You Are My Soft Spot - Bab 105 Jangan Tindih Aku, Berat

Ketika Tiffany Song bersiap menekan tombol on alat perekam, pintu kamar tiba-tiba dibuka seseorang. Tangan Tiffany Song langsung gemetar dan alat perekamnya jatuh ke lantai. Ia buru-buru berjongkok untuk mengambilnya, namun ada tangan besar yang bergerak lebih cepat dari tangannya. Taylor Shen mengernyitkan dahi: “Ngapain berdiri di depan pintu? Mau jadi dewi pintu?”

Taylor Shen kemudian langsung menarik Tiffany Song masuk ke kamar. Mereka berjalan langsung ke arah ranjang. Meski nafas Taylor Shen terengah-engah, namun gerakan tarikannya sangat lembut. Tiffany Song hanya bisa pasrah. Melihat tubuh besar Taylor Shen dan cahaya lampu di belakangnya, Tiffany Song jadi pusing sendiri.

Sesampainya di samping ranjang, Taylor Shen menaruh alat perekam yang ia ambil dari Tiffany Song ke laci kepala ranjang. Ia kemudian menggendong wanita itu dan melemparnya ke ranjang. Tiffany Song terkekeh, “Aduh, aku belum lepas sepatu.”

Taylor Shen langsung menimpanya dan membantu Tiffany Song melepaskan sepatu dengan tendangan kaki besarnya. Ditimpa Taylor Shen membuat Tiffany Song kesulitan bernafas, “Jangan tindih aku, berat.”

Taylor Shen menatap Tiffany Song. Di bawah sinar lampu yang kekuningan, wajah wanita itu terlihat sangat menarik. Pria itu kemudian mengulurkan tangan untuk memegangi wajah Tiffany Song. Entah muncul hasrat dari mana, Taylor Shen tiba-tiba berteriak keras: “Tiffany Song, aku cinta kamu!”

Tiffany Song sangat kaget. Ia menatap Taylor Shen dengan terkejut, jantungnya berdebar kencang. Setiap Taylor Shen mengucapkan “aku cinta kamu” di telepon, ia tidak peduli sama sekali karena kata-katanya terdengar sangat palsu. Namun, begitu mendengar pria itu mengucapkannya langsung sambil menatapnya lekat-lekat, ia jadi gugup sendiri. Ia merasa senang sekaligus terkejut. Ia bahkan mengira telah salah dengar, “Apa kamu bilang?”

Diperhatikan Tiffany Song seperti ini, Taylor Shen langsung sadar apa yang ia teriakkan barusan. Telinganya merah. Sambil melepaskan Tiffany Song, ia berkata kesal: “Sudahlah, aku tidak jadi menindihmu.”

Begitu Taylor Shen melepaskannya, Tiffany Song langsung menoleh menatap pria itu berbaring di sampingnya. Ia segera membaringkan kepalanya di bahu Taylor Shen sambil tertawa ria, “Oh, ada yang malu nih ya. Kamu bukan orang satu-satunya yang menyatakan cinta padaku kok, coba katakan kata-kata barusan sekali lagi.”

Taylor Shen memejamkan mata. Ia tidak tertarik menanggapi.

Tiffany Song menggoyang-goyangkan tangan Taylor Shen sambil memohon, “Kakak Keempat, Kakak Keempat, coba katakan sekali lagi. Aku sangat ingin dengar.”

Taylor Shen jadi risih sendiri tangannya digoyang-goyang seperti ini. Ia membuka mata dan menatap bibir merah Tiffany Song lekat-lekat. Nafsunya tiba-tiba membara, ia bertanya serak: “Tidak mau tidur ya?”

Tiffany Song tidak memedulikan ancaman dalam kata-kata Taylor Shen. Ia memeluk lengan Taylor Shen dengan manja, “Kakak Keempat, aku mohon, katakan sekali lagi……”

Suara Tiffany Song yang manja membuat nafsu Taylor Shen semakin berapi-api. Ia berbalik badan dan menindih Tiffany Song. Sambil mencengkram piyama tidur wanita itu, ia berkata sambil terengah-engah: “Ngomong saja tidak cukup, aku ingin melakukannya saja.”

Wajah Tiffany Song langsung merah seperti udang rebus. Piyama tidurnya dengan cepat langsung disobek Taylor Shen dan dilempar ke bawah ranjang. Wanita itu berteriak histeris: “Tidak, tidak, sana kamu!”

Taylor Shen menciumi bibir Tiffany Song tanpa henti. Pria itu kemudian bergumam, “Ini kan permintaanmu sendiri. Aku tadi sebenarnya sudah ingin melepaskanmu.”

Tiffany Song lemas saking menikmatinya momen ini. Namun, sekalinya teringat Taylor Shen mengancam akan membuatnya tidak tidur hari ini, ia langsung ketakutan sendiri. Melihat Taylor Shen berbaring tengkurap di perutnya, ia berkata: “Taylor Shen, di tubuhmu sepertinya ada aroma kurang sedap.”

Taylor Shen langsung menoleh dengan bibir yang masih basah sehabis menciumi Tiffany Song. Pria itu mengernyitkan alis, lalu mencium-ciumi bahu dan ketiaknya sambil bertanya kaget: “Aroma apa? Mengapa aku dari tadi tidak menciumnya?”

Sambil menahan tawa, Tiffany Song menjawab ragu-ragu: “Bau telur ayam busuk.”

Kata-kata ini terdengar seperti hujaman bagi Taylor Shen. Pria itu langsung melepaskan Tiffany Song dan turun dari ranjang. Tadi pagi ia memang kena telur ayam busuk, namun ia sudah mandi satu jam penuh. Ia pikir bau telur ayam busuk itu sudah hilang dari tubuhnya, namun ternyata Tiffany Song masih bisa menciumnya.

Taylor Shen langsung mengambil pakaiannya dan keluar kamar.

Tiffany Song refleks menutupi tubuh telanjangnya dengan selimut tipis. Melihat Taylor Shen langsung berdiri dan berjalan ke luar kamar, ia gigit-gigit bibir. Ia sepertinya sudah mengatakan sesuatu yang sensitif pada pria itu. Ia lantas mencoba memanggil: “Taylor Shen, kamu mau ke mana?”

Taylor Shen tidak menghentikan langkah kakinya dan tetap berjalan ke luar kamar. Beberapa detik kemudian, dari luar terdengar jawaban darinya, “Mandi.”

Tiffany Song langsung terbayang-bayang ekspresi malu Taylor Shen saat ini. Ia tertawa-tawa di ranjang, pria ini mengapa bisa selucu ini? Ia jadi makin sayang saja……

Tiffany Song sudah nyaris tertidur setelah menunggu setengah jam. Melihat Taylor Shen belum juga keluar dari kamar mandi, wanita itu lantas turun dari ranjang dan berjalan ke depan kamar mandi. Mendengar suara air yang terus mengalir dari dalam, ia mengetuk-ngetuk pintu: “Taylor Shen, kamu ketiduran di bathtub ya?”

Suara dari dalam tiba-tiba lenyap. Tiffany Song menunggu jawaban dari dalam, namun Taylor Shen tidak juga menjawab. Wanita itu pun memutuskan membuka pintu sambil izin: “Ya sudah aku masuk ya.”

Hawa dari air panas langsung menyeruak ke wajah Tiffany Song. Lantai kamar mandi itu penuh busa putih. Tiffany Song melihat ke sumber busa putih, dan Taylor Shen ternyata masih telentang di bathtub. Di dalam bathub, busa sudah banyak sekali dan masih terus mengalir. Tiffany Song bertanya kaget, “Kamu tuang berapa banyak sabun cair?”

Taylor Shen meliriknya sekilas: “Satu botol penuh.”

“…… Kamu sungguh boros.” Tiffany Song mengamati Taylor Shen dengan terkejut. Ia sebenarnya hanya ingin meminta Taylor Shen berhenti tadi. Baginya, dua orang yang saling mencintai tidak harus macam-macam di ranjang, hanya terlelap bersama sambil berpelukan sudah cukup kok.

Dibanding naik ke ranjang, ia sendiri lebih suka berbincang-bincang santai dengannya. Itu lebih membuatnya senang dan rileks.

“Bukannya kamu mengejek tubuhku bau telur ayam busuk?” protes Taylor Shen. Ia tadi sudah siap memulai “aksi”-nya, namun Tiffany Song malah mengatainya seperti itu. Ia cemas kedepannya Tiffany Song tidak mau lagi “beraksi” dengannya.

Tiffany Song tertawa terkekeh-kekeh. Wanita itu berjalan ke sisi bathtub lalu berkata: “Kamu kan bukan perempuan, buat apa kamu peduli kata-kataku itu?”

“Tiffany Song, ejekanmu tadi, kalau diungkapkan wanita lain, aku pasti sudah pergi meninggalkannya. Untung kamu yang mengucapkannya, jadi aku berusaha keras untuk menghilangkan bau itu,” ujar Taylor Shen. Pria itu kemudian mengulurkan tangannya ke hadapan Tiffany Song, “Coba cium, masih bau tidak?”

Tiffany Song jadi berbunga-bunga mendengar kata-kata barusan. Ia memegang tangan Taylor Shen dan menciumnya, “Sudah tidak bau. Cepat kamu bangun, nanti sekujur tubuhmu keriput karena berendam terlalu lama loh.”

Taylor Shen tiba-tiba terpikir sebuah ide iseng. Ia memegang pinggang Tiffany Song kencang-kencang, lalu menariknya masuk ke bathtub. Byur! Tiffany Song langsung terpeleset ke dalam bathtub, sekujur tubuhnya kini diliputi busa cair.

Tiffany Song membasuh-basuh busa di wajahnya, lalu menatap Taylor Shen kesal: “Aku memang tidak boleh bersimpati denganmu. Sekalinya bersimpati, kamu akan jadi jahat.”

Taylor Shen menempelkan busa yang ada di jarinya ke ujung hidung Tiffany Song sambil berseru, “Siapa suruh mengejekku bau seperti tadi?”

Tiffany Song menatap busa yang ada di hidungnya. Ia jadi ingin iseng juga. Ia mengambil busa di bathtub dengan jari-jarinya, lalu menempelkannya balik ke wajah tampan Taylor Shen. Ia tertawa terbahak-bahak, “Santa Claus datang.”

Taylor Shen tidak mau kalah. Ia membahas kelakuan Tiffany Song sambil meledek balik: “Istri Santa Claus datang.”

Tiffany Song meniup busa yang ada di hidungnya hingga lepas. Wanita itu kemudian berkata: “Taylor Shen, kamu sungguh kekanak-kanakan.” Tiffany Song kemudian lanjut melempar-lempar busa ke tubuh Taylor Shen. Dalam kamar mandi itu, mereka berdua bermain busa dengan gembira sambil cekikikan. Suasana canggung yang muncul awal-awal langsung lenyap seketika.

Beberapa saat kemudian, Taylor Shen berbaring di bathtub dan Tiffany Song duduk di atas tubuhnya sambil menggosok-gosok punggung pria itu dengan tangannya. Merasa tangannya sudah pegal, Tiffany Song memohon: “Taylor Shen, tanganku sudah sakit, cukup ya gosoknya?”

Taylor Shen berusaha menahan senyum dan kebahagiaan di wajahnya, lalu menolak, “Tidak, tetaplah menggosok.”

“Kamu sudah sangat wangi, sungguh. Tidak perlu gosok-gosok lagi.” Pria yang terobsesi dengan kebersihan memang tidak boleh disinggung sama sekali. Ia barusan tidak seharusnya menertawakannya, kalau menertawakan ya begini lah jadinya, tangan sampai pegal sendiri.

“Aku masih merasa bau. Tetap gosok aku,” pinta Taylor Shen. Punggungnya tiba-tiba terasa nyeri karena gosokan Tiffany Song yang terlalu kasar. Ia protes: “Kamu ini mau membunuhku ya.”

……

Keesokan hari.

Begitu Tiffany Song bangun, Taylor Shen sudah tidak ada di kamar. Tiffany Song berputar-putar di bekas tubuh Taylor Shen ketika tidur semalam. Hatinya sungguh bahagia.

Semalam tangannya memang pegal setengah mati, namun ia sangat puas melihat kelucuan Taylor Shen. Meski begitu, kalau tahu pria itu akan mandi segila itu, ia memilih tidak menertawakannya dari awal.

Di dunia ini, mana ada pria lain yang rela berkorban seperti itu hanya karena satu kalimatnya?

Tiffany Song terus berbaring malas. Begitu perutnya keroncongan karena lapar, ia baru bangkit berdiri dari ranjang dan memakai piyama tidurnya.

Begitu melihat kepala kasur, Tiffany Song tiba-tiba teringat sesuatu. Ia membuka laci kepala kasur itu, dan alat perekam yang ditaruh Taylor Shen di sana sudah tidak ada. Seharusnya sih dibawa pergi Taylor Shen. Semalam, ketika pria itu melihat alat perekam itu jatuh, meski pria itu tetap berlagak tenang, tetapi Tiffany Song bisa merasakan sedikit kegugupan dalam gerak-geriknya.

Taylor Shen mengapa gugup?

Tiffany Song menggeleng. Sudahlah, masa mau bertengkar hanya gara-gara satu alat perekam? Tiffany Song pun keluar dari kamar untuk makanan.

Setelah Tiffany Song selesai sarapan, ponselnya berdering. Ia mengambilnya, dan melihat nama yang tertera di layar, wanita itu langsung sumringah. Tiffany Song mengangkatnya, “Halo?”

Taylor Shen baru kelar rapat. Mendengar suara Tiffany Song, kemarahan dan kekesalannya sepanjang pagi seketika hilang. Ia tersenyum lembut, “Sudah bangun?”

“Baru bangun. Kamu sedang apa?”

“Baru kelar rapat. Kamu cepat ganti baju, sebentar lagi aku jemput kamu untuk makan bareng,” ujar Taylor Shen sambil memijat-mijat pelipis. Hari ini nilai saham Shen’s Corp turun lagi. Ini adalah penurunan yang kesekian kalinya. Kini, nilai pasar mereka sudah turun satu trilyun dari nilai semula. Para pemegang saham sepanjang rapat tadi terus mengoceh padanya.

Penurunan nilai saham ini terasa semakin menyakitkan begitu ia tahu Joy de Vivre Group baru saja mengumumkan anak perusahaan konstruksi baru. Joy de Vivre Group kini punya sederet anak perusahaan yang sangat unggul dan siap menguasai pasar.

Semenjak anak perusahaan barunya itu diresmikan, nilai saham Joy de Vivre Group terus melonjak naik. Dua ratus unit apartemen mewah yang mereka tawarkan juga langsung ludes seketika. Produk Shen’s Corp, sebaliknya, tidak hanya tidak terjual, namun juga ada beberapa pemilik yang mengajukan pembatalan pemesanan.

Shen’s Corp tengah menghadapi krisis terbesar sepanjang sejarah perusahaan.

Taylro Shen tidak percaya ini murni karena kebetulan. Ketika Shen’s Corp dan Shine Group tengah dihadang masalah besar, masak Joy de Vivre Group bisa-bisanya meresmikan anak perusahaan baru dan jadi perusahaan dengan pendapatan terbesar dalam industri ini? Ia yakin ada sesuatu di balik semua ini.

“Oke.” Tiffany Song mengangguk, mematikan telepon, dan langsung berganti baju di kamar. Ketika turun, begitu sampai di lobi apartemen, ia melihat Callista Dong tengah berjalan masuk. Ia tidak keburu sembunyi. Ia hanya bisa berdiri mematung sembari menunggu wanita itu menghampirinya.

Novel Terkait

Love And War

Love And War

Jane
Kisah Cinta
3 tahun yang lalu
Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu
Mr Lu, Let's Get Married!

Mr Lu, Let's Get Married!

Elsa
CEO
4 tahun yang lalu
Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
4 tahun yang lalu
A Dream of Marrying You

A Dream of Marrying You

Lexis
Percintaan
3 tahun yang lalu
His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Menaklukkan Suami CEO

Menaklukkan Suami CEO

Red Maple
Romantis
3 tahun yang lalu