You Are My Soft Spot - Bab 191 Sudah Berhasil Temukan Dia? (1)

James He keluar dari kantor polisi. Ia dari kecil tumbuh besar di samping Felix He. Meski tidak mengambil jurusan hukum saat kuliah, ia sering menghabiskan waktu luangnya di ruang buku sang ayah. Dalam bidang hukum, dia bukan lagi seorang ahli, melainkan lebih unggul dari ahli.

Tuan Besar Shen mengerahkan segenanp cara untuk memenjarakan Tiffany Song. Saat ini, keluarga Bo dan keluarga Guo tengah berusaha membebaskannya dengan jaminan. Kasus ini masuk dalam liputan media, jadi tingkat perhatian masyarakat tidak boleh dipandang rendah. Karena alasan ini, para pejabat kepolisian tidak berani membebaskan Tiffany Song dengan jaminan. Pada waktu begini, nama besar siapa pun tidak berguna. Ia sendiri sangat percaya wanita itu tidak mendorong Angelina Lian.

Ia tidak tahu dari mana kepercayaan ini datang, yang jelas ia yakin Tiffany Song bukan orang yang akan berbohong!

James He berdiri di samping Maybach hitam miliknya. Supir membuka pintu dan mempersilahkannya masuk. Hatinya tiba-tiba tidak tenang. James He menoleh menatap kantor polisi yang bangunannya terang di tengah malam. Tiffany Song harus tinggal di sini sekarang, akan seberapa berat ya malam ini?

James He mengibas-ngibaskan tangan dan si supir refleks mundur. Pria itu lalu merogoh ponsel dan menelepon sebuah nomor, “Aku ingat Tiffany Song seebelumnya pernah pergi ke psikiator. Sebelum kasus ini disidangkan, buat dokumen yang menyatakan ada masalah dengan jiwanya biar dia bisa bebas dengan jaminan.”

“……”

“Semakin cepat semakin baik. Paling telat pukul delapan pagi besok, aku ingin lihat dia keluar dari kantor polisi.” Si pria memaatikan telepon. Ia menatap kantor polisi sekali lagi, lalu masuk ke kursi belakang mobil.

Taylor Shen membawa USB berisi rekaman CCTV ke luar rumah kediaman keluarga Shen. Angin dingin tengah malam meniup-niup kerah bajunya, namun ia tidak merasa kedinginan sedikit pun. Sekaliya teringat Tiffany Song harus bermalam di tempat yang menjijikan, hatinya langsung iba.

Ia berjanji pada Tiffany Song untuk membuatnya bahagia, tetapi kini wanita itu harus melewatkan malam pernikahan di dalam sel penjara. Bagaimana ia harus meminta maaf pada diri sendiri?

Taylor Shen kembali berjalan ke vila. Ia membuka pintu utama dan suara bukaan pintu yang ia hasilkan langsung memecah kesunyian malam.

Taylor Shen berjalan masuk dan lampu otomatis area ganti sepatu menyala. Ia berjalan ke tangga dan mendongak keatas. Dalam benaknya langsung terbayang adegan-adegan yang tadi ia putar berulang kali di ruang pengawas CCTV.

Setengah jam, mereka membicarakan apa di bordes tangga lantai dua?

Tempat jatuh Angelina Lian diberi tanda manusia oleh polisi. Darah segar yang sempat menggenang di lantai sudah dibersihkan. Di bawah cahaya lampu, tanda manusia itu terlihat sangat mencurigakan.

Taylor Shen naik ke atas tangga dan berdiri di bordes tangga lantai dua. Ia mengamati tanda manusia di bawah. Ponselnya tiba-tiba berdering dan ia pun kaget. Pria itu mengangkat telepon dengan khawatir. Di seberang sana langsung terdengar suara Paman Wei, “Tuan Muda Keempat, keadaan Nona Keenam saat ini kritis. Tuan Besar menyuruhmu untuk segera datang kemari.”

Taylor Shen mendongak melihat salah satu kamera CCTV terdekat. Di bagian atas kamera itu ada kedipan merah tanda kamera menyala. Telepon dijawab dengan datar, “Baik, aku paham.”

Si pria mematikan telepon. Ketika ingin turun ke lantai bawah, ia teringat sesuatu. Ia menengok ke segala penjuru dan menghitung jumlah total kamera CCTV. Ada empat kamera. Taylor Shen terkejut dan menghitung lagi, memang ada empat.

Di area ruang tamu ada empat kamera CCTV, dua di antaranya menjangkau bordes tangga lantai dua. Taylor Shen tiba-tiba teringat ia pernah menyuruh adiknya untuk menambah CCTV setelah insiden ular. Petugas keamanan tidak tahu soal ini.

Taylor Shen merogoh ponsel dan menelepon pusat kendali CCTV. Tidak lama kemudian, seorang petugas keamanan berlari datang. Bawahan itu agak kaget melihat simbol manusia yang ada di lantai bawah. Ia bertanya, “Tuan Muda Keempat, kamu cari aku?”

“Sini naik.” Wajah Taylor Shen muram. Petugas keamanan berlari naik ke atas dan dengan segera tiba di hadapan Taylor Shen. SI bos menunjuk salah satu kamera CCTV dan menyuruh: “Coba kamu hitung ada berapa kamera CCTV yang mengarah ke ruang tamu.”

Petugas keamanan melihat kamera CCTV yang ditunjuk Taylor Shen, lalu mulai menghitung dengan seksama. Ia terakhir menjawab, “Empat buah.”

“Cepat cari rekaman kamera CCTV keempat!” bentak Taylor Shen sambil melangkah ke ruang kendali CCTV. Ia berfirasat kamera keempat punya petunjuk berbeda dengan tiga kamera sebelumnya.

Petugas keamanan ikut Taylor Shen. Begitu membuka pintu ruangan, mereka dikejutkan oleh pemandangan di dalam. Salah satu petugas yang bertugas saat shift malam terbaring di lantai dalam kondisi pingsan. Di layar komputer, rekaman kamera CCTV keempat gelap gulita. Taylor Shen mencoba mengutak-atik pengaturan kamera tersebut. Sayang, rekamannya sudah kosong-melompong.

Si bos langsung marah besar dan menggeprak keyboard komputer. Dari rekaman salah satu kamera CCTV, Taylor Shen melihat sebuah mobil tengah berputar balik di parkiran. Mobil itu kemudian melaju ke gerbang luar rumah kediaman keluarga Shen. Si bos refleks berteriak, “Cepat telepon satpam, jangan izinkan mobil ini keluar!”

Taylor Shen segera berlari keluar ruang kendali CCTV. Petugas keamanan yang tadi masuk dengannya tercengang, lalu buru-buru menelepon satpam. Anehnya, sambungan internal rumah sudah diputus! Ia terhenyak, ini kok seperti drama di film-film action saja! Petugas keamanan mendengus kesal dan menelepon satpam dengan ponselnya sendiri.

Taylor Shen terus berlari ke arah parkiran. Di sana, ia melihat seorang pria berjaket kulit keluar dari ruang satpam. Menyadari kedatangan Taylor Shen, si pria tersenyum sinis, bahkan memberikan sebuah kecupan di udara untuk memprovokasinya.

Di bawah cahaya lampu jalan, Taylor Shen bisa melihat dengan jelas wajah pria yang berdiri tidak jauh darinya. Memang dia, dia ternyata belum mati!

Jantung Taylor Shen berdebar kencang dan ia berlari lagi. Pria berdarah campuran masuk ke mobilnya. Melihat musuhnya semakin lama semakin mendekat, ia segera menekan pedal gas kencang-kencang. Dalam beberapa detik, mobil hilang ditelan kegelapan.

Taylor Shen hanya bisa diam dalam keputusasaan melihat kepergian mobil. Nafasnya terengah-engah karena daritadi lari terus. Pria itu mengepalkan kedua tangan dan memaki, “Brengsek! Kalau ada masalah sini cari aku, beraninya hanya sama perempuan?”

Di tengah kegelapan malam, kini hanya ada Taylor Shen yang berada di sekitar luar vila. Ponsel si pria lagi-lagi berdering. Tanpa melihat nama penelepon, ia mengangkat dan membuka ketus: “Ada apa, cepat katakan!”

Orang di seberang nampaknya kaget dengan keketusannya. Orang itu menjawab dengan tergagap: “Halo, ini kantor polisi. Barusan, ruang penjara tempat terduga menetap meledak. Istri kamu, Nona Tiffany Song, dipastikan, dipastikan meninggal!”

Bagai tiba-tiba disiram air dingin, sekujur tubuh Taylor Shen seketika menggigil. Ia bertanya sekali lagi untuk memastikan yang ia dengar tidak salah, “Apa?”

“Kantor polisi diledakkan. Nona Tiffany Song meninggal dalam insiden ini. Kami sungguh minta maaf,” tutur orang seberang sekali lagi. Kali ini bicaranya jauh lebih lancar dari sebelumnya, namun tetap ada nada penyesalan.

Ledakan ini datangnya sangat tiba-tiba. Semua narapidana dan beberapa polisi penjaga meninggal di tempat. Sel penjara kini luluh lantah jadi puing-puing. Tempat ini jadi seperti neraka, neraka sungguhan yang ada di alam yang sama dengan alam manusia.

Kantor polisi sebelumnya belum pernah dapat teror setragis ini. Alasan dan kronologis terjadinya teror masih perlu diselidiki lebih lanjut. Ketika penanggungjawab kantor polisi tersebut tahu di dalam ada istri seorang pembesar, para atasan segera menyuruhnya untuk menyampaikan kabar ini pada si pembesar.

Satu petunjuk pun belum ditemukan dalam penyelidikan.

Lutut Taylor Shen lemas dan ia jatuh di tumpukan salju. Matanya merah, air matanya keluar deras sekali. Ia bagaimana pun juga tidak percaya dengan cobaan ini. Dalam waktu kurang dari dua belas jam, ia dan Tiffany Song berubah dari pasangan yang baru menikah jadi pasangan beda alam.

“Aku tidak percaya, aku tidak percaya!” Taylor Shen berteriak. Taylor Shen masih berupaya mencari bukti yang bisa membersihkan nama Tiffany Song. Ia ingin membebaskan wanita itu dari penjara dan menjelaskan sikap diamnya tadi. Kalau Tiffany Song tidak memaafkan, tidak apa-apa. Kalau Tiffany Song tidak percaya, tidak masalah. Ia masih punya waktu seumur hidup untuk mencoba memperbaiki hubungan mereka.

Tetapi sekarang, ia sudah tidak punya kesempatan lagi. Ia tidak akan bertemu istrinya lagi untuk selama-lamanya. Mana bisa ia percaya dengan kenyataan ini? Mana bisa ia terima kematiannya begitu saja?

“Tuan Shen, kami sungguh minta maaf. Istri kamu benar-benar meninggal,” ujar orang seberang menyampaikan dukacita.

Sekujur tubuh Taylor Shen digelayuti rasa sedih dan rasa bersalah. Ia duduk di salju dan mendongak ke langit dengan terisak-isak. Taylor Shen melempar ponselnya ke salju, lalu bangkit berdiri dan berlari masuk rumah kediaman keluarga Shen. Pria yang dari dulu terlihat sangat perkasa dan selalu tenang menghadapi masalah itu kini terpleset juga. Taylor Shen masuk mobil dan menyalakan mesin. Mobil Bentley Continental putih miliknya melaju kencang keluar rumah dan menembus kegelapan malam.

……

Di rumah kediaman keluarga Bo, Jordan Bo akhirnya berhasil membujuk Stella Han tidur dengan susah payah. Ponselnya tiba-tiba berdering. Ia bangkit duduk dan wanita yang tidur di sebelahnya bergerak-gerak tidak tenang. Pria itu menekan tombol “angkat” dan berujar pelan: “Tunggu sebentar.”

Jordan Bo keluar kamar pelan-pelan dan berujar lagi: “Ada apa?”

“Tuan Muda Bo, di kantor polisi terjadi ledakan. Dua puluh tujuh napi dan sepuluh polisi tewasa di tempat, termasuk Nyonya Shen,” tutur orang seberang dengan satu tarikan nafas.

Jordan Bo, yang biasanya tidak mudah terkejut, kali ini sangat kaget. Ponselnya jatuh membentur lantai. Ada bagian yang pecah jadi dua.

Dari belakang, Jordan Bo mendengar suara orang jatuh. Ia menengok, yang jatuh ternyata Stella Han. Melihat wajahnya yang pucat, ia segera berlari menghampiri. Ketika mau membopongnya, wanita itu marah: “Jangan sentuh aku!”

Jordan Bo tetap berkeras membopong Stella Han, lalu membawanya ke kamar tidur.

Tingkat kepucatan wajah istrinya sangat menakutkan. Wanita itu bertanya dengan suara bergetar, “Apa dia bilang?”

Jordan Bo gigit-gigit bibir, “Tragedi ini masih perlu dipastikan dulu. Kamu jangan panik.”

“Jangan panik? Bagaimana bisa aku tidak panik? Tiffany Song ada di dalam, kamu tahu tidak Tiffany Song ada di dalamnya?” bentak Stella Han sambil menarik kerah baju Jordan Bo. Air matanya mulai mengalir keluar.

Beberapa jam lalu, ia baru saja berjanji akan membebaskan Tiffany Song dengan jaminan besok. Ia bilang wanita itu tidak akan kenapa-kenapa. Sekarang, pihak kepolisian tiba-tiba mengabarinya bahwa Tiffany Song tidak akan keluar lagi karena sudah meninggal.

Jordan Bo membiarkan Stella Han melampiaskan kemarahan. Yang menelepon itu adalah pengacara pribadinya, tadi ia sudah menyuruh dia membebaskan sahabat istrinya dengan cara apa pun. Ketika memberi kabar barusan, nada bicara si pengacara pribadi sangat meyakinkan. Dengan kata lain, Tiffany Song mungkin sungguh-sungguh meninggal.

Tangisan Stella Han semakin menjadi-jadi, isakannya pun makin keras. Ia terus menarik kerah Jordan Bo dengan kencang, “Kembalikan Tiffany Song padaku, kembalikan!”

“Stella Han, tenang dulu.”

“Mengapa aku harus tenang? Cepat katakan mengapa aku harus tenang! Aku sudah janji akan membebaskan dia dengan jaminan besok, aku sudah janji aku akan membersihkan namanya. Sekarang aku tidak bisa melakukan itu semua lagi, Tiffany Song sudah tidak bernyawa!” protes Stella Han murka. Mereka sudah sangat dekat dengan pembebasan Tiffany Song, mengapa tiba-tiba ada musibah begini?

Ketika Jordan Bo ingin berucap sesuatu, ponsel Stella Han berdering. Keduanya menatap ponsel itu lekat-lekat dengan ketakutan. Satu deringan, dua deringan, tiga deringan……

Novel Terkait

Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
3 tahun yang lalu
Behind The Lie

Behind The Lie

Fiona Lee
Percintaan
3 tahun yang lalu
Satan's CEO  Gentle Mask

Satan's CEO Gentle Mask

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
Mr Huo’s Sweetpie

Mr Huo’s Sweetpie

Ellya
Aristocratic
3 tahun yang lalu
Baby, You are so cute

Baby, You are so cute

Callie Wang
Romantis
3 tahun yang lalu
Cantik Terlihat Jelek

Cantik Terlihat Jelek

Sherin
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Berpaling

Cinta Yang Berpaling

Najokurata
Pertumbuhan
4 tahun yang lalu
Menunggumu Kembali

Menunggumu Kembali

Novan
Menantu
4 tahun yang lalu