You Are My Soft Spot - Bab 187 Setua-Tuanya Aku, Kamu Masih Lebih Tua (3)

“Tidak apa-apa. Yuk makan.” Stella Han tidak ingin bercerita pada Tiffany Song sekarang. Besok sahabatnya itu akan menikah. Ia harus senang hari ini, jangan sampai dia pusing memikirkan urusan pribadinya.

Tiffany Sogn tahu Stella Han sebenarnya tidak baik-baik saja. Meski begitu, ia tidak enak hati bertanya lebih lanjut. Keduanya masuk ruang makan. Semua orang sudah duduk dengan rapi. Di sebelah Taylor Shen dan Jordan Bo masing-masing ada satu bangku kosong. Jelas sekali bangku-bangku itu dikosongkan untuk siapa.

Stella Han menatap Jordan Bo sekilas, lalu duduk di sebelahnya. Bagaimana pun juga, ini bukan tempat yang cocok bagi mereka untuk bertengkar. Sekalipun barusan ribut, mereka harus menampilkan sikap yang harmonis di sini.

Tiffany Song membuang nafas panjang dan duduk di sebealh Taylor Shen. Daging kambing di dalam panci hotpot sudah matang. Taylor Shen mempersilahkan semuanya untuk mulai menyantap hidangan. Freddy Bi segera menyumpit satu daging, memasukkannya ke sambal dan kecap, lalu menyantapnya. Daging itu lembut dan kehangatannya pas. Ia memuji, “Enak, enak, jauh lebih enak dari hotpot yang di luaran.”

Ned Guo mengamati Freddy Bi yang sangat berselera. Ia teringat sesuatu: “Omong-omong, makan daging tidak lengkap rasanya tanpa bir. Di mobilku ada beberapa botol bir enak, aku ambil ya.”

Taylor Shen ikut dia pergi. Keduanya keluar dari bangunan vila sambil memegangi erat mantel masing-masing supaya tidak kedinginan. Mereka berlari kecil ke mobil. Ned Guo mengajak bicara: “Hujan salju semakin lama semakin deras ya. Entahlah besok cuacanya akan baik atau tidak.”

“Iya, ini derasnya bahkan masih lebih deras daripada hujan biasa,” balas Taylor Shen. Ia sendiri sih tidak masalah kalau besok cuacanya begini lagi. Ia hanya khawatir Tiffany Song kedinginan ketika memakai gaun pengantin yang terbuka.

Mereka sampai di mobil. Ned Guo memencet tombol “buka” di kunci mobilnya dan lampu mobil pun berkelip. Ia membuka bagasi, mengabmil beberapa botol bir, lalu kembali menutupnya. Melihat Taylor Shen sudah siap kembali ke vila, ia memanggil temannya itu untuk tunggu sebentar. Ned Guo membuka pintu belakang, mengeluarkan sebuah kotak persegi panjang warna pink, lalu memberikannya ke Taylor Shen, “Kakak Keempat, ini di dalamnya ada mantel. Ini aku dapat beberapa tahun lalu dari salah satu anggota keluarga. Aku tidak memakainya, jadi ini untuk pernikahanmu saja.”

Taylor Shen membuka kotak itu. Mantel yang ada di dalamnya terbuat dari bulu cerpelai, jadi kehangatan yang bisa dihasilkan tidak perlu diragukan. Ia tersenyum: “Wah, pas sekali musim dingin begini dapat mantel. Terima kasih banyak ya.”

“Sobat baik tidak perlu saling sungkan.” Ned Guo meninju pelan lengan Taylor Shen. Pria itu kemudian berbungkuk, mengambil bir-bir yang ada di lantai, lalu kembali ke vila dengan Taylor Shen. Dalam perjalanan, ia bertanya, “Dengar-dengar Karry Lian sudah dibebaskan?”

“Iya, tadi siang bebas.”

“Kamu dan Jordan Bo beraliansi saja ia tetap bebas. Ia sungguh tidak boleh diremehkan,” tutur Ned Guo dengan wajah serius.

“Profesi lama dia itu pengacara, jadi ia tahu celah-celah hukum yang bisa dimanfaatkan. Kami sendiri terlalu buru-buru sih menangkapnya, ia jadi tidak mati. Kami sudah menduga cepat atau lambat ia bisa keluar,” balas Taylor Shen.

“Ia orang yang sangat berbahaya, bahkan masih lebih berbahaya dari kakekmu. Kamu harus hati-hati, terus awasi dia,” ujar Ned Guo mengingatkan.

“Baik, aku akan berhati-hati kok. Nanti sesudah acara pernikahan, aku akan tangkap lagi dia.”

Mereka tiba di bangunan vila dan masuk. Topik pembicaraan barusan terlupakan begitu saja.

Taylor Shen menaruh kotak pemberian Ned Guo di meja teh, lalu memberikan bir ke Bibi Lan dan menyuruhnya menghangatkan. Freddy Bi dan Alex Yue memang jago makan. Baru ditinggal sebentar, dua orang ini sudah menghabiskan lebih dari setengah daging yang ada.

Beberapa menit kemudian, Bibi Lan mengantarkan bir yang sudah dihangatkan ke meja. Taylor Shen mengisi gelasnya sendiri dan gelas masing-masing sahabatnya hingga penuh, lalu mengajak bersulang: “Ayo bersulang demi acara pernikahan besok yang sempurna.”

Tiffany Song dan Stella Han tidak begitu suka bir, jadi Bibi Lan menggantikan minuman mereka dengan susu kedelai. Mereka bersulang dan meminum gelas masing-masing sampai habis. Taylor Shen kembali mengisi gelas mereka dan duduk.

Tiffany Song mengambilkan daging dan menaruhnya di piring Taylor Shen. Ia mengingatkan: “Jangan minum bir dalam keadaan perut kosong, nanti sakit perut loh.”

Taylor Shen senyum-senyum menatap istrinya. Kelembutan Tiffany Song berhasil melenyapkan ketidaksenangannya kemarin.

Melihat keduanya memamerkan kemesraan, Freddy Bi garuk-garuk kepala sambil meledek: “Kakak Keempat, kalau kalian berdua begitu lagi, kami-kami yang masih lajang bisa pingsan loh ini.”

Taylor Shen tertawa: “Makanya cepat-cepatlah menikah, biar orangtua kalian juga tidak pusing.”

“Kami tidak seberuntung kamu dan Kakak Tertua. Kami mau menikah, tetapi tidak ada yang mau sama kami,” keluh Alex Yue.

“Heh?” Taylor Shen menegur: “Bukannya kamu kalau melambai-lambaikan tangan saja wanita langsung antri panjang buat rebutan ya?”

“Kakak Keempat, dalam urusan cari wanita, aku kalah telak dari kamu,” aku Alex Yue jujur.

Freddy Bi berbatuk palsu, lalu menatap Alex Yue dengan serius, “Kakak Kedua, jangan asal ngomong. Nanti kalau Kakak Ipar Keempat marah karena Kakak Keempat dikira punya banyak wanita, Kakak Keempat bikin perhitungan denganmu loh.”

Tiffany Song menunduk canggung sambil mengunyah dagingnya. Taylor Shen menambahkan sayuran di piring Tiffany Song. Cinta pengantin baru memang selalu membuat orang iri. Freddy Bi menaruh sumpitnya di atas mangkok, memegangi dagu, lalu bertanya dengan alis terangkat: “Kakak Keempat, perut Kakak Ipar Keempat tidak ada masalah kan?”

Tiffany Song langsung berbatuk mendengar pernyataan itu. Taylor Shen mengambilkan tisu untuknya. Tiffany Song menerima sodoran tisu, menutupi mulutnya dengan tisu itu, lalu berbatuk pelan. Taylor Shen menatap Freddy Bi dan bertanya: “Kamu mengurusi perut Kakak Ipar Keempat memang buat apa?”

“Aku khawatir sudah ada janin di perut Kakak Ipar Keempat. Kalau sudah ada, kamu besok harus hati-hati pas “masukin”,” ledek Freddy Bi santai. Jordan Bo saat menikah tidak menghelat pesta, jadi ia tidak bisa meledek begini. Yang jadi korban sekarang malah Taylor Shen.

Wajah Tiffany Song merah. Ia betul-betul ingin bersembunyi di bawah meja.

Taylor Shen mengingatkan: “Besok malam kami akan tinggal di rumah kediaman keluarga Shen. Kalau kamu berani bicara macam-macam dengan Tuan Besar Shen, awas saja ya.”

Freddy Bi langsung getar mendengar nama si pria tua. Ia mengubah rencana, “Aku nanti macam-macamnya di pernikahan Kakak Kedua saja deh.”

“Kalau begitu kamu harus menunggu,” ujar Alex Yue santai sambil menegak bir.

Mereka makan hampir tiga jam. Karena ada Freddy Bi yang suka aneh-aneh, suasana meja makan sangat riuh. Waktu menunjukkan pukul sembilan malam lebih setelah mereka kelar makan. Hujan salju masih turun di luar. Berhubung sudah minum bir, masing-masing dari mereka memanggil supir untuk menjemput. Besok mereka akan jadi pendamping pengantin pria, jadi mereka harus pulang untuk beres-beres. Hanya Jordan Bo yang bisa tinggal di sini.

Jordan Bo mabuk cukup parah, mungkin untuk melampiaskan kekesalannya pada Stella Han. Satu botol wiski nyaris ia habiskan sendiri. Stella Han duduk di samping suaminya itu sambil mengamati. Ia tidak menyuruh Jordan Bo berhenti minum. Biarlah nanti kalau sudah cukup dia berhenti sendiri, begitu pikirnya.

Taylor Shen besok pagi harus memulai prosesi dari rumah kediaman keluarga Shen. Malam-malam begini ia harusnya sudah pulang ke sana, tetapi karena mabuk ia jadi malas pulang. Ia ingin bermalam di Sunshine City dan besok pagi-pagi sekali balik ke sana saja.

Setelah mempersiapkan kamar Jordan Bo dan Stella Han, Tiffany Song kembali ke kamarnya sendiri. Begitu masuk, ia melihat Taylor Shen sedang tidur di ranjang. Jasnya sudah dilepas dan dibuang ke lantai, yang tersisa hanya kemejanya yang tiga kancing atasnya terbuka dan dasi yang bergelayutan di leher.

Tiffany Song mengambil jas Taylor Shen dan menaruhnya di meja. Ia lalu berjalan ke sisi ranjang dan menunduk mengamati si suami. Nafas pria itu masih sangat bau alkohol. Ia membuang nafas pasrah: “Sedang tidak ada masalah buat apa minum sebanyak ini? Tidak pusing memangnya?”

Taylor Shen tiba-tiba membuka mata dan Tiffany Song kaget. Dengan memegangi dada, si wanita berucap, “Eh kaget, aku kira kamu sudah tidur.”

Taylor Shen menepuk sisi samping ranjang. Tiffany Song paham pria itu memintanya untuk duduk di sana. Tiffany Song menuruti permintaannya. Siapa yang tahu tiba-tiba Taylor Shen memegangi pinggangnya dan menariknya? Kini Tiffany Song berbaring di atas badan Taylor Shen. Si pria dengan cepat berbalik arah dan menindihnya. Ia mengamati Tiffany Song lekat-lekat dan mengelus wajahnya, “Tiffany Song, besok aku akan mengumumkan ke dunia bahwa kamu adalah istriku seorang.”

Tiffany Song bisa merasakan ketulusan dari kata-kata Taylor Shen. Dengan mengikuti nada bicaranya, ia mengucapkan kalimat serupa, “Taylor Shen, besok aku juga akan mengumumkan ke dunia bahwa kamu priaku. Tidak boleh ada yang melirikmu.”

Taylor Shen mengecup bibir Tiffany Song. Mereka pun larut dalam ciuman dan pelukan yang bergairah. Beberapa saat kemudian, Taylor Shen melepaskan Tiffany Song dan bertanya serak: “Kapan nih perutmu akan ada anakku?”

Wajah Tiffany Song merah saking menikmatinya ciuman dan pelukan mereka barusan. Ia menjawab dengan bercanda: “Kamu harus bekerja keras lah.”

“Aku selama ini belum cukup kerja keras memangnya?” tanya Taylor Shen sambil tersenyum tipis. Ia jelas-jelas tiap malam kerja keras, tetapi belum ada juga kabar perut Tiffany Song berisi.

Tiffany Song gigit-gigit bibir. Ia mengalihkan topik, “Malam ini kamu benar-benar tidak pulang? Kata mitos, bersama-sama pada malam sebelum pernikahan akan membawa ketidakberuntungan loh.”

“Biarkan aku tidur dulu di sini sebentar. Setelah mabukku reda, aku langsung pulang.” Taylor Shen melepaskan timpaannya pada Tiffany Song dan berbaring di sisi ranjang yang kosong. Tiffany Song hanya bisa geleng-geleng kepala melihatnya.

“Kalau mau tidur cuci muka dan kaki dululah.”

Taylor Shen tidak memedulikan kata-kata Tiffany Song dan terlelap dengan cepat. Si istri bangkit berdiri. Ia menampung air hangat dari kamar mandi dan mengelapi wajah dan tangan Taylor Shen biar tidur suaminya itu lebih enak sedikit.

……

Keesokan pagi, Tiffany Song terbangun oleh dering alarm. Taylor Shen sudah tidak ada di sampingnya. Ia duduk dan mengikat rambut. Waktu menunjukkan pukul enam dan langit sudah cukup terang, mungkin karena kemarin hujan salju tanpa henti.

Sebentar lagi penata rias akan tiba. Tiffany Song harus mandi dulu sebelum mereka datang. Begitu Tiffany Song kelar mandi, pintu kamar diketuk. Yang datang adalah Stella Han. Wanita itu memberi kabar, “Tiffany Song, penata rias sudah tiba.”

“Baik. Suruh mereka naik, aku sudah siap kok.” Tiffany Song mengeringkan rambut dengan mesin pengering. Rambutnya sudah cukup panjang sampai ke bahu.

Stella Han menuruti permintaannya. Penata rias dan para stafnya masuk satu per satu. Rombongan penjemput mempelai tiba pukul sembilan di Sunshine City, jadi waktu yang mereka miliki sangat cukup.

Yang datang berbarengan dengan penata rias dan staf-stafnya ada tiga orang pendamping pengantin perempuan. Teman Tiffany Song sedikit sekali. Satu-satunya teman baik dia, siapa lagi kalau bukan Stella Han, sudah menikah sehingga tidak bisa mengabmil peran itu. Taylor Shen mau tidak mau mencarikan tiga orang baru secara khusus.

Pukul delapan lewat empat puluh, pendandanan Tiffany Song selesai. Sambil mengenakan gaun pengantin, ia duduk di sisi ranjang dengan hati bahagia sekaligus gugup. Stella Han berdiri di sisi ranjang sambil memegangi mantel. Mantel ini diberikan Taylor Shen tadi pagi sebelum dia pergi. Pria itu memintanya memberikan mantel itu ke sahabatnya biar tidak kedinginan.

Petasan di lantai bawah mulai berbunyi. Para pendamping pengantin wanita yang ada di kamar sumringah, “Wah, pengantin pria sudah tiba. Cepat kunci pintu, jangan biarkan dia bisa mendapat pengantin wanita kita dengan mudah.”

Jantung Tiffany Song langsung deg-degan. Lantai bawah sangat meriah. Dari kamar, Tiffany Song bisa mendengarkan langkah kaki yang perlahan-lahan mendekat ke kamarnya. Kedua tangan yang keringatan ia taruh di dada karena gugup.

Tiffany Song mengamati engsel pintu kamar tanpa henti. Berselang beberapa saat, pintu kamar akhirnya dibuka rombongan. Taylor Shen berjalan masuk sambil mengenakan jas putih. Ia terliaht sangat tampan dan elegan. Begitu masuk, pandangan Taylor Shen langsung terpaku pada wanita yang duduk di sisi ranjang. Jantungnya berdebar hebat. Akhirnya ia mendapat dia, Tiffany Song akan jadi teman sehidup sematinya!

Taylor Shen dengan cepat tiba di hadapan Tiffany Song. Si wanita mendongak menatap suaminya dengan mata basah. Mulai hari ini, Taylor Shen akan jadi orang terpenting dalam hidupnya.

Novel Terkait

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Denny Arianto
Menantu
5 tahun yang lalu
Innocent Kid

Innocent Kid

Fella
Anak Lucu
4 tahun yang lalu
My Cold Wedding

My Cold Wedding

Mevita
Menikah
5 tahun yang lalu
Pria Misteriusku

Pria Misteriusku

Lyly
Romantis
4 tahun yang lalu
Sang Pendosa

Sang Pendosa

Doni
Adventure
5 tahun yang lalu
Perjalanan Selingkuh

Perjalanan Selingkuh

Linda
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
My Charming Lady Boss

My Charming Lady Boss

Andika
Perkotaan
5 tahun yang lalu
Rahasia Seorang Menantu

Rahasia Seorang Menantu

Mike
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu