You Are My Soft Spot - Bab 392 Mendambakan Seorang Pria Beristri (2)

“James He!” Erin mendengar nada bicaranya sendiri bergetar. Bagaimana bisa James He menghinanya sampai begini?

Tekanan yang ada dalam diri James He seketika hilang setelah ia barusan bicara. Si pria merapikan pakaian dengan nafas yang kembali stabil: “Berhubung mau menjauh dariku, maka sampai mati pun jangan muncul lagi di hadapanku. Erin, dengar baik-baik, bersembunyilah tiap ada di tempat yang ada akunya, kalau tidak……”

James He tidak mengucapkan lanjutan kalimatnya. Ia berbalik badan dan melangkah ke lorong jalan.

Erin bersandar tidak berdaya pada tembok. Ia harus pakai tenaga sebesar apa untuk mencegah dirinya sendiri terus dihina begini? Juga, ia harus pakai tenaga sebesar apa untuk mencoba menjelaskan?

Kalau ia menjelaskan lagi, bakalkah James He percaya pada penjelasannya? Bakalkah pria itu menganggap dirinya hanya lagi membela diri? Sungguh, sudah seburuk itu citra dirinya di hadapan si pria!

Merasakan pandangannya perlahan kabur, Erin refleks mengusap air mata yang memang sudah mulai keluar di kedua matanya. James He bukan pria yang baik, ia tidak seharusnya menyimpan hasrat apa-apa padanya. Dengan tidak menyimpan pengharapan, Erin juga tidak bakal dikata-katai sampai begini.

Kelar berganti sepatu, James He melangkah cepat keluar apartemen. Untuk meredakan kekesalan dalam diri, James He bersandar di tembok sembari merokok. Ia tahu, dampak yang bakal dibawa oleh kata-kata jahat adalah perasaan direndahkan. Terpikir wajah pucat Erin barusan, si pria menelan asap rokoknya dari mulut ke tenggorokan. Ia seketika terbatuk parah dan lama.

Erin berjalan keluar dari apartemen. Selain jam tangan, ia tidak membawa barang apa pun lagi. Di depan apartemen, si wanita tidak menjumpai sosok James He. Setelah ia turun ke lantai bawah dengan lift, ia menjumpai sebuah Cayenne putih di luar. Langkah kaki si wanita terhenti. Ia melihat James He duduk di kursi supir dengan beberapa puntung rokok di sebelah ban yang paling dekat dengannya.

Erin menghampiri pintu belakang Cayenne. Ketika ia mau membuka pintunya untuk masuk, James He berujar dingin, “Kamu naik mobil belakang. Thomas Ji akan membawamu ke rumah sakit, juga akan memberitahumu apa saja yang harus dilakukan.”

Bagai tertusuk duri ikan, Erin refleks menurunkan tangannya dari bukaan pintu mobil James He. Ia berkata “oh”, lalu berjalan ke Volkswagen hitam di belakang.

James He mengamati bayangan tubuh Erin tanpa sedikit pun merasa sedih karena mau pisah. Ia dalam hati mengatai wanita yang tidak berperasaan ini. Ketika Erin masih berjalan, ia berteriak: “Kalau tidak ada keperluan, lain kali tidak usah bertemu lagi.”

Langkah kaki Erin terhenti. Jelas-jelas hatinya merasa sangat sakit, ia tidak memberi tanggapan apa pun. Wanita itu melanjutkan langkahnya ke Volkswagen, membuka pintu belakang, dan masuk mobil.

James He geram sendiri melihat pancingannya yang gagal. Ia ingin memancing Erin untuk minta maaf padanya, tetapi si wanita malah keras kepala. Mobil si pria melaju keluar kompleks apartemen dengan diikuti mobil tempat Erin berada. Kedua mobil bergerak ke arah berlawanan. Dan beginilah akhir dari relasi mereka, masing-masing menempuh jalannya sendiri!

……

James He melajukan mobil ke sebuah villa. Ia mengamati lampu villa yang terang benderang dari dalam mobil. Villa ini, yang merupakan rumah barunya dengan Jessy Lan, didesain sendiri oleh Vero He. Waktu itu, sebelum pembangunannya kelar, tragedi sudah terjadi.

Setelah tragedi, James He menyuruh orang untuk menyelesaikan pembangunan vila berdasarkan desain Vero He. Pada hari di mana pembangunan selesai, James He menghabiskan malam di sana. Keesokan harinya, si pria memberikan villa itu pada Jessy Lan.

Jessy Lan selamanya tidak akan tahu suasana hati James He ketika menyerahkan villa ini padanya. Di samping itu, dia selamanya juga tidak tahu bahwa perasaan yang mendalam si pria pada dirinya berakhir di titik itu.

Di dalam villa, Jessy Lan tengah mengenakan piyama yang sepenuhnya terbuat dari sutra asli. Tahu suaminya akan pulang hmalam ini, ia sengaja mendandani diri secantik mungkin. Ia bahkan sempat mandi susu dan mengoleskan minyak aromaterapi pada tubuhnya sendiri. Selain itu, si wanita juga berbuat nakal dengan tidak mengenakan dalaman apa-apa.

Jessy Lan duduk di sofa sambil mengamati Cayenne yang terparkir di luar. Mobil sudah berhenti cukup lama, sosok yang dinantikan belum juga menampakkan diri. Dengan heran, Jessy Lan bangkit berdiri dan berjalan ke pintu villa.

James He sudah keluar dari mobil waktu Jessy Lan sampai di pintu. Si pria berjalan gagah dengan kedua tangan dimasukkan ke saku macam bangsawan. James He berjalan melintasi taman bunga, melangkahi anak tangga halaman depan, lalu berdiri berhadapan dengan istrinya.

Jessy Lan menyambut James He dengan senyum tipis dan pelukan seperti biasanya. Ia berujar ramah: “Pulang juga kamu akhirnya.”

Tatapan si pria mendarat di lekukan dada bentuk huruf V pada piyama istrinya. Buah dada si wanita terkadang tercap, namun terkadang juga tidak. Ia membuang muka dan berjalan masuk ke vila dari sisi sebelah kanan si istri.

Dengan tingkah tidak acuhnya ini, pelukan Jessy Lan hanya menemui kekosongan. Wanita itu menurunkan kedua tangannya yang dari tadi ditahan di udara dengan wajah yang agak muram. Melihat bayangan tubuh James He yang menjauh, ia gigit-gigit bibir dan menyusul.

James He duduk di sofa dengan posisi kaki disilang dan sebatang rokok di tangan. Air mukanya tidak terlihat jelas imbas asap tipis yang tertiup keluar dari rokok. Jessy Lan duduk di sebelah si pria, lalu menyandarkan diri pada bahunya seperti tidak punya tulang. Wanita itu bertanya manja: “Suami, apa sebulan ini kamu rindu padaku?”

James He tidak melepaskan tubuh lembut yang menempel pada dirinya. Ia menatap Jessy Lan lekat-lekat seolah ingin mencari tahu apa motifnya melakukan hal ini. Merasa tidak nyaman dengan tatapan menyelidik James He, Jessy Lan membuang muka sambil bertutur: “Aku rindu denganmu, sungguh sangat rindu. Kita jangan bercerai ya, oke? Satu bulan berpisah denganmu, aku menyadari aku masih cinta denganmu dan tidak bisa lepas.”

Si pria menggeser bahu yang jadi sandaran si wanita dengan datar. Seberkas ketidaksabaran dan kekesalan melintas di matanya. Pria itu bertanya: “Tadi kamu ke apartemen?”

Wajah Jessy Lan seketika panik, namun langsung kembali dibuat tenang. Si wanita menjawab: “Iya, aku ingin mengantarkan beberapa barang buatmu. Aku tidak menyangka kamu menyembunyikan seorang wanita cantik di sana. Kelihatannya, selama kita tinggal terpisah, kamu tidak kesepian sama sekali ya.”

James He tidak menyangka Jessy Lan akan mengaku begitu saja. Ia awalnya memang sudah curiga pada wanita ini, sebab yang pegang kunci apartemen hanya mereka berdua.

Si pria berikutnya memerintah: “Tandatangani surat kesepakatan cerai. Aku tidak akan mengurangi sedikit pun bagian yang merupakan hakmu.”

Wajah Jessy Lan memucat. Ia menoleh pada James He yang memandang ke kejauhan dengan datar, lalu berkata lantang: “Aku tidak mau. Suami, aku mengaku salah, aku tidak bakal asal datang ke apartemen lagi. Aku tadi melakukannya hanya karena tidak ingin kehilanganmu.”

James He menoleh pada Jessy Lan yang panik sampai berkaca-kaca di sebelahnya. Hatinya sama sekali tidak terenyuh melihat pemandangan ini, yang tersisa hanya rasa lelah saja: “Vero He adalah adikku dan kamu nyaris membunuhnya. Aku dari awal sudah mengingatkanmu, kalau kamu berani menyentuhnya, kamu harus siap menerima segala risiko. Jessy Lan, kita berkenalan baik-baik, jadi aku harap kamu mau berpisah baik-baik juga!”

“Adikmu ada banyak, mana aku tahu Vero He salah satunya? Suami, aku seorang wanita yang punya kecemburuan. Kamu sebaik itu padanya, aku jadi iri dan mau gila. Aku hanya ingin kamu bisa mencintaiku sedikit lebih dalam, apa harapanku itu keliru?” tanya Jessy Lan berurai air mata.

James He menanggapi masih dengan kedataran yang sama, “Jessy Lan, tandatanganilah surat kesepakatan itu. Jangan buat impresiku padamu hancur sehancur-hancurnya.”

Bagi James He, Jessy Lan yang dulu tenang macam sepotong rumput. Kalau ia tidak berinisiatif mencarinya, ia hampir tidak bakal menemukannya. Selama bertahun-tahun, Jessy Lan terus ada di sisinya.

Setelah James He memutuskan memberi sebuah vila padanya, Jessy Lan tidak lagi tenang seperti sebelumnya. Ia perlahan tapi pasti berubah jadi sosok lain. Ia berubah jadi sosok yang cemburuan dan banyak tanya. Kedua sifat barunya ini sangat ekstrem sampai diperlihatkan tiap hari.

Si pria berusaha keras untuk menoleransinya, tetapi akhirnya menyaksikan sendiri betapa seramnya hati seorang wanita yang cemburu. Waktu itu, kalau saja ia tidak tiba tepat waktu, Jessy Lan pasti sudah mendorong Vero He dari tangga sampai mati.

James He luar biasa marah melihat tindakannya ini. Ia membawanya balik ke rumah dan menghancurkan semua barang yang ada di dalam, lalu akhirnya kelelahan dan keduanya pun diam-diaman. Berselang beberapa lama, James He berkata: “Jessy Lan, kita berakhir.”

Si pria pikir hati cemburu seorang wanita sudah merupakan hal terseram dalam percintaan, nyatanya niat balas dendam mereka masih jauh lebih seram lagi. Beberapa hari kemudian, bukannya mendengar permintaan maaf dari Jessy Lan, ia malah menerima foto ranjang istrinya itu dengan seorang pria.

Sampai di titik ini, rasa cinta James He pada Jessy Lan lenyap tanpa sisa.

“Tidak mau!” Si wanita menahan tangan suaminya dan memohon: “Suami, foto-foto itu palsu dan hanya editan dia. Tidak pernah ada apa-apa yang terjadi di antara aku dan dia.”

Tatapan James He tetap dingin. Kekecewaannya pada sang istri sudah mencapai titik tertinggi, mungkin inilah penyebab dia sudah malas menanggapi permohonannya. SI pria mengeluarkan setumpuk foto dan melemparnya ke meja teh. Melihat foto-foto itu, wajah Jessy Lan jadi makin pucat. Ia bertanya dengan sangat gelisah, “Kamu menugaskan orang untuk membuntutiku?”

Pada foto-foto itu, Jessy Lan telanjang bulat dengan ditimpa pria di atas. Pria-pria pada setiap foto tidak sama, namun ekspresi nafsu si wanita kurang lebih mirip.

James He bangkit berdiri tanpa tertarik mengamati foto-foto itu sama sekali. Ia mengajak si wanita bercerai, si wanita malah memberikannya “hadiah” begini. Sumpah, keliaran Jessy Lan benar-benar tidak bakal mengecewakan siapa pun! Dulu, bagaimana bisa dia mengenalnya sebagai wanita yang polos coba?

“Aku bakal tugaskan pengacara untuk mengurus prosedur perceraian denganmu. Kedepannya, jaga diri baik-baik.” James He berjalan melewati meja teh ke arah pintu. Istrinya adalah seseorang yang pernah ia cintai dengan mendalam, jadi ia tidak kuasa melontarkan kata-kata kasar walau mereka mau berpisah begini. Ia berharap, selepas bercerai nanti, Jessy Lan bisa punya kehidupan yang lebih baik.

Si istri tiba-tiba bangkit berdiri dan menatap suaminya dengan tajam, “James He, dengar kata-kataku ini. Aku tahu, aku bukan wanita yang ada di hatimu. Bahkan, saat di ranjang, yang kamu teriakkan adalah nama si wanita dan bukan namaku. Aku hari ini berjumpa dengannya, dia mengenakan kemejamu. Kalian sudah melakukannya kah? Lebih seru melakukannya denganku atau dengan dia?”

Kedua tangan James He jadi terkepal. Pria itu menengok ke belakang dan membentak, “Tutup mulutmu!”

“Hahaha, marah ya? Orang-orang bilang aku mendapatkan semua cintamu, namun siapa yang tahu cintamu itu merupakan racun yang bisa merusak rasionalitasku? Aku pikir kamu cinta aku atau setidaknya akan sampai ke titik di mana kamu jatuh cinta padaku, namun nyatanya tiap berganti dompet kamu terus menyimpan foto si wanita. Kamu dari dulu tidak rela melepasnya, lalu sekarang sudah berhasil mendapatkannya dan tidak sabar menendangku, ya kan?” tanya Jessy Lan keras. Dulu mereka pernah bicara selembut-lembutnya satu sama lain, sekarang dia bicara sekasar-kasarnya.

Emosi James He membara. Ia melangkah cepat ke sisi Jessy Lan, lalu memungut foto-foto yang ada di meja dan melemparnya ke wajah si wanita: “Coba lihat baik-baik semua foto ini. Kalau aku tidak bergerak cepat, semuanya pasti sudah tersebar ke media sosial. Jessy Lan, ketika aku mencegah foto-foto ini tersebar, aku masih ingin berpisah baik-baik denganmu. Atas dasar apa kamu berhak menyalah-nyalahkanku? Kamu sendiri saja wanita murah yang “main” dengan banyak pria.”

“Benar, aku memang wanita murahan, tetapi aku jadi begini karena dipaksa siapa? Aku setengah mati ingin mengeluarkan wanita itu dari pandanganmu, namun kamu sedikit pun tidak mengizinkan aku menyentuhnya. James He, kamu terbayang seberapa jijiknya aku saat kamu memanggil-manggil nama dia sehabis ejakulasi di vaginaku?” Tidak peduli secantik apa Jessy Lan sebelumnya berdandan, pesona di wajahnya kini lenyap sepenuhnya. Yang ada di wajah itu hanya kemarahan yang terus menanjak.

Niat James He untuk mendebat balik seketika hilang. Ia harus bicara apa lagi? Semakin mereka berbicara, dia hanya akan semakin yakin betapa bodohnya dia selama ini. Ia berkata dingin: “Yang kamu katakan tidak keliru. Dari kepala ke kaki, aku menganggap kamu sebagai dia. Sekarang puas kamu? Patah hati kamu? Kalau begitu, tandatanganilah.”

Si pria berbalik badan dan kembali bergegas ke pintu.

Jessy Lan mengamati bayangan tubuh James He dengan aliran darah yang berasa beku. Berselang setengah menit, seperti teringat sesuatu, ia berlari mengejar suaminya itu. Sesampainya ia di taman bunga, Cayenne milik James He sudah melaju ke balik gerbang. Ia berlari mengejarnya dengan sekuat tenaga, sebab ia tahu mereka tidak mungkin bisa bersatu lagi kalau berpisah dengan kondisi begini.

“James He, jangan pergi, jangan tinggalkan aku. Aku salah, aku benar-benar salah. Aku sudah cemburuan, aku akan berubah. Aku sudah asal datang ke apartemen, aku akan berubah. Mohon jangan terlantarkan aku!” Si wanita mengejar sampai ke balik gerbang, namun Cayenne sudah lenyap ditelan kegelapan malam. Jessy Lan tersungkur di jalan dengan air mata yang mengalir deras.

Di dalam mobil, James He memegang setir dengan kencang sambil menggeretakkan gigi. Urat-urat di jidatnya menonjol semua. Untuk melampiaskan emosi, si pria menekan pedal gas sampai bawah dengan sekuat tenaga.

Mungkin, ia sudah keliru sejak awal……

Cayenne putih melaju super kencang. Ketika melewati perempatan, James He bahkan tidak menurunkan kecepatan sama sekali. Tiba-tiba melihat sesuatu yang menyilaukan di depan, ia buru-buru menekan pedal rem. Mobil berdecit, lalu suara tabrakan yang kencang mengikuti di akhir. Tiga detik kemudian, jalanan kembali sunyi.

……

Dua tahun kemudian, pada peringatan ulang tahun kedua Parkway Plaza, Erin mengenakan rok panjang dengan sepatu hitam. Sembari menenteng sebuah tas kulit dengan warna serupa, ia berjalan di sebelah Vero He dengan langkah yang tidak cepat namun juga tidak lambat.

Erin tidak biasa mengenakan rok, namun Vero He memaksanya tampil begini hari ini. Kalau ia tidak mau pakai rok, si bos mengancam tidak akan mengizinkannya masuk ruang acara. Sebagai pengawal pribadi dan sekretaris si wanita, Erin merasa harus mendampingi bosnya setiap saat dalam acara ini. Atas kesadaran itu, ia hanya bisa menurut dan menanggalkan sejenak sikap tomboy-nya.

Novel Terkait

Now Until Eternity

Now Until Eternity

Kiki
Percintaan
5 tahun yang lalu
Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
4 tahun yang lalu
Pernikahan Kontrak

Pernikahan Kontrak

Jenny
Percintaan
5 tahun yang lalu
I'm Rich Man

I'm Rich Man

Hartanto
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Takdir Raja Perang

Takdir Raja Perang

Brama aditio
Raja Tentara
4 tahun yang lalu
Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
5 tahun yang lalu
My Greget Husband

My Greget Husband

Dio Zheng
Karir
4 tahun yang lalu
His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu