You Are My Soft Spot - Bab 352 Apa Banget Sih Marahmu?

Mendengar suara klakson, Jordan Bo melihat sebuah VW kodok putih memasuki kompleks pengadilan. Sesudah memapah Bretta Lin untuk berdiri dengan mantap, ia buru-buru melepaskan tangan dari tubuh si wanita. Ketika turun dari mobil barusan, kaki Bretta Lin sedikit salah pijak. Jordan Bo menahan tubuhnya dengan sigap. Mengamati raut wajahnya yang pucat, si pria bertanya: “Kamu kelihatannya lagi sangat kacau. Bagaimana kalau kasus ini serahkan saja pada kolegamu?”

Bretta Lin memang agak sedikit lemas, namun memilih menggeleng, “Tidak mau, aku bisa kok.”

Jordan Bo mengiyakan saja, “Baiklah, kalau begitu biar aku antar kamu masuk.”

Teringat bunyi klakson tadi, Bretta Lin mengurungkan pikirannya untuk menolak. Ia membalas: “Ya sudah kalau kamu maunya begitu.” Sesudah mengucapkan ini, si wanita menunduk untuk mengambil tas kerjanya yang jatuh. Tubuhnya lagi-lagi gemetar seolah mau jatuh. Jordan Bo langsung menggantikannya untuk mengambil dan mengajak: “Yuk masuk.”

Jordan Bo memasuki gedung pengadilan duluan. Bretta Lin berdiri di belakang dan mengamati bayangan tubuh tinggi besarnya dengan tatapan terpesona. Selang beberapa lama, ia baru melangkahkan kaki untuk menyusul. Mereka berdua pun memasuki area untuk menuliskan nama di buku hadirin. Stella Han, yang lagi menulis namanya sendiri, menyadari kehadiran mereka. Ia dalam hati memaki, dasar pria dan wanita anjing!

Jordan Bo semalam tidak pulang, lalu pagi ini mengantar Bretta Lin ke pengadilan. Tidak hanya itu, mereka barusan juga melakukan adegan romantis di depan gedung pengadilan. Kalau ada yang bilang mereka semalam tidak berduaan, yang percaya hanya orang bodoh saja.

Semakin memikirkan ini, Stella Han makin tidak senang. Ia tadi pagi dimaki-maki Nyonya Bo sampai pening sendiri, sementara si Jordan Bo malah melewati malam sambil memeluk wanita cantik. Ia kini paham buat apa si pria menikahinya. Ia dijadikan pagar buat mengalihkan perhatian Nyonya Bo!

Emosi Stella Han jadi terpancing sendiri sehingga ia menuliskan jam kehadirannya dengan sangat kasar. Saking kasarnya, kertas yang tengah ia tuliskan dan beberapa kertas di bawahnya berlubang. Saat ia melangkah memasuki ruangan, baru berjalan dua langkah, ia mendengar suara Jordan Bo dari belakang, “Stella Han!”

Si wanita pura-pura tidak dengar dan terus melangkah. Melihatnya begitu, si pria mengejarnya dengan setengah berlari. Jordan Bo lalu menahan pergelangan tangan Stella Han dan bertanya kesal: “Aku panggil berulang-ulang masak tidak dengar?”

“Dengar, namun aku tidak ingin meladenimu.” Stella Han berusaha melepaskan tangannya dari tangan Jordan Bo dengan sekuat tenaga. Ia lalu menyapukan pandangan ke Bretta Lin yang berdiri dengan ekspresi wajah lemah tidak jauh dari mereka. Ia tersenyum dingin dalam hati. Di dalam ruang sidang terlihat garang bagaikan seorang jenderal wanita, sekarang di luar ruang sidang malah sok kelihatan lemah seperti putri kerajaan. Dasar pemain sandiwara terhandal di dunia!

Jordan Bo mengernyitkan alis dan menatap Stella Han dengan risih, “Tadi pagi minum bensin ya jadi seemosi ini?”

“Iya tadi pagi minum bensin jadinya gampang marah. Tidak senang kamu? Kalau tidak senang cerai saja, nanti kamu bisa cari orang yang kamu senangi.” Semakin bicara, si wanita makin kesal sendiri. Teringat kemarahan Nyonya Bo padanya tadi pagi, ia benar-benar tidak bisa terima.

Atas dasar apa dia harus dimarah-marahi begini?

Rongga dada Jordan Bo kini dipenuhi kemarahan. Ia mengeretakkan gigi, “Stella Han, coba katakan sekali lagi.”

Stella Han menunduk dengan leher yang menciut. Ia benci dengan ketakutannya yang selalu muncul dengan mudah. Mengapa tiap berada di hadapan Jordan Bo dia selalu gentar coba? Ia mendorong tas kerja yang ia tenteng ke dada si pria: “Kalau aku mengulangi kata-kataku memang bisa berdampak apa? Kamu di luar sana tidur bareng wanita lain, aku di rumah diomeli mamamu. Adilkah itu?”

Si pria mendengus kesal didorong begitu. Ia menahan kedua tangan Stella Han dan bertanya dingin: “Sudah cukup marahnya?”

“Belum, belum cukup!” Perut si wanita sampai sakit saking marahnya. Semua ketidaksenangan dan tekanan yang ia simpan di hati beberapa waktu ini sekarang mengalir keluar semuanya. Ini membuat air matanya jadi mau menetes. Ia menatap Jordan Bo dengan mata merah: "Jordan Bo, mulai hari ini, kita berdua jalani jalan kita masing-masing. Kamu tidak perlu ganggu aku, aku pun tidak perlu berurusan denganmu.”

Jordan Bo marah semarah-marahnya. Kapan dia pernah disikapi begini oleh seorang wanita coba? Dengan wajah muram, ia melepaskan tangan Stella Han, berbalik badan, dan melangkah pergi. Si wanita terdiam di tempat sembari mengamati si pria berjalan kembali ke hadapan Bretta Lin. Ia menyerahkan tas kerja yang dipegangnya pada si pemilik, lalu melangkah pergi. Stella Han gigit-gigit bibir, matanya sedikit berkaca-kaca.

Bretta Lin menengok kesana-kemari. Pada akhirnya, ia tidak mendapat penjelasan apa pun.

Di dalam ruang sidang, benak pengacara terlapor dan pelapor sama-sama mengembara entah ke mana. Terlapor dan pelapor bercerita soal kehidupan rumah tangga mereka menurut versi masing-masing, sementara pengacara keduanya terus memikirkan hal lain. Sampai ketika hakim mengetukkan palu ke meja, konsentrasi keduanya baru kembali.

Stella Han bangkit berdiri, lalu membela pelapor dengan lantang, “Selama menikah, di belakang klienku, terlapor berulang-ulang melakukan hal tidak senonoh dengan wanita lain. Tingkah lakunya makin lama makin menjijikan, sampai akhirnya klienku tidak tahan dan mengajukan cerai. Sayangnya, bukannya merefleksikan perilakunya dirinya selama ini, terlapor malah melakukan kekerasan rumah tangga pada klienku. Ini laporan pengecekan luka klienku. Mewakili sang klien, aku meminta hakim untuk menyetujui perceraian mereka dan memutuskan bahwa terlapor kehilangan semua hartanya.”

Bretta Lin lalu bangkit berdiri dan membela kliennya, siapa lagi kalau bukan si terlapor. Dari perspektif mereka, si pelapor lah yang sebenarnya tidak menjaga pergaulan setelah menikah. Akhir-akhirnya, Stella Han dan Bretta Lin pun beradu mulut dengan cukup sengit. Hakim, yang pusing mendengar pertengkaran mereka, mengambil palu dan mengetuk-ngetukannya. Ia mengumumkan bahwa sidang dihentikan lima belas menit dan meminta kedua pengacara untuk menenangkan diri.

Merasa perutnya makin lama makin sakit, Stella Han bergegas ke ruang teh untuk mengisi air panas ke termosnya. Tanpa diduga-duga, ia menjumpai Bretta Lin di depan dispenser sana. Saat ia berbalik badan dan ingin pergi, si wanita memanggilnya, “Pengacara Han, aku mau bicara sebentar denganmu.”

Stella Han mengeratkan pegangannya ke termos. Ia memberi Bretta Lin tatapan satir, “Ada urusan apa Pengacara Lin yang sangat terhormat mencariku?”

Yang ditatap menunduk. Ia terlihat seperti kehilangan aura keras kepala yang ia tunjukkan tadi di ruang sidang. Wanita itu membalas: “Semalam, aku dan Jordan Bo memang benar-benar berduaan.”

Pupil mata Stella Han mengecil, jari-jarinya juga memegangi termos dengan kencang sampai putih. Ia tersenyum dingin: “Pengacara Lin sebenarnya mau bilang apa?”

“Waktu itu, aku dan Jordan Bo sudah saling melewatkan. Hati kami berdua sama-sama sedih setiap mengingat masa itu. Aku mencintainya, dia juga masih mencintai aku. Aku harap Pengacara Han bisa melepasnya biar impian cinta kami tercapai.” Bretta Lin menatap Stella Han dengan tenang. Tatapannya ini sudah seperti menganggap Stella Han lah yang merupakan seorang pengganggu hubungan.

Sungguh, Stella Han belum pernah bertemu orang dengan wajah setebal ini! Omongan si wanita jadi makin menyindir, “Pantas saja Pengacara Lin senang menerima pria peselingkuh sebagai klien. Ternyata, kamu juga mendukung perselingkuhan. Aku sebenarnya ingin mendukung impian cinta kalian, tetapi melihat gelagatmu ini…… Maaf, aku tidak bisa. Kamu lanjut jadi orang ketiga dalam hubungan kami saja, toh kamu juga senang kan jadi peselingkuh.”

Raut wajah Bretta Lin berubah. Wanita itu menanggapi: “Pengacara Han, buat apa kamu menyusahkan diri begini? Yang Jordan Bo cinta adalah aku, bukan kamu. Kamu terjepit di antara kami berdua dan itu akan membuatmu terus merasa sakit. Kamu sama sekali tidak bisa menghalangi hubungan kami.”

“Berhubung kamu merasa posisimu lebih unggul daripada aku, mengapa kamu sekarang membujukku untuk mengajukan cerai? Sudahlah kamu jadi orang ketiga saja, pokoknya aku tidak rela kamu dapat sesuatu.” Stella Han benar-benar merasa lagi berkompetisi dengan Bretta Lin. Ia tidak mau keinginan pesaingnya itu jadi kenyataan.

Bretta Lin menggeleng dan memberi tatapan iba pada Stella Han, “Pengacara Han, sebuah pernikahan yang tidak didasari cinta tidak akan bisa bertahan lama. Hubunganmu dan Jordan Bo adalah sebuah kesalahan. Kalau kamu mengakhirinya sekarang, kamu bukan hanya akan mewujudkan impian cinta orang lain, tetapi juga membebaskan dirimu dari semua penderitaan.”

Si wanita sungguh ingin melempar termosnya ke wajah Bretta Lin. Sekarang orang ketiga memang jadi terang-terangan begini ya? Ia membalas: “Aku tidak tahu apakah hubungan kami adalah sebuah kesalahan atau tidak, tetapi berhubung kamu bilang kamu dan Jordan Bo saling cinta, kamu suruh saja dia ajukan cerai dariku. Menyuruh dia akan jauh lebih gampang daripada membujuk aku.”

Seusai berucap begini, Stella Han bergegas ke arah dispenser. Ketika melewati Bretta Lin, ia sengaja menyinggungkan bahunya ke bahu si lawan. Singgungannya cukup kencang, jadi Bretta Lin mundur-mundur beberapa langkah karena mau jatuh. Hati Bretta Lin seketika jadi panas melihat tingkahnya ini!

Tanpa memedulikan Bretta Lin lagi, Stella Han memenuhi termosnya dengan air panas dan kembali ke ruang sidang.

Sidang perceraian dilanjutkan tujuh menit kemudian. Kali ini, Stella Han sudah jauh lebih tenang dibanding sebelum istirahat tadi. Sebagai seorang pengacara yang ingin terlihat anggun dan profesional, Stella Han tidak mau meladeni provokasi Bretta Lin untuk ribut lagi. Kalau ia sampai terpancing, kepentingan kliennya sendiri juga bakal rusak. Pada sesi yang satu ini, Stella Han benar-benar mengeluarkan semua kemampuan terbaiknya dalam beradu argument. Hakim akhirnya memenuhi kedua permintaannya. Perceraian disahkan, klien Stella Han juga dapat semua harta milik klien Bretta Lin!

Setelah keputuskan diumumkan, wajah si terlapor jadi sangat muram. Sementara itu, si pelapor memeluk Stella Han dengan gembira dan berucap terima kasih tanpa henti. Stella Han menepuk-nepuk punggungnya, juga dengan penuh kegembiraan. Sembari meliirik Bretta Lin yang lagi membereskan barang-barang, ia sengaja berkata: “Nona Liu, kamu harus percaya, iblis pada akhirnya akan kalah.”

Yang disindir mendongak, sayangnya Stella Han sudah mengalihkan pandangan ke arah lain.

Sekeluarnya dari pengadilan, Stella Han disambut cahaya matahari sore yang menerangi seluruh penjuru kota. Ia mengantar kliennya ke mobil dulu, lalu baru pergi ke mobilnya sendiri. Ketika memakai sabuk pengaman, sudut matanya menangkap sesosok orang yang duduk di kursi belakang. Ia sontak menoleh ke sosok itu, ternyata dia Jordan Bo! Dengan jantung deg-degan, Stella Han bertanya kesal: “Kok kamu bisa ada di mobilku?”

Jordan Bo sepertinya habis tidur, makanya rambutnya berantakan. Karena alasan yang sama, tatapannya pada Stella Han juga terlihat lemas dan tidak dingin seprti biasanya. Pria itu bertanya, “Sudah kelar sidangnya? Menang atau kalah?”

Si wanita tidak tertarik meladeni pertanyaan itu, “Aku tanya sekali lagi, kok kamu bisa ada di mobilku?”

Jordan Bo mengangkat tangan dan menggoyang-goyangkan kunci cadangan mobil Stella Han. Si wanita kembali menengok ke depan dan menyuruh dingin: “Cepat turun, aku tidak ingin melihatmu.”

Si pria menggoyang-goyangkan kaki dengan santai. Ia menatap kepala belakang si wanita, “Stella Han, mumpung suasana hatiku lagi bagus, jangan pancing emosiku.”

“Huh!” deham Stella Han dingin. Kalau Jordan Bo tidak mau keluar, ya sudahlah dia saja yang keluar! Wanita itu langsung turun dari mobil, membanting pintu kencang-kencang, dan melangkahkan sepatu hak tingginya menjauh.

Jordan Bo buru-buru turun dari mobil dan menyusul Stella Han. Ia menahan pergelangan tangannya dan bertanya tidak senang: “Stella Han, bisa tidak bicara baik-baik? Jangan pergi-pergi begini, apa banget sih marahmu?”

Si wanita menoleh pada si pria dan membalas: “Kalau tidak suka dengan marahku, ya kamu cari wanita yang tidak suka marah lah. Oh iya, Bretta Lin sepertinya tidak suka marah tuh. Kalian juga saling cinta kan? Sana cari dia.”

Jordan Bo menatap wajah Stella Han yang judes. Jelas-jelas ini wajah orang marah, tetapi ia malah merasa wajah itu enak dipandangi. Astaga, dia ini gila atau apa sih! Si pria menahan bahu si wanita dan menunjukkan itikad baik: “Oke, oke, aku mengaku salah. Aku sudah membuatmu marah berhari-hari, sekarang aku minta maaf oke? Jangan marah lagi, itu tidak baik buat tubuhmu. Aku pun tidak enak melihatnya.”

Stella Han mendorong Jordan Bo, namun tidak juga berhasil melepaskan diri seberapa kuat pun dorongannya. Ia pada akhirnya dibopong pria itu dan dibawa balik ke mobil.

Novel Terkait

The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
3 tahun yang lalu
Unlimited Love

Unlimited Love

Ester Goh
CEO
4 tahun yang lalu
Jalan Kembali Hidupku

Jalan Kembali Hidupku

Devan Hardi
Cerpen
4 tahun yang lalu
Thick Wallet

Thick Wallet

Tessa
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
4 tahun yang lalu
That Night

That Night

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu
Eternal Love

Eternal Love

Regina Wang
CEO
3 tahun yang lalu
After Met You

After Met You

Amarda
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu