You Are My Soft Spot - Bab 72 Di Hatiku Kamu Sangat Penting (3)

“Iya, tapi aku tolak kok. Winner Group sudah banyak berjasa bagiku, aku tidak ingin pindah. Lagipula Shine Group punya banyak desainer kelas atas, kalau aku pindah ke sana, aku pasti hanya akan menjadi bawahan yang diperhitungkan.” Tiffany Song sadar, di Winner Group ia bisa dapat jabatan penting dengan cepat, sementara di Shine Group, yang punya banyak desainer top, ia harus kerja sangat lama untuk mendapat jabatan setingkat.

“Cerdas!” puji Taylor Shen.

“Iya lah!” Tiffany Song tersenyum lebar. Kabar bahwa desain rancangannya mendapat semua suara berhasil menghapus semua kekecewaannya. Ia tiba-tiba penasaran, “CEO Shen, rencanamu membeli Winner Group kan termasuk rahasia perusahaan, kok kamu malah kasih tahu aku?”

“Aku tidak mau kamu berpikir yang tidak-tidak.” Taylor Shen dalam hati berkata, ia memang mau beli Winner Group untuk emncegah Tiffany Song berpikir yang tidak-tidak.

Tiffany Song menggeser posisi duduknya, “Mengapa kamu pikir aku akan berpikir yang tidak-tidak?”

“Pertama, aku sedang mengejarmu. Jauh lebih baik kalau kamu tahu aku ingin beli Winner Group dariku sendiri, bukan dari orang lain yang punya maksud terselubung. Itu akan mencegah kamu beranggapan aku mendekatimu untuk mempermudah proses pembelian Winner Group.” Taylor Shen orang yang sangat cerdas. Ia selalu berusaha mencegah kesalahpahaman sebelum itu benar-benar terjadi.

“Aku tidak mungkin berpikir begitu kok. Posisiku di Winner Group tidak begitu penting.” Wajah Tiffany Song memerah mendengar penjelasan yang sangat blak-blakan itu.

“Di hatiku kamu sangat penting!” ujar Taylor Shen sambil menatap Tiffany Song lekat-lekat. Karena wanita itu sangat penting baginya, ia tidak mau ada kesalahpahaman di antara mereka berdua.

Sekujur wajah Tiffany Song makin merah. Jantungnya berdebar kencang. Ia mengalihkan pandangannya ke luar jendela untuk menghindari tatapan Taylor Shen.

Taylor Shen lanjut menjelaskan: “Kedua, aku percaya padamu.”

“Misalnya aku berkhianat padamu bagaiamana?” Tiffany Song tidak paham mengapa Taylor Shen sepercaya ini padanya.

“Tidak bakal. Kalau sampai kamu berkhianat padaku, itu juga tidak akan bisa mengubah nasib Winner Group. Perbedaannya hanya akan terjadi pada siapa yang akan membelinya saja.” Taylor Shen ingin beli Winner Group karena Tiffany Song, dan bisa juga tidak jadi beli karena Tiffany Song juga.

Demi Tiffany Song, ia rela buang uang banyak. Yang penting Tiffany Song senang deh!

Tiffany Song heran sendiri. Pria ini kok bisa-bisanya seterbuka ini mengungkapkan perasaan sih? Andai saja ia tidak pernah terluka oleh cinta, ia pasti sudah jatuh cinta dan dibuat meleleh oleh Taylor Shen sekarang.

Mobil berhenti di depan kompleks Vanke City. Taylor Shen menatap Tiffany Song, lalu menggenggam tangannya. Menyadari wanita itu ingin melepaskan tangannya, ia menguatkan genggamannya. Ia kemudian berkata, “Tiffany Song, tidak peduli semenarik apa tawaran Callista Dong, jangan pindah ke Shine Group! Tempat itu tidak cocok denganmu.”

Tiffany Song pasrah, tenaganya jelas kalah dari Taylor Shen. Ia menajwab, “Aku memang tidak mau pindah kok.”

Taylor Shen mengangguk puas. Ia ingin mencium Tiffany Song, tetapi ia menahan nafsunya ini dan akhirnya melepaskan tangan wanita itu: “Turunlah. Istirahat yang cukup, jangan pikirkan yang tidak-tidak.”

Tiffany Song buka pintu mobil, dan begitu ia mau turun, Taylor Shen memanggilnya lagi. Ia menoleh, “Ada apa?”

“Tiffany Song, aku tidak akan mendekatimu dengan gegabah seperti sebelumnya. Aku akan menunggu, menunggu hatimu siap untuk menerimaku,” ujar Taylor Shen sungguh-sungguh.

Pintu mobil akhirnya ditutup, dan Taylor Shen pun melajukan mobilnya. Tiffany Song tetap berdiri di tepi jalan sampai bayangan Bentley Continental yang ia tumpangi tadi lenyap di belokan jalan. Kata-kata Taylor Shen barusan terus terngiang di telinganya. Ia baru berbalik badan dan berjalan masuk ke kompleks apartemennya beberapa lama setelahnya.

Jordan Bo dan Stella Han akhirnya keluar dari kantor Dinas Kependudukan. Masing-masing dari mereka memegang buku nikah. Melihat namanya di buku nikah, Stella Han masih tidak percaya dalam satu malam namanya sudah ditambahi kata “Bo”.

Melihat mata Stella Han yang tidak beranjak juga dari buku nikah barunya, Jordan Bo, yang dari tadi memasukkan kedua tangannya dalam kantong celana, berkata: “Nanti pulang beres-beres koper, aku akan suruh supirku pergi menjemputmu.”

Stella Han bertanya bingung, “Beres-beres koper untuk apa? Aku nyaman tinggal di Vanke City.”

“Nona Bo, perlukah aku mengingatkanmu bahwa lima menit lalu kita sudah resmi jadi suami istri? Kamu sebelumnya tidak mengajukan permintaan untuk tinggal secara terpisah, jadi kamu tidak punya pilihan lain selain tinggal bersamaku. Oh ya, ingat bahwa kamu sudah tandatangani perjanjian, kalau kamu berani melanggar konsekuensinya akan sangat serius,” ujar Jordan Bo datar.

Stella Han bertanya, “Memang apa konsekuensinya?”

Jordan Bo berbisik persis di samping telinga Stella Han: “Kewajiban suami istri dari seminggu empat kali berubah jadi semalam empat kali!”

Hawa bisikan Jordan Bo membuat telinga Stella Han geli. Sekujur tubuh wanita itu jadi merinding. Mendengar kata-katanya, Stella Han jadi kesal sekali, “Jordan Bo, kamu sungguh menyebalkan!”

Raut Jordan Bo berubah muram, “Maki aku sekali lagi, maka semalam empat kali akan berubah jadi semalam tujuh kali!”

“……” Stella Han tidak berani percaya apa yang ia dengar barusan. Ia sudah cukup diintimidasi hari ini, masa nanti setelah menikah masih diintimidasi lebih dahsyat lagi. Ia sendiri tidak tahu bagaimana jalan pikirannya sampai bisa menerima ajakan menikah Jordan Bo tadi, yang jelas ia pada akhirnya menandatangani kesepakatan menikah saja.

Ponsel Jordan Bo tiba-tiba berdering. Ia mengangkatnya, dan entah apa yang dikatakan orang seberang, ia dengan cepat menjawab “aku segera ke sana”, mematikan panggilan telepon itu, lalu langsung berjalan ke mobil yang ia parkir di pinggir jalan.

Melihat Jordan Bo buru-buru masuk ke mobil, Stella Han refleks mengejarnya. Sayang sekali, sedan hitam itu langsung melaju kencang sebelum ia memegang pintunya. Dengan nafas terengah-engah karena kelelahan berlari ia menatap sedan itu bergerak semakin lama semakin jauh. Ia sungguh tidak percaya suami barunya itu langsung meninggalkannya di kantor Dinas Kependudukan ketika mereka baru saja resmi jadi suami istri.

Ia akhirnya paham mengapa Jordan Bo tidak kunjung menikah juga sebelumnya. Rupanya orang itu sama sekali tidak gentle pada wanita!

Setibanya di apartemen, Tiffany Song melihat sepatu-sepatu di depan pintu apartemen sangat berserakan. Ia merapikan semuanya, lalu baru masuk. Ia kemudian mengecek kamar Stella Han, dan teman satu apartemennya itu ternyata sedang berbaring malas. Ia mendekat, lalu duduk di sisi ranjang dan bertanya, “Stella Han, kamu tidak pergi kerja?”

Stella Han mengubah posisinya dari berbaring jadi duduk. Ia kemudian berkata dengan nada serius, “Tiffany Song, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu. Siapkan mentalmu baik-baik.”

Melihat raut Stella Han yang sangat serius, Tiffany Song langsung mengangguk, “Apa itu? Katakan saja.”

Stella Han menyusun kata-kata dalam hati, lalu mengutarakannya pelan-pelan: “Tiffany Song, aku mau pindah rumah, aku tidak tinggal bersamamu lagi.”

“Apa? Kamu mau pindah ke mana? Kok kamu tidak pernah bilang sebelumnya?” Tiffany Song menatap Stella Han kaget. Teman satu apartemennya dari dulu tidak pernah cerita apa-apa, kok tiba-tiba jadi mau pindah gini? Hatinya sungguh tidak siap.

“Aku sudah menikah.” Kata-kata Stella Han ini menambah kekagetan Tiffany Song.

“Menikah? Sama siapa?” Tiffany Song teringat satu orang, “Jordan Bo? Sama dia?”

“Iya, sama dia. Kita tidak salah tebak, ia menyuruhku bawa KTP dan kartu domisili memang untuk menikahiku.” Stella Han juga tidak tahu ia kejatuhan rezeki apa sampai dinikahi seorang pria yang begitu sempurna.

“Ya Tuhan, aku sungguh tidak menyangka ia akan benar-benar melakukan itu.” Tiffany Song ikut bahagia dengan Stella Han. Jordan Bo tidak pernah kena skandal dan dikenal baik secara luas. Stella Han pasti akan bahagia.

“Gimana ya, Tiffany Song? Aku tidak rela berpisah denganmu. Kalau aku pindah nanti, kamu tinggal sendirian bagaimana dong?” Stella Han tiba-tiba memeluk Tiffany Song. Ia paling khawatir dengan orang yang satu ini.

“Aku sudah besar, kamu tidak perlu khawatirkan aku. Oh ya, kamu sudah beritahu kabar pernikahanmu ke ayah dan ibumu belum?” Tiffany Han tahu hidup ayah dan ibu Stella Han sangat sederhana. Stella Han juga anak satu-satunya mereka.

“Untuk sementara aku tidak berencana memberitahukannya pada mereka. Aku dan Jordan Bo juga menikah bukan karena saling mencintai. Sekarang kan lagi zaman nikah sebentar kemudian cerai, siapa tahu beberapa hari lagi aku bercerai dengannya dan kembali ke sini untuk menemanimu lagi,” ujar Stella Han.

“Jangan begitu dong. Aku tidak mau ditemani kamu, kamu temani Jordan Bo saja sana,” ledek Tiffany Song.

Stella Han tiba-tiba terpikir sebuah pertanyaan, “Tiffany Song, pertama kali itu sakit sekali ya?”

Tiffany Song langsung tahu apa yang Stella Han maksudkan. Wajahnya jadi pucat ketika teringat momen ia kehilangan keperawanan. Ia menjawab: “Sakit sekali, sakit sampai mau mati!”

Stella Han tidak memerhatikan perubahan wajah Tiffany Song. Ia tertunduk di kasur. Mati sudah, kalau tahu dari awal akan sesakit itu, ia seharusnya tolak tawaran pernikahan Jordan Bo.

---------------

Pada malam ketiga sejak Stella Han pindah, Tiffany Song kedatangan tamu tidak diundang. Ia membuka pintu seperti biasa begitu mendengar bunyi bel. Begitu melihat pria yang berdiri di depan pintu, ia tidak keburu lagi menutup pintu.

William Tang berdiri di depan pintu. Satu tangannya memegang besi pintu, sementara setengah badannya sudah masuk. Melihat pria itu, Tiffany Song refleks melepas tangannya dari gagang pintu. Ia lalu bertanya waspada, “Kamu mau apa datang kemari?”

William Tang memegang sebungkus makanan di tangan satunya. Ia melepas sepatu, lalu berjalan ke dapur sambil berkata, “Aku dengar Stella Han sudah pindah ya? Aku takut kamu tidak punya makanan, jadi ini aku bawakan makanan sekalian temani kamu makan. Kamu belum makan kan?”

Tiffany Song gigit-gigit bibir. Sejak Stella Han pindah, ia kehilangan nafsu makan. Ia barusan baru saja merebus air untuk masak mie instan ketika bel berbunyi. Ia pikir Stella Han lupa bawa kunci lagi. Kalau ia tahu yang menunggu di depan pintu itu William Tang, ia pasti tidak akan membukakannya.

Melihat sebungkus mie instan dengan kondisi sudah terbuka di atas meja dapur, William Tang bertanya: “Kamu malam-malam cuma makan ini?”

Tiffany Song menutup pintu, lalu buru-buru menghampirinya: “Kamu tidak usah khawatir aku malam-malam makan apa. Oh ya, lima hari lagi sidang akan dimulai. Aku harap kamu menaati kata-katamu dengan benar-benar menandatangani kesepakatan perceraian kita.”

William Tang mengernyitkan alis, “Tiffany Song, aku hanya khawatir padamu, kamu mengapa selalu berprasangka negatif begini padaku sih? Masa tiap kali kita bertemu kita selalu membicarakan urusan perceraian? Memang tidak ada topik lain lagi ya?”

“Ya kamu tandatangani dulu kesepakatan cerai kita, baru nanti kita bicarakan topik lain,” ledek Tiffany Song.

Raut wajah William Tang berubah. Ia sungguh tidak bisa mengubah pendirian wanita ini lagi. Ia menuang makanan yang ia bawa ke dalam piring, menaruhnya ke dalam microwave, lalu mengatur waktunya. Ia pun memencet tombol “mulai”.

Tiffany Song tidak memedulikannya. Ia lanjut mengurusi mie instannya. Setelah selesai direbus, ia membawa mie instannya ke ruang makan. Mendengar suara Tiffany Song menyeruput mie instan, raut wajah William Tang gusar.

Sambil berdiri di depan pintu dapur, William Tang menatap Tiffany Song yang sedang menunduk saking asiknya menikmati mie instan. Ia berkata: “Tiffany Song, kamu masih ingat momen pertama kali kita bertemu? Waktu itu kamu masuk rung pasien, dan seluruh cahaya ruangan mengarah padamu. Kamu masuk ke duniaku dengan membawa semangat baru. Aku sampai sekarang masih ingat senyummu waktu itu. Tiffany Song, maafkan aku sudah merebut senyumanmu lima tahun ini. Aku akan tandatangani kesepakatan cerai kita.”

Gerakan makan Tiffany Song terhenti. Ia mendongak, menatap William Tang yang berdiri di bawah cahaya lampu, lalu membalas lembut: “Cepat makan. Setelah makan kamu boleh pergi, dan kedepannya jangan datang lagi.

Mendengar kata-kata Tiffany Song tidak sekeras tadi, William Tang tersenyum, “Sebentar ya aku ambil makanan yang kubawa. Itu kepiting pedas manis kesukaanmu, kamu pasti suka.”

William Tang berbalik badan dan berjalan ke dapur. Tiffany Song diam saja. Bel pintu tiba-tiba berbunyi. Ia menaruh sumpit, bangkit berdiri, dan berjalan ke arah. Yang dilihatnya begitu buka pintu adalah Taylor Shen, yang juga membungkuskan makanan untuknya. Teringat William Tang yang sedang di dapur, ia langsung gelisah.

Novel Terkait

Suami Misterius

Suami Misterius

Laura
Paman
3 tahun yang lalu
Cinta Yang Dalam

Cinta Yang Dalam

Kim Yongyi
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Cinta Yang Paling Mahal

Cinta Yang Paling Mahal

Andara Early
Romantis
3 tahun yang lalu
Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Unperfect Wedding

Unperfect Wedding

Agnes Yu
Percintaan
4 tahun yang lalu
Craving For Your Love

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
3 tahun yang lalu
Everything i know about love

Everything i know about love

Shinta Charity
Cerpen
5 tahun yang lalu
Revenge, I’m Coming!

Revenge, I’m Coming!

Lucy
Percintaan
3 tahun yang lalu