You Are My Soft Spot - Bab 345 Maaf, Aku Telah Menikah! (2)

Sudah lah, coba tunggu beberapa hari lagi. Mungkin Stella Han masih malu.

Jordan Bo menonton film sampai habis, namun Stella Han belum kembali juga. Ketika bergegas keluar ruang teater, ia menjumapi Stella Han lagi keluar kamar dengan dandanan di setiap sudut wajah.

Mereka berdua bertatap-tatapan. Jordan Bo bertanya dengan dahi terlipat, “Kamu mau ke mana?”

Stella Han refleks menunduk karena tidak berani menatap mata Jordan Bo, “Ke luar sebentar. Kamu hari ini tidak ke kantor?”

“Libur,” jawab si pria. Ia mengamati wanitanya lekat-lekat. Mau ke mana dia ini, kok sampai tidak berani menatapnya ya? Satu nama tiba-tiba muncul dalam benaknya. Tanpa memikikran nama itu lebih lanjut, pria itu langsung berucap, “Berhubung aku libur, biar aku antar kamu deh. Terserah kamu mau ke mana.”

Nada bicara Jordan Bo terdengar lebih mirip paksaan daripada tawaran.

Stella Han sama sekali tidak tersentuh dengan sikap perhatian Jordan Bo. Wanita itu mengangkat kunci mobilnya dan menolak: “Aku bisa menyetir dan punya mobil sendiri, jadi tidak perlu disetiri kamu. Dadah.”

Setelah berucap begini, Stella Han melangkah cepat seperti ditiup angin. Jordan Bo bahkan tidak kesampaian mencegat dia saking cepatnya.

Mata Jordan Bo, yang terus mengikuti bayangan tubuh Stella Han, makin lama makin muram. Sekarang, Stella Han adalah istrinya. Tidak peduli apakah status itu hanya sekadar status atau benar-benar dijalankan, mereka adalah sepasang suami istri.

Dengan situasi begini, ia merasa dirinya berhak untuk menghalangi pertemuan Stella Han dan Ned Guo, sekali pun Ned Guo adalah sahabatnya.

Jordan Bo berpikir sepertinya ia harus pakai cara yang agak keras untuk memutus “cinta segitiga” ini. Kalau ini terus berlangsung, cinta lama mereka berdua bisa kembali bersemi dan dirinya jadi orang yang ditinggalkan sendirian.

Mata Jordan Bo terus terarah ke Stella Han bahkan setelah wanita itu masuk mobil dan mulai melajukannya. Stella Han, nikmatilah masa-masa terakhir ini. Kamu akan segera sadar, tidak peduli seberapa keras kamu berjuang, usahamu itu bakal berakhir sia-sia.

……

Di dalam mobil, Stella Han tiba-tiba bersin. Si wanita menoleh ke kaca spion belakang karena merasa ada yang mengamati, namun tidak ada siapa-siapa di sana. Sepanjang jalan ia juga tidak menjumpai mobil yang patut dicurigai, jadi ia pun lega.

Mobil melaju ke samping sungai, lalu diparkir di sebuah tempat kosong. Si wanita menuruni tangga dan menjumpai Ned Guo berdiri tidak jauh darinya sembari menatap sungai. Pria itu mengenakan kemeja putih dan celana hitam. Dengan sinar matahari yang jatuh ke tubuh, Ned Guo terlihat tengah bersedih dan layu.

Stella Han melanjutkan jalan ke arah Ned Guo. Mendengar suara langkah dari belakang, sip ria menoleh. Tepat ketika melihat sosok Stella Han, ia tersenyum lebar dengan mata yang menyipit.

“Datang juga kamu.” Nada bicara Ned Guo menyiratkan kepuasan karena penantian yang panjang akhirnya berakhir. Ia sangat gembira dengan kedatangan Stella Han ini. Sembari menahan rasa antusiasme yang memenuhi rongga dada, pria itu terus menatap Stella Han dan menantikan ketibaan si wanita.

Stella Han berdiri di sebelah Ned Guo. Ia menyadari tidak peduli bagaimana dia ingin menolak Ned Guo, ia selalu merasa sedikit tidak rela berpisah darinya. Maklumlah, pria ini adalah cinta pertama yang pernah membuatnya merasa jadi gadis paling bahagia di Bumi. Jelas-jelas tahu dirinya yang sekarang tidak layak untuk bersanding dengan Ned Guo, Stella Han tetap menemuinya lagi.

Sembari menaruh kedua tangan di pagar tepi sungai, Stella Han menatap air sungai yang terus bergerak tanpa henti. Ia lalu mengalihkan pandangannya ke langit. Di sana, ia melihat burung-burung kecil berterbangan di langit yang tidak berujung. Ia buka suara: “Enak sekali ya kalau hidup kita sederhana seperti hidup burung kecil……”

Si pria menatap si wanita dengan perasaan yang mendalam. Sejak Stella Han tiba tadi, matanya terus tertuju padanya dan semua hal lain diabaikan. Ia membalas dengan pertanyaan, “Jadi manusia bukannya juga menyenangkan?”

Stella Han menggeleng, “Tidak, kehidupan manusia sangat rumit.”

Ned Guo menoleh ke arah sungai dan menatap ke kejauhan, “Stella Han, kamu ingat kamu pernah bertanya padaku apa salju Gunung Fuji benar-benar sungguh cantik? Waktu ke Jepang, aku mengunjunginya sendirian. Salju Gunung Fuji memang sangat cantik. Kala itu aku berpikir, kalau kamu ikut juga ke gunung itu, aku pasti akan bahagia sampai mau gila.”

Tatapan Stella Han berbinar-binar. Meski sekarang masih bulan-bulan di mana matahari bersinar terik, ia tetap jadi sangat antusias membayangkan salju. Si wanita bertanya, “Jadi cantiknya sungguh bukan main ya?”

“Benar. Tahun ini kita ke Jepang saja, kita lihat salju pertamanya,” ajak Ned Guo sembari menatap Stella Han lagi. Mereka berdua pernah janjian untuk pergi melihat salju Gunung Fuji, namun tidak juga punya kesempatan. Sungguh, Ned Guo ingin sekali mewujudkan ini!

Yang diajak tersenyum tipis, “Terlalu dini untuk memutuskan ah. Salju paling awal muncul bulan Desember, sekarang baru bulan Oktober.”

“Kita bisa booking tiket dulu, bagaimana?” cetus Ned Guo.

Stella Han menunduk dengan senyuman yang perlahan memudar. Wajahnya kini dipenuhi raut sedih, “Kakak Kelas Ned Guo, maaf, aku telah menikah.”

Walau pernikahannya hanya sebatas pernikahan kontrak, Stella Han tetap merasa tidak berhak berhubungan dengan Ned Guo lagi. Ia tidak boleh berharap lagi dengan pria itu, Ned Guo juga tidak boleh berharap lagi pada dirinya!

Jelas sekali Ned Guo kaget. Pria itu terhenyak dan menggeleng kencang, “Tidak, Stella Han, kamu hanya menipuku kan? Kamu sengaja berbohong biar cintaku padamu padam, ya kan?”

Melihat si pria tidak bisa menerima, hati si wanita juga merasa bersalah. Wanita itu mengangkat tangan kiri dan menunjukkan cincin yang terpasang di jari manis, “Aku sungguhan, aku telah menikah.”

Ned Guo mundur-mundur dan segera berusaha menyeimbangkan diri. Ia menatap cincin yang Stella Han tunjukkan dengan setengah tidak percaya. Pantulan cahaya matahari yang mengenai cincin dan masuk ke matanya juga agak membuatnya kesilauan. Ia merasa familiar dengan cincin itu, entah pernah melihatnya di mana. Pria itu masih belum terima, “Stella Han, bilang padaku semua ini hanya dusta.”

Seberkas kedukaan melintasi mata Stella Han, “Maaf Kakak Kelas Ned Guo, aku tidak mampu menunggumu. Lupakanlah aku, carilah wanita yang lebih baik padaku dan perlakukan dia sebaik mungkin. Jangan biarkan dia menanti seperti aku.”

Menunggu adalah sesuatu yang sangat menyiksa. Stella Han pikir dirinya bisa menunggu untuk selamanya, namun akhirnya menyerah juga.

Ned Guo maju dan merangkul bahu Stella Han. Ia berujar putus asa, “Stella Han, jangan bercanda seperti ini ah. Ini tidak lucu sama sekali.”

Stella Han menggeleng, “Kamu pasti tahu aku tidak mungkin bercanda begini. Kita tidak bisa bersama, jadi lebih baik saling melupakan saja. Sampai jumpa, Kakak Kelas Ned Guo!”

Stella Han memegang tangan Ned Guo. Ia lalu menatap pria itu untuk yang terakhir kalinya. Tatapannya sangat lekat, rasa-rasanya ia ingin memahat wajah si pria di dalam otaknya biar bisa terus mengingatnya seumur hidup. Beberapa saat kemudian, Stella Han melepaskan tangan Ned Guo, berbalik badan, dan bergegas pergi.

Langkah Stella Han makin lama makin kencang hingga akhirnya jadi mirip lari. Di belakang si wanita, Ned Guo menatap bayangan tubuhnya sembari berteriak lirih: “Stella Han!”

Si wanita mendengar dirinya dipanggil, namun tidak bersedia menghentikan lari. Sosoknya akhirnya tidak terlihat lagi oleh Ned Guo. Pria itu berjongkok di sebelah pagar tepi sungai. Matanya ditutup rapat-rapat, sementara rambutnya berantakan karena ditiup angin. Ia sungguh terluka.

Stella Han, pahamkah kamu aku sangat mencintaimu?

Aku dari dulu hanya cinta kamu seorang, hanya kamu saja!

Kalau aku tahu kepergianku ke Jepang bakal berakhir begini, aku jelas tidak bakal pergi. Ini penyesalan terbesarku seumur hidup!

……

Stella Han tidak kembali ke Halley City, melainkan ke Vanke City. Pencahayaan di kamar tidurnya samar-samar sebab lampu tidak dinyalakan. Ia duduk di depan meja buku sembari memegang sebuah foto. Itu foto seorang pria merangkul bahu seorang wanita yang bersandar di bahunya. Mereka berdua tersenyum lebar ke lensa seperti dunia ini hanya milik berdua.

Stella Han pernah mengira mereka merupakan pasangan kekasih yang paling bahagia di dunia ini dan tidak bakal bisa dipisahkan apa pun. Sayang, pemikiran itu keliru. Waktu dan jarak sebenarnya bukan masalah, ia rela menunggu. Yang jadi masalah, ia tidak kuasa menunggu ketika tidak dapat kabar apa pun dari yang ditunggui.

“Mengapa kamu tidak kembali sedikit lebih cepat?” tanya Stella Han lirih. Andai Ned Guo kembali lebih cepat, mereka sekarang tidak bakal begini.

Si foto jelas tidak menjawab. Mungkin ini yang dinamakan nasib. Waktu Ned Guo tiba-tiba menghilang dan tidak bisa ditemukan di mana pun dicari, Stella Han langsung memastikan mereka tidak mungkin bisa bersama seumur hidup. Ia dulu sudah bisa menerima kenyataan ini, namun belakangan mengapa kembali tidak bisa?

Ponsel Stella Han berdering, namun ia segan mengangkatnya. Dengan suasana hati yang hancur begini, ia tidak tertarik mengangkat telepon dari siapa pun. Yang ia inginkan sekarang hanya memulihkan lukanya sendirian, lalu kembali menjalani hidup seperti biasa.

Jordan Bo sudah berusaha menelepon Stella Han dua kali, namun tidak diangkat terus. Pria itu mengernyitkan alis. Hari sudah malam, tapi Stella Han belum kembali juga dan bahkan tidak angkat teleponnya. Wanita itu mau kabur darinya atau bagaimana sih?

Ketika berusaha meneleponnya lagi, operator menyebut ponsel yang ia tuju mati. Ponsel mati, berani-beraninya Stella Han mematikan ponsel…… Jordan Bo marah bukan kepalang!

Satu tangan Jordan Bo berkacak di pinggang, sementara satu tangannya lagi mencengkeram erat ponsel. Selalu saja ada kepusingan yang Stella Han buat, protes dia dalam hati.

Stella Han sama sekali tidak tahu Jordan Bo sudah marah sampai begitu rupa. Ia memasukkan foto barusan ke laci dan menguncinya. Sembari mengunci laci itu, ia membayangkan dirinya juga mengunci semua kenangan dan mimpi indah yang ia buat bareng Ned Guo. Mulai besok, dia harus melangkah maju dengan gagah berani dan tidak menengok ke belakang lagi.

Sehabis pergi mandi, Stella Han berbaring di ranjang dan menatap langit-langit kamar. Pikirannya penat sekali, semua hal bergabung jadi satu dan terus bertambah.

Air mata perlahan menetes dari matanya karena memikirkan semua ini. Wanita itu memejamkan mata dalam-dalam dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.

Keesokan hari, waktu sudah menunjukkan nyaris pukul sepuluh waktu Stella Han bangun. Hari ini libur hari kemerdekaan, jadi ia bisa bersantai-santai di ranjang. Ketika mandi, ia melihat sepasang matanya bengkak karena menangis semalam. Ia tersenyum kecut pada dirinya sendiri. Kalau ia bilang ia sekarang baik-baik saja, itu sebuah kebohongan besar.

Sekelarnya mandi, Stella Han bergegas ke ruang tamu. Ia duduk sebentar di sana, lalu keluar dengan menenteng tas.

Si wanita melajukan mobil balik ke Halley City. Dari dalam mobil, ia melihat bangunan megah vila suaminya itu seperti sebuah predator raksasa. Tidak pulang semalaman, ia harus siap dimarahi oleh Jordan Bo.

Stella Han berjalan masuk ke vila sembari gigit-gigit bibir. Begitu masuk, ia langsung menjumpai pemandangan suaminya duduk santai di sofa. Jordan Bo menatapnya dengan dingin, lalu menarik pandangan dan kembali melihat televisi.

Ketika Stella Han melepas sepatu di lorong jalan, Bibi Liu mendengar suara-suara dari arahnya. Ia pun keluar dari dapur dan menyambut Stella Han: “Nyonya, akhirnya kamu pulang juga. Semalam, Tuan……”

“Bibi Liu, sudah kelar masak?” potong Jordan Bo dingin. Bibi Liu langsung menoleh ke bos prianya itu, tersenyum canggung pada bos wanitanya, dan kembali ke dapur. Dalam hati ia berpikir, jelas-jelas khawatir kok malah malu sih!

Stella Han berdiri di pintu masuk ruang tamu sambil mengamati pakaian Jordan Bo kemarin yang masih dipakai sampai sekarang. Selama tinggal serumah dengannya, ia tahu Jordan Bo punya standar kebersihan yang sangat tinggi.

Orang berzodiak Virgo memang selektif dan suka menuntut!

Pada suatu malam, ia pernah pulang agak larut dan malas mandi karena sudah mengantuk. Baru dia masuk ranjang, Jordan Bo langsung datang dan menggodanya. Berselang beberapa saat, entah apa yang pria itu pikirkan, dirinya tiba-tiba diangkat dari ranjang dan diturunkan di lantai. Sembari menatap Stella Han dengan kesal, si pria memerintah, “Sana mandi, kalau belum mandi dilarang naik ke ranjang!”

Orang-orang bilang pria sekalinya nafsu pasti bakal sulit mengendalikan diri. Stella Han tahu betul “anu”-nya Jordan Bo sudah mengeras, tetapi ternyata ini tidak mencegahnya buat marah karena ia belum mandi. Terbayang kan betapa terobsesinya dia pada kebersihan!

Atas sifatnya itu, Stella Han jadi keheranan Jordan Bo pakai pakaian kemarin, “Kamu tidak mungkin tidak tidur semalaman kan?”

Hati si pria sebenarnya khawatir melihat mata bengkak si wanita. Meski begitu, ia tetap berusaha menampilkan sikap dingin, “Tidak tidur semalaman karena kamu? Ampun deh, kamu sudah memandang dirimu sendiri kelewat penting. Sana mandi, jangan sampai kotoran dari luar menyebar di rumahku.”

Stella Han terkadang kesal dengan sifat Jordan Bo yang senang paksa-paksa orang. Ia berbalik badan dan berjalan menuju lantai atas. Baru dirinya menginjakkan anak tangga pertama, dari belakang terdengar suara datar, “Siapa yang menyuruhmu mandi di atas? Mandi di bawah saja.”

Stella Han menggeretakkan gigi geram, namun akhirnya tetap menuruti maunya. Bagaimana pun juga ini “teritori” Jordan Bo, terserah lah pria itu mau minta apa!

Di bawah pancuran air kamar mandi lantai bawah, Stelal Han memikirkan lagi mengapa dirinya bisa sepatuh ini saat disuruh mandi. Ia tadi pagi baru saja mandi, masak tubuhnya sudah kotor lagi?

Sekeluarnya si wanita dari kamar mandi, si pria melemparkan sebuah gaun ke bahunya, “Pakai ini, nanti siang temani aku menghadiri perjamuan bisnis.”

Stella Han mengambil gaun itu dan menatapnya bingung, “Bukannya kamu punya wanita khusus untuk menemanimu ke perjamuan bisnis? Kok sekarang malah cari aku?”

“Ya aku maunya begini. Sudah, jangan tawar-menawar,” tutup Jordan Bo kesal.

Novel Terkait

Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Star Angel
Romantis
4 tahun yang lalu
Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Paling Mahal

Cinta Yang Paling Mahal

Andara Early
Romantis
3 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku CEO Misterius

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Vinta
Bodoh
4 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
3 tahun yang lalu
The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
3 tahun yang lalu
Cinta Yang Dalam

Cinta Yang Dalam

Kim Yongyi
Pernikahan
3 tahun yang lalu
CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu