You Are My Soft Spot - Bab 225 Menyindir Aku Sudah Tua Ya? (1)

Di sebuah vila yang terletak di area yang sangat strategis, seorang wanita duduk di sofa. Cahaya yang tembus dari sebagian tirai yang terbuka jatuh di tubuhnya. Cahaya itu membuat penampilannya tidak begitu jelas, tetapi pria yang ada di hadapannya jelas sekali bisa merasakan amarah dia.

Si wanita mengayun-ayunkan gelas bir yang dia pegang, bayangan bir pun ikut jatuh ke tangannya. Wanita itu bertanya: “Jadi di sekitarnya selalu ada pengawal pribadi yang mengawasi?”

“Benar. Beberapa hari ini aku terus mengamatinya dengan seksama. Setiap kali ia keluar dari Parkway Plaza, pasti ada sebuah sedan hitam ikut di belakang mobilnya. Awalnya aku kira itu staf-stafnya, ternyata setelah kulihat lebih dekat mereka pengawal-pengawal pribadinya,” tutur si pria.

Si wanita meneguk bir dengan elegan. Ia mengernyitkan alis karena rasa asamnya tertahan di tenggorokan. Ia agak gusar, “Sudah mengikuti dia selama ini, kamu baru tahu dia punya pengawal pribadi kemarin? Wah, beberapa tahun tidak bertemu, kemampuanmu sudah turun ya.”

“Iya, aku mengakui aku dulu tidak teliti. Berhubung dia punya pengawal pribadi, kalau kita mau macam-macam pada dia rasanya akan sulit,” aku si pria dengan agak kecewa.

Sang wanita bangkit berdiri dari sofa sambil mengangkat gelas bir. Sang pria sekarang baru sadar wanita itu hanya mengenakan piyama tidur warna hitam. Sebagaimana piyama pada umumnya, pakaian itu sangat tipis dan pendek sehingga sebagian tubuh si wanita terlihat. Tubuhnya kurus, mungkin karena terlalu lama terbaring di ranjang. Meski begitu, ia tetap tidak kekurangan sedikit pun pesona.

Canggung melihat si wanita hanya pakai piyama, si pria membuang muka dengan wajah merah.

Si wanita tidak tahan untuk tidak tertawa, sekarang masih ada pria sepolos ini ya? Ia melangkah pelan menghampiri si pria, lalu menaruh tangan di bahunya. Sambil memain-mainkan jari di bahu bidang itu, si wanita berujar manja: “Siapa bilang aku mau macam-macam padanya? Aku suruh kamu mengawasinya hanya untuk mengetahui ke mana saja ia pergi. Dengan mengetahui hal itu, aku jadi bisa antisipasi kalau sewaktu-waktu terjadi sesuatu yang mencurigakan.”

Si pria bisa merasakan dengan jelas tangan lewmbut si wanita. Ia pria normal, mana mungkin tidak mengalami reaksi apa-apa? Meski begitu, mempertimbangkan identitas si wanita, ia hanya bisa menahan diri, “Nona Lian, mohon kendalikan diri!”

Angelina Lian berjinjit dan menaruh dagu di bahu si pria. Ia lalu berbisik pelan, “Silver Eagle, kamu masih membosankan seperti dulu ya. Istrimu tidak di sini, kalau kamu mau menikmati aku bilang saja. Kalau kamu dan aku sama-sama tidak bilang, tidak aka nada yagn tahu.”

Tubuh pria dengan nama samaran Silver Eagle itu terasa panas. Ia menunduk dan melihat si wanita bersndar di dadanya. Ia pun mulai terpancing dan menahan tubuh si wanita.

Angelina Lian senyum-senyum saja. Ia merangkul leher si pria dan bernafas pelan di samping telinganya, “Kakak Keempat, kamu harus mau aku! Aku cinta kamu!”

Pria berpanggilan “Silver Eagle” terhenyak. Dasar ini wanita, aku jadi terangsang kan!

Setelah “sesi penuh keringat” selesai, Angelina Lian kembali duduk di sofa merah. Melihat pria yang tengah memakai pakaian di depannya, ia berujar serak: “Silver Eagle, mulai sekarang, kamu adalah orangku. Kamu hanya boleh mendengar perintahku. Apa yang boleh diceritakan dan tidak boleh diceritakan pada istrimu, hatimu pasti paham.”

Si pria, yang sedang memasang kancing, mendongak dan melihat Angelina Lian yang telanjang bulat. Ia segera mengalihkan pandangan dan lanjut memasang kancing dengan gugup: “Iya, aku paham. Setelah naik ke ranjangmu akan sulit untuk melepaskan diri darimu, tetapi aku tetap mau. Kamunya sendiri paham konsekuensi menggodaku?”

Angelina Lian bertanya penuh semangat: “Apa tuh konsekuensinya?”

Pria berpanggilan “Silver Eagle” menghampiri Angelina Lian, mengangkat dagunya, dan mendekatkan bibir mereka berdua. Ia menciumi Angelina Lian dengan sangat agresif seolah ingin memakannya. Setelah ciuman panas selesai, ia berkata dengan nafas tergesa-gesa: “Lain kali, jangan memanggil nama pria lain di dekatku. Satu lagi, hubungan gelap kita ini kamu duluan yang mulai, jadi kamu selamanya tidak boleh mengakhiri.”

Angelina Lian menyipitkan maa. Pria di hadapannya sangat sempurna dan tampan. Di tengah kerumunan pria ini sangat gampang dikenali, itu karena dia berdarah campuran. Ia tersenyum tipis, “Kamu sangat menarik dan menggoda, mana mungkin aku ingin mengakhiri?”

“Dasar gombal.” Si pria mengecup bibir Angelina Lian lagi. Sambil memakai celana, ia kembali bertanya, “Kapan kamu mau habisi Vero He?”

“Sekarang belum tiba waktunya bagi aku untuk turun tangan.”

“Pasti karena mau dinilai baik oleh pria yang kamu suka kan?” Pria berpanggilan “Silver Eagle” bisa dengan mudah membaca isi pikiran Angelina Lian. Wanita itu setiap saat ingin mendapatkan Taylor Shen, sayang yang ada di mata Taylor Shen hanya Vero He seornag.

“Hehe, kok paham sekali sih? Tidak cemburu kan?” tanya Angelina Lian sambil mengedip-ngedipkan mata tanda meledek. Kerjasama mereka enam tahun lalu sungguh sempurna. Ia bisa melihat kemampuan si pria dan memanfaatkannya. Pria ini sungguh selalu membuatnya puas!

“Cemburu sih cemburu, tetapi mau apa lagi? Oh iya, semalam saat membuntuti Vero He, aku menemukan sesuatu yang sangat menarik.” Si pria menarik seleting, memasang ikat pinggang, dan duduk di sofa. Ia lalu mengulurkan tangan dan mengelus-elus bokong Angelina Lian.

Si wanita menyingkirkan tangannya. Si pria pakai pakaian lengkap, sementara dirinya tidak pakai apa-apa. Kok kelihatannya tidak imbang sekali ya? Angelina Lian mengambil bantal dan menaruhnya di depan dada untuk menutupi “dua gunung”. Dia lalu bertanya, “Apa itu?”

“Vero He belakangan sedang nego dengan sebuah merek fashion terkenal Italia untuk masuk Parkway Plaza. Mediator negosiasi ini adalah pria yang menghidupi kakak perempuannya. Kalau Lindsey Song tahu soal ini, ia pasti akan sangat marah. Kebetulan sekali Jumat malam ini akan ada pesta kostum bagi para klien VIP Parkway Plaza,” cerita sip ria.

Meski tertidur tujuh tahun, otak Angelina Lian tidak rusak sama sekali. Pikirannya dengan cepat bekerja dan terpikir sesuatu, “Ada fotonya?”

“Memang pintar wanita yang cocok denganku ini,” puji si pria dengan senyum tipis. Pria berpanggilan "Silver Eagle” itu merogoh foto-foto yang sudah dicuci dan menyodorkannya pada si wanita.

Angelina Lain menerima semua foto itu. Ia membolak-balik semuanya satu per satu, lalu berkomentar: “Kelihatannya Vero He tidak sesempurna yang dunia luar tahu ya. Aku pikir hari-harinya sangat indah, ternyata ia juga masih main nakal begitu. Oh iya, sudah berhasil menelusuri apa hubungan dia dengan keluarga He?”

“Dengar-dengar sih dia anak haram keluarga He yang dulu terabaikan di luar. Tetapi, aku curiga ia bisa juga wanita gelap yang dihidupi Felix He atau James He.” Si pria mengeluarkan korek api dan menyalakan rokok. Ia lalu menghisapnya dan menghembuskan asap tebal.

Angelina Lian ingat tujuh tahun lalu, waktu Karry Lian memainkan identitas Tiffany Song, mereka berdua sama-sama anak sebatang kara. Berikutnya, meski ia berhasil membuat kesalahpahaman antara Tiffany Song dan Taylor Shen, ia tetap tidak berhasil memutuskan hati keduanya.

Tuan Besar Lian pun pada akhirnya menyuruh dia berpura-pura jadi Tiara. Saat Taylor Shen meminta sampel rambutnya untuk diikutkan dalam tes DNA, ia menyerahkan rambut yang sebelumnya sudah Karry Lian berikan padanya. Sampel palsu itu berasal dari rambut Tiara yang asli, jadi dirinya dianggap sebagai Tiara. Mau cek di laboratorium mana pun, hasil akhirnya akan tetap sama.

Sampai sekarang, Angelina Lian sendiri masih belum tahu siapa pemilik sampel itu, alias Tiara yang asli.

“Yang kedua tidak mungkin lah, Felix He dan James He kan sudah menikah. Kalau Vero He adalah selingkuhan salah satu dari mereka, mana berani dia terang-terangan masuk rumah keluarga He?” tanya si wanita.

“Aku hanya bercanda, kamu anggap serius ya?” Si pria menoleh ke Angelina Lian dan menghembuskan asap ke wajahnya.

Angelina Lian langsung terbatuk-batuk. Sebelum keburu merespon, bibir si pria sudah terlebih dahulu menutup bibirnya. Pria itu lalu menghembuskan asap rokok ke dalam multunya. Angelina Lian mendorong pria itu sambil terbatuk-batuk, lalu setelah berhasil kembali tenang protes, “Silver Eagle, jangan keterlaluan deh.”

Si pria bangkit berdiri. Ia menunduk melihat foto-foto barusan yang tergeletak di lantai, lalu pamit: “Aku jalan dulu, kalau ada apa-apa telepon saja.”

Angelina Lian mengamati bayangan tubuh “Silver Eagle” yang makin menjauh. Ia jelas paham maksud nada bicara si pria barusan. Ia pun memungut foto-foto itu, merogoh ponsel, dan mengontak sebuah nomor, “Kurir paket ya? Ada paket yang ingin kukirim.”

……

Lindsey Song menerima sebuah paket. Pada paket itu tidak tertulis nama dan alamat pengirim, yang ada hanya nama dan alamat penerima. Ia mengernyitkan alis sejenak, lalu membuka paket dengan gunting. Dari dalam paket, beberapa lembar foto jatuh ke lantai.

Ketika menyadari gambar pada foto-foto itu, sekujur tubuhnya kaku. Dengan perlahan dan deg-degan ia menunduk mengambil foto-foto itu. Satu per satu foto ia lihat dengan kesal dan marah. Tiffany Song, aku tidak macam-macam denganmu, kamu ternyata malah menggoda priaku.

Lindsey Song sebenarnya juga tidak suka dengan pria ini. Ia terus bertahan di sisinya karena berharap harta kekayaan pria itu bisa jadi miliknya juga setelah ia memberikan pria itu anak. Dengan harta yang segudang, papanya pasti bisa kembali masuk deretan masyarakat kelas atas.

Demi harapan ini, Lindsey Song menabahkan diri untuk jadi selingkuhan si pria. Sial, pria itu malah “jajan” Tiffany Song! Brengsek sekali si Tiffany Song, mau-mau saja dia jadi “jajanan”!

Lindsey Song dari dulu sudah menugaskan detektif untuk terus menelusuri semua hal soal Tiffany Song. Sayang, kerjaan si detektif tidak pernah menunjukkan kemajuan. Saat diinterogasi dan dimarah-marahi, si detektif baru mengaku semua data soal Tiffany Song dijaga rapat-rapat oleh orang. Ia tidak menemukan hal apa pun dari para asisten rumah Tiffany Song. Selain itu, waktu mencari tahu ke mana Tiffany Song pergi selama dua tahun dulu, ia malah dilaporkan seorang tokoh ke polisi.

Detektif itu tidak berani melanjutkan pencarian. Ini taruhannya nyawa……

Lindsey Song dalam hati bertanya-tanya, bagaimana bisa Tiffany Song dilindungi oleh tokoh besar? Semakin stagnan penelusuran yang dilakukan, Lindsey Song malah makin penasaran. Sayang sekali, tidak ada orang yang berani membantunya menjawab seribu pertanyaan yang ada di pikiran. Mau seberapa besar pun bayarannya, tetap saja tidak ada yang bersedia.

Si wanita mengamati tatapan prianya pada Tiffany Song. Tatapan itu penuh nafsu seolah si pria tidak tahan untuk menelan Tiffany Song. Ia makin lama makin sebal. Ini tidak boleh dibiarkan, Tiffany Song harus dapat pelajaran biar tahu batas-batas etika.

Lindsey Song menaruh foto dan mengalihkan pandangan ke kartu undangan warna ungu yang tergeletak di meja dandan. Ia tersenyum dingin dengan wajah jahat. Tiffany Song, lihat saja apa yang akan aku lakukan padamu.

……

Hari dengan cepat berganti ke Jumat. Beberapa hari ini Taylor Shen pagi-pagi selalu datang ke Parkway Plaza. Ia datang sembari membawa sarapan, lalu menyantapnya sama-sama dengan Vero He. Percakapan mereka selama makan tidak banyak, hanya basa-basi saja. Setelah sarapan kelar, Taylor Shen langung pergi ke kantornya sendiri.

Pada pagi ini, Taylor Shen seperti biasa datang ke ruang kerja Vero He. Pemandangan yang langsung disuguhkan di depan matanya adalah kumpulan orang yang seperti sedang rapat. Orang-orang itu berdiri berdekatan, ada pria ada juga wanita. Taylor Shen kaget, ia tidak menyangka mereka hari ini mulai kerja sedini ini.

Vero He menepuk-nepuk tangan untuk menarik perhatian orang-orang. Ia memerintah asistennya: “Erin, bawa mereka semua ke lokasi pesta sekarang. Pastikan keamanan lokasi sedetail mungkin.”

“Baik, CEO He,” angguk Erin. Tidak boleh ada masalah sedikit pun dalam pesta mala mini, makanya Vero He jauh lebih gugup dari biasanya. Sebelum waktu menunjukkan jam enam pagi, ia bahkan sudah menelepon Erin dan menyuruhnya mengumpulkan orang-orang yang terlibat dalam penyelenggaraan pesta kostum ke kantornya. Ia mau mengadakan rapat darurat dengan mereka.

Vero He mengibas-ngibaskan tangan tanda menyuruh mereka semua untuk mulai melaksanakan instruksinya. Semua orang berbalik badan dan berjalan ke pintu. Saat berpapasan dengan Taylor Shen, banyak dari mereka menoleh dua kali. Yang wanita memuji-muji ketampanannya dan merasa iri dengan si bos, sementara para pria cemburu si bos sudah punya kekasih.

Taylor Shen…… Oh, dia sosok sempurna dan idaman. Dia kaya, tampan, tinggi pula.

Setelah semua pekerja keluar, Taylor Shen menghampiri meja kerja Vero He dan memulai percakapan: “Aku bawa sarapan, makanlah.”

“Aku tidak nafsu makan. Kamu makan sendiri saja,” geleng Vero He. Hatinya entah mengapa makin tidak tenang ketika pelaksanaan pesta kostum makin dekat. Tahun lalu, saat merencanakan acara besar serupa, ia tidak gelisah begini.

Taylor Shen menaruh makanan di meja si wanita. Ia mendekatinya dan mengamati raut wajah Vero He yang tidak begitu baik. Ketika ia mengulurkan tangan, sebelum tangan itu mendarat di jidat Vero He, si wanita sudah menghindar duluan. Tangan Taylor Shen tertahan di udara hampa, lalu ia kembali memaksa untuk menyentuh jidat Vero He. Suhu yang menjalar dari jidat si wanita ke tangannya normal. Vero He baik-baik saja, badannya tidak panas.

Novel Terkait

His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
3 tahun yang lalu
Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
4 tahun yang lalu
Gaun Pengantin Kecilku

Gaun Pengantin Kecilku

Yumiko Yang
CEO
3 tahun yang lalu
The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
3 tahun yang lalu
Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
4 tahun yang lalu
Cinta Pada Istri Urakan

Cinta Pada Istri Urakan

Laras dan Gavin
Percintaan
4 tahun yang lalu
The Winner Of Your Heart

The Winner Of Your Heart

Shinta
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Adore You

Adore You

Elina
Percintaan
4 tahun yang lalu