You Are My Soft Spot - Bab 221 Jacob Shen Datang (2)

Christian gigit-gigit bibir dan tidak berani membujuk lagi. Tuan Muda Kecil kali ini memang terlalu nekat, tetapi maksudnya murni untuk mengobati kerinduan dengan papanya sih……

Untung di tengah jalan dia tidak bertemu orang jahat, kalau tidak entah ada di mana dia sekarang.

Jacob Shen tahu papanya ada orang yang memegang omongan. Membayangkan bakal dikirim balik ke Prancis dan harus hidup dengan asisten rumah lagi, tangisannya makin kencang. Ia memohon-mohon, “Aku tidak mau pulang, aku tidak mau pulang!”

“Kamu mau melawan perintahku?” tanya Taylor Shen. Kemarahannya memuncak hingga ubun-ubun. Ia sungguh ingin mencubit anak ini saking kesalnya, namun mata si anak membuatnya tidak kuasa mengangkat tangan.

“Aku tidak mau pulang!” Jacob Shen mengusap air mata, “Di Prancis tidak ada papa, aku tidak mau sendirian di sana!”

Entah kata mana yang menjadi titik lemah Taylor Shen, semua kemarahannya secara aneh mereda. Ia melihat anak di hadapannya. Selain mata, tidak ada bagian wajah anak itu yang mirip dengan Tiffany Song lagi. Taylor Shen mengangkat anak itu dan mendudukannya di kursi. Ia lalu memerintah: “Nanti tulis renungan dan surat maaf atas kesalahanmu. Kalau lolos boleh tinggal di sini, kalau tidak lolos sana balik ke Prancis.”

Wajah Jacob Shen langsung penuh harapan. Ia bertanya penuh semangat untuk memastikan tidak salah dengar: “Sungguh?”

“Tidak percaya? Ya sudah, aku pulangkan sekarang juga!” ancam Taylor Shen kembali. Sejak kapan anak ini belajar curiga pada itikad baiknya?

Si anak mengangguk-angguk kencang bagai burung yang sedang mematuki makanan, “Percaya, percaya. Papa, sepakat ya kamu tdiak akan menyuruhku balik kalau tulisanku lolos. Ayo buat janji kelingking.”

Tangan kecil Jacob Shen mengapai tangan Taylor Shen dan membuat janji kelingking.

Taylor Shen menunduk. Satu tangan besar dan satu tangan kecil…… Teringat putra dia dan Tiffany Song, hatinya berdesir. Ia memejamkan mata dalam-dalam. Kalau masih hidup, anak mereka pasti seumuran dengan Jacob Shen juga.

Christian mengamati tingkah sepasang ayah dan anak di belakang. Hatinya yang sempat khawatir kembali ke kondisi semula. Sepertinya ia sudah berpikir terlalu macam-macam.

Jacob Shen baru merasa lega setelah membuat janji kelingking dengan papanya. Ia duduk di kursi dengan tenang tanpa menganggunya lagi. Sudut mata si anak menangkap boneka Baymax yang jatuh di lantai mobil. Ia menyadari Taylor Shen tengah memejamkan mata, jadi ia bergerak mengambilnya pelan-pelan biar gerakannya tidak disadari.

Strateginya salah, Taylor Shen berhasil melihat gerakannya begitu membuka mata. Si ayah menegur judes: “Kalau mau ambil ya ambilah, ngapain ragu-ragu begitu?”

Sesuai perintah, Jacob Shen pun mengambil boneka Baymax-nya dengan cepat. Ia memeluk boneka kesayangannya itu lekat-lekat, lalu menoleh ke si papa dan bertanya: “Papa, kamu sudah menopause ya? Tante bilang, sekali sudah menopause, orang akan jadi mudah marah-marah.”

“Pfftt!” Christian berusaha menahan tawanya. Anak ini, ada-ada saja pertanyaanya.

“Aku belum bikin perhitungan denganmu, berani macam-macam lagi?” tanya Taylor Shen pada anaknya. Ia agak gusar melihat rambut Jacob Shen yang berantakan bagai sarang burung, “Christian, besok bawa Tuan Muda Kecil potong rambut. Orang Tiongkok baik-baik kok rambutnya seperti penjajah asing, tidak enak dilihat.”

“Papa, apa itu penjajah asing?” tanya Jacob Shen penasaran. Mungkin karena gen papa dan mama kandungnya bagus, anak ini berkulit sangat putih dan berwajah sangat tampan. Orang yang tidak kenal pasti bisa tidak sengaja mengira dia boneka.

“Penjajah asing adalah……” Baru berujar setengah, Taylor Shen tiba-tiba malas menjelaskan hal membosankan ini pada anaknya. Ia memutuskan menunjuk wajah anak itu saja: “Kamu ngaca saja lihat dirimu sendiri, nanti juga paham.”

Christian tersenyum mendengar pembicaraan aneh nan lugu Taylor Shen dan Jacob Shen. Meski suasana hati bosnya sedang tidak baik, sikap Jacob Shen yang riang dan mudah penasaran sudah membuat suasana jadi lebih cair.

Walau tidak paham apa penjajah asing, Jacob Shen bisa tahu itu panggilan yang tidak baik karena wajah ayahnya terlihat tidak senang. Ia memainkan rambutnya dan bertanya bangga: “Menurutku model ini sangat bagus. Paman Christian, menurutmu rambutku tampan tidak?”

Christian melihat kaca spion belakang. Kalau ia memujinya tampan, CEO Shen pasti akan marah dengannya karena tidak bisa diajak Kerjasama. Ia memutuskan menjawab: “Tuan Muda Kecil, aku rasa kalau kamu ganti model rambut bisa makin tampan!”

Jacob Shen cemberut dengan jawaban yang tidak memuaskan. Ia bertanya lagi: “Paman Christian, menurutmu lebih tampan aku atau papa?”

Si asisten gigit-gigit bibir. Jacob Shen ini sungguh tidak tahu terima kasih ya, dia malah digalikan lubang jebakan terus. Ia menjawab diplomatis lagi: “Jelas orang dewasa lebih menarik sedikit. Tuan Muda Kecil, kamu harus makan yang banyak biar bisa mengejar ketampanan papa.”

Si anak mendeham dingin dan menoleh ke luar jendela. Mereka sudah hampir keluar dari tol dan masuk pusat kota. Melihat pemandangan bawah tol yang berkilapan, ia berkata, “Wah, indah sekali. Aku suka tempat ini, pantas saja kalian lupa dengan Prancis.”

Taylor Shen mengernyitkan alis tidak senang, “Jacob Shen, duduk baik-baik!”

“Wah!” Si anak memperbaiki posisi duduknya dengan patuh, namun tetap memandangi pemandangan luar. Ketika mobil melewati Tower Howey, anak itu menunjuk-nunjuknya dengan gembira: “Paman Christian, ini tempat apa? Tinggi sekali!”

Taylor Shen melihat ke luar dan menyadari yang dimaksud anaknya adalah Tower Howey, namun tidak menjawab apa-apa. Yang menanggapi jelas lagi-lagi Christian: “Itu Tower Howey, menara tertinggi di Kota Tong. Papamu sendiri yang mendesain dan mengawasi pembangunannya.”

Jacob Shen menoleh ke papanya dengan mulut ternganga: “Papa, kamu lihai sekali!”

Bibir Taylor Shen terangkat sedikit seolah mau tersenyum, namun gerakan itu dengan segera dihentikan. Christian mendeham pelan melihat sikap bosnya yang terbiasa dingin itu. Anak sendiri bangga, si bos malah tidak menunjukkan kehangatan apa-apa. Pria ini sepertinya sudah memberikan semua kehangatannya ke Nyonya Shen, sayang tidak terbalas.

Jacob Shen sudah terbiasa dengan sikap dingin papanya, jadi ia tidak begitu kecewa. Melihat Tower Howey yang makin lama makin jauh, si anak bergumam pelan: “Sungguh ingin lihat-lihat.”

Taylor Shen mendengarnya. Ia langsung mengubah rencana: “Christian, putar balik, malam ini kita makan di Tower Howey.”

Si anak jelas langsung sumringah. Ia memuji setinggi langit: “Terima kasih papa, kamu papa terbaik di dunia.”

Christian dalam hati berpikir anak ini sungguh pandai menjilat papanya sendiri. Tetapi, melihat wajah si bos yang sekarang jadi jauh lebih lembut, ia pada saat bersamaan juga merasa lega. Sesuai arahan, mobil berputar balik di belokan terdekat.

……

Keesokan hari, setibanya Vero He di kantor, para karyawan melihatnya dengan tatapan-tatapan aneh. Tanpa memedulikan itu semua, ia bergegas masuk ruang kerja. Erin buru-buru ikut masuk setelahnya dan menyerahkan sebuah koran, “Nona He, kamu masuk berita utama lagi.”

Si bos menaruh tas di meja, lalu menerima koran dan membukanya sambil bertanya: “Kali ini berita apa?”

“Nih lihat sendiri saja” Erin berdiri agak di sebelah. Melihat tangan Vero He agak kaku saaat memegang koran, ia mencoba mencairkan suasana: “Sudut fotonya bagus sekali, mirip sudut syuting drama-drama Korea. Foto yang ini jauh lebih menarik daripada foto yang sebelumnya.”

Diamati si bos, Erin langsung tutup mulut. Vero He melihat beberapa foto yang ada di berita utama. Foto pertama adalah foto saat Fabio Jin membopongnya masuk hotel. Foto kedua adalah foto saat si pria membopongnya masuk kamar. Foto terakhir adalah foto saat mereka berjalan keluar hotel bareng.

Resolusi ketiga foto sangat bagus, laporan di bawahnya juga terkesan sangat yakin bahwa mereka buka kamar di hotel untuk aneh-aneh. Si wanita mengernyitkan alis. Lima tahun ini tidak ada orang yang berani sembunyi-sembunyi memotret dirinya, kalau pun ada memotret juga tidak berani menyebarluaskannya. Sekalinya Taylor Shen, fotonya langsung sering masuk berita utama dan yang dibahas rata-rata negatif.

Vero He meletakkan koran dan mengeluarkan ponsel. Kebetulan sekali, ponselnya juga sedang berdering. Melihat identitas si penelepon, ia menarik nafas panjang lalu mengangkatnya dengan judes, “Tuan Jin, itu berita di koran apa-apaan?”

“Vero He, maaf, itu kekeliruanku. Aku sudah mengutus orang untuk mengurusinya.” Ketika melihat berita tentang mereka, Fabio Jin sudah menebak Vero He akan marah padanya.

“Tuan Jin, berita begini aku rasa sama-sama menganggu diriku dan dirimu. Aku tidak bermaksud menyalahkanmu, tetapi aku harap lain kali tidak terjadi lagi.” Vero He berusaha menahan kemarahannya, tetapi nada bicaranya tetap terkesan galak.

Si pria menunduk mengamati koran. Mereka terlihat sangat cantik dan tampan saat ia membopong si wanita masuk hotel. Ia mengoreksi, “Vero He, kamu seharusnya tahu berita begini bukan sebuah gangguan untukku.”

Vero He melipat dahi, “Apa maksudmu?”

“Vero He, aku cinta kamu. Sejak awal, aku ingin mengejarmu. Berita yang ada di koran adalah sesuatu yang aku harapkan biar kedekatan kita dipublikasikan. Aku berharap kedekatan itu bisa benar-benar naik ke jenjang yang lebih serius.” Meski nada bicara Fabio Jin lembut, kata-katanya penuh keyakinan.

Vero He tiba-tiba tidak tahu harus mendebat apa. Ia gigit-gigit bibir dan menegaskan posisinya: “Tuan Jin, semalam aku sudah bicara dengan sangat jelas. Aku sekarang sedang tidak tertarik untuk menjalin cinta.”

“Tidak masalah. Kamu boleh tidak meresponku, tetapi kamu tidak berhak menghalangi pendekatanku,” ujar Fabio Jin sambil tersenyum.

Si wanita mematikan teleppon dengan kesal.

Erin daritadi berdiri diam menunggu bosnya kelar telepon. Melihat wajah si bos memerah, ia bertanya, “Nona Vero He, bagaimana respon Tuan Jin?”

“Kok ada ya orang dengan muka setebal ini?” ujar Vero He dengan ditutup gertakan gigi. Ia membuat koran yang barusan ia pegang jadi bola, lalu melemparnya ke tong sampah: “Lain kali koran yang memuat berita macam ini tidak usah ditunjukkan padaku. Langsung saja berikan ke Departemen Relasi Publik untuk diselesaikan.”

“Oke, paham,” angguk si asisten.

Vero He duduk di kursi dan menyalakan komputer. Ia berpesan: “Erin, kabarkan manajer tiap-tiap departemen nanti sore aku mau inspeksi mal.”

“Baik, aku segera kabarkan mereka.” Erin pun berbalik badan dan keluar.

Pintu ruang kerja ditutup. Vero He mengamati tong sampah dengan pikiran yang entah mengembara ke mana. Berselang beberapa saat, ia baru kembali fokus dan memulai pekerjaan.

……

Bibi Lan melihat Taylor Shen berjalan turun ke bawah. Ia buru-buru menyembunyikan koran yang barusan ia lihat, lalu menyambut bosnya dengan tenang seolah tidak ada apa-apa, “Tuan, sudah bangun? Tuan Besar Kecil masih tidur ya?”

“Iya, dia masih belum bisa membiasakan diri dengan jam sini. Jangan dibangunkan,” angguk Taylor Shen. Nada bicaranya dingin, namun tetap memancarkan perhatian.

Si bibi mengangguk dan bergegas ke dapur untuk menyiapkan sarapan.

Taylor Shen duduk di sofa. Ia mencari koran hari ini di meja, namun tidak ketemu. Si bibi pun dia panggil, “Bibi Lan, mana koran hari ini?”

Ekspresi Bibi Lan agak mencurigakan. Wanita itu memegangi apron sambil menjawab: “Koran hari ini belum sampai. Beritanya juga sama-sama saja, tidak baa tidak masalah. Aku rasa tuan nonton berita saja.”

Taylor Shen mengamati gestur Bibi Lan yang terlihat gugup. Ia lalu mengambil remot dan menyalakan televisi. Kebetulan sekali, saluran yang pertama muncul adalah acara gosip. Si pembawa acara menampilkan sebuah foto di layar besar sambil melapor, “Kemarin ada wartawan yang memotret Tuan Muda Ketiga Jin dengan kekasihnya keluar hotel. Kelihatannya kabar pernikahan akan segera muncul dalam waktu dekat. Keluarga He di Kota Tong dari dulu memang……”

Novel Terkait

Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
4 tahun yang lalu
The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Paling Mahal

Cinta Yang Paling Mahal

Andara Early
Romantis
4 tahun yang lalu
Rahasia Istriku

Rahasia Istriku

Mahardika
Cerpen
5 tahun yang lalu
Cinta Seorang CEO Arogan

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu
Inventing A Millionaire

Inventing A Millionaire

Edison
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
Predestined

Predestined

Carly
CEO
5 tahun yang lalu
Cinta Dan Rahasia

Cinta Dan Rahasia

Jesslyn
Kesayangan
5 tahun yang lalu