You Are My Soft Spot - Bab 278 Apa Kamu Bakal Selingkuh? (3)

Vero He dalam hati sudah menebak identitas si pemberi hadiah. Ketika ia mengambil ponsel, kebetulan sekali ponselnya berdering. Bibi Lan keluar dari kamar karena merasa tidak sopan mendengar percakapan telepon yang akan segera terjadi. Si wanita mengangkat telepon dan bertanya: “Kamu sekarang di mana?”

“Buka tirai jendela,” ujar Taylor Shen datar. Kata-katanya diucapkan dengan tidak bernada, namun tetap masuk dengan lembut ke telinga yang mendengarkannya.

Vero He turun dari ranjang, berjalan ke sisi jendela, dan membuka tirai. Di kejauhan, ia melihat sebuah Rolls-Royce hitam terparkir di sisi jalan dengan kedua lampu yang menyala. Ada seorang pria berdiri di sebelah mobil sembari melambai padanya.

Si wanita bertanya risih, “Bukankah aku sudah bilang jangan datang? Aduh, mengapa kamu seenaknya sendiri sih?”

Taylor Shen memasukkan satu tangan ke kantung celana. Sembari mengamati sosok yang ada di jendela, ia tersenyum tipis, “Aku terlalu kangen, jadi terpaksa datang.”

Hati Vero He yang awalnya risih kini agak tergugah. Ia tersentuh dengan pengorbanan dan inisiatif Taylor Shen. Wanita itu memegang ponsel dengan lebih erat dan merespon: “Tunggu sebentar, aku segera turun.”

Pria yang satu ini memang keras kepala. Sekali mengingkan sesuatu, keinginan itu pasti bakal langsung dikejar saat itu juga. Tujuh tahun lalu begitu, tujuh tahun setelahnya masih sama.

Taylor Shen mengiyakan tanpa menutup telepon. Mendengar Vero He membuka pintu kamar, turun ke lantai bawah, dan memakai sepatu dengan buru-buru, sudut bibirnya terangkat senang. Untung saja dia datang kemari, kalau tidak dia tidak bakal menyaksikan betapa inginnya si wanita untuk segera bertemu dengannya!

Dari telepon terdengar nafas wanita yang naik turun dengan cepat. Taylor Shen meledek: “Santai saja, jangan buru-buru. Aku tidak bakal terbang kok.”

Tidak lama kemudian, si pria sudah melihat bayangan tubuh si wanita berlari keluar dari gerbang kediaman. Hatinya langsung dipenuhi kepuasan. Untung, untung sekali dia datang……

Taylor Shen menurunkan ponsel. Semakin dekat jarak mereka, si pria menyadari si wanita hanya mengenakan pakaian rumah yang tipis tanpa ditutupi mantel. Ia membuka kedua tangan lebar-lebar dan memeluk si wanita dengan erat begitu si wanita tiba.

Jantung Vero He berdebar kencang. Takut dia masuk angin dan flu, Taylor Shen melebarkan mantel dan menutupi tubuhnya. Dengan gestur ini, tubuh keduanya terlihat seperti menyatu.

Bersandar di dada Taylor Shen, Vero He bisa merasakan detak jantungnya yang tenang. Ini membawa kedamaian bagi dirinya, jadi detak jantungnya sendiri yang kencang perlahan namun pasti melambat. Ia kemudian protes: “Taylor Shen, dasar menyusahkan!”

Si pria tersenyum tipis. Bagi dia Vero He lah yang menyusahkan dirinya karena membuatnya kangen, namun ia tidak mau beradu argumen dengannya pada saat begini. Biarlah dia dianggap menyusahkan, yang penting dia hanya menyusahkan si wanita seorang. Melihat rambut Vero He yang berantakan dan mengenai wajah, ia mengulurkan tangan dan merapikannya ke belakang telinga. Tubuh si wanita agak bergetar karena daun telinganya terkena kehangatan jari Taylor Shen.

Tangan Taylor Shen yang satunya lagi diarahkan memegang pinggang si wanita. Pria itu lalu bercerita, “Selama berbaring di ranjang, aku terus terpikir kamu dan tidak bisa tidur. Jadinya, aku pun memutuskan kemari.”

Mendengar cerita ini, Vero He jadi makin tersentuh. Ia melingkarkan kedua tangan di pinggangnya dan membalas: “Taylor Shen, aku sebenarnya tadi bohong.”

“Bohong apa?” tanya si pria waspada.

“Aku sebenarnya juga sangat rindu kamu.” Vero He menurunkan mukanya, yang daritadi disandarkan di dada Taylor Shen, biar ekspresi malunya tidak terlihat.

Taylor Shen terhenyak. Ia menunduk untuk mencari sepasang mata si wanita, tetapi wanita itu sudah lebih dulu menyembunyikannya dari dia. Ia memegang dagu Vero He dan mengangkat wajahnya, “Rindu aku bukan sesuatu yang memalukan. Jangan buang muka, biarkan aku menatapmu!”

Sejak tadi berpelukan, Taylor Shen hanya melihat kepala Vero He saja. Sekarang, ketika melihat wajahnya, ia tidak tahan untuk tidak menunduk dan menempelkan bibir ke bibirnya.

Aroma tubuh Taylor Shen yang menenangkan membuat Vero He nyaman. Aroma tubuh itu campuran dari bau menyegarkan sehabis mandi, bau tubuh pria yang memang ada dari sananya, dan bau rokok yang samar-samar. Si pria perlahan mulai memainkan lidah di dalam bibir si wanita.

Dengan permainan lidah ini, tubuh Vero He yang dingin jadi memanas. Si wanita memegang erat mantel si pria sembari membiarkan dirinya diciumi.

Taylor Shen merasa makin senang dengan tenangnya Vero He selama diciumi. Setelah lidah mulai menggeliat, kini jemarinya juga mulai menggeliat masuk ke celah pakaian Vero He dan mengelus-elus pinggangnya.

Sambil mengelus, Taylor Shen sesekali mencubit pinggangnya dengan iseng.

Pikiran Vero He melayang-layang ke langit. Kemesraan antara pria dan wanita memang salah satu hal paling indah di bumi, bukankah begitu?

Respon Vero He yang mendukung ini membuat selangkangan Taylor Shen ikut menegang. Si pria mendekatkan tubuh bagian bawah si wanita ke selangkangannya. Ia ingin membuat Vero He merasakan juga reaksi biologis yang ia rasakan di tubuh bagian bawah itu.

Setelah beberapa menit, ciuman mereka baru berakhir. Taylor Shen melepaskan bibir dan menatap lekat-lekat wajah kecil Vero He, lalu berbicara serak, “Di luar dingin, temani aku di mobil sebentar yuk.”

Vero He menyadari maksud yang ada di balik kata-kata Taylor Shen. Ia jadi merasa mereka seperti dua remaja yang berpacaran diam-diam di balik orang tua. Semuanya terasa unik, semuanya terasa menegangkan.

Melihat anggukan si wanita, si pria membukakan pintu penumpang depan dan mempersilahkannya masuk. Pintu ditutup, lalu dirinya juga masuk ke kursi pengemudi.

Pemanas di dalam mobil sudah dinyalakan, jadi harusnya Vero He tidak kedinginan. Tetapi, melihat pakaiannya yang tipis, Taylor Shen tetap melepas mantel dan memberikannya pada Vero He: “Pakailah. Aku mau bawa kamu ke suatu tempat.”

Tahu ia melakukan ini untuk mencegah apa? Ini untuk mencegah munculnya gairah untuk melakukan yang seksual-seksual lagi pada si wanita. Terkadang, Taylor Shen memang harus menahan nafsunya untuk mencegah kesan ia mengajak Vero He bertemu hanya untuk mengajak “begituan”.

Si wanita menerima sodoran mantel dan memakainya. Melihat Taylor Shen memasang sabuk pengaman, dirinya juga ikut pasang. Ia lalu bertanya, “Kita mau ke mana?”

“Kalau kelelahan, kamu tidur dulu saja. Nanti saat sudah sampai, aku bakal bangunkan kamu,” jawab si pria sambil tersenyum misterius. Ia sengaja main rahasia-rahasiaan.

Vero He bersandar di punggung kursi. Suasana mobil sangat tenang, di luar pun juga sangat sepi karena waktu sudah menginjak pukul dua belas. Tidak ada yang bisa dilihat di luar, Vero He menoleh ke pria yang lagi menyetir. Di wajah pria itu ada hidung yang mancung, tatapan mata yang tajam, dan bibir yang tipis……

Orang bilang pria dengan bibir tipis sangat lembut dalam hal seksual, kok yang satu ini malah agresif dan cenderung kasar ya?

Meski fokus mengemudi, sudut mata Taylor Shen tetap menangkap tatapan Vero He pada dirinya. Pria itu menoleh dan hatinya langsung terenyuh ketika menemukan tatapan penuh cinta si wanita. Ia menggenggam tangannya, menaruhnya ke paha, dan sesekali memainkan jari-jemarinya dengan satu tangan.

“Hari ini mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan ya?” tanya Taylor Shen ketika teringat nada bicara Vero He di telepon yang tidak begitu senang. Pasti ada sesuatu, ia yakin itu.

Vero He mengalihkan pandangan ke depan. Sebuah papan jalan di atas mobil menunjukkan bahwa mereka segera memasuki jalan tol keluar kota. Taylor Shen mau membawanya ke mana sih sebenarnya? Malam-malam begini kok mau keluar kota ya?

Walau hati dipenuhi pertanyaan, Vero He yakin Taylor Shen tidak mau menjawab kalau ditanya lagi. Ya sudah lah, anggap saja sebuah liburan mendadak.

“Tidak.”

Si pria mengencangkan pegangan tangan mereka, “Masak sih?”

Vero He paham Taylor Shen tidak percaya pada jawabannya. Ia menjawab lebih jujur: “Sebenarnya memang ada masalah kecil yang membuatku tidak senang, tetapi sekarang tidak ada lagi.”

Sudah mendapatkan jawaban, si pria tidak bertanya lagi. Beberapa menit kemudian, Vero He kembali menoleh ke Taylor Shen dan bertanya ragu-ragu: “Taylor Shen, boleh aku menanyakan sesuatu?”

“Apa?”

“Apa kamu bakal selingkuh?” Setelah menanyakan ini, hati Vero He merasa gelisah sendiri. Mungkinkah pertanyaan ini terlalu dini untuk disampaikan? Ia mengamati ekspresi si pria lekat-lekat. Dalam benaknya, ia merasa pertanyaan ini sebenarnya sia-sia untuk ditanyakan. Mana ada sih pria yang bakal memberitahu wanitanya kalaumau selingkuh?

“Khawatir aku selingkuh?” tanya Taylor Shen dengan alis terangkat. Jadi suasana hati Vero He daritadi tidak bagus karena ini? Kali ini, ia entah mengapa malah merasa senang dengan kecurigaan Vero He dan bukannya marah.

Si wanita gigit-gigit bibir menantikan jawaban.

Taylor Shen mengelus-elus punggung tangan Vero He: “Dasar kamu berimajinasi aneh-aneh. Mendapatkan kamu saja sudah sangat merepotkan dan melelahkan, mana ada tenaga buat berselingkuh coba?”

Wajah Vero He memerah. Jawaban Taylor Shen ini terasa seperti sebuah sindiran baginya. Ia ingin mengalihkan topik, namun berhubung sudah memulai topik ini ia memutuskan untuk membahasnya sampai selesai. Lantas, si wanita pun bertanya lagi, “Mungkinkah suatu hari kamu bakal muak denganku? Atau misalnya kalau aku sudah tua dan tidak menarik lagi, apa kamu bakal beralih hati ke gadis muda?”

Ditanya begini, seberkas kekhawatiran melintas dalam pandangan Taylor Shen. Sebenarnya apa yang Vero He alami sampai kehilangan kepercayaan diri begini? Ia refleks mengeratkan pegangan mereka lagi. Ia tahu dirinya harus memberi jawaban yang sangat meyakinkan sekarang. Bila jawabannya setengah-setengah, kepercayaan diri Vero He akan makin tergerus.

Si pria menyalakan lampu sen dan menghentikan mobil di jalur darurat. Ia menatap wanita di sebelahnya dan berujar dengan sangat serius: “Tiffany Song, aku tidak akan selingkuh. Selamanya tidak akan!”

Taylor Shen cinta mati pada Vero He. Kalau dia tidak cinta mati padanya, mana mungkin dirinya tahan menjomblo selama tujuh tahun? Taylor Shen jauh lebih paham dari siapa pun bahwa cintanya pada Vero He tidak akan pernah berubah selamanya.

Melihat tatapan yang sangat serius dari Taylor Shen, hati Vero He terenyuh. Ia memeluk tangan si pria dan curhat, “Taylor Shen, aku takut. Orang-orang di sekitarku berubah, orang yang aku yakini tidak bakal berselingkuh nyatanya berselingkuh. Aku tidak tahu harus melakukan apa, aku……”

Yang dipeluk kembali bertanya-tanya dalam hati, jadi ini penyebab wanitanya gelisah malam ini? Yang dia bilang diyakini tidak bakal berselingkuh tetapi nyatanya berselingkuh itu siapa ya? Apa Felix He sudah menceritakan fakta yang sebenarnya pada dia?

Tetapi, ekspresinya itu terlihat bukan seperti ekspresi orang yang baru mengetahui identitas dirinya yang asli. Jadi, sebenarnya siapa orang yang Vero He maksudkan? Setelah berpikir beberapa saat, si pria sudah terpikir siapa orang yang bisa membuat wanitanya gelisah sampai begini rupa.

Langsung saja sebut namanya, siapa lagi kalau bukan James He?

“Tiffany Song, mungkin kenyataannya berbeda dengan yang kamu bayangkan. Jangan khawatir, kalau ada keraguaan atau kecurigaan apa pun tanyakan langsung pada orang yang bersangkutan. Kamu jangan asal tebak-tebak, itu hanya akan membuat tekanan yang sebenarnya tidak ada buat dirimu,” kata Taylor Shen menenangkan. Si pria tidak ingin melihat wanitanya bersedih. Ia ingin dia kembali gembira seperti biasanya.

Vero He memejamkan mata dan kembali menumpahkan isi hati, “Aku tidak tahu sekarang harus percaya siapa lagi. Aku bahkan merasa duniaku sudah sangat berantakan. Orang-orang yang aku kenal sekarang berubah semua.”

Taylor Shen akhirnya paham mengapa Felix He dan James He terus menahan diri untuk menceritakan yang sebenarnya pada Vero He meski sangat ingin melakukan itu. Dunia Vero He sudah pernah hancur sekali. Ketika si wanita kembali merasa semua yang ada di hadapannya tidak sesuai dengan yang dibayangkan, dunianya itu bakal hancur lagi.

Sebenarnya Vero He pernah mengalami apa sih sampai bisa jadi begini? Trauma psikologis si wanita ternyata jauh lebih parah dari yang dia bayangkan!

Si pria memeluk si wanita lekat-lekat. Ia dalam hati bertekad untuk mencarikan dokter terbaik yang bisa mengobati ini semua. Wanita kesayangannya tidak boleh terus dirundung ketidaktenangan seumur hidup!

Novel Terkait

The Revival of the King

The Revival of the King

Shinta
Peperangan
4 tahun yang lalu
Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
5 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
4 tahun yang lalu
Mata Superman

Mata Superman

Brick
Dokter
4 tahun yang lalu
PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

Chantie Lee
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu
Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Denny Arianto
Menantu
5 tahun yang lalu