You Are My Soft Spot - Bab 194 Vero He, Si Wanita Legenda (3)

Tangan Taylor Shen refleks mengepal mendengar pertanyaan-pertanyaan Stella Han. Ia tahu maksud wanita itu bertanya padanya. Ia menjawab: “Betul!”

“Aku juga. Setiap teringat dia, aku tidak berani bahagia sendirian. Mungkin dengan memaksa diriku sendiri untuk tidak bahagia, rasa bersalah di hatiku baru bisa lebih ringan. Taylor Shen, itu sudah masa lalu. Kita tidak boleh menyulitkan diri kita sendiri lagi, kita harus mulai lembaran baru. Kalau dia di surga melihat kita sekuat ini mengingat-ingatnya, ia pasti tidak tidak tenang,” bujuk Stella Han. Di hati mereka berdua ada sebuah ganjalan. Kalau ganjalan ini tidak diatasi, mereka seumur hidup tidak akan bisa memaafkan diri sendiri.

Mata Taylor Shen berkaca-kaca. Stella Han adalah orang yang paling benci dia sekaligus orang yang paling paham dengan dia. Itu karena mereka merindukan satu orang yang sama. Ia membalas, “Aku tidak bisa melupakannya. Aku juga tidak bisa memaafkan diriku sendiri.”

Mata Stella Han ikut berkaca-kaca. Ia menenangkan, “Kalau begitu jangan dipaksakan untuk lupa. Akan tiba harinya di mana kamu tidak akan ingat lagi soal dia. Setelah hari itu, kamu akan lupa dia secara natural.”

Wanita itu berbalik badan dan pergi.

Taylor Shen mengamati bayangan tubuh Stella Han yang perlahan menjauh. Dari kantong, pria itu mengeluarkan sebuah botol obat beri pil pereda nyeri. Ia mengambil dua pil, memasukannya ke mulut, dan memaksa dirinya menelan.

Berselang beberapa saat, rasa sakit di sekujur tubuh Taylor Shen mereda. Pria itu pun bergegas kembali ke ruang makan.

Televisi tiga dimensi di restoran menyala entah sejak kapan. Layar kaca yang super besar itu tengah menyiarkan acara talkshow ekonomi. Taylor Shen duduk di kursi dan makan dengan tenang. Semua makanan yang disajikan enak, tetapi ia sedang tidak nafsu.

Suasana di antara para hadirin sangat sepi, tidak ada yang berbicara. Tiba-tiba, suara pembaca acara perempuan talkshow ekonomi menyeruak memenuhi seluruh sudut restoran, “Parkway Plaza kembali mencatatkan angka penjualan yang superior. Total keuntungan yang didapat kuarter ini naik delapan persen dari kuarter sebelumnya. Sungguh level penjualan yang ajaib......”

Mendengar berita ini, Alex Yue berkomentar: “Vero He ini wanita pesihir atau apa ya? Ekonomi dunia dua tahun ini tidak begitu bagus. Di bawah situasi pasar yang kurang positif, bisa-bisanya dia berulang kali mencatatkan rekor.”

“Iya tuh. Dia sekarang idolaku. Tuan Besar keluarga kami terus menyuruhku belajar dari dia. Kalau aku bisa bikin usahaku seperti Parkway Plaza itu, Tuan Besar bisa-bisa muntah darah saking kaget. Hahaha!” balas Freddy Bi berusaha mencairkan suasana.

Beberapa orang menatapnya heran pada saat bersaamaan. Freddy Bi sering sekali bercanda, bahkan status sudah menikah saja tidak bisa membuatnya lebih serius. Tuan Muda Bi sudah tidak bisa mengurusi dia lagi. Terserah dia sajalah, katanya.

“Omong-omong soal Vero He, namanya di dunia bisnis Kota Tong sangat besar, tetapi orang-orang yang pernah melihatnya super sedikit. James He pernah mengeluarkan pernyataan, kalau ada yang nekat memotret Vero He diam-diam, ia akan buat orang itu mati. Benar-benar kakak yang seperti anjing penjaga ya.” Alex Yue sebelumnya belum pernah bertemu orang yang dilindungi sampai segitu rupa. Orang-orang iseng pasti takut memotret Vero He karena ancaman kakaknya.

Meski sudah pergi dari Kota Tong enam tahun, Taylor Shen tetap pernah mendengar Wayne Shen menyebut nama ini. Ia menimpali, “Dengar-dengar dia putri angkat keluarga He. Mengapa dulu-dulu aku tidak pernah dengar namanya ya?”

“Taylor Shen tahu dia juga?” tanya Jordan Bo heran.

“Tahu, Wayne Shen pernah sebut namanya beberapa kali,” jawab Taylor Shen.

Freddy Bi berkata: “Selama ini kita hanya tahu keluarga He punya Angela He yang suka seenaknya sendiri dan egois. Si Vero He tiba-tiba muncul entah dari mana dan jadi terkenal. Identitasnya sangat misterius. Aku awalnya menunggu wartawan menelusuri latar belakangnya, tetapi ternyata tidak ada yang berani……”

Kata-kata Freddy Bi tertahan di tengah. Ia melihat layar televisi dengan kaget seolah melihat hantu. Di layar, pembawa acara talkshow ekonomi memanggil tamu wanita terhormat hari ini. Tamu itu diminta untuk menceritakan soal kesuksesannya. Tamu itu adalah…… si wanita legenda yang barusan mereka bincangkan, Vero He.

Cara Vero He muncul di panggung sangat tidak biasa. Wanita itu mengenakan topeng bulu putih seperti di film the Phantom of the Opera. Pakaiannya pakaian kerja putih, badannya langsing menawan. Rambut panjang Vero He dibiarkan tergerai sampai ke bahu, tetapi itu tidak mengurangi kesan profesionalnya.

Pembawa acara wanita sama sekali tidak terkejut dengan cara munculnya yang tidak biasa. Ia tersenyum memberi sambutan: “Nona He, selamat datang di sesi wawancara keuangan. Caramu masuk panggung hari ini sungguh luar biasa! Ada sesuatu yang ingin kamu katakan pada pemirsa?”

“Halo pembawa acara, halo juga para pemirsa yang duduk depan layar kaca. Aku Vero He.” Pembukaan yang sangat biasa, tidak ada hadirin yang terkejut.

Namun suara itu sangat mirip dengan suara seseorang…… Semua hadirin pesta ulang tahun Evelyn menatap layar dengan sangat serius, khususnya Taylor Shen dan Stella Han. Mereka seperti berharap Vero He membuka topengnya.

Jantung Taylor Shen berdebar kencang. Vero He, mengapa suara Vero He sangat mirip dengan suara Tiffany Song?

“Semua orang tahu Parkway Plaza dibesarkan sendiri oleh Nona He dengan segala macam kesulitan. Sekarang, Parway Plaza sudah menjadi sebuah plaza yang luar biasa dan punya tempat spesial di hati konsumen. Apa ada sesuatu yang ingin dikatakan Nona He pada para konsumen?” tanya pembawa acara wanita.

Vero He menatap layar dengan tajam seolah matanya bisa berbicara. Ia buka mulut dan menjawab lembut: “Parkway Plaza selalu mengutamakan konsumen. Selain itu, kami juga berkomitmen memadukan merek dalam negeri dengan merek luar negeri. Visi kami adalah membuat konsumen bisa mengikuti tren internasional tanpa harus pergi ke luar negeri, cukup pergi ke Parkway Plaza saja.”

Di bawah panggung langsung terdengar gemuruh tepuk tangan. Pembawa acara perempuan terus bertanya satu demi satu pertanyaan. Jawaban Vero He sangat lancar. Ia tidak merasa gugup sama sekali ditonton jutaan orang, malahan merasa sangat senang.

Orang-orang di restoran menyimak layar dengan terpukau. Setiap kali Vero He tersenyum, hati mereka semua terenyuh. Freddy Bi memukul meja, “Gila, Vero He ini mempesona sekali. Setiap menatap matanya, aku merasakan getaran-getaran aneh.”

Tidak ada orang yang menanggapi dia, semua orang terpesona pada Vero He. Ia seorang pengusaha mal legendaris. Ini pertama kalinya wanita itu menampakkan diri di depan umum. Meski dengan memakai topeng, itu sudah cukup untuk menjawab rasa penasaran khalayak umum.

Ned Guo melawak: “Aku tebak topeng yang ia pakai itu besok pasti akan terjual habis.”

“Aku habis ini mau beli sepuluh dan kasih satu ke masing-masing nona di rumah. Sebulan lagi, bisnis keluargaku pasti bisa jadi seperti Parkway Plaza itu,” timpal Freddy Bi tanpa ditanggapi yang lainnya.

Mau tidak mau, semua pemirsa harus mengakui Vero He sebagai wanita yang punya pesona kuat. Semakin ke belakang, cara menjawab pertanyaannya tidak lagi formal, melainkan lebih banyak diakhiri dengan tanda tanya yang memancing pemikiran. Ia terlihat serius, namun di saat bersaamaan juga lucu. Pembawa acara saja sampai terbawa pesonanya.

“Nona He, aku ingin menanyakan beberapa pertanyaan pribadi untuk mewakili para pemirsa. Apa kamu nyaman untuk menjawabnya?”

“Ah, jangan dong. Kalau aku kebanyakan bicara, kakak pasti nanti akan marahi aku di rumah,” jawab Vero He dengan diakhiri uluran lidah tanda meledek. Ia seolah super takut dengan kakaknya.

Pembawa acara tertawa, “Ya sudah, aku tanya satu pertanyaan saja kalau begitu. Kita semua tahu Tuan He sangat protektif pada Nona He. Ia tidak mengizinkan orang-orang mengorek privasi Nona He. Ini pun pertama kalinya Nona He tampil di hadapan umum. Apa Nona He punya pendapat tertentu terhadap kakak yang sangat protektif begini?”

Vero He pura-pura bodoh, “Pembawa acara rasa aku harus punya pendapat apa?”

Pembawa acara tersentak dan tidak tahu balas apa. Semua hadirin kembali bertepuk tangan melihat wanita itu kena skak mat. Si pembawa acara menjawab canggung, “Dengar-dengar Nona He bukan adik kandung Tuan He. Nona He semenarik ini, kami semua sih berharap kalian berdua bisa jadi pasangan yang sangat hebat.”

Vero He mengelus-elus dagunya sendiri seolah berpikir keras. Ini gerakan yang asal, tetapi malah menambah kuat pesonanya. Ia jawab, “Aku mau-mau saja, sayangnya kakak sudah punya istri.”

Setelah mengucapkan itu, Vero He tiba-tiba sadar ia sudah kelepasan. Ia menutup mulut dengan polos, “Waduh, benar-benar kebanyakan bicara ini. Aku nanti pulang rumah pasti kena hukuman.”

Pada hadirin tertawa riuh. Pembawa acara mengakhiri sesi wawancara ini dalam situasi yang menyenangkan begitu. Ketika Vero He bangkit berdiri untuk keluar dari panggung, topeng yang ia pakai tiba-tiba jatuh. Wajah aslinya terlihat di hadapan para hadirin. Meski begitu, kejadian itu hanya berlangsung sangat sebentar sampai orang-orang tidak bisa melihat jelas wajahnya.

“Itu dia! Itu Tiffany Song!” Stella Han refleks bangkit berdiri dari kursinya sambil menunjuk layar. Kejadian barusan memang sangat sebentar, tetapi ia yakin betul itu sahabatnya. Itu Tiffany Song, dia belum mati!

Taylor Shen ikut bangkit berdiri. Ia menatap layar besar dengan setengah tidak percaya. Pria itu menoleh ke Jordan Bo, “Di mana kantor stasiun televisinya?”

“Persis di sebelah Tower Howey.” Belum selesai Jordan Bo bicara, Taylor Shen sudah duluan melangkah pergi. Sebelum keluar restoran, ia menengok pada para hadirin pesta untuk memastikan sekali lagi, “Kalian juga merasa itu Tiffany Song kan?”

“Bukan merasa lagi, itu memang dia. Penampilannya sungguh mirip.” Freddy Bi bangkit dari lamunannya. Vero He ternyata Tiffany Song, habis sudah harapan cintanya.

Jordan Bo mengernyitkan alis menatap Stella Han. Wanita itu tengah menutup mulut sambil menangis saking kagetnya, “Itu Tiffany Song! Dia adalah Tiffany Song! Dia ternyata memang masih hidup.”

“Kalau ia masih hidup, ia pasti tahu kita selalu mengenang dia. Lantas, mengapa dia tidak kembali ke kita? Mengapa ia tidak terang-terangan muncul di hadapan kita? Stella Han, Tiffany Song sudah meninggal. Itu Vero He, bukan Tiffany Song.” Jordan Bo dalam hati merasa penasaran. Vero He ini tidak pernah menampilkan diri di khayalak umum, tapi tiba-tiba ia melakukannya tepat pada hari kepulangan Taylor Shen. Kok bisa sekebetulan ini?

“Mungkin ia punya memori buruk tertentu, mungkin juga kena masalah yang pelik sampai lupa kita. Itu sungguh Tiffany Song.” Stella Han bergegas keluar restoran menyusul Taylor Shen.

Jordan Bo mengamati bayangan tubuh Stella Han yang lenyap dengan cepat. Ia menarik pandangannya dan menatap satu per satu hadirin pesta. Masak cuma ia sendiri yang khawatir? Ia tidak takut Tiffany Song bangkit dari kubur. Ia takut Vero He ternyata bukan Tiffany Song dan itu akan kembali menyakiti Taylor Shen dan Stella Han.

“Kakak Tertua, aku akan suruh orang untuk menelusuri latar belakang Vero He.” Ned Guo menatap Jordan Bo. Ia bisa paham sahabatnya itu tengah mengkhawatirkan apa. Kemunculan Vero He sungguh tiba-tiba, jadi maklum saja Jordan Bo tidak tenang.

Taylor Shen berlari ke depan kantor stasiun televisi. Vero He kebetulan tengah melangkah keluar dari gedung itu sambil mengenakan kaca mata hitam. Di sebelahnya ada seorang asisten, sementara di belakangnya ada dua pengawal pribadi. Taylor Shen diam di tempat mengamatinya. Sangat mirip, luar biasa mirip. Suara, penampilan, bahkan bayangan saja mirip.

Jarak antara Taylor Shen dan Vero He perlahan semakin pendek. Ketika wanita itu berpapasan dengannya, ia tidak menoleh ke arah si pria. Taylor Shen buru-buru menahan tangannya sebelum ia pergi. Pria itu berujar pelan: “Ketemu teman lama begini kamu mau langsung pergi?”

Tangan Vero He sakit dicengkram Taylor Shen. Dua pengawal pribadi langsung menyambar dan memaksa Taylor Shen melepaskannya, lalu mulai memukulinya. Vero He menurunkan sedikit kacamatanya mengamati tiga orang yang lagi ribut. Tatapannya pada Taylor Shen seperti tatapan pada orang asing. Ia bertanya penasaran ke asisten, “Dia siapa?”

Novel Terkait

Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
4 tahun yang lalu
Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
4 tahun yang lalu
Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Nikah Tanpa Cinta

Nikah Tanpa Cinta

Laura Wang
Romantis
3 tahun yang lalu
Cinta Seorang CEO Arogan

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu
Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Star Angel
Romantis
4 tahun yang lalu