal pasangan, jadi malas menanggapi. Menyadari tatapan mama tidak juga lepas dari wajahnya, ia akhirnya terpaksa jawab: “Kakak Senior Xu belakangan lagi ada tugas, jadi ia sangat sibuk. Entahlah dia ada waktu atau tidak.”

“Kamu telepon dulu saja, ada waktu atau tidak itu urusan belakangan. Kamu kan sering makan dengan Nona He, pilih saja salah satu tempat yang pernah kamu kunjungi buat makan dengan Marco Xu. Cari yang model-model Golden Imperial Hotel tuh, kamu traktir dia ya nanti,” tambah Bibi Yun.

Erin menaruh sumpitnya dengan bingung. Ia tidak tahu mamanya habis minum obat apa, kok tiba-tiba bisa menyuruhnya mentraktir Kakak Senior Xu sih? Seperti paham apa yang dipikirkan anaknya, si bibi bicara lagi: “Selama aku dirawat, ia sering mengunjungiku. Jadi orang tuh harus tahu balas budi, jadi traktirlah dia makan tanpa mikir macam-macam. Berhubung kamu sekarang berpasangan dengan Tuan Muda, aku juga tahu diri untuk tidak memaksakan kamu dengan Marco Xu kok.”

Mendengar penuturan ini, Erin membuang nafas lega. Asalkan mama tidak memaksakan dirinya dengan Marco Xu lagi, ia tidak peduli apa-apa lagi. Si wanita langsung menelepon Marco Xu ditempat. Pria itu baru kebetulan baru menyelesaikan tugasnya. Dia awalnya berencana menengok Bibi Yun di rumah sakit, namun baru dikabari bahwa yang mau dijenguk sudah keluar. Ia mengucap syukur dan lain-lain pada mereka.

Sehabis itu, Erin mengangkat topik soal makan bersama. Marco Xu kebetulan lagi mau cuti tiga hari, jadi ia sepenuhnya punya waktu luang. Ia awalnya tidak enak hati diperlakukan baik begini oleh Bibi Yun, namun akhirnya mengiyakan ajakan itu. Pria itu menutup dengan menyuruh Erin mengabarkan alamat restoran pada waktunya nanti.

Si wanita mengangguk dan mematikan telepon. Ketika menatap wajah mamanya lagi, ia melihat tatapan yang mendalam dan agak aneh. Tubuhnya entah mengapa bergidik bak tahu sesuatu mau terjadi.

Novel Terkait

Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu
Beautiful Lady

Beautiful Lady

Elsa
Percintaan
4 tahun yang lalu
My Greget Husband

My Greget Husband

Dio Zheng
Karir
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Paling Mahal

Cinta Yang Paling Mahal

Andara Early
Romantis
4 tahun yang lalu
Villain's Giving Up

Villain's Giving Up

Axe Ashcielly
Romantis
4 tahun yang lalu
Dark Love

Dark Love

Angel Veronica
Percintaan
5 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Pernikahan Tak Sempurna

Pernikahan Tak Sempurna

Azalea_
Percintaan
4 tahun yang lalu