You Are My Soft Spot - Bab 194 Vero He, Si Wanita Legenda (2)

Ketika Taylor Shen mau kembali mengalihkan pandangannya ke depan, sudut matanya secara tidak sengaja menangkap sebuah bayangan tubuh yang familiar. Ia segera menatap bayangan tubuh itu lekat-lekat. Seorang wanita berambut panjang berjalan cepat dekat pintu masuk lantai satu. Wanita itu mengenakan pakaian kerja hitam dan terlihat sangat profesional. Di belakangnya, ada dua orang asisten yang berjalan sembari mencatat sesuatu di buku catatan.

Karena berjarak cukup jauh, Taylor Shen tidak bisa melihat jelas perawakan si wanita. Meski begitu, bayangan tubuh itu tidak akan pernah ia lupakan sampai mati. Si pria buru-buru menekan tombol “tutup” ketika orang-orang yang ingin masuk belum sepenuhnya masuk. Lift langsung melaju turun ke lantai satu. Taylor Shen berlari keluar menghampiri tempat ia melihat bayangan tubuh barusan.

Setibanya Taylor Shen di dekat pintu masuk lantai satu, ia di sana hanya melihat orang-orang asing yang berlalu Lalang. Bayangan tubuh itu sudah lenyap entah ke mana. Taylor Shen berlari keluar mal. Hujan di lepan semakin besar dan langit sangat gelap. Pejalan kaki di sekitar sana tidak banyak, namun bayangan tubuh si wanita tetap saja tidak berhasil ia temukan.

Hati pria itu sangat gundah. Ia berjongkok dengan posisi tangan ditahankan di paha. Tiffany Song, sepulangnya aku ke kota ini, aku melihat bayanganmu di segala penjuru. Sayang, aku tidak bisa menyentuh bayangan itu satu pun. Kamu bisa membayangkan betapa putus asanya aku?

Aku putus asa sampai tidak tahan untuk membenci kamu. Aku lama-lama ingin benci kamu karena kamu meninggalkanku begitu saja.

Taylor Shen tiba di restoran view 360 derajat lantai paling atas Tower Howey dengan linglung. Semua orang sangat terkejut melihat kehadirannya. Di pesta ulang tahun anaknya malam ini, Jordan Bo hanya mengundang teman dekat. Pesta untuk keluarganya pun baru akan digelar besok.

Melihat penampilan sahabat lamanya yang basah kuyup, ia bergegas menghampiri, “Taylor Shen, kamu kenapa basah-basah begini? Kamu tidak bawa payung?”

“Lupa,” jawab Taylor Shen singkat padat jelas. Karena memakai baju basah kuyup di tempat yang dingin, Taylor Shen bersin beberapa kali. Ned Guo, Alex Yue, dan orang-orang lainnya ikut menghampiri. Freddy Bi adalah yang paling ramah. Pria itu memeluk Taylor Shen dan curhat: “Kakak Keempat, tidak kusangka kamu berpihak sekali. Pernikahanku kamu tidak datang, sekarang Evelyn ultah kamu malah tergerak datang. Cemburu sekali aku!”

Taylor Shen mendorongnya dan berucap dingin, “Jangan sentuh aku!”

Dicueki sedingin itu, Freddy Bi berjalan menjauh dengan kecewa dan bersandar di bahu Alex Yue. Ia berpura-pura terisak: “Kakak Keempat sudah tidak sayang aku, huhuhu.”

Alex Yue langsung merinding jijik. Ia mendorong Freddy Bi tanpa rasa sungkan sama sekali, “Pulang sana nangis sama istrimu, jangan nangis sama aku lah.”

“Wah, kalian semua jahat sama aku. Sudahlah aku malas sama kalian, aku minta ditenangkan sama Evelyn saja.” Freddy Bi berjalan menghampiri Evelyn dengan wajah yang dibuat-buat.

Ned Guo mengamati Taylor Shen yang berdiri di hadapannya. Sahabatnya itu sudah berubah banyak. Ia terlihat jadi semakin pendiam. Ned Guo mendesah pasrah: “Waktu berlalu cepat sekali. Kita sudah tidak bertemu hampir tujuh tahun loh.”

Jordan Bo daritadi menyuruh pelayan pergi membeli pakaian untuk Taylor Shen. Sekembalinya ke area perayaan, ia melihat mereka semua sedang berbincang. Pria itu berkata: “Duduklah, kita-kita malam ini kalau tidak mabuk tidak boleh pulang ya.”

Jordan Bo membayar cukup mahal biar restoran bisa ditutup khusus untuk perayaan ulang tahun Evelyn. Sekarang yang ada di sana hanya beberapa orang dan semuanya teman dia.

Mereka semua pergi ke tempat yang barusan ditunjuk Jordan Bo. Stella Han mengenakan pakaian coklat muda, rambutnya dibiarkan membentang sebahu. Evelyn, yang daritadi selalu “nempel” dengannya, mengenakan gaun putri warna pink. Di kepalanya, anak lucu itu memakai mahkota yang berkilauan. Matanya sangat besar bagai anggur hitam. Ia menatap Taylor Shen dengan penuh rasa penasaran.

Jordan Bo menunduk dan menggendong Evelyn dalam pelukannya. Setibanya di depan Taylor Shen, ketika ia ingin memperkenalkan anaknya, anak itu sudah berkata polos duluan: “Paman, aku tahu kamu. Mama bilang kamu dan papa adalah dua pengkhianat cinta. Dart di rumahku ditempeli foto kalian loh.”

Stella Han tidak menyangka bocah itu akan mempermalukannya di hadapan banyak orang. Wajahnya seketika merah. Ia menegur anaknya: “Evelyn, jangan tidak sopan.”

Jordan Bo menatap Stella Han lekat-lekat. Yang ditatap membuang muka dan garuk-garuk hidung dengan canggung. Wanita itu buru-buru membuat alasan: “Kebetulan ada foto kalian berdua. Aku tidak tahu taruh mana, jadi tempel di dart.”

Stella Han tahun ini akan berusia tiga puluh dua tahun. Wajahnya yang menua kini terlihat seperti wajah anak kecil yang malu ketika rahasianya dibongkar. Melihat wajahnya yang begini, hati Jordan Bo langsung terenyuh. Pria itu memegang pinggang istrinya dan berujar pelan: “Kamu sekangen ini ya sama aku sampai mau sering-sering lihat fotoku. Wah, aku merasa terhormat!”

Wajah Stella Han memperlihatkan raut geli. Ia melepaskan tangan Jordan Bo dari pinggangnya, lalu pergi duduk di meja makan tanpa berucap satu kata pun lagi. Pokoknya ia benci mereka, pokoknya benci.

Ned Guo, yang daritadi terus memandangi mereka berdua, segera mengalihkan pandangannya sebelum ketahuan. Stella Han sekarang sudah jadi ibu, tetapi sikapnya kadang masih kebocah-bocahan.

Ia pikir, ketika meminta cerai lalu, Stella Han menempel foto Jordan Bo di dart pasti untuk berlatih melempar jarum dart ke mukanya tiap hari. Sekarang, orang yang ia jadikan target seharusnya bukan Jordan Bo lagi.

Enam tahun…… Stella Han tetap tidak bisa melupakan Tiffany Song karena Jordan Bo terus ada di sampingnya. Sekali pun wanita itu mencoba mengabaikan keberadaannya, Jordan Bo melarang keras dia untuk melupakannya.

Hadirin-hadirin lain menganggap peristiwa barusan sebagai hal biasa. Stella Han bertahun-tahun sudah berusaha menunjukkan ketidaksukaan pada Jordan Bo, tetapi pria itu tidak pernah merasa tidak senang, bahkan makin lama malah makin senang meledek. Pasangan suami-istri ini memang absurd dan unik.

Evelyn memeluk leher Jordan Bo dan bersandar di bahunya, “Papa, mama tidak sayang aku lagi. Dia barusan marahi aku.”

“Itu karena kamu membongkar rahasia mama. Diia jadinya malu dan canggung. Tidak apa-apa, di sini masih ada papa.” Hati Jordan Bo langsung luluh setiap kali putrinya bersikap manja. Ketika hatinya luluh, sekali pun putrinya meminta diambilkan bulan yang ada di langit, ia pasti akan berusaha memenuhinya tanpa peduli itu mustahil.

Taylor Shen merasakan kepuasan tersendiri melihat interaksi ayah dan anak ini. Jauh di dalam lubuk hatinya, ia merasa bersalah pada Jordan Bo. Karena ia sahabat akrab Jordan Bo, pria itu jadi kena imbas kebencian Stella Han pada dirinya. Meski keduanya belum bercerai, namun status suami istri di antara mereka berdua sudah hanya sebatas formalitas.

Jordan Bo tidak banyak bercerita soal kehidupan pernikahannya. Yang jelas, setiap kali bilang mau membawa Evelyn ke Prancis untuk menemuinya, pria itu selalu mengakhiri kalimatnya dengan “kalau Stella Han membolehkan.”

Setiap kali Stella Han melarang niatnya itu, Jordan Bo tidak pernah membantai. Hari ini Taylor Shen sebenarnya tidak diizinkan wanita itu datang, tetapi Jordan Bo tetap mengajaknya datang. Ia ingin merasa bahagia berkumpul dengan sahabat-sahabat lama.

Melihat sikap Taylor Shen yang makin lama makin pendiam, Jordan Bo menepuk-nepuk bahunya dan menenangkan: “Stella Han hanya sok garang saja, sana duduk.”

Tepat ketika Jordan Bo menyelesaikan kalimatnya, pelayan restoran balik dengan membawa pakaian yang dibeli dari mal depan Tower Howey. Jordan Bo menurunkan Evelyn dari gendongan, lalu menerima pakaian pemberian pelayan dan menyerahkannya ke Taylor Shen: “Eh, ganti bajumu yang basah itu dulu nih. Takutnya nanti flu.”

Hati si pria kedua sangat tersentuh hingga matanya berkaca-kaca. Pria itu menerima pemberiannya dan pergi ke ruang ganti.

Seorang kurir paket tiba-tiba berjalan menghampiri mereka. Di tangannya, kurir itu memegang sebuah kardus paket. Ia bertanya, “Mohon tanya, di sini ada yang namanya Evelyn? Ini paketmu.”

Wajah kurir memerah karena malu menjadi pusat perhatian. Jordan Bo menjawab dingin: “Aku ayahnya, ini paket dari siapa?”

Karisma Jordan Bo yang intimidatif membuat kurir paket ciut. Ia menjawab gagap: “Dari…… Di paketnya sih tidak ditulis nama pengirim. Aku juga tidak tahu siapa pengirimnya, yang jelas ini isinya kado untuk Evelyn.”

Jordan Bo mengernyitkan alis dan menatap kurir paket tajam. Ia tidak pernah mau menerima paket yang tidak jelas asal-usulnya. Belum ia mengungkapkan penolakan, lengannya ditahan tangan seseorang. Begitu ia menengok, si pemilik tangan itu ternyata Stella Han. Wanita itu berujar: “Sini beri paketnya ke aku.”

Kurir paket segera menyerahkan paket itu ke Stella Han. Setelah menandatangani bukti penerimaan, wanita itu segera membuka kardus paket. Isinya ternyata tongkat sihir mainan anak-anak. Melihat tongkat itu, Evelyn langsung berteriak kegirangan, “Wah, mama, itu kan mainan tongkat sihir yang aku paling idamkan!”

Evelyn memegangi tongkat sihir bak memamerkan harta karun yang baru ditemukan. Melihat anaknya riang gembira, air muka Stella Han malah berubah gundah. Sebagai suami, Jordan Bo bisa tahu wanita itu sedang gelisah. Ia bertanya, “Stella Han, ada apa?”

“Setiap tahun pada hari ulang tahun, Evelyn selalu mendapat satu hadiah misterius. Yang mengirim tidak pernah menulis namanya, kadonya juga pasti selalu sesuatu yang paling diidamkan Evelyn. Aku terkadang bahkan berpikir, jangan-jangan kado ini kamu yang diam-diam kasih?”

“Aku kalau mau kasih ya kasih terang-terangan lah, buat apa diam-diam?” balas Jordan Bo.

“Maka itu, kamu pasti kasih terang-terangan, terus siapa ya pemberi kado misterius itu? Aku kadang curiga Tiffany Song belum mati. Dia masih hidup dan terus mengawasi kita dari jauh. Tapi, kalau dia masih hidup, mengapa ia tidak mau menampilkan diri di hadapan kita satu kali pun?” Hati Stella Han langsung sakit begitu mengucap nama Tiffany Song. Ia sampai sekarang masih belum bisa menerima kenyataan bahwa Tiffany Song sudah berada di alam lain.

Jordan Bo merasa iba dan berkata, “Stella Han, jangan berpikir macam-macam.”

“Kalau tidak berpikir begini, aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri. Saat aku pergi dari kantor polisi hari itu, aku sudah punya firasat buruk. Andai saja aku paksakan diri untuk membebaskan dia dengan jaminan malam itu juga, ia pasti tidak akan mati.” Stella Han makin lama makin emosional dan akhirnya menangis.

Melihat mama kesayangannya menangis, Evelyn buru-buru memeluknya, “Mama, jangan menangis. Evelyn tidak mau tongkat sihir lagi, tongkat sihir bikin mama nangis.”

Stella Han memeluk tubuh lembut anaknya erat-erat. Para hadirin ikut bersedih. Semua topik yang berhubungan pada Tiffany Song pasti akan jadi topik yang membuat air mata menetes. Melihat Taylor Shen berjalan mendeka dari kejauhan, Freddy Bi buru-buru mengabarkan: “Kakak Keempat sudah balik dari ruang ganti.”

Jordan Bo segera mengambil tisu dan mengelap air mata istrinya dengan lembut. Ia mewanti-wanti: “Stella Han, Taylor Shen susah-payah datang sekali, jangan ungkit-ungkit sesuatu yang sensitif baginya.”

Stella Han mengangguk sambil mengambil tisu tambahan. Ia benci Taylor Shen, tetapi ia paham ia tidak boleh menaburkan garam di atas lukanya.

Taylor Shen merasa situasi agak tidak beres. Semua orang mengamati dirinya dengan hening. Ia mengambil kursi, duduk, dan menatap datar satu per satu hadirin, “Ada apa melihat aku begini? Bajunya tidak bagus?”

“Ah, mana mungkin tidak bagus sih? Itu sangat bagus,” jawab Freddy Bi. Taylor Shen selama enam tahun ini tidak menikah dan membawa anaknya migrasi ke Prancis. Mereka semua sama-sama tahu Taylor Shen masih belum keluar dari bayangan gelap Tiffany Song, jadi mereka tidak boleh mengungkit topik soal wanita itu tadi.

Taylor Shen tersenyum canggung. Semua orang sudah tiba, jadi Jordan Bo segera mempersilahkan semuanya untuk mulai makan. Freddy Bi adalah orang yang paling riang dalam acara ini. Ia bangkit berdiri dan mengangkat gelas: “Akhirnya hari ini kita berkumpul juga. Mari bersulang untuk reunian kita!”

Jordan Bo dan lain-lain ikut bangkit berdiri serta menyambut sulangannya. Pertemanan mereka sudah berlangsung dari kecil hingga sampai berkeluarga, sungguh pertemanan yang langka.

Taylor Shen menegak birnya sampai habis. Bir itu agak tajam di tennggorokan, jadi ia terbatuk-batuk. Batuknya lumayan parah sampai matanya berair. Pria itu bangkit berdiri dan pamit sebentar: “Aku ke toilet dulu.”

Begitu keluar setelah menyelesaikan batuk dan mencuci muka, Taylor Shen sudah ditunggui Stella Han beberapa meter dari kamar mandi. Ia berbatuk palsu sekali, namun yang diberi kode tidak menanggapi sama sekali. Wanita itu menatap Taylor Shen lekat-lekat. Wajahnya terlihat murung dan penuh rasa bersalah, namun air muka ini malah membuat wajahnya jadi makin menarik.

Stella Han membuka percakapan: “Taylor Shen, selama ini apa kamu sering kesulitan tidur? Apa setiap kali tutup mata kamu selalu terbayang wajahnya? Apa kamu sering memikirkan dia sampai ingin ikut wafat bersamanya?”

Novel Terkait

Terpikat Sang Playboy

Terpikat Sang Playboy

Suxi
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
3 tahun yang lalu
Gadis Penghancur Hidupku  Ternyata Jodohku

Gadis Penghancur Hidupku Ternyata Jodohku

Rio Saputra
Perkotaan
4 tahun yang lalu
My Superhero

My Superhero

Jessi
Kejam
4 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
3 tahun yang lalu
Menantu Hebat

Menantu Hebat

Alwi Go
Menantu
4 tahun yang lalu
Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
4 tahun yang lalu
The Comeback of My Ex-Wife

The Comeback of My Ex-Wife

Alina Queens
CEO
4 tahun yang lalu