You Are My Soft Spot - Bab 136 Aku Tidak Mau Tidur Denganmu (3)

Taylor Shen duduk sebentar, lalu bangkit berdiri dan naik ke atas. Ia berdiri cukup lama di depan pintu ruang tidur utama, lalu baru membuka pintu perlahan-lahan. Suasana kamar remang-remang karena hanya diterangi cahaya rembulan dari luar. Meski cahayanya tidak terang, namun Taylor Shen tetap bisa melihat sosok perempuan yang berbaring di ranjang.

Ia menghampiri sisi ranjang, lalu menyalakan lampu meja ranjang. Di bawah cahaya lampu meja ranjang yang kekuningan, wanita di atas kasur itu terlihat sangat anggun dalam tidurnya. Taylor Shen menempelkan punggung tangannya ke jidat wanita itu. Demamnya sudah turun.

Tidak lama kemudian, Taylor Shen pergi ke ruang pakaian dan mengambil dua pasang selimut untuk ditaruh di lantai kamar tidur barusan. Ia kemudian pergi mandi. Setelahnya, ia berbaring di atas selimut yang ada di lantai itu. Ia segera terlelap.

……

Keesokan harinya pagi-pagi sekali, Tiffany Song bangun lebih awal daripada Taylor Shen. Melihat pria itu berbaring di lantai sambil menghadap ke arahnya, hatinya tiba-tiba diselimuti perasaan yang tidak karuan.

Ia tidak ingin tidur dengannya. Pria ini kok bisa-bisanya lebih memilih tidur di lantai kamarnya daripada cari kamar baru? Sebenarnya dia yang terlalu sensitif atau Taylor Shen yang terlalu semaunya sendiri sih?

Tiffany Song membuang nafas panjang. Ia duduk pelan-pelan. Tubuhnya penuh keringat dan lengket akibat demam semalam. Ia sungguh merasa tidak nyaman. Sejak kecelakaan, ia belum pernah mandi lagi. Tetapi, kalau ia lanjut tidak mandi sekarang, ia khawatir tidak akan tahan.

Tiffany Song berjalan tergopoh-gopoh ke ruang pakaian. Semua pakaiannya semalam sudah ia pindahkan ke koper, yang tersisa di lemari hanya yang dibelikan oleh Taylor Shen. Karena tengah bertengkar, ia tidak ingin mengenakan pakaian pemberian pria itu. Ia lantas menarik kopernya, dan tiba-tiba terdengar suara dingin dari belakang, “Kamu mau apa?”

Tiffany Song refleks menengok. Taylor Shen entah sejak kapan sudah berdiri di belakangnya. Ia terkejut sekali dan buru-buru menjawab: “Aku sedang cari pakaian.”

Taylor Shen mengernyitkan alis. Ia menunjuk lemari baju dan berseru: “Di situ kan juga ada banyak pakaian, buat apa ambil yang di dalam koper.”

“Aku tidak ingin pakai yang kamu kasih. Aku ingin pakai yang aku beli sendiri.” Tiffany Song membaringkan kopernya di lantai, membuka resleting, dan mengambil sepasang pakaian. Wajah Taylor Shen yang lembut mengeras, ia berkata: “Kamu kan sepenuhnya milikku, buat apa memisah-misahkan pakaian yang kamu beli sendiri dengan pakaian yang aku berikan?”

Wajah Tiffany Song memerah. Ia memang selalu kalah kalau berbicara dengan Taylor Shen. Tanpa berujar apa-apa lagi, ia mengambil pakaiannya dan berjalan tergopoh-gopoh ke arah pintu. Tepat di depan pintu, Taylor Shen menghalangi jalannya. Ia protes dengan kesal, “Anjing yang baik tidak boleh menghalangi jalan pemiliknya.”

Dengan posisi melipat lengan, Taylor Shen menatap Tiffany Song dingin seolah memberi kode tidak akan menghiraukan permintaannya. Tiffany Song makin kesal. Ia tidak tertarik berbicara lagi dengan pria itu, jadi ia memiringkan tubuhnya sedemikian rupa lalu berusaha keluar melalui celah yang masih ada agar tidak menyenggol Taylor Shen.

Melihat Tiffany Song menghindari dirinya seperti ular, wajah Taylor Shen muram. Ia segera menutup celah itu dengan dengan tubuhnya. Tiffany Song pun menabrak dadanya. Taylor Shen memegang pinggang wanita itu sambil berseru dingin: “Setidak sabar ini ya untuk masuk dalam dekapanku?”

Tiffany Song geram sekali. Jelas-jelas Taylor Shen yang mempermainkannya, kok malah dia yang diledek sih? Ia berusaha mendorong dada Taylor Shen dengan kedua tangannya sambil berseru kesal: “Lepaskan aku.”

Taylor Shen tidak mengindahkannya sama sekali. Pria itu bertanya: “Ambil pakaian buat apa?”

“Aku mau mandi.”

“Kamu sekarang belum boleh mandi. Luka di kepalamu dan lututmu tidak boleh kena air,” ujar Taylor Shen memperingatkan.

Tiffany Song mengelak: “Ya sudah aku lap-lap tubuh sedikit tidak masalah kan.”

“Aku yang lap.”

“Tidak mau!”

Pada akhirnya Taylor Shen lah yang mengalah. Ia membopong Tiffany Song masuk ke kamar mandi, memenuhi bathtub dengan air panas, dan menaruh sebuah kursi di samping bathtub. Ia kemudian berbalik badan bergegas keluar. Di depan pintu, Taylor Shen tiba-tiba menoleh ke Tiffany Song: “Sungguh tidak mau aku bantu?”

“Tidak mau?” Tiffany Song langsung menolak. Setelah Taylor Shen keluar, Tiffany Song pun melangkah ke pintu dan menguncinya. Dengan begini ia baru merasa tenang.

Tiffany Song berdiri di sisi bathtub dan melepas kancing piyama tidurnya. Di bawah cahaya lampu kamar mandi, luka-luka di sekujur tubuhnya terlihat sangat jelas. Ia jadi sedih sendiri begitu teringat perlakuan Taylor Shen padanya kemarin.

Taylor Shen masuk ke kamar tidur. Ia melipt selimut yang ia pakai ketika tidur di lantai kemarin, lalu mengembalikannya ke ruang pakaian. Beberapa lama kemudian, melihat Tiffany Song belum keluar juga, ia berjalan ke kamar mandi dan mengetuk pintu, “Tiffany Song, jangan kelamaan di dalam.”

Karena mengelap tubuhnya sendirian, Tiffany Song agak kesulitan mengelap bagian punggung. Begitu Taylor Shen memanggil-manggilnya, ia langsung mengelap tubuhnya dengan handuk dan buru-buru memakai pakaiannya. Ia takut Taylor Shen mendobrak pintu dan masuk.

Ia kemudian dengan susah-payah berjalan keluar. Melihat Taylor Shen berdiri di sisi pintu, ia mengalihkan pandangannya ke sisi lain.

Tiffany Song sudah tersiksa semalaman. Ia kini sangat lapar. Ia keluiar dari kamar tidur. Taylor Shen mengikutinya dari belakang. Pria itu berulang kali ingin menggendongnya ketika melihat ia turun dari tangga dengan susah-payah, tetapi wajah dingin wanita itu membuatnya mau tidak mau mengulurkan niat.

Keterpaksaan ini terasa sangat tidak enak, namun bagaimana pun juga pertengkaran ini salahnya, jadi ia juga yang harus mengalah.

Melihat mereka berdua turun dari lantai atas, Bibi Lan buru-buru bertanya: “Tuan, Nona Song, sarapan sudah siap. Mau disajikan sekarang?”

“Iya.” Taylor Shen mengangguk. Tiffany Song dari kemarin belum makan, ia pasti ekarang sangat kelaparan. Mereka berdua masuk ke ruang makan tanpa memedulikan keberadaan satu sama lain. Lebih tepatnya, Tiffany Song lah yang tidak memedulikan keberadaan Taylor Shen.

Bibi Lan langsung memanggil-manggili para pembantu rumah. Tidak lama berselang, meja makan sudah dipenuhi berbagai menu sarapan. Tiffany Song menikmati buburnya sambil menunduk. Ia tidak mengindahkan pria di sebelahnya sama sekali. Angelina Lian turun dari lantai atas. Melihat mereka berdua duduk bersamaan ketika sarapan, ia dalam hati terkejut, masa secepat ini sudah baikan?

Ia mendekati meja makan sambil mengamati gerak-gerik mereka lekat-lekat. Ia menghembuskan nafas lega, ternyata mereka masing “perang dingin”.

Suasana meja makan agak tegang karena tidak ada yang berbicara. Angelina Lian mengaduk buburnya lalu tersenyum sumringah: “Nona Song, dengar-dengar kemarin kamu demam ya. Sekarang sudah baikan?”

Tiffany Song melirik Angelina Lian sejenak, namun tidak menjawab pertanyaannya. Suasana hati Tiffany Song sedang tidak baik, ia tidak tertarik berbincang dengan siapa pun, apalagi dengan Angelina Lian.

Taylor Shen menoleh ke Tiffany Song yang daritadi berkonsentrasi penuh menikmati makanannya. Ia menjawab: “Tiffany Song sudah membaik kok.”

“Baguslah kalau begitu.” Angelina Lian tersenyum tipis. Ia tidak berbicara lagi dan ikut diam menyantap makanannya.

Taylor Shen menaruh sumpitnya di mangkuk. Ia menatap Angelina Lian yang duduk di hadapannya sambil berseru: “Nanti sore pukul empat datanglah ke Swiss Sea Club. Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu.”

Angelina Lian mendongak. Melihat raut Taylor Shen yang serius, ia jadi teringat kejadian semalam. Ia dalam hati panik, namun tetap mencoba menampilkan senyum: “Urusan apa memangnya sampai harus bertemu di luar? Nanti Nona Song salah paham aku jadi tidak enak loh.”

Tiffany Song tidak peduli namanya disebut-sebut. Taylor Shen menoleh ke arah wanita itu: “Ia tidak akan salah paham kok. Kamu jangan khawatir.”

“Taylor Shen……” Angelina Lian punya firasat yang tidak enak.

Tanpa memedulikan keberadaan Angelina Lian dan pembantu-pembantu rumah, Taylor Shen mengecup pipi Tiffany Song. Pria itu kemudian berseru lembut: “Istirahat yang cukup di rumah, jangan keluar-keluar. Tunggu aku kembali ya!”

Tiffany Song mengusap pipinya yang barusan dikecup Taylor Shen. Di sini ada orang-orang lain, sungguh tidak tahu malu pria ini! Melihat pemandangan barusan, Bibi Lan dan dua pembantu rumah tertawa-tawa sambil menutup mulut dengan malu. Hanya Angelina Lian saja yang mukanya mengeras. Ia dalam hati sangat gusar.

Taylor Shen bangkit berdiri dan berjalan keluar ruang makan. Pria itu kemudian menerima jaket sodoran Bibi Lan dan keluar dari vila.

Dari ruang makan kebetulan bisa melihat parkiran mobil di luar. Tiffany Song melihat Taylor Shen masuk mobil dan duduk di kursi belakang. Mobil pria itu kemudian langsung melaju kencang. Ia lalu menarik pandangannya, dan hal pertama yang ia tangkap setelahnya adalah sepasang mata Angelina Lian yang dipenuhi rasa cemburu.

Ia tidak bilang apa-apa. Ia lanjut menikmati bubur sambil menunduk.

……

Di dalam mobil, Christian melaporkan pekerjaan dan susunan perjalanan hari ini pada Taylor Shen. Bosnya itu tiba-tiba memotong kata-katanya dan memerintah: “Nanti sore pukul tiga sampai empat kosongkan. Jadwalkan pertemuan dengan Kakek Lian.”

“Baik, CEO Shen.” Christian dari dulu hanya bisa mengiyakan semua perintah Taylor Shen.

“Oh ya, dua pengawal pribadi kemarin pecat. Cari orang baru yang lebih handal.” Hati Taylor Shen masih gerah setiap kali teringat kejadian kemarin.

“Baik, CEO Shen. Aku sudah mulai mencari orang kok, nanti tinggal aku wawancara.” Begitu melihat Taylor Shen mencak-mencak di hadapan dua pengawal pribadi kemarin, Christian langsung tahu mereka pasti akan segera dipecat dalam waktu dekat.

“Kalau bisa cari yang perempuan,” tambah Taylor Shen.

“Baik.”

“Soal pencarian Tiara bagaimana? Ada kemajuan apa?” Taylor Shen menatap Christian penuh harap. Pelaku human trafficking yang menjual Tiara sudah ditemukan. Sekarang, mereka hanya perlu mencari panti asuhan tempat Tiara dibesarkan.

“Kemarin Eden Zhu semalaman melakukan penyelidikan. Di antara jalur kereta Kota Tong dan Kota Z, total ada delapan ratus enam puluh lima panti asuhan. Di antara semuanya, yang memenuhi kriteria yang disebutkan oleh si pelaku trafficking ada seratus tiga buah,” urai Christian.

Taylor Shen mengernyitkan alis, “Seratus tiga buah?”

“Betul. Eden Zhu masih mendalami penyelidikannya. Tiara kan hilang dua puluh dua tahun yang lalu, jadi panti asuhan tempat ia dibesarkan pasti sudah eksis setidaknya dua puluh dua tahun yang lalu. Kalau kita hanya mengikuti deskripsi si pelaku trafficking, akan ada banyak sekali panti asuhan yang harus didatangi. Jadi, Eden Zhu memutuskan mempertimbangkan juga faktor-faktor lain yang ia rumuskan sendiri. Dengan begitu, hasil akhir penyelidikan bisa sangat mendekati panti asuhan tempat Tiara dibesarkan.”

Taylor Shen memijat-mijat pelipis, “Ya sudah, suruh dia cari pelan-pelan. Tidak usah buru-buru. Ini memang susah, karena kejadiannya sudah lama sekali. Kuncinya adalah jangan sampai ada satu kemungkinan pun yang terlewatkan.”

“Baik, CEO Shen. Aku akan sampaikan arahanmu padanya.” Christian mengangguk patuh.

Mobil hening beberapa saat. Tidak lama kemudian, Taylor Shen kembali bersuara: “Christian, utus orang untuk menyelidiki Karry Lian. Aku rasa dia bukan orang yang sederhana dan lurus.”

“Karry Lian? Penerus Lian’s Corp sekaligus pengacara yang membela Nona Song pada sidang perceraian lalu?” Christian terkejut, ia merasa pria itu orang yang baik-baik saja, kok CEO Shen merasa ada yang tidak beres dengannya?

“Iya, betul. Utus orang untuk menyelidikinya. Hati-hati, jangan sampai ketahuan olehnya.” Taylor Shen pernah berpapasan dua kali dengan Karry Lian. Berdasarkan pengalamannya, ini pasti bukan kebetulan belaka. Karry Lian pasti mendekati Tiffany Song dengan motif rahasia.

Jadi, ia sekarang harus tahu sebenarnya apa yang ingin dilakukan orang ini untuk mengantisipasi hal yang tidak-tidak kedepannya.

“Baik.”

Sore hari pukul setengah tiga, Taylor Shen tiba di ruang privat Swiss Sea Club. Pada waktu yang bersamaan, Kakek Lian juga tiba di depan kompleks klub itu. Tiga puluh tahun lalu, keluarga Lian, keluarga Shen, dan keluarga He merupakan tiga keluarga penguasa Kota Tong. Sayang, lima belas tahun lalu, perusahaan keluarga Lian mengalami tren negatif yang drastis dan sampai sekarang tidak juga menemukan performa terbaiknya.

Sejak saat itu, Kakek Shen selalu menghindar dari orang-orang. Untuk menghadiri acara-acara pertemuan bisnis saja ia selalu mengutus junior-juniornya.

Taylor Shen sendiri saja saat tadi meminta Christian melakukan penjadwalan sebenarnya tidak begitu yakin Kakek Lian akan memenuhi permintaannya.

Taylor Shen berdiri di sisi jendela ruang privat. Pintu ruangan tiba-tiba dibuka dari luar. Ketika ia menoleh, yang dilihatnya adalah seorang pengawal pribadi berpakaian formal tengah mendorong sebuah kursi roda masuk.

Taylor Shen membelakangi cahaya. Ia tidak bisa melihat dengan jelas perawakan orang yang duduk di kursi roda. Seiring matanya melakukan penyesuaian, wajah orang yang duduk di kursi roda itu perlahan semakin jelas. Mata Taylor Shen membelalak, ia tidak percaya dengan apa yang ada di hadapannya.

Novel Terkait

Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
4 tahun yang lalu
My Tough Bodyguard

My Tough Bodyguard

Crystal Song
Perkotaan
5 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu
Wanita Pengganti Idaman William

Wanita Pengganti Idaman William

Jeanne
Merayu Gadis
5 tahun yang lalu
Awesome Guy

Awesome Guy

Robin
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Gadis Penghancur Hidupku  Ternyata Jodohku

Gadis Penghancur Hidupku Ternyata Jodohku

Rio Saputra
Perkotaan
4 tahun yang lalu
The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Mr Huo’s Sweetpie

Mr Huo’s Sweetpie

Ellya
Aristocratic
4 tahun yang lalu