You Are My Soft Spot - Bab 251 Cintaku Padamu Sangat Mendalam (2)

“Aku sudah paham aku harus berbuat apa. Terima kasih Kakak Keempat.” Ekspresi gelisah Wayne Shen seketika lenyap tidak bersisa. Ia bangkit berdiri dan melangkah cepat meninggalkan ruang kerja kakaknya.

Taylor Shen mengamati bayagan tubuh sang adik sambil menggeleng. Urusan cintanya sendiri saja masih berantakan, sekarang malah sok-sokan memberi nasehat pada orang lain. Semoga nasehatnya itu tidak berujung kegagalan deh……

Telepon sambungan internal kantor berdeirng. Taylor Shen bergegas ke telepon dan mengangktanya. Orang seberang melapor, “CEO Shen, CEO Bo datang.”

“Persilahkan dia masuk.”

……

Seperti biasa, Vero He bersiap berangkat kerja seusai sarapan. Baru keluar vila, ia mendengar suara langkah sepatu di belakang. Ketika menoleh, yang ia lihat adalah James He yang mengenakan mantel tengah berjalan di belakang.

Mantel James He berwarna hitam, kedua tangan pria itu disimpan di kedua kantongnya.

Vero He berdiri diam di tangga halaman depan. Ketika James He sudah dekat sekali dengannya, ia meledek: “Pemuda keluarga kami tampan sekali ini. Semua wanita pasti tertarik deh.”

“Ish, jahil,” keluh sang kakak. Wajahnya seperti menahan tawa, jelas karena terhibur dengan kata-kata Vero He. Ia merangkul bahu Vero He dan membawanya ke mobil dia.

Erin daritadi menunggu di samping Lamborghini Vero He. Melihat kehadiran keduanya, ia jadi agak canggung dengan sosok James He. Ia pura-pura mau buka pintu mobil biar bisa menghindari momen bertatapan dengan si pria.

Yang dihindari menyadari gerakan Erin. Pria itu tiba-tiba berkata: “Vero He, aku antar kamu ke kantor. Erin, kamu yang menyetir.”

“Terus mobil Nona He bagaimana?” Erin tidak mau berada dalam satu tempat yang sama dengan James He.

“Suruh pengawal pribadi yang bawa ke sana,” jawab James He sambil membukakan pintu mobil buat Vero He. Setelah pintu ditutup, ia melihat Erin berjalan mendekat dengan hati-hati dan sambil tengok kiri kanan. Dalam hati ia merasa risih, memang dia virus ya? Dari kemarin sampai hari ini, wanita ini selalu saja jaga jarak dengannya.

Erin daritadi menunggu James He masuk mobil, tetapi pria itu malah terus berdiri di luar seperti tengah menunggunya. Kedua tangannya terasa agak kaku. Teringat pesan singkat yang diterima tengah malam kemarin, jantungnya jadi deg-degan.

Jarak Erin dan James He makin lama makin dekat. Kini si wanita sudah bisa mencium bau busa cukur si pria. Soal parfum, James He tidak terlalu suka memakainya, jadi bau tubuhnya sangat polos. Bau busa cukur dan bau tubuh alami itu bergabung dan menegaskan keberadaannya di sana.

Erin melangkah agak cepat biar bisa buru-buru terbebas dari bau James He. Si pria jelas tidak mau melepaskannya begitu saja. Ketika si wanita membuka pintu mobil, James He ikutan mengulurkan tangan dan memegang gagang pintu yang sama. Tangan keduanya pun bertumpukan sembari membuka pintu itu.

Gestur ini serupa dengan gestur kalau seorang pria tengah memeluk wanitanya dari samping. Nafas panas James He bisa terasa di telinga Erin, jadi wajah si wanita memerah. Ia tidak berani menatapnya sama sekali. Di dalam ada Vero He, kalau sampai si pria macam-macam bisa ribet urusannya.

Dari kecil, Erin sudah tahu James He adalah pria yang berada di awan. Dalam artian, pria itu hanya bisa diamati tanpa bisa dimiliki. Kalau mereka berhubungan cinta, mama dan para anggota keluarga He pasti tidak akan setuju.

Mana ada si keluarga majikan yang setuju putranya bercintaan dengan seorang anak pembantu? Kalau sampai kejadian, hubungan mereka tidak akan punya masa depan sama sekali.

“Terima kasih,” bilang Erin secara terpaksa karena dibukakan pitnu.

James He menatapnya datar saja. Pintu itu pun ia tutup.

Vero He duduk di belakang dan tidak menyadari sama sekali interaksi yang terjadi di antara kakak dan asistennya. Mendengar pintu sebelahnya dibuka, ia bergeser posisi duduk ke ujung satunya. James He pun melangkah masuk dan duduk di sebelah.

Erin memakai sabuk pengaman dan melajukan mobil keluar rumah. Tempat duduk James He kebetulan persis di belakang Erin. Pria itu mengamati kaca spion belakang untuk melihat gerak-gerik wanita yang kini tengah mengemudi. Ia ingin melubangi otaknya saking kesalnya dihindari sampai begini rupa dari kemarin!

Erin agak gelisah. Ia pura-pura tidak lihat dan mengajak Vero He bicara: “Nona He, aku sudah menyuruh orang untuk membelikan ponsel baru buatmu. Ponselmu yang rusak itu nanti mau aku bawa ke teman untuk dicarikan kembali datanya. Semoga kita bisa mendapat informasi-informasi yang berguna.”

Yang diajak bicara mengingat-ingat kata-kata Erin kemarin. Keengganan ia untuk bekerja sama sudah membuat orang-orang di sekitarnya kena masalah juga. Sebagai akibatnya, beban pekerjaan Erin jadi bertambah. Jelas-jelas ia yang buat salah, tapi si kakak malah mengkambinghitamkan Erin.

Sejahat-jahatnya dia, ia tidak boleh seperti ini dengan asisten.

“Erin, tidak usah dicari kembali datanya. Aku semalam tidak bicara karena ada Taylor Shen. Ada beberapa hal yang lebih baik dia tidak ketahui,” balas Vero He.

Erin menatap kaca spion belakang, lalu pandangannya menemui sepasang mata garang pria. Tatapan itu membuatnya agak kehilangan konsentrasi, jadi laju mobil jadi agak miring dan mau mengambil ruas jalan mobil lain. Ia buru-buru menstabilkan pergerakan mobil. Dalam hati ia berkomentar, si James He mengamatinya begini memang tidak takut dilihat Nona He ya?

“Mengapa harus menyembunyikan ini darinya? Jangan-jangan pesan bergambar itu ada hubungan dengannya?”

“Iya ada. Waktu mengangkat telepon, dari seberang terdengar lagu “The Phantom of The Opera”. Aku mematikan telepon itu, lalu masuklah sebuah pesan bergambar. Gambarnya bergerak, itu gambar seorang pria terbaring di ranjang dengan seorang wanita di sebelahnya yang menghunuskan pisau berkali-kali ke perut si pria. Sekitar mereka berlumuran darah.” Membayangkan pesan itu, Vero He jadi agak gelisah.

James He akhirnya mengalihkan pandangan dari kaca spion belakang. Ia kini menoleh ke Vero He, “Prianya adalah Taylor Shen, terus wanitanya kamu?”

“Betul,” angguk Vero He pasrah. Wanita itu melanjutkan, “Aku tidak tahu gambar bergerak ini ingin menjelaskan apa, bisa jadi hanya iseng semata.”

James He menarik kesimpulan. Kemarin adiknya kehilangan kendali emosi dan tidak bersedia menceritakan apa pesan bergambar yang diterimanya. Ternyata oh ternyata, pesan itu ada hubungannya dengan Taylor Shen. Ia berusaha menenangkan, “Betul, bisa jadi itu hanya ulah iseng saja. Jangan dimasukkan ke hati, jangan sampai suasana hatimu juga terpengaruh karenanya. Itu yang diinginkan si pelaku, jadi jangan biarkan keinginannya tercapai.”

Vero He mengernyitkan alis. Nada bicaranya agak tertekan, “Kakak, aku tidak tahu aku pernah melakukan salah apa sampai terus dibeginikan orang-orang.”

James He membuang nafas pasrah. Ia lalu merangkul bahu sang adik perlahan-lahan dan menjelaskan, “Vero He, waktu kamu memutuskan untuk membuka identitasmu ke publik, aku sudah bilang bahwa setelah ini semua masa lalu yang ingin kamu sembunyikan akan terbuka lebar-lebar di bawah matahari. Kamu tidak akan bisa menyembunyikan apa pun lagi.”

“Kakak, aku membuka identitas ke publik karena tidak mau selamanya bersembuyi di bawah ketiak kalian. Ada beberapa hal yang harus aku hadapi dan cepat atau lambat akan datang. Lima tahun, aku sudah cukup lama bersembunyi. Hanya tikus tanah yang selamanya sembunyi dan menyerang orang secara diam-diam. Aku tidak mau jadi seperti itu. Kalau pun harus berjuang keras dan mati-matian, aku bakal melakukannya terang-terangan,” jawab Vero He.

Mendengar penuturan ini, Erin refleks menengok ke kaca spion belakang lagi. Melihat si bos pria sedang merangkul si bos wanita, dia buru-buru membuang pandangannya kembali ke jalanan depan.

“Vero He, buat apa sih kamu sekeras kepala ini? Bukanya enak kami berdua lindungi? Buat apa kamu rela menghadapi badai kalau sebenarnya kamu bisa berada di rumah kami yang aman?”

Si adik tidak menanggapi. Ia sebenarnya ingin bilang dia adalah seorang manusia yang hanya boleh bergantung pada diri sendiri, namun ia takut kata-kata ini akan menyakiti perasaan James He. Sejak ia dibawa ke rumah kediaman keluarga Shen, cinta James He padanya sama sekali tidak kurang dari cintanya pada Angela He. Bahkan, cinta untuknya bisa dibilang lebih besar.

Vero He melipat dahi. Jauh di dalam lubuk hati, ia sebenarnya belum menganggap para anggota keluarga He sebagai keluarga sepenuhnya.

Mobil berhenti di parkiran bawah tanah Parkway Plaza. James He turun dari mobil dan mempersilahkan Vero He keluar. Melihat Erin ikut turun, ia berujar datar: “Vero He, kamu naik dulu. Aku mau bicara sebentar dengan Erin.”

Si adik menatap Erin sekilas. Tanpa rasa curiga apa pun, ia mengangguk dan berjalan ke lift.

Kalau Vero He tenang-tenang saja, suasana hati Erin berbanding seratus delapan puluh derajat. Dengan kata-kata James He barusan, ia tidak punya kesempatan untuk bersembunyi. Setelah Vero He masuk lift, si bos pria mengalihkan pandangan ke Erin: “Masuk mobil, antar aku ke kantor.”

Erin dengan terpaksa kembali masuk mobil. Setelah pintu depan dan pintu belakang ditutup serta dikunci, mobil melaju keluar parkiran bawah tanah.

Matahari hari ini cukup terik, sinarnya bahkan cukup terasa di dalam mobil meski kacanya sudah dilapisi kaca film yang cukup tebal. James He memulai pembicaraan dengan nada datar, “Pesan pendek semalam kamu tidak terima?”

“……” Erin tidak menyangka dia disuruh menyetir begini untuk ditanya pertanyaan ini. Ia gigit-gigit bibir dan berdusta, “Semalam ponselku dicas dalam keadaan mati. Aku tidak melihat pesanmu.”

“Gila, pekerjaanmu ini jelas butuh menyalakan ponsel dua puluh empat jam. Kalau sampai ponsel mati, kamu pasti bakal tidak bisa tidur nyenyak. Berani bohong kamu denganku?” selidik James He. Memang dia anak umur tiga tahun ya? Bekerja sebagai asisten pemimpin Parkway Plaza mana bisa matikan ponsel sih?

“……” Erin tidak menjawab dan memilih fokus menyetir saja.

Didiamkan, James he jadi agak gusar. Ia melihat ke luar jendela tanpa melanjutkan pembicaraan. Baru sebentar diam, ia tergerak untuk bicara lagi karena masih tidak senang. Ia sekarang komplain hal lain, “Lama benar nyetirnya. Kalau kecepatanmu begini sih sampai besok kita juga belum sampai.”

Erin menarik nafas panjang. Ini kan puncak jam berangkat kerja. Kalau pun ia memacu mobil dengan lebih kencang, mereka juga bakal terhalang mobil depan! Ia menanggapi sinis, “Bagaimana kalau Tuan Muda ajukan pengawalan pribadi dari kepolisian? Aku jamin aku bisa menyetir sampai mobil ini terbang.”

James He makin sebal, “Berani meledek atasan kamu?”

“……” Erin tidak menjawab lagi. Ia malas terus-menerus dianggap salah.

Ternyata keputusannya untuk diam ini juga salah. James He mengernyitkan alis dan menyindir, “Aku bicara denganmu, tuli ya?”

Erin memutar bola mata tanda kesal. Pria ini makin lama makin susah diurus ya. Bicara ini salah, bicara itu salah. Semua tindakannya dianggap tidak benar, jadi buat apa coba minta dia menyetir? Nanti mobilnya ditabrakkan ke mobil lain baru tahu rasa!

“Erin, sekali lagi kamu begitu denganku, percaya tidak aku bakal apa-apakan kamu?” ancam James He. Wanita itu benar-benar deh……

“Tuan Muda, tadi pagi sudah minum obat belum?” tanya Erin mendadak. James He terhenyak dan seketika menjawab, “Aku tidak sakit apa-apa, minum obat apa coba?”

“Nah kan, pantas saja jadi begini. Ternyata lupa minum obat,” angguk Erin. James He baru sadar ia dikatai punya penyakit yang perlu minum obat rutin. Ia menggeretakkan gigi geram: “Erin, jangan meledekku ya kamu, kalau tidak……”

“Kalau tidak apa? Aku tidak takut, kamu saja tidak bisa mengalahkanku,” kata Erin sambil mengangkat kedua alis. Mereka sempat bermain imbang waktu itu, dasar James He payah.

“……” Si pria tidak mendebat lagi. Suatu hari nanti, Erin passti bakal tahu waktu itu dia sengaja mengalah. Kalau dia serius bertarung, dari awal sekali dia sudah bakal menang.

……

Vero He berjalan masuk ruang kerja. Ia melepas mantelnya dan menaruhnya di sofa, lalu bergegas ke meja kerja. Di sana sudah ada setumpuk dokumen. Ia melihatnya satu per satu secara sekilas. Kebanyakan dokumen merupakan laporan penjualan bulan ini. Karena pengaruh kondisi eksternal, penjualan bulan ini kalah jauh dari bulan lalu.

Si wanita memijat-mijat pelipis. Belakangan energinya habis betul dalam semua urusan kantor, namun hasilnya tidak begitu bagus. Skema penawaran yang dia tawarkan ke Desainer Terbaik menemukan jalan buntu, hak agensi merek terkenal Italia juga belum kelar dibahas. Untuk urusan yang kedua, Taylor Shen tidak juga menandatangani ini.

Ia perlu cari waktu untuk menemui Taylor Shen dan memastikan hak agensi ini jatuh ke Parkway Plaza. Merek ini sangat terkenal di seluruh dunia. Kalau tidak bisa dibuat agensinya di China, orang-orang berduit pasti bakal pergi ke luar negeri. Saat pergi ke negara yang dituju, mereka tidak bakal hanya membeli produk merek Italia itu, melainkan juga sekalian membeli produk beberapa merek lain.

Pada waktunya nanti, itu akan membuat masa depan Parkway Plaza jadi suram.

Sekretaris datang dan mengantarkan kopi. Ia berpesan: “Kabari ke semuanya sepuluh menit lagi rapat.”

“Baik, CEO He.”

Rapat berlangsung selama dua jam. Para petinggi perusahaan berjalan keluar ruang rapat satu per satu setelah rapat kelar, sementara Vero He masih tinggal di dalam. Ia mengamati tampilan presentasi yang dipancarkan proyektor LCD dengan alis terangkat. Kondisi pasar tahun ini sangat buruk. Akibat fluktuasi pasar saham di awal tahun, sekarang sudah ada tiga perusahaan mal di Kota Tong yang berganti kepemilikan.

Novel Terkait

Pergilah Suamiku

Pergilah Suamiku

Danis
Pertikaian
4 tahun yang lalu
You're My Savior

You're My Savior

Shella Navi
Cerpen
5 tahun yang lalu
Half a Heart

Half a Heart

Romansa Universe
Romantis
4 tahun yang lalu
Penyucian Pernikahan

Penyucian Pernikahan

Glen Valora
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
5 tahun yang lalu
Cintaku Pada Presdir

Cintaku Pada Presdir

Ningsi
Romantis
4 tahun yang lalu
Love at First Sight

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu
Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu