You Are My Soft Spot - Bab 143 Kamu Masih Punya Aku

Crittt!

Maserati merah mengerem mendadak di sisi jalan. Karena tidak siap, sekujur tubuh Tiffany Song terhampar ke depan. Dadanya mengenai dashboard mobil dengan cukup kencang hingga ia meringis kesakitan. Untung saja Tiffany Song mengenakan sabuk pengaman, jadi ia langsung tertarik kembali ke posisi duduknya semula.

Wajah Tiffany Song agak gatal. Ketika ia mengusapnya dengan tangan, telapak tangannya langsung penuh air mata. Ia memejamkan mata rapat-rapat. Ia terus mengatakan pada diri sendiri bahwa ia dan Tayor Shen tidak punya hubungan darah. Sayang, kenyataan berkata lain.

Mata sipit yang sama, usia ketika hilang yang sama, jerumbai berwarna yang sama…… Ketiga benda ini seolah bergabung menjadi jaring yang menyandera Tiffany Song dari harapannya untuk tidak punya hubungan darah dengan Taylor Shen. Sekeras apa pun usahanya untuk melepaskan diri dari sandera itu, ia tetap saja gagal.

Air mata Tiffany Song perlahan menetes. Mulut Tiffany Song terbuka, namun ia tidak bisa berucap apa-apa, sebab pikirannya kini sudah dikuasai kesedihan yang menjadi-jadi.

Bagaimana ia harus menerima takdir yang mempermainkannya begini?

……

Ketika Taylor Shen tiba di vila, Tiffany Song belum pulang. Pria itu memutuskan mengurus beberapa hal dulu di ruang buku. Setelah selesai dengan urusannya, ia menatap ke luar jendela dan baru sadar malam segera tiba. Ia pun keluar dari ruang buku untuk mencari Tiffany Song.

Angelina Lian tengah asyik menonton sendirian di ruang tamu. Tidak ada Tiffany Song di sana.

Dari tangga, Taylor Shen bertanya pada Bibi Lan: “Tiffany Song belum pulang?”

“Belum.”

Taylor Shen mengernyitkan alis. Ia merogoh ponsel, menelepon sebuah nomor, lalu turun ke lantai bawah. Ia kemudian menukar sepatu dan berjalan keluar vila. Tidak jauh dari tempat ia berdiri, ia mendengar dering telepon yang cukup familiar baginya. Taylor Shen mencari sumber dering itu, ternyata Tiffany Song tengah duduk sendirian di atas ayunan.

Kekhawatiran Taylor Shen pun mereda. Ia berjalan menghampiri Tiffany Song pelan-pelan, lalu menegurnya, “Sudah pulang kok tidak bilang-bilang?”

Tiffany Song terhenyak. Bau vanila dari rokok Taylor Shen langsung memenuhi rongga hidungnya, jadi ia buru-buru menahan nafas. Ia baru mendongak menatap Taylor Shen beberapa saat kemudian. Sambil tersenyum canggung, ia menjawab, “Aku sedang ingin duduk-duduk di luar. Kamu lagi mencari aku?”

Taylor Shen mengamati Tiffany Song dengan tatapan menyelidik. Senyum Tiffany Song agak aneh dan terlihat dipaksakan. Ia duduk di sebelah Tiffany Song. Tanpa disangka-sangka, Tiffany Song langsung melompat, mundur beberapa langkah, dan menatapnya dengan raut gelisah. Melihat reaksi wanita itu, Taylor Shen mengernyitkan alis. Pria itu mengulurkan tangan dan mencoba memanggilnya, “Sini.”

Tiffany Song tidak mau menanggapi uluran tangan Taylor Shen. Ia bahkan mundur setapak lagi. Dengan senyum canggung, Tiffany Song berujar: “Perutku lapar, yuk kita masuk saja.”

Taylor Shen terus mengamati Tiffany Song. Ia paham betul semua hal soal wanita ini. Ketika ada sesuatu yang tidak beres dengannya, ia bisa langsung menyadarinya. Tiffany Song kelihatannya tengah bersembunyi darinya. Lebih tepatnya, lagi berusaha menjauhinya.

“Tiffany Song, ada masalah denganku?”

Tiffany Song merinding dengan tatapan Taylor Shen. Ia melihat ke atas dan ke bawah tanpa berani menatap balik Taylor Shen. Ia berusaha mengelak: “Aku benar-benar lapar, nanti setelah makan baru kita bicarakan. Oke?”

Taylor Shen melipat dahi. Ketika Tiffany Song berbalik badan, ia menahan pergelangan tangan wanita itu dan langsung mendekapnya dalam pelukan.

Tiffany Song sangat kaget. Ia tidak menyangka Taylor Shen akan memeluknya tiba-tiba begini. Ia tidak bisa bergerak sama sekali dalam pelukan Taylor Shen. Telinga dan wajahnya merah. Mereka berdua punya hubungan darah, mengapa ia masih merelakan dirinya untuk dipeluk dan disayang-sayang oleh Taylor Shen?

“Tiffany Song, aku ingin tahu apa yang membuatmu gundah belakangan ini. Aku ingin tahu semua urusanmu. Kamu boleh tidak memberitahukannya padaku, juga boleh tidak memercayaiku, tetapi jangan terus abaikan keberadaanku begini,” ujar Taylor Shen pelan persis di samping telinga Tiffany Song.

Tiffany Song tidak bisa menangis. Ia hari ini sudah menangis terlalu banyak. Ia menunduk dan mengelak lagi: “Aku tidak menggundahkan apa-apa, juga tidak sedang bersedih. Kamu salah lihat pasti.”

“Masa?” selidik Taylor Shen tidak percaya.

“Sungguh, aku tidak sedang punya masalah apa-apa. Tiffany Song mendongak menatap Taylor Shen sambil berusaha menampilkan senyum. Ia tidak boleh memberitahukan hal ini pada Taylor Shen. Kalau pun Taylor Shen akan benci padanya karena ia bermain rahasia-rahasiaan, pria itu tetap tidak boleh tahu realitas yang sebenarnya.

Adik yang selama ini dicari-cari ternyata selalu berada di sampingnya dan bahkan jadi kekasihnya, bagaimana bisa Taylor Shen menerima kenyataan pahit inin nanti? Tiffany Song saja terluka begitu tahu kenyataan ini, apalagi Taylor Shen? Dibanding mereka berdua sama-sama terluka, lebih baik ia sendirian saja yang terluka.

Taylor Shen tidak percaya, “Tiffany Song, kamu tengah menyembunyikan sesuatu dariku. Jangan mengelak, aku bisa melihatnya.”

Tifafny Song menahan senyum, “Aku benar-benar tidak ada masalah apa-apa.”

Taylor Shen menatap Tiffany Song cukup lama, lalu baru melepaskannya. Ia kemudian berujar dingin: “Perlu aku suruh orang lakukan penyelidikan dulu ya baru kamu mau jujur?”

Jantung Tiffany Song langsung berdebar kencang. Kalau Taylor Shen tahu hari ini ia pergi ke mana, kenyataan yang ia tengah sembunyikan pasti akan segera terbongkar. Ia buru-buru mendebat, “Taylor Shen, setiap bulan semua wanita punya beberapa hari di mana suasana hatinya tidak begitu baik tanpa penyebab yang pasti. Masa kamu tidak tahu itu? Masa kamu mau paksa aku cari-cari alasan?”

“Jadi benar-benar tidak mau bilang ya?” Taylor Shen tidak percaya dengan argumen Tiffany Song. Semalam, saat mabuk, Tiffany Song berulang kali bergumam ia bukan Nini. Ini bukti jelas ada sesuatu yang tengah Tiffany Song sembunyikan darinya.

Melihat Tiffany Song terdiam, Taylor Shen merogoh ponselnya dan mengontak sebuah nomor: “Kalian ke taman bunga sekarang juga.”

Kedua mata Tiffany Song terbelalak. Setengah menit kemudian, dua orang pengawal pribadi Taylor Shen sudah muncul di hadapan mereka berdua. Taylor Shen berujar pada mereka: “Beritahu aku hari ini Nyonya ke mana saja dan bertemu siapa.”

Kedua pengawal pribadi itu bertatapan satu sama lain, lalu salah satu di antaranya menjawab: “Hari ini Nyonya pergi jalan-jalan dengan Nyonya Bo. Setelah jalan-jalan, Nyonya berkeliling kota tanpa tujuan lalu termenung di sisi sungai sepanjang sore. Nyonya kembali ke Sunshine City setengah jam lalu dan duduk-duduk di ayunan sampai sekarang.”

“Ada berjumpa orang lain selain Nyonya Bo?”

“Tidak ada.”

Taylor Shen mengibas-ngibaskan tangannya menyuruh kedua pengawal pribadi itu pergi. Menyadari ada sesuatu yang tidak beres, keduanya buru-buru berbarik badan dan bergegas.

Tiffany Song memandangi Taylor Shen. Pria ini ternyata sudah menugaskan pengawal pribadi untuk mengawasinya. Ia protes, “Taylor Shen, kamu suruh orang membuntutiku?”

“Bukan membuntutimu, tapi melindungimu.” Taylor Shen berujar lagi, “Kamu tidak punya masalah, tapi kamu termenung di sisi sungai sepanjang sore. Kamu tidak punya masalah, tapi kamu termenung di ayunan. Tiffany Song, kamu pikir aku bodoh? Sesusah itu ya menceritakan masalahmu padaku? Cerita bahwa kamu bukan anak Callista Dong juga sesusah itu ya?”

Taylor Shen semakin lama semakin geram hingga kelepasan mengucapkan kalimat terakhir. Ia daritadi memberi Tiffany Song kesempatan untuk mengaku sendiri, tetapi wanita itu terus saja berkelit.

Tiffany Song terkejut, “Dari mana kamu tahu ini?”

“Semalam, saat kamu pulang dalam kondisi mabuk, kamu terus berkata kamu bukan Nini. Aku telepon Tante Dong dan tanya apakah Nini itu nama kecilmu, dia bilang iya. Ini kan urusan yang belakangan membuatmu gundah terus? Kamu juga balik ke desa karena urusan ini kan? Mengapa kamu tidak cerita sedikit pun padaku sih?”

Tiffany Song pikir ia berhasil menyembunyikan semua ini dengan sangat baik, tetapi ternyata Taylor Shen sudah tahu. Ia terduduk lesu di ayunan dan menjawab pelan “Sekembalinya dari desa, aku sebenarnya sempat ingin menceritakan itu padamu. Tetapi…… tetapi kamu tidak memberiku kesempatan berbicara.”

Teringat hari ketika Tiffany Song kembali dari desa lalu, hati Taylor Shen langsung dipenuhi rasa bersalah. Tiffany Song pada hari itu baru saja menerima pukulan keras, namun ia tidak menenangkannya sama sekali, bahkan malah menambah kepedihan hatinya. Ia berlutut di samping Tiffany Song dan meminta maaf, “Tiffany Song, aku saat itu benar-benar dibutakan oleh rasa cemburu. Maafkan aku, aku kelewatan sekali sampai memperlakukanmu seperti itu.”

Tiffany Song menggeleng, “Sudahlah, semuanya sudah lewat. Beberapa hari ini suasana hatiku tidak baik karena Nini yang asli sudah meninggal. Aku tidak berani memberitahukan ini pada Callista Dong karena takut hatinya hancur. Setiap kali melihatnya, aku selalu merasa bersalah.”

“Tiffany Song, semua ini bukan salahmu. Kamu tidak perlu murung.” Taylor Shen menggenggam tangan Tiffany Song. Merasa wanita itu ingin melepaskan genggamannya, ia mengeraskan tenaganya, “Tiffany Song, tidak peduli siapa sebenarnya kamu, aku akan terus ada di sisimu. Aku tidak akan pergi.”

Tiffany Song tertunduk. Kesedihan dalam hatinya tiba-tiba terasa bak ombak pasang yang menghantam dirinya sendiri dengan kencang. Ia berujar panjang lebar, “Aku selama ini tidak paham mengapa papa bersikap sangat dingin padaku, bahkan seringkali menatapku dengan penuh kebencian. Sekarang aku baru paham, ternyata aku bukan putrinya. Aku selama ini juga tidak paham mengapa mama tidak langsung mengenaliku ketika kami pertama kali berjumpa, padahal kan antara ibu dan anak ada ikatan batin. Jawabannya kini sudah kutemukan juga. Setelah tahu jawaban atas dua pertanyaan ini, aku malah menyesal. Kalau aku tidak tahu mengetahuinya sama sekali seumur hidup, bukankah hidupku akan tetap normal?”

Taylor Shen mendekap Tiffany Song erat-erat, “Tiffany Song, jangan bersedih. Kamu masih punya aku. Aku jamin aku akan buat hidupmu bahagia.”

Hati Tiffany Song berdesir. Ia masih punya Taylor Shen? Tidak, ia sudah tidak punya apa-apa. Ia sudah kehilangan semuanya. Keluarga dan cinta, yang seharusnya menjadi sumber kebahagiaan seorang manusia, bahkan malah jadi sumber penderitaan baginya.

Sekembalinya ke kota tadi, Tiffany Song sempat mondar-mandir sejenak di sisi jalan. Ia ingin bunuh diri. Ia merasa tidak ada tempat di dunia lagi yang ramah padanya.

Untung saja pada akhirnya ia bisa berpikir rasional dan kembali ke Sunshine City. Ia tidak mau tunduk begitu saja pada nasib. Meski kenyataan terus tidak berpihak padanya, meski perih yang ia derit semakin lama semakin parah, ia masih ingin melakukan usaha pembuktikan yang terakhir.

Kalau pembuktikan terakhir ini menyatakan ia dan Taylor Shen memang benar kakak-adik, ia akan pergi dari Sunshine City, pindah ke tempat yang tidak mungkin ditemukan Taylor Shen, lalu memulai hidup baru. Ia mungkin bisa segera lupa dengan semua ini dan hidup normal lagi, tetapi mungkin juga akan mati dalam kondisi hati yang terus tersiksa. Tidak peduli mana yang akan terjadi, ia akan merahasiakan kenyataan ini sampai mati. Taylor Shen tidak boleh tahu.

Seusai makan malam, Tiffany Song langsung masuk kamar. Ketika Taylor Shen kembali ke kamar, ia berjalan perlahan ke sosok Tiffany Song, yang terbaring di ranjang, dan duduk di sebelahnya.

Tiffany Song sama sekali belum terlelap. Semua urat di tubuhnya tegang, tetapi ia tidak berani bergerak sama sekali. Ia mengamati setiap gerak-gerik Taylor Shen hingga pria itu keluar kamar.

Ketika mendengar langkah kaki Taylor Shen yang menjauh dan suara air kamar mandi yang mulai menyala, Tiffany Song baru membuang nafas lega. Ia takut, takut disentuh Taylor Shen dengan intim lagi. Dulu ia mau-mau saja, sekarang ia takut kena kutukan langit karena melakukan hubungan sedarah.

Beberapa saat kemudian, Taylor Shen keluar dari kamar mandi dan langsung berbaring masuk selimut. Ia memeluk Tiffany Song erat-erat.

Seolah sadar Tiffany Song belum terlelap, Taylor Shen menepuk-nepuk pelan bahu wanita itu sambil berusaha menenangkan: “Tiffany Song, jangan pikirkan apa-apa. Nanti saat kamu bangun, semuanya sudah akan berlalu.”

Mata Tiffany Song terasa panas. Benarkah semuanya akan bisa berlalu?

Tengah malam, Tiffany Song masih belum terlelap juga meski Taylor Shen sudah tertidur pulas. Wanita itu menatap langit-langit kamar dengan tatapan kosong. Beberapa saat kemudian, ia pelan-pelan melepaskan dirinya dari dekapan Taylor Shen dan duduk di ranjang. Melihat rambut hitam tebal Taylor Shen, ia mengulurkan tangan dan mencabut salah satu helainya……

Novel Terkait

Diamond Lover

Diamond Lover

Lena
Kejam
4 tahun yang lalu
Eternal Love

Eternal Love

Regina Wang
CEO
3 tahun yang lalu
Kamu Baik Banget

Kamu Baik Banget

Jeselin Velani
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Villain's Giving Up

Villain's Giving Up

Axe Ashcielly
Romantis
3 tahun yang lalu
Mr CEO's Seducing His Wife

Mr CEO's Seducing His Wife

Lexis
Percintaan
3 tahun yang lalu
Spoiled Wife, Bad President

Spoiled Wife, Bad President

Sandra
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Dark Love

Dark Love

Angel Veronica
Percintaan
5 tahun yang lalu