You Are My Soft Spot - Bab 418 Apa Sempat Mempertimbangkan Rasa Harga Diri Priamu? (2)

James He tidak menyangka Erin bakal memberi reaksi positif. Ia mengernyitkan alis, lalu membuat ciumannya makin panas. Tidak lama kemudian, si pria baru melepaskan si wanita dan menaruh dagu di bahunya. Melihat daun telinga Erin yang berwarna pink, ia jadi iseng menjilatinya.

Merasakan tubuh Erin bergidik, James He bertanya serak: “Kangen aku tidak?”

Yang ditanya menjawab jujur, “Kangen lah, kamu sendiri bagaimana?”

“Aku juga kangen,” jawab si pria dengan senyuman tipis. Semakin Bibi Yun mengharapkan perpisahan mereka, mereka malah semakin lengket. Ini sangat wajar sih, pasangan-pasangan dalam sejarah China kuno juga pada begini.

Jika melihat polemik ini dari sisi lain, James He seharusnya berterima kasih pada Bibi Yun. Akibat penolakan si bibi, ia jadi bisa mendapatkan Erin yang asli dan tidak sembunyi-sembunyi. Si pria mengecup bibir wanitanya yang agak bengkak, kemudian bertanya: “Hari ini kelelahan?”

Erin menggeleng: “Kelelelahan sih tidak terlalu, tetapi……” Ia ragu-ragu sejenak, lalu menceritakan insiden barang imitasi pada James He. Sehabis bercerita, si wanita membuang nafas pasrah: “Apa aku sangat tidak punya empati?”

“Bukan, bukan begitu logika berpikirnya. Jangan karena empati, kamu jadi membiarkan orang-orang melanggar aturan dengan seenak jidat. Kita adalah pebisnis, bukan filantropis. Paham kah?” Takut Erin merasa makin tidak nyaman, James He menjawab pertanyaannya dengan sesabar mungkin.

“Tetapi pekerja itu benar-benar kasihan. Aku tadi sore menyuruh orang buat menelusuri penyakit mamanya. Mamanya itu sakit kanker lambung stadium akhir, rasa-rasanya hanya bisa bertahan sebentar lagi. Dia melanggar aturan karena sayang orangtua.” Setelah berpikir lagi, Erin merasa kelakuannya tadi sore terlalu sadis.

“Di dunia ini, ada orang-orang yang melakukan hal ekstrem karena terdesak ketidakberdayaan, namun ada juga orang-orang yang setidak berdaya apa pun tetap menjaga kontrol diri. Jadi, kamu tidak perlu menyalahkan dirimu sendiri atas keputusan tadi.” James He mengelus-elus rambut Erin dan tersenyum tipis: “Erin ku memang baik hati ya.”

Erin jadi gugup dipuji seperti itu. Ia menurunkan tangan si pria dari rambutnya dan bertanya: “Eh, bukannya perjamuan bisnis malam ini kamu bilang sangat penting? Cepat nyetir, jangan sampai kita terlambat.”

James He mengelus bahu Erin dulu, lalu baru memasang sabuk pengaman dan kembali melajukan mobil. Setengah jam kemudian, mobil mereka memasuki Golden Imperial Hotel. Ada staf parkir yang langsung membukakan pintu buat Erin. Ketika si wanita baru melangkah, James He langsung merangkul bahunya dan mereka berdua pun berjalan bersamaan.

James He dan Erin pergi ke lantai tiga, yakni lantai yang dikhususkan buat tamu-tamu kehormatan hotel. Dengar-dengar, biaya sewa setiap ruang privat di sini satu malamnya mencapai angka dua ratus juta. Sungguh, mahalnya bukan main!

Ketika keluar lift, Erin tiddak sengaja ditabrak oleh seorang wanita berpakaian mini. Untuk James He dengan sigap menahan pinggangnya, jadi ia pun tidak jatuh.

Si wanita mundur-mundur beberapa langkah dan menahan kestabilan tubuh. Ia lalu menutupi dadanya dengan kedua tangan seolah takut sepasang payudaranya diintip. Tanpa meminta maaf pada orang yang ditabrak, ia langsung masuk lift dengan wajah merah. Lift lalu bergerak pergi.

Setelah momen ini berlalu, James He dan Erin mendengar langkah sepatu yang tergesa-gesa. Ketika mendongak, mereka melihat seorang pria yang sangat tampan lagi berlari mendekat. Tiga kancing teratas pada kemejanya dibuka, jadi dadanya yang bidang bisa dilihat dengan eksplisit. Pria itu memencet tombol lift beberapa kali dengan kesal. Sembari menunggu lift tiba, ia menyumpah pelan, “Brengsek. Abbey Shen, jangan sampai aku menangkapmu, kalau tidak bakal kubuat kamu menderita sejadi-jadinya."

James He dan Erin berdiri di sebelah tanpa melepaskan pandangan dari sosok dia. James He merasa sedikit familiar dengan wajah pria tampan ini, entahlah di mana mereka pernah berjumpa. Setelah berpikir sejenak, ia akhirnya ingat mereka pernah bertemu di depan ruang kerja Sekretaris Komite Partai Kota Guo.

"Tuan Fu?” tanya James He.

Justin Fu menoleh dan menatap James He dari atas ke bawah. Meski kancing atas kemejanya dibiarkan terbuka, ia tetap terlihat berkelas. Pria itu mengernyitkan alis: “CEO He?”

Waktu itu, demi mendapat persetujuan penggunaan area pabrik, James He disarankan Taylor Shen untuk mencari jalan pintas lewat Ned Guo. Ketika bertemu dengan Ned Guo itulah ia berjumpa juga dengan Justin Fu. Kala itu mereka hanya saling menganggukkan kepala, namun punya kesan yang mendalam satu sama lain, makanya sekarang bisa saling mengenali.

James He menjabat tangan si pria tampan: “Tuan Fu kelihatannya lagi ada urusan, kami tidak ganggu deh. Kalau suatu saat perlu bantuan, segeralah hubungi aku. Teman Sekretaris Guo juga merupakan temanku.”

Justin Fu mengangguk, lalu menatap Erin sekilas. Begitu lift tiba, ia langsung masuk dan mengejar wanita yang barusan nekat kabur darinya itu.

Setelah Justin Fu pergi, James He menggandeng Erin lagi ke ruang privat. Si wanita masih sangat terkejut dengan adanya pria setampan ini di dunia. Ia tampan, juga tidak memberikan kesan kemayu sama sekali. Jarang sekali ada pria begini!

Menyadari Erin sibuk dengan pemikirannya sendiri, James He mengernyitkan alis: “Lagi memikirkan apa? Ayo balikkan kesadaranmu, jangan melayang-layang begitu.”

Erin tertawa dengan perkataan James He. Ia menjawab: “Aku hanya tercengang karena belum pernah lihat pria setampan itu. Selebriti-selebriti papan atas dunia kalau berdiri di sebelahnya bisa jadi bakal minder.

“Hei sayang, kamu memuji pria lain tepat di hadapan aku. Apa kamu sempat mempertimbangkan rasa harga diriku?” protes si pria tidak puas. Ia mau tidak mau harus mengakui ketampanan Justin Fu, namun jelas berharap di mata Erin hanya ada satu pria yang dipuja, yakni dirinya sendiri.

Erin tertawa makin kencang: “Kamu juga tampan kok. Kamu sangat maskulin, aku tidak suka yang lemah gemulai.”

James He merasa senang dengan pujian ini dan lanjut mengajak Erin jalan. Setibanya di depan runag privat, ia tiba-tiba melepaskan pegangan tangan. Erin agak bingung dengan tingkahnya, namun kemudian memahaminya setelah pintu dibuka dan orang-orang di dalam terlihat.

Di ruang privat, ada empat orang lagi duduk. Mereka adalah Felix He, Nyonya He, Nancy Xu, dan suaminya. James He saat ini memang mengajak Erin bertemu orangtuanya. Ia sebelumnya punya kesalahpahaamn dengan Nancy Xu, namun setelah itu diselesaikan, ia bisa menerima suami si mama kandung.

Hari ini, demi urusan pernikahan James He, mereka berempat berkumpul bersama. Suasana di antara mereka agak sedikit tidak beres. Alasannya, Felix He masih punya setitik perasaan pada Nancy Xu. Sejak tahu dia tinggal bersama dengan seorang pria, ia menekan dalam-dalam rasa cintanya itu.

Saat bertemu suami Nancy Xu, yang merupakan petinggi tentara yang suka masuk televisi, ia menatapnya dari atas ke bawah. Suami Nancy Xu juga melakukan tindakan serupa. Dia dalam hati berpikir, oh ini pria yang terus-menerus tidak bisa istriku lupakan……

Meski hubungan mereka agak tegang, kedua pria sama-sama tidak menyukai sosok satu sama lain. Tiap pandangan keduanya bertemu, masing-masing pasti bakal langsung membuang muka.

Sementara itu, Nancy Xu duduk di tengah tanpa sedikit pun memedulikan situasi ini. Ia minum teh dengan tenang bagai tidak ada apa pun.

Melihat situasi ini, hati Nyonya He terasa seperti ditusuk-tusuk jarum. Wanita yang dulu merupakan gadis sebatang kara kini dikagumi dua pria, juga dinikahi oleh seorang petinggi tentara. Baginya, ini adalah pukulan yang sangat telak.

Sialnya lagi, ini bukan satu-satunya hal yang membuatnya tidak senang. Yang ia paling risihkan sekarang adalah sikap Felix He. Meski Nancy Xu sudah beristri, tatapan suaminya pada si wanita masih mengandung perasaan yang dalam. Dirinya sendiri bahkan diabaikan sepenuhnya!

Si nyonya sebenarnya ingin pergi, tetapi takut jadi bahan omongan. Ia takut dinilai tidak memiliki keanggunan sebagai nyonya kelas atas, jadi ia pun terpaksa duduk sambil menahan amarahnya. Jelas-jelas hatinya dipenuhi kemarahan, ia masih harus terpaksa senyum pula……

Dengan datangnya James He dan Erin, situasi ruangan yang canggung sedikit banyak terpecahkan. Pria itu menggandeng tangan wanitanya sambil menyapa satu per satu tetua, lalu Felix He mempersilahkan mereka duduk.

Erin sudah pernah berjumpa dengan semua yang ada di sini, namun ia tetap gugup sampai telapak tangannya berkeringat. Ia pikir yang akan mereka hadiri benar-benar perjamuan bisnis, eh ternyata kok malah pertemuan keluarga!

Jantung si wanita juga berdebar kencang, khususnya ketika ditatap oleh Nyonya He. Ia refleks mengepalkan kedua tangan. Menyadari tingkahnya itu, James He memegang tangan Erin dan menekan-nekan punggung tangannya.

Si wanita mendongak dan bertatap-tatapan dengan James He. Pria itu memberinya kode mata untuk tidak gelisah. Ini sepenuhnya salah James He sih, kalau dia bilang dari awal kan ia bakal bisa menyiapkan dirinya secara psikologis!

Si pria cuma tersenyum santai.

Melihat gerak-gerik anaknya, Nancy Xu bisa melihat betapa ia cinta dengan Erin. Si wanita sangat menikmati momen ini. Ia sungguh bahagia anaknya bisa menemukan pasangan yang cocok dan siap mendampingi seumur hidup.

Soal status sossial, sebagai orang yang berwawasan luas, Nancy Xu sama sekali tidak mempermasalahkan. Asal anaknya bahagia dan senang, wanita mana pun boleh-boleh saja! Lagipula, Erin juga adalah anak yang baik. Dia bukan hanya berkemampuan, namun juga berpenampilan cukup menarik.

Suami Nancy Xu, yang jelas duduk di sebelah istrinya, ikut-ikut saja dengan pendapat istrinya. Ia tidak memiliki pandangan negatif sama sekali.

Alhasil, di ruangan ini hanya Nyonya He yang tidak senang dengan Erin. Bagi si nyonya, latar belakang Erin yang rendahan sangat tidak cocok disandingkan dengan latar belakang James He yang berkelas. Namun, ia juga tidak berani menunjukkan pendapat berseberangan karena tiga orang lainnya semua setuju. Kalau ia melakukan itu, ia takut mereka semua akan berpikiran yang tidak-tidak soal dia.

Bagaimana pun juga, Nyonya He hanya punya jasa membesarkan James He. Nyonya Xu, yang merupakan ibu kandung si anak, hadir di sini dan pendapatnya jauh lebih dipentingkan.

Nancy Xu memberikan sebuah gelang giok buat Erin. Gelang ini sama persis dengan yang pernah diberikan ke Vero He, jadi Erin langsung tahu ini gelang peninggalan dinasti Qing akhir. Soal harga, siapa pun yang mendengar nominalnya pasti bakal ternganga. Nancy Xu sudah memberikan satu buat Vero He, lalu sisa satunya lagi memang ia simpan buat calon menantu.

Dengan penyerahan ini, Nancy Xu berarti sudah setuju untuk menikahkan putra kandungnya dengan si wanita.

Erin relfeks menolak dengan tidak enak hati, “Nyonya Xu, jangan lakukan ini.”

Nancy Xu tetap memasangkannya ke pergelangan tangan Erin, lalu tersenyum: “James He bilang padaku bahwa ia yakin menikahimu, lalu minta restu. Di awal hidupnya, aku tidak bisa menemaninya tumbuh dewasa. Di pertengahan hidupnya, aku juga tidak punya banyak waktu buat menemani. Jadi, tante minta tolong padamu buat mencintai dan merawat dia seperti kamu mencintai dan merawat dirimu sendiri.”

Erin selama ini mengira Nancy Xu tidak bakal bersedia punya menantu dari anak asisten rumah. Sebagai dampaknya, ia sekarang tersentuh sampai matanya berkaca-kaca. Si wanita menoleh ke James He dan mendapat anggukan.

Si pria jelas sudah mengantisipasi segala risiko dari awal. Kalau dia tidak memastikan semua orang bakal menerima Erin, ia jelas tidak bakal membawanya kemari. Ia sendiri saja tidak rela merendahkan Erin, apalagi kalau dia harus melihat wanitanya itu direndahkan oleh orangtuanya?

“Terima kasih Tante. Aku bakal menjaganya lebih dari aku menjaga diriku sendiri,” jawab Erin sambil tersenyum. Sejak pertama kali bertemu Nancy Xu, ia memang sudah dibuat terpesona dengan keanggunannya. Penampilan wanita itu mampu membuat siapa pun yang melihat merasa nyaman.

Nancy Xu menepuk-nepuk tangan Erin, “Baguslah kalau begitu. Kalau James He berani jahat padamu, lapor saja pada Tante, nanti Tante marahi dia.”

Nyonya He merasa terpojok dengan keakraban Nancy Xu dan Erin yang eksklusif. Daripada menunjukkan ketidaksenangan, ia akhirnya bangkit berdiri dan pergi ke kamar mandi.

Melihat kepergiannya, Felix He teriingat masa lalu. Kalau saja mamanya waktu itu tidak memandang rendah status sosial Nancy Xu, mereka sekarang pasti sudah jadi pasangan yang bahagia dan membuat semua orang iri.

Sembari memikirkan ini, Felix He juga menatap petinggi tentara dengan iri. Yang ditatap mengangkat gelas dan menggoyangkannya pada Felix He sebagai tanda hormat. Ia dalam hati mendeham dingin. Sana menyesal, yang tidak kamu jaga baik-baik memang bakal diambil orang!

“……”

Ketika Erin pergi cuci tangan, ia bertemu Nyonya He yang baru keluar dari bilik. Si nyonya dari dulu tidak senang dengannya. Ia dari dulu selalu menganggap Erin sebagai semut yang mengharapkan dinikahi gajah. Sialnya, si James He hari ini mendatangkan mama kandungnya buat membungkam mulutnya pula. Ia jadi tidak berani menentang!

Nancy Xu sebagai ibu kandung James He sudah setuju. Kalau ia sebagai mama tiri sok tidak setuju, itu bakal malu-maluin sekali sih!

Si nyonya mengamati Erin dengan tidak senang. Ketika gelang giok Erin tersibak waktu cuci tangan, ia tertawa dingin: “Erin, apa mamamu tahu bahwa kamu kemari malam ini?”

Erin mengernyitkan alis. Tahu Nyonya He tidak senang dengannya, ia buru-buru menyudahi cuci tangan dan mematikan keran. Waktu ia mau melangkah pergi, si nyonya malah menghalangi jalannya dan menghardik: “Hei, jawab pertanyaanku dong. Kamu pikir dengan James He suka kamu, maka kamu bisa masuk keluarga He? Itu pada akhirnya aku yang menentukan.”

“Terus tadi di ruang privat mengapa kamu tidak menentang?” tanya si wanita muda dengan datar.

Wajah Nyonya He memucat, sementara kemarahannya mencuat. Tanpa berpikir panjang, si nyonya langsung mengayunkan tangan ke wajah Erin. Akan tetapi, sebelum mengenai wajahnya, Erin sudah terlebih dulu menahan tangan itu. Si wanita muda menatapnya dingin, “Nyonya He, mohon kendalikan diri.”

Nyonya Xu menurunkan tangan sambil mendengus. Ia bicara lagi: “Kamu pikir dengan Nancy Xu suka kamu, kamu bisa bertingkah seenak jidat? Aku dengar, demi menghalangi hubunganmu dan James He, mamamu sampai mencoba bunuh diri. Kalau kamu bersikeras mempertahankan hubungan itu walau sudah ada di titik ini, kamu benar-benar anak durhaka.”

Bibir Erin menegang. Ia bertanya tidak senang, “Nyonya He, itu urusan keluargaku. Apa hubungannya denganmu?”

“Hehe. Demi kesenangan pribadi, kamu rela mengabaikan hidup dan mati mamamu sendiri. Bibi Yun benar-benar punya putri yang tidak tahu diri.” Kelar berucap begini, Nyonya He bergegas pergi dengan angkuh tanpa memedulikan Erin lagi.

Novel Terkait

Pernikahan Kontrak

Pernikahan Kontrak

Jenny
Percintaan
4 tahun yang lalu
Istri kontrakku

Istri kontrakku

Rasudin
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Menantu Hebat

Menantu Hebat

Alwi Go
Menantu
4 tahun yang lalu
Antara Dendam Dan Cinta

Antara Dendam Dan Cinta

Siti
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Anak Sultan Super

Anak Sultan Super

Tristan Xu
Perkotaan
3 tahun yang lalu
This Isn't Love

This Isn't Love

Yuyu
Romantis
3 tahun yang lalu
Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
3 tahun yang lalu