You Are My Soft Spot - Bab 391 Jordan Bo Mendadak Senang Dalam Hati (3)

“Adik kedua, istriku mengandung kembar tiga, ayo beri aku ucapan selamat.” Nada bicara Jordan Bo yang pamer membuat orang ingin mencekik lehernya, tidak pernah bertemu ada pria yang lebih menjengkelkan daripada dia.

Alex Yue sedang dipaksa oleh keluarganya untuk mempunyai anak kedua, begitu mendengar istri kakak tertua mengandung kembar tiga, dia hampir muntah darah karna kesal, “Jangan begitu, kamu cepat beritahu aku, obat suplemen ginjal apa yang kamu minum, aku juga mencobanya, aku sudah hampir gila karena dipaksa.”

Jordan Bo bergeleng sambil mengacungkan jari telunjuk, “No, no, kamu merusakkannya baru perlu meminumnya, aku adalah karena karakter yang terkumpulkan.”

“....”

Selesai menyiksa adik kedua, Jordan Bo menelepon kepada adik ketiga. Awalnya nadanya masih normal, ketika mengatakan Stella Han mengandung kembar tiga, dia berubah total, dia berkata dengan sentimen, “Hari ini aku menemani Stella pergi periksa ke rumah sakit, dokter memeriksakannya, dan berkata tiba-tiba, kenapa aneh, dia menghitung kakinya, ternyata ada enam kaki.”

Ned Guo sedang rapat dengan pejabat daerah tingkat bawah, saat ini dia mencuri waktu untuk keluar dan mengangkat telepon ini. Ketika mendengar ada enam kaki, dia masih belum menyadari, lagi pula dia adalah pra lajang, tidak bisa memahami kegairahan hati menemani istri pergi melakukan pemeriksaan, “Apakah bayi tidak sehat?”

“Salah, sangat sehat, apakah kamu tahu kenapa?”

“....”

“Kata dokter, ah, ini adalah kembar tiga. Adik ketiga, apakah aku hebat, apakah Stella hebat? Kami adalah pasangan serasi.” Jordan Bo menyiksa tanpa berbelaskasihan kepada lawan yang dipikirkan, dalam hatinya merasa senang dan puas. Siapa suruh kamu mengacau selama bertahun-tahun ini, sekarang aku akan membuatmu merasa hati sumpek.

“....”

Setelah Jordan Bo menutup telepon, dia tertawa tidak hentinya. Memikirkan tampang adik ketiga yang seolah-olah memakan lalat, sekujur tubuh terasa nyaman, dan hatinya terasa senang, akhirnya dia membalas dendam.

Bibi Liu dan ahli gizi sedang di dapur, mendengar Jordan Bo menelepon satu per satu, menyiksa orang dan tertawa bodoh, semuanya mendesah sambil bergeleng, mereka benar-benar khawatir Tuan akan terkena stroke saking girangnya.

Ah, phui, phui, phui, perkataan yang sial seperti ini tidak boleh diucapkan.

Selanjutnya, Jordan Bo menelepon kepada adik keempat dan adik kelima. Ketika menelepon kepada Taylor Shen, dia menarik sedikit, lagi pula dia sedang dalam kesengsaraan. Giliran adik kelima, dia sama sekali tidak memiliki kekhawatiran, anak ini terlalu jujur, dan dia berkata dengan nada yang sangat kagum, “Kakak tertua, kamu hebat sekali, satu tembakan tiga peluru, haiyo, bagilah pengalamannya.”

Setelah Jordan Bo selesai menyiksa beberapa orang teman, dia duduk di atas sofa dan tersenyum melihat laporan pemeriksaan di atas meja. Dia mengambilnya dan melihat berulang kali, suasana hatinya sangat bergejolak. Ketiga titik hitam ini adalah baby mereka, bagus sekali!

Teringat akan wanita yang saat ini sedang mengandung tiga baby, Jordan Bo berdiri dan berjalan cepat naik ke lantai atas. Dia membuka pintu kamar, dan melihat ada lengkungan kecil di kasur. Dia mengendap-endap mendekat ke arahnya, melihat Stella Han yang tertidur pulas, dia pelan-pelan duduk di atas kasur, dan membungkuk mencium keningnya.

Dia menurunkan matanya, melihat perut yang sedikit menonjol di bawah selimut. Dokter berkata bahwa lingkar pinggangnya lebih besar daripada ukuran standar, tetapi karena dia mengandung kembar tiga maka tidak bisa diukur dengan lingkar pinggang pada umumnya, dokter menyuruhnya untuk tidak perlu khawatir.

Jordan Bo perlahan-lahan menyingkap selimut dan menarik baju tidurnya ke atas, menunjukkan perutnya yang putih. Telapak besarnya menjulur pelan-pelan, dan diletakkan dengan pelan di atas perut Stella Han. Di sini sedang mengandung kembar tiga mereka, dia benar-benar bahagia, juga sangat beruntung.

Di depan matanya terlintas banyak adegan: pertama kali Stella Han mencium paksa kepadanya, di dalam kamar ini ketika dirinya mengambil keperawanannya, di atas sofa ini ketika Stella Han meneteskan air mata sambil menyebutkan ‘Senior Ned Guo’, di kaki gunung Fuji ketika dia melihat Stella Han dan Ned Guo berbaring di atas lahan salju, di Swiss Sea Club ketika dia bertanya kepada Stella Han ‘Apakah kamu mencintaiku?”.

Satu per satu adegan masa lalu melayang di depan matanya, jelas-jelas ingatan yang sudah begitu lama, tetapi dirinya mengingat dengan sangat jelas setiap ingatan yang terkait dengan Stella Han, semuanya tidak terlupakan. Untungnya, mereka masih memiliki satu sama lain.

Melihat perut Stella Han yang sedikit menonjol, hatinya tergerakkan, tidak bisa menutupi kedalaman cintanya, dia membungkuk mencium pusar Stella Han yang bulat mungil, lalu dia berkata dengan suara rendah, “Istri, aku mencintaimu selamanya.”

Stella Han yang tertidur pulas, matanya melengkung, senyum kecil terlintas di sudut bibirnya. Dia bermimpi dia sedang berada di lahan salju, di punggung Jordan Bo ada seorang bocah kecil, dan ada dua lagi yang digendong di dalam pelukannya, sungguh tampang seorang ayah yang profesional. Sementara dirinya menggiring Evelyn mengikuti di belakang pria itu, kebahagian mereka diabadikan.

…...Extra chapter dari Bo-Han sudah selesai, berikutnya dilanjutkan dengan extra chapter He-Yun……

Di dalam rumah aman dari tim investigasi rahasia, misi Erin gagal, dia sedang menunggu kepala tim mengatur konektor untuk memindahkannya kembali ke markas tim pasukan khusus. Dia mengenakan kemeja putih, di dalamnya adalah singlet hitam. Kemeja putihnya bebercak darah, banyak luka yang sedang merembeskan darah, terutama baju di punggungnya yang telah banyak tersobek, samar-samar dapat melihat luka di bawahnya yang mengerikan.

Bagian bawahnya mengenakan celana hitam ketat, dan kakinya mengenakan sepasang sepatu bot hitam. Rambutnya yang panjang sepundak membuatnya terlihat tangkas dan cakap, wajahnya yang cantik putih memucat, tidak tahu karena baru kabur dari neraka, atau karena kehilangan banyak darah.

Dia bersandar di samping kabinet, tangannya memegangi sebuah pistol wanita yang bagus, dia menatap ke arah pintu dengan waspada. Waktu yang telah disepakati telah berlalu, tetapi konektor tak kunjung datang, di dalam rumah aman sangat hening, Erin merasakan gelisah.

Ini adalah rumah aman dari tim, selain anggota tim, tidak ada yang tahu dengan tempat ini. Sebenarnya dia tidak perlu terlalu khawatir, tetapi intuisinya memberitahu dirnya sendiri bahwa rumah aman ini kemungkinan sudah tersingkap.

Luka di punggungnya terasa sangat sakit, dia tidak bisa terus menunggu begini, dia harus menangani lukanya terlebih dahulu. Kalau tidak, ketika lawan berdatangan, dia sama sekali tidak memiliki nyawa untuk melawan. Segera, dia menemukan kotak medis, di dalamnya dilengkapi dengan segala macam obat, dia bergegas mencari yang dia butuhkan, lalu berjalan ke depan cermin besar.

Dia membelakangi cermin, melihat lukanya di punggung, kemeja putihnya sudah diwarnai oleh warna merah dari darah segarnya, singlet hitamnya pun sudah menempel pada luka. Dia menggertakkan gigi, membuka kancing baju, dan pelan-pelan melepaskan kemeja di luar.

Kemejanya sudah menempel, begitu ditarik maka dia akan kesakitan hingga berkeringat dingin. Ini adalah luka paling parah sejak dia keluar menjalankan misi, dia terlalu memandang tinggi dirinya sendiri, dan menanggapinya dengan santai, sehingga jatuh ke dalam jebakan lawan. Untungnya, dia menyadari ada yang tidak beres dan mundur keluar dengan tepat waktu, jika tidak, dia sekarang sudah menjadi hantu.

Dia memejamkan mata, tidak melihat adegan kejam di mana lukanya dirobek. Dia menekan bibirnya, dan menarik kemejanya dengan kuat. Seketika, sebuah rasa sakit yang menusuk menerjangnya, dia sangat ingin langsung pingsan, tetapi saraf sakitnya membuatnya mempertahankan keadaan sadari diri yang paling bagus.

Dia menarik napas dalam-dalam, menahan kesakitan yang paling sakit. Kemudian, dia mengambil kapas yang sudah dicelupi pada cairan desinfektan, lalu menekannya ke luka. Ketika lukanya mengenai cairan desinfektan, dia kesakitan dan menarik napas dingin, pakaian di badannya sudah basah karena kerinigat.

Dia menoleh sedikit, memutar tangannya ke belakang punggung, dan perlahan-lahan menangani lukanya.

“Heh, kamu adalah wanita yang paling tidak takut sakit ayng pernah aku temui!” Terdengar suara sindiran pria di dekat telinganya. Erin samar-samar merasa sedikit kenal dengan suara itu, dia mengangkat kepala menatap ke arah itu. Di bawah cahaya lampu yang remang, seorang pria yang mengenakan jaket kulit hitam dan celana ketat sedang berdiri di sana, dia membelakangi cahaya, hampir tidak bisa melihat tampangnya dengan jelas, tetapi Erin mengenalinya.

James He, kenapa dia bisa muncul di sini?

Bersamaan dengna pengenalan ini, hatinya berdegup dengan kencang, kapas di tangannya jatuh ke tanah, tetapi dia tidak memungutnya, melainkan membungkuk mengambil kemeja putihnya, dan hendak mengenakannya.

Pria itu berjalan keluar dari kegelapan, perlahan-lahan berjalan ke dalam cahaya penerangan. Kedinginan di wajahnya yang tegas bukanlah yang dia kenal, Erin mengernyit, tidak terpikir olehnya dia akan bertemu dengan pria ini, terlebih lagi dengan cara seperti ini.

Pada musim panas tahun itu, dia melarikan diri dari Kota Tong, pergi seorang diri ke Beijing dan memasuki akademi militer. Bertahun-tahun ini, dia jarang sekali pulang ke rumah, dulu ketika ibu menelepon padanya di saat dia masih di akademi militer, dia selalu menolak untuk pulang dengan alasan sibuk pelatihan. Kemudian, setelah dia masuk ke dalam tim pasukan khusus, dia lebih jarang lagi untuk menelepon ke rumah. Dalam delapan tahun terakhir, dia hanya pernah pulang sekali, kali itu, dia secara khusus mencaritahu apakah dia ada di sana atau tidak, jika tidak maka dia barulah berani kembali. Dia menginap sehari, lalu langsung mengemas barang dan kabur setelah mendengar informasi kepulangannya.

Melihatnya saat ini, perasaan hatinya bercampur aduk, dia tidak tahu harus berkata apa. Beberapa saat kemudian, dia baru ingat seharusnya dia mengenakan pakaian, karena tatapan pria itu tertuju lurus pada dadanya.

James He meliriknya dan mencibir, “Jika kamu tidak ingin mati, jangan pakai baju.”

Gerakan Erin tertegun, lalu dia lanjut mengenakan kemejanya dengna tanpa ekspresi. Mata James He menatapnya dengan bengis, dia melangkah ke depan Erin, merampas kemeja di tangannya, mengayunkan tangan dan melemparkan kemeja itu ke tempat jauh. Dia menyeringai, “Heh! Menutup-nutupi di hadapanku, ingin menjaga badan kepada siapa?”

Bertemu tidak lebih dari dua menit, dia mengucapkan tiga kalimat, selain tidak sabar, hanyalah sindiran. Erin berjalan memutarinya dan ingin memuungut kemejanya. Baru saja dia melangkah, pergelangan tangannya ditangkap oleh tangan pria yang besar dan kuat.

Tenaganya sangat besar, seolah-olah ingin meremas pergelangan tangannya hingga hancur. Erin menggertak gigi, tidak bersuara.

Melihat tampangnya seperti itu, James He menggertak gigi marah, dan berkata dengan suara berat, “Kamu bisu? Melihatku pun tidak bisa mengucapkan ‘sudah lama tidak bertemu’? Erin!”

Kata terakhir, hampir dikeluarkannya dari celah gigi, bisa dilihat betapa marahnya dia!

Erin mengabaikan kesakitan di pergelangan tangannya, dia memelototi orang di depannya dan berkata datarm “Namaku bukan Erin, nama kode aku adalah tujuh.”

“....” James He justru tertawa karena saking marahnya, dia menarik dengan kuat, menyeretnya ke depan. Dia menurunkan matanya menatap pada wajah Erin yang datar, James He tersenyum dingin, “Bagus sekali, apakah perlu kuberitahu Bibi Yun, apa saja yang kamu lakukan di luar sana?”

“James He….” Erin panik, yang paling dia takutkan adalah membiarkan ibunya tahu bahwaa dia sedang melakukan hal yang begitu bahaya, setiap hari tidak ada bedanya dengan menjilat darah di ujung pisau, mungkin suatu hari nanti dia akan kehilangan nyawa di tempat tertentu.

Mata James He diwarnai dengan senyum, nadanya juga melembut, tetapi juga membawa kekejaman, “Bagus sekali, masih ingat namaku.”

Erin menekan bibirnya, tidak mengerti apa yang sedang dipikirkan oleh pria ini. Auranya semakin menguat, hanya berdiri diam di sana saja sudah membuat orang tidak bisa mengabaikannya. Sudah delapan tahun, sekarang dia pun sudah berumur 32 tahun, memiliki bisnis yang sukses, sekujur tubuhnya memancarkan hawa kecerdasan dan kepintaran.

Namun, ketegasan dan kekejaman di tengah alisnya, sama sekali tidak memudar karena dia beralih dari militer ke bisnis.

Merindukannya kah?

Iya. Bertahun-tahun dia sedang berkelana ke semua tempat di dunia dan mempertaruhkan nyawanya, di saat yang paling bahaya, dia sama sekali tidak melupakan pria itu. Namun, dia, tidaklah berani menemuinya.

Ketika Eriin sedang melamun, James He menekannya duduk di atas kursi. Dia mengambil kapas dan membasahinya dengan cairan desinfektan, lalu berjalan ke belakangnya dan mengolesi cairan desinfektan itu ke lukanya.

Badan Erin menyusut karena sakit, tetapi tenaga di tangan James He tidak berkurang sedikitpun. Dia menatap luka mengerikan di punggung Erin, dalam matanya perlahan-lahan terlintas sedikit belas kasih, lalu dengan cepat digantikan dengan dingin. Dia berkata, “Apakah sakit?”

“Sakit!” Erin menjawab dengna jujur, badannya secara naluriah mencondong ke depan, ingin menghindari tangannya. Pria ini pasti sengaja, jelas tahu bahwa dia terluka, masih sengaja menggunakan tenaga yang begitu besar. Tanpa dilihat pun dia tahu darah pasti sudah mengalir turun lagi.

“Tahan.” Suara pria itu keras, tidak membawa sedikitpun perasaan dan kelembutan.

Mata Erin memanas, tidak tahu karena sakit atau sedih. Apa yang masih dia harapkan? Musim panas tahun itu, dia baru genap 18 tahun, ditekannya di koridor dan keperawanannya dirampas. Ketika merasakan lapisan yang tipis, pria muda yang gegabah itu seketika terkejut senang. Melihat wajahnya putih memucat karena sakit, pria muda itu memegangi wajahnya, sambil mencium sambil berkata lembut, “Maaf, aku pelan sedikit, jangan menangis, aku pelan sedikit.”

Namun sekarang, pria muda itu sudah sepenuhnya tumbuh menjadi pria dewasa, tetapi berubah menjadi dingin dan kejam.

Melihat kapas putih diwarnai dengan merah darah, James He akhirnya tidak rela, dan meringankan gerakannya untuk membalut luka Erin di punggung. Dia mengulurkan tangan menarik tali dalamannya, dan menyentakkannya kembali, “Sudah, kenakan bajumu.”

“....” Erin tidak menyangka dia akan mengusiknya, jika itu orang lain, dia pasti akan melontarkan tinjuan menjatuhkannya. Namun dia adalah James He, dia hanya bisa segera memungut pakaiannya dengan wajah merah.

‘Phooom’, ada peluru yang ditembakkan dari luar. James He memandang Erin dan berteriak, “Tunduk!”

Dengan pelatihannya selama bertahun-tahun, Erin segera tunduk ke bawah, tetapi peluru masih saja bergesek pada pundaknya. Tetesan darah menyiprat, Erin mengernyit karena sakit. Suara tembakan tak hentinya berbunyi di luar, orang-orang itu benar-benar mengejar kemari. Kelihatannya di dalam tim benar-benar ada pengkhianat!

Erin tidak sempat memikirkan yang lain, dia menoleh dan melihat James He berguling di tempat, sampai ke depannya, lalu memberinya sebuah pistol, dan berkata dengan suara berat, “Kamu melindungiku, aku pergi melawan mereka.”

“James He!” Erin cemas, James He sudah pensiun selama delapan tahun dan tidak pernah memegangi pistol lagi. Jika membiarkannya pergi saat ini, bukankah menyuruhnya mati?

James He menoleh padanya, jelas-jelas keadaan sudah sangat kritis, tetapi dia masih memiliki hati unutk mengusiknya, “Mengkhawatirkanku?”

Erin memalingkan tatapannya, dan berkata datar, “Aku hanya tidak ingin berhutang budi kepadamu.”

James He menggertak gigi, kebengisan melintas di tengah alisnya, dan dia berkata dengan dingin, “Sejak kecil hingga besar, masih sedikitkah hutang budimu kepadaku? Kamu tenang saja, kamu pasti akan berhutang budi padaku kali ini.”

Ketika Erin melihat ke arah sana, James He berguling di bawah dan mendekat ke arah pintu, Erin pun hampir menahan napas karena takut. Suara tembakan tidak hentinya menyerbu masuk ke dalam telinga, adapun peluru tidak bermata yang beterbangan ke mana-mana, menimbulkan suara ‘phoom’ yang keras.

Dia memegangi pistol, melontarkan serangan balik kepada bayangan hitam di luar jendela.

Seketika, suara tembakan menggelegar. Di dalam ruangan ada cahaya lampu, gerakan mereka terbatasi, terutama sosok James He segera terpapar di bawah moncong pistol. Erin menenangkan diri, masih tersisa satu peluru terakhir di dalam pistolnya, dia menembakkannya ke arah lampu yang remang itu. Dengan suara ‘phoom’, di dalam rumah aman menjadi gelap gurita.

Di sekitar tiba-tiba menjadi hening, tidak ada orang yang menembak lagi. Erin diam-diam mendekati gudang senjata, baru saja berjalan beberapa langkah, pergelangan tangannya ditarik. Dalam kegelapan, dia tidak bisa melihat wajah orang itu dengan jelas, tetapi hawa orang itu begitu akrab, orang itu menariknya berjalan ke pintu belakang.

Setelah kabur dari rumah aman, malam telah larut, di sekitar pun gelap gurita, hampir tidak bisa melihat arah dengan jelas. James He menariknya berlari ke arah gunung di belakang. Di tengah berlari, dia mlihat ke bawah pada tangan mereka yang disatukan. Jelas-jelas keadaan sangat kritis, tetapi dalam hatinya penuh dengan pikiran.

Ini sepertinya adalah pertama kalinya mereka berjabat tangan selama delapan tahun terakhir, tetapi malah dalam kondisi seperti ini.

Orang di depan rumah aman segera menyadari bahwa mereka telah kabur, ada orang yang berteriak menggunakan bahasa inggris, lalu ada beberapa orang yang mengejar kemari.

Terdengar suara tiupan angin di telinga, dicampur dengan suara tembakan, sungguh menegangkan. Erin terpaksa berlari mengikuti James He, orang-orang itu juga mengejar di belakang mereka, mendekat langkah demi langkah.

Segera, mereka berlari sampai ke puncak gunung, di sana adalah jurang yang terjal, di bawahnya adalah sungai yang mengalir kencang. Adapun pengejar di belakang, mereka sudah sampai pada jalan buntu! James He melihat para pengejar yang semakin mendekat, lalu dia menoleh pada Erin dan berkata dingin, “Dalam tiga hitungan, lompat ke bawah! Tiga!”

Sebelum Erin bisa bereaksi, James He sudah menariknya melompat bersama ke bawah jurang!

Novel Terkait

The Comeback of My Ex-Wife

The Comeback of My Ex-Wife

Alina Queens
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
My Superhero

My Superhero

Jessi
Kejam
4 tahun yang lalu
Awesome Husband

Awesome Husband

Edison
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Istri ke-7

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
4 tahun yang lalu
Aku bukan menantu sampah

Aku bukan menantu sampah

Stiw boy
Menantu
3 tahun yang lalu
 Habis Cerai Nikah Lagi

Habis Cerai Nikah Lagi

Gibran
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Cinta Pada Istri Urakan

Cinta Pada Istri Urakan

Laras dan Gavin
Percintaan
4 tahun yang lalu