You Are My Soft Spot - Bab 243 Mimpi Bersamanya (2)

Taylor Shen mulai menggendong Vero He. Si wanita, yang kaget tiba-tiba dibeginikan, refleks memegangi leher si pria. Sambil berjalan, Taylor Shen sesekali mengecupi pipinya. Vero He lalu merasa dirinya didudukkan di ranjang oleh si pria. Yang terjadi berikutnya adalah tubuhnya benar-benar “dimakan” Taylor Shen di sana.

Setelah beberapa lama, Vero He sudah terbaring lelap di pelukan Taylor Shen karena kelelahan. Si pria sama sekali tidak mengantuk, jadi dia mengelus-elus pipi lembut si wanita dengan iseng. Taylor Shen lalu menatap lekat-lekat foto pernikahan yang ada di tembok. Entah mengapa dia merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan foto itu, namun tidak tahu tepatnya apa yang tidak beres.

Tubuh sangat puas, namun hati kosong. Itulah yang dirasakan Taylor Shen. Ia daritadi beberapa kali berucap “aku sayang kamu” di telinga Vero He, namun si wanita tidak memberi jawaban saam sekali. Apa ini gara-gara si wanita masih trauma dengan “adegan ranjang” karena baru mengalami sesuatu yang tidak mengenakkan?

Tetapi, Vero He sendiri sebenarnya sudah berubah sikap kok. Tadi saat baru bangun wanita itu berdiri jauh-jauh darinya, namun setelah mandi kembali bersedia naik ranjang bersama.

Ah, entahlah. Dalam suasana hati yang kacau, Taylor Shen mengambil kotak rokok yang ada di kepala ranjang. Ketika mau duduk dan membuka kotak itu, ia teringat wanita yang ada dalam pelukannya. Taylor Shen kembali meletakkan kotak rokok di kepala ranjang dan memilih mengamati Vero He lekat-lekat. Melihat rambut si wanita yang berantakan di depan wajah, Taylor Shen merapikannya ke belakang telinga.

Wanita usia tiga puluh dua tahun yang ada di hadapannya ini sama sekali tidak terlihat menua. Saat dielus, kulitnya juga terasa sangat lembut bagai anak muda. Taylor Shen pun menunduk dan mencium pipi serta telinga Vero He. Ia jadi ingin memulai “sesi kedua”, namun akhirnya mengulurkan niat itu.

Vero He masih trauma. Ia tidak boleh memaksanya untuk terus “begituan” sekarang.

Setelah mengecup bahu Vero He, Taylor Shen bangkit berdiri dan memakai piyama tidur. Ia lalu berjalan keluar kamar.

Ketika melintasi kamar Jacob Shen, Taylor Shen mendengar suara-suara gemerisik dari dalam. Ia menghentikan langkah dan berdiri diam di depan pintu. Ketika ia membuka pintu itu, suara di dalam tiba-tiba lenyap.

Langit luar sudah terang, jadi kamar Jacob Shen bercahaya meski lampunya tidak menyala. Taylor Shen perlahan berjalan ke sisi jendela dan membuka tirai biar cahaya yang masuk makin banyak.

Saat berbalik badan, Taylor Shen melihat selimut di kasur anak bergoyang-goyang sedikit di bawah cahaya matahari. Pria itu membuang nafas panjang. Semalam ia hanya memedulikan Vero He. Setelah mengembalikan Jacob Shen ke kamar anak, ia tidak memperhatikannya lagi.

Taylor Shen mau tidak mau harus mengaku, ia sangat kurang perhatian dan cinta pada Jacob Shen.

Taylor Shen berjalan ke sisi ranjang dan memanggil lembut: “Jacob Shen, hari sudah terang. Kamu harus bangun dan berangkat sekolah.”

Tubuh Jacob Shen yang ada di balik selimut mendadak kaku. Anak itu lalu keluar dari selimut, duduk di ranjang, dan menangis sekencang-kencangnya. Ia protes, “Papa, aku benci kamu! Aku benci kamu!””

Taylor Shen mengernyitkan alis dengan tidak senang. Karena takut, Jacob Shen kembali berbaring ke sisi yang membelakangi Taylor Shen. Anak itu masih menangis juga meski sudah mengalingkan muka.

Si ayah mengamati bahu anaknya yang bergetar. Kasihan sih memang anak ini. Ia pun membujuk, “Mandi dan sikat gigi dulu, kalau ada yang mau dibicarakan datangi aku di lantai bawah.”

Jacob Shen tetap menangis juga tanpa peduli omongan ayahnya. Ketika Taylor Shen bangkit berdiri dan mau keluar, ia tiba-tiba berkata: “Papa, aku pasti bukan anak kandungmu. Kamu sedikit pun tidak sayang aku, huhuhu.”

Taylor Shen tidak membantah, namun langkah kakinya ke luar kamar tetap tidak terhenti. Jacob Shen jadi makin sakit hati. Anak itu mengambil guling dan melemparkannya ke pintu kamar. Karena jarak pintu dengan ranjang jauh dan tenanganya tidak cukup, guling pun hanya jatuh ke tanah. Anak itu menangis lagi karena merasa frustrasi tidak kesampaian melempar ayahnya dengan guling.

Di depan kamar, Taylor Shen memejamkan mata dalam-dalam. Ia sungguh merasa tidak berdaya. Berselang beberapa saat, mendengar suara tangisan di dalam sudah memelan, ia baru berbalik badan dan turun ke lantai bawah.

Sesampainya di dapur, Taylor Shen melihat spaghetti semalam masih ada di kompor. Ia membuangnya dan kembali memasak dua porsi. Saat spaghetti baru dituang ke piring, ia mendengar langkah kaki kecil turun dari lantai bawah. Yang ia temui ketika menoleh adalah sosok Jacob Shen yang mengenakan seragam sekolah. Anak itu berjalan ke pintu utama, bukan ke dapur.

Dengan alis terangkat, Taylor Shen memanggil dingin: “Sarapan sudah siap, ayo makan dulu.”

Jacob Shen tidak menoleh dan membuka pintu. Tindakannya ini jelas membuat wajah Taylor Shen makin tidak senang. Ia segera berjalan menyusulnya dan menahan kerah belakang si anak, “Aku bicara denganmu, kamu tuli ya?”

Sama seperti Vero He, Jacob Shen juga masih agak trauma karena diculik semalam. Ia awalnya mengira papa bakal jadi perhatian pada dia karena mengalami kejadian itu, tetapi nyawtanya tidak. Harapan anak itu pun mati tidak bersisa.

Jacob Shen berusaha melepaskan diri dari tangan Taylor Shen, “Iya aku tuli. Aku tidak butuh perhatianmu, mau mati kelaparan aku juga tidak masalah. Toh aku hidup juga hanya merepotimu saja.”

“Jacob Shen!” bentak Taylor Shen dengan tidak sabaran.

Mata Jacob Shen berkaca-kaca karena dibentak begitu. Ia tidak bisa melepaskan tangan si papa dari kerah belakang karena tenaganya terlalu lemah. Sekarang, yang bisa ia lakukan hanya protes saja. Anak itu bersungut-sungut, “Huhuhu, aku pasti anak terlantar yang kamu pungut dari kolong jembatan. Mengapa kemarin aku tidak dibunuh saja oleh orang-orang jahat itu!”

Taylor Shen jadi kesal melihat anaknya cengeng. Pelipis matanya sekarang berdenyut-denyut. Ia mengingatkan, “Jacob Shen, saat aku lagi bicara baik-baik denganmu, jangan mendebat macam-macam!”

Jacob Shen dari dulu takut dengan ketegasan Taylor Shen. Kalau bukan karena rasa kesalnya sudah memuncak, anak itu juga tidak bakal berani mendebat si papa begini. Melihat kemarahan Taylor Shen meledak, anak itu gigit-gigit bibir dengan mata merah. Air matanya tidak bisa jatuh juga karena ditahan-tahan. Sungguh kasihan kelihatannya……

Hati Taylor Shen terenyuh melihat wajah anaknya yang menahan tangis. Pria itu berjongkok, menggendong Jacob Shen, dan bertanya dengan lebih simpatik: “Tubuhmu ada yang luka tidak? Nanti biar Paman Christian temani kamu cek ke rumah sakit ya. Kalau tidak ada yang luka pergilah sekolah, kalau ada pulang saja dan sekolah lagi minggu depan.”

Air mata Jacob Shen akhirnya jatuh juga seperti keran air yang dibuka kencang. Anak itu menangis sambil meraung-raung seperti ingin melampiaskan semua ketakutan dan kemarahannya keluar.

Taylor Shen membuang nafas pasrah. Sambil menepuk-nepuk punggung si anak, ia menggendong Jacob Shen masuk vila.

Vero He berdiri di samping jendela lantai dua. Ia daritadi mengamati adegan si anak dan si ayah dari awal sampai akhir. Ia merasa sangat iba dengan Jacob Shen. Wanita itu berbalik badan dan tidur di ranjang lagi.

……

Satu jam kemudian, Christian tiba di vila untuk mengajak Jacob Shen ke rumah sakit. Taylor Shen berbalik badan dan naik ke lantai atas. Ketika melintasi kamar tidur utama, langkahnya terhenti sejenak. Ia melongok melalui celah pintu yang sedikit terbuka. Melihat Veor He masih tidur, ia tidak mau menganggunya.

Taylor Shen menutup pintu sepenuhnya. Setelah pintu ditutup, Vero He yang sebenarnya sudah bangun mengamati pintu itu dengan perasaan campur aduk.

Taylor Shen masuk ke ruang buku. Ia mengeluarkan flash disk silver dari kantong dan mencoloknya ke komputer. Pria itu lalu mengklik sebuah berkas video dan menontonnya. Video hanya berdurasi lima menit, isinya tidak ada yang luar biasa. Yang paling mengejutkan “hanya” momen ketika Arthur menyobek baju Vero He dengan benda tajam.

Mendengar kata-kata Arthur sesudahnya, wajah Taylor memuram. Kalau saja orang itu belum mati, Taylor Shen pasti sudah mencari cara buat membunuhnya dalam kondisi tubuh terpotong-potong. Itu demi melampiaskan semua kemarahannya sekarang.

Di ujung video, ruangan yang jadi tempat perekaman tiba-tiba menggelap. Karena ada cahaya merah dari kamera CCTV, Taylor Shen sekilas masih bisa melihat bayangan-bayangan tubuh orang yang disorot. Tidak lama kemudian terdengar teriakan Arthur menyuruh orang-orangnya keluar untuk mengecek keadaan. Orang-orang itu tidak kembali juga bermenit-menit. Arthur kembali menyuruh orang-orang yang masih tinggal untuk mengecek, lalu terdengarlah suara teriakan Arthur yang membuat Taylor Shen merinding.

Pada momen Arthur berteriak itu, kamera sempat menangkap bayangan seseorang mendekatinya. Sayang, bayangan yang ditangkap tidak begitu jelas karena pencahayaan terbatas. Setelah Arthut berteriak, video selesai. Taylor Shen melnatap layar komputer yang putih. Ada orang yang menyelamatkan Tiffany Song dan bukan orangnya Erin, juga bukan orangnya dia…… Siapa ya kira-kira?

Taylor Shen menonton rekaman sekali lagi dari awal. Di bagian akhir, ia memelototi bayangan tubuh orang yang mendekati Arthur itu. Wajahnya lagi-lagi tidak terlihat, namun Taylor Shen menyadari di dada si pria ada liontin elang. Ketika ia menatapnya lekat-lekat untuk mencari petunjuk, rekaman terlanjur berakhir.

Waktu Taylor Shen mau kembali memutar video untuk ketiga kalinya, pintu ruang buku diketuk seseorang. Di vila sekarang hanya ada satu orang selain dia, jadi ia tahu betul siapa si pengetuk pintu. Taylor Shen menutup komputer, mencabut USB, dan menyimpannya di lacci.

Pintu ruang buku kemudian dibuka Vero He. Si wanita berdiri di depan pintu dengan wajah seperti orang baru bangun tidur. Rambutnya pun juga berantakan. Anehnya, penampilan dia yang begini malah terlihat seksi dan menggoda.

Taylor Shen mendongak menatap Vero He. Tatapannya jatuh ke kaki panjang si wanita dan luka bekas ikatan tali di tumitnya. Ia melambai-lambaikan tangan, “Kok bangun?”

“Lapar.” Suara Vero He yang agak mengantuk menggetarkan hati Taylor Shen. Ketika si wanita mendekatinya, si pria langsung memegang tangannya dan menariknya duduk di paha. Taylor Shen lalu mendekatkan bibir ke bibri Vero He dan memberi ciuman.

Vero He melingkarkan kedua tangannya di leher Taylor Shen. Ia tidak melawan, juga tidak membalas. Berselang beberapa saat, nafas kedua orang mulai ngos-ngosan. Taylor Shen memegangi kepala Vero He dan melepaskan bibir dari bibirnya. Dengan jarak kepala sekitar satu sentimeter, Taylor Shen berujar nakal, “Aku juga lapar.”

Vero He langsung mengira Taylor Shen salah paham dengan kata-katanya. Wajahnya memerah karena malu. Ia menepuk bahu si pria dengan agak risih, “Aku lapar dalam hal makanan, kamu mikirnya apa?”

“Ya aku juga lapar dalam hal makanan, kamu memang berpikir apa?” balas Taylor Shen iseng.

Vero He bangkit berdiri dengan gusar, “Ah, tidak mau meladenimu lagi ah.”

Taylor Shen tersenyum tipis dan berhenti meledek Vero He karena takut dia benar-benar marah. Ia bangkit berdiri dan menggeodng Vero He. Bukan gendongan di depan seperti orang pingsan, melainkan gendongan di belakang bagai seorang bapak mengajak anaknya main. Kedua kaki Vero He dilingkarkan di pinggang Taylor Shen, sementara Taylor Shen memegangi bokongnya.

Posisi gendongan begini membuat Vero He teringat kejadian semalam. Wajahnya pun memerah. Wanita itu menaruh dagu di bahu si pria tanpa berani melihat matanya. Ia takut Taylor Shen akan menyadari pipinya yang merah bagai udang rebus.

Si pria menggendong wanitanya ke lantai bawah. Melihat Vero He sepenuhnya bersandar di dadanya, hati Taylor Shen merasa sangat puas.

Taylor Shen mendudukkan Vero He di sofa ruang tamu, lalu bergegas ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Dua puluh menit kemudian, Taylor Shen keluar dari dapur sambil membawa sepiring spagetthi, “Cobain, enak atau tidak.”

Keika Vero He mengulurkan tangan untuk mulai mengambil sendok dan garpu yang sudah ditaruh di piring, Taylor Shen melihat bekas luka ikatan yang ada di tangannya. Pria itu pun menyingkirkan tangan si wanita dan menggantikannya memegang alat makan, “Aku suapi.”

“Tidak usah. Memangnya aku tidak bisa apa-apa sampai harus kamu kasih makan?” tanya Vero He kesal. Meski begitu, ia tetap patuh dan membuka mulut menunggu suapan pertama.

Taylor Shen tersenyum melihat tingkahnya yang plin-plan, “Nah, dari dulu aku menunggu kata-katamu ini. Aku bertanggung jawab kasih kamu makan, sementara kamu bertanggung jawab berhias biar cantik. Bagaimana, setuju tidak?”

Vero He tersenyum kecut, “Tidak! Kamu bisa cari uang seumur hidup, tetapi aku tidak mungkin bisa cantik selamanya. Kalau nanti wajahku sudah berkerut, kamu pasti akan meninggalkan aku.”

“Tidak peduli berapa banyak kerutan yang ada di wajahmu, kamu tetap wanita tercantik di mataku. Aku akan selalu sayang kamu,” ujar Taylor Shen sungguh-sungguh sambil menatap Vero He dengan lekat. Ia tidak mau melewatkan satu pun ekspresi yang muncul dari mukanya.

Tetapi Taylor Shen kecewa…… Vero He tetap tersenyum kecut tanpa menunjukkan ekspresi apa pun. Wanita itu membuka mulut lebih lebar biar Taylor Shen ingat untuk menyuapi.

Sepiring spaghetti habis dengan situasi penuh kemesraan ini. Vero He mengelus-elus perut kecilnya, “Sungguh enak.”

Taylor Shen mengambil tisu dan mengelap multu si wanita. Tatapannya sangat ceria karena bangga masakannya dipuji. Taylro Shen membuang tisu ke tong sampah, lalu tiba-tiba menyambar Vero He ke sofa. Pria itu menaruh kedua tangannya di samping Vero He karena takut mengenai lukanya.

“Kenyang?” tanya Taylor Shen serak dengan mata berapi-api.

Vero He bisa menyadari nafsu yang ada dalam tatapan Taylor Shen. Ia agak terkejut. Semenjak dirinya membiarkan Taylor Shen mendekat, pria itu makin lama makin sering menunjukkan nafsu di depannya. Vero He menjilat-jilat bibir sebagai tanda kenyang. Ia tidak tahu gerakannya ini di mata pria malah dianggap sebagai respon yang menggoda dan sensual. Wanita itu menjawab, “Aku…… Aku mau keluar dan jalan santai. Biar pencernaanku lancar.”

“Aku temani kamu olahraga.” Taylor Shen kembali menempelkan bibir ke bibir Vero He. Si wanita refleks memberikan respon menghindar. Waktu pagi dia boleh memanfaatkan alasan belum sadar sepenuhnya untuk berciuman mesra dengan Taylor Shen, tetapi sekarang tidak bisa lagi.

Vero He menekan dada Taylor Shen sekuat tenaga. Karena kurang siap, Taylor Shen terjatuh dari sofa ke kursi. Si wanita lalu bangkit berdiri dari sofa dan lari ke lantai atas seperti kelinci yang ketakutan.

Taylor Shen duduk sambil memijat-mijat bokongnya yang ngilu. Ia mengamati bayangan tubuh Vero He yang menjauh dan akhirnya lenyap di kamar tidur utama.

Si wanita masuk kamar tidur utama dengan jantung yang berdebar kencang. Nafasnya juga naik turun dengan kencang bagai orang yang baru dikagetkan sesuatu. Berselang beberapa saat, nafasnya akhirnya kembali normal. Ia duduk di karpet kamar dengan kaki lemas.

……

Vero He ganti baju dan turun ke lantai bawah. Taylor Shen baru kelar membereskan dapur dan segala peralatan memasak yang dia pakai. Melihat si wanita berdiri di tangga, ia menghampirinya dan bertanya pelan: “Mau ke kantor?”

“Iya, ada banyak urusan yang harus diurus,” angguk Vero He sambil menghindar dari tatapan agresif Taylor Shen.

Si pria tahu ia tidak boleh melepaskan si wanita begitu saja dalam keadaan trauma. Ia merespon: “Tunggu aku sebentar di bawah. Aku ganti baju dulu, terus antar kamu ke kantor.”

“Baik.”

Taylor Shen buru-buru naik dan ganti pakaian dengan pakaian formal. Sekeluarnya dari kamar, ia melihat Vero he tengah mengamati foto pernikahan yang tergantung di ruang tamu entah sambil memikirkan apa. Mendengar langkah kakinya, si wanita menengok dengan mata yang berbinar-binar.

Taylor Shen mengenakan kemeja abu-abu dengan dasi merah bir. Untuk luaran, ia memilih jas biru tua. Tubuhnya terlihat sangat ramping dan memancarkan aura kepriaan yang kuat. Di pergelangan tangan, pria itu juga memegang sebuah mantel coklat. Dari sela-sela mantel itu terlihat jam tangan yang berkelip-kelip terkena cahaya.

Saking terpesonanya, Vero He menatap Taylor Shen sampai dua kali. Ia ingat si pria dulu tidak senang mengenakan jam dengan tali lebar. Barusan, di lemari baju, hampir semua jam Taylor Shen yang ia lihat bertali lebar. Jangan-jangan ini buat menutupi luka di pergelangan tangannya lagi?

Si pria merasakan tatapan si wanita di pergelangan tangannya. Ia bertanya lembut, “Sedang melihat apa?”

Vero He menarik tatapan dan menggeleng, “Tidak lihat apa-apa. Sudah bisa jalan kita?”

“Sudah.” Taylor Shen merangkul pinggang Vero He dan mengajaknya berjalan ke pintu. Suhu di laur sangat dingin. Melihat si wanita kedinginan sampai menciutakn leher, Taylor Shen melingkari lehernya dengan mantel yang ia tenteng.

Vero He mendongak menatap Taylor Shen. Si pria tersenyum lebar. Sebenarnya, pakaian dia masih lebih tipis daripada pakaian Vero He.

Mereka berdua berjalan melewati taman bunga dan sampai ke depan Rolls-Royce. Taylor Shen membukakan kursi penumpang depan. Setelah dia masuk, pria itu menutup pintu dan memutari mobil ke pintu sopir.

Mobil dilajukan keluar Sunshine City. Taylor Shen menyetir dengan fokus sambil sesekali menatap Vero He. Ia tidak bertanya soal bagaimana cara si wanita menghindar kejaran Shadow. Ia tidak ingin Vero He tahu ia menempatkan pembuntut di dekatnya untuk menjaga keamanan dia.

Meski begitu, ada satu berita yang mau tidak mau harus diceritakan. Taylor Shen memulai, “Vero He, kemarin saat kamu menolong Jacob Shen, ada sesuatu terjadi.”

Yang diajak bicara langsung menoleh. Cahaya matahari pukul sepuluh yang jatuh di wajah Taylor Shen membuatnya terlihat bagai tokoh pria yang sempurna dalam dongeng. Vero He bertanya: “Apa itu?”

“Kakakmu, si James He, ditangkap polisi karena diduga terlibat pembunuhan seorang psikiater. Ia sekarang mendekam di penjara.” Saat Taylor Shen kelar berbicara, kebetulan mereka tiba di dekat lampu merah. Ia mengerem mobil. Mobil perlahan memelan dan akhirnya berhenti diam tepat sebelum garis zebra cross.

Novel Terkait

Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu
The Revival of the King

The Revival of the King

Shinta
Peperangan
4 tahun yang lalu
Yama's Wife

Yama's Wife

Clark
Percintaan
4 tahun yang lalu
Love and Trouble

Love and Trouble

Mimi Xu
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Perjalanan Selingkuh

Perjalanan Selingkuh

Linda
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Lelah Terhadap Cinta Ini

Lelah Terhadap Cinta Ini

Bella Cindy
Pernikahan
5 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
4 tahun yang lalu