You Are My Soft Spot - Bab 392 Mendambakan Seorang Pria Beristri (3)

Erin terus menarik-narik bagian dada gaunnya. Vero He menoleh padanya dan meledek sambil tertawa: “Sekali kamu tarik lagi, lihat saja akan ada berapa banyak pria yang mengamati dadamu.”

Si asisten segera menurunkan tangan dengan wajah merah. Erin dengan dandanan tipis terlihat sangat menawan, salah satu alasan utamanya jelas kulit putihnya yang seputih salju. Entah ada berapa banyak orang yang mengamatinya waktu ia melangkah masuk ruang acara tadi.

Erin menoleh ke segala penjuru, memang betul ada banyak pria yang mengamati dadanya. Ia membalas tatapan masing-masing dari mereka dengan tatapan dingin. Menyadari tatapannya itu, para pria satu per satu memalingkan wajah dengan canggung. Erin terus berjalan di sebelah Vero He, lalu melontarkan pertanyaan pelan: “Nona He, pakaian ini tidak mungkin copot kan?”

Vero He tidak tahan untuk tidak tertawa. Ia menjawab dengan senyum: “Lihat saja ada berapa banyak orang yang berpakaian sepertimu di sini. Kecuali dadamu datar, pakaianmu tidak bakal lepas kok.”

“……” Si asisten merasa si bos adalah orang yang sangat asyik diajak bicara. Dua tahun lalu, waktu Thomas Ji mengantarkan dirinya ke rumah sakit, pria itu membeberkan banyak sekali yang harus ia perhatikan selama menjaga Vero He. Salah satu yang paling ia ingat adalah “jangan menyebut nama Taylor Shen di depannya”.

Erin tidak kenal Taylor Shen, ia hanya pernah mendengar namanya sekali saja. Ketika bertemu Vero He, ia baru sadar mengapa Thomas Ji berpesan begitu. Selama dua tahun menjaganya, Erin merasa temperamen bosnya itu sangat baik dan lembut. Di samping itu, Vero He juga tidak pernah menuntut pekerja dengan tidak masuk akal. Perlahan namun pasti, hubungan mereka berubah dari atasan dan bawahan jadi sahabat.

Erin menemani Vero He menghampiri seorang supplier untuk berbincang. Wajah bosnya itu terus menampilkan senyum tanpa putus sedikit pun. Si asisten masing ingat, Vero HE sangat canggung ketika bertemu supplier untuk pertama kalinya dulu. Sekarang, dia sudah jadi sangat lihai dan pandai bicara.

Pintu ruangan tiba-tiba dibuka. Tatapan Erin dan para hadirin lain segera teralihkan ke pintu itu. Di bawah pintu ruang pesta, seorang pria tinggi besar yang mengenakan jas hitam berjalan masuk di antara hadirin.

Di dalam jas hitam, si pria mengenakan kemeja putih. Wajahnya terlihat sangat tampan, bibirnya juga tipis dan menarik. Selama berjalan melewati para hadirin, si pria memancarkan pesona unik yang memikat siapa pun yang menatapnya.

Erin menatap si pria dengan jantung yang mendadak berdebar kencang. Ini pertemuan pertamanya dengan James He selama dua tahun. Erin masih ingat betul kata-kata si pria, yakni “menjauhlah dari tempat di mana dirinya berada”. Selama mendampingi Vero He dua tahun ini, ia tidak bisa sepenuhnya menghindari James He.

Meski begitu, ia selalu punya cara untuk menghindari tatap muka dengannya. Dengan caranya itu, ia sama sekali tidak pernah berjumpa dengan James He lagi sejak terakhir berpisah.

Sesaat setelah mereka berpisah dulu, Erin tahu dari Vero He bahwa James He mengalami kecelakaan mobil. Pria itu dirawat di ruang perawatan intensif selama tujuh hari. Selama tujuh hari pula, Erin terus berjaga di depan ruangannya dengan hati gelisah. Ia takut James He tidak bisa melewati semua ini……

Tujuh hari kemudian, James He akhirnya dipindahkan kew ruang perawatan regular. Sejak saat itu, Erin tidak pernah mengunjunginya lagi. Melihat si pria berjalan dengan normal hari ini, si wanita yakin luka di tubuhnya pasti sudah sepenuhnya pulih. Baguslah, untung kecelakaan itu tidak meninggalkan efek permanen apa-apa.

Si wanita diam-diam mencari jalan mundur. Ia ingat James He pernah bilang, kalau tidak ada urusan maka mereka berdua tidak perlu bertemu. Orang-orang pada berjalan mengelilingi James He, kini hanya Erin seorang yang mundur-mundur.

Tiba-tiba, wanita itu menyadari ada sepasang mata yang menatapnya.

Erin mendongak dan tatapannya menemui tatapan James He yang berdiri di tengah kerumunan. Si pria menatap si wanita lekat-lekat. Tatapannya tidak menyiratkan ancaman atau intimidasi apa-apa, namun Erin entah mengapa tetap merinding dibuatnya.

Selain merinding, jantung Erin juga berdebar makin kencang. Entahlah mengapa reaksinya sebesar ini, padalah jarak di antara mereka berdua tidak terhitung dekat.

Erin tidak berani ada di sana lebih lama lagi. Ia berbalik badan dan kabur dari kerumunan. Di tengah kepanikan, kakinya sempat terkilir waktu berlari. Erin tidak memedulikan rasa sakit di kakinya sama sekali, yang ia inginkan hanya pergi dari tempat yang bisa membuatnya kesulitan bernafas ini.

Sepengetahuan Erin, kaki James He terluka parah selepas kecelakaan. Frustrasi dengan keadaan ini, ada satu masa waktu di mana emosi si pria mudah sekali kacau dan hancur. Erin tidak pernah melihat kejadian itu sendiri, tetapi ia bisa memakluminya. Kalau-kalau harus menghabiskan hidupnya dengan duduk di kursi roda, pria angkuh macam James He pastilah tidak bakal tahan.

Hari ini, Erin melihat perubahan yang sangat besar dalam diri James He. Salah satunya, ia merasa wajah si pria jadi makin songong ketika menatapnya. Sambil terus menyeret kakinya yang terkilir, Erin buru-buru bersembunyi ke kamar mandi milik ruang acara.

Si pria tersenyum tipis mengamati sosok si wanita yang lari bagai dikejar hantu. Sungguh patuh Erin ini! Dibilang jangan menemuinya lagi, Erin benar-benar tidak pernah muncul di hadapannya sekali pun selama dua tahun terakhir!

Tidak, ini belum tentu karena Erin patuh. Bisa jadi wanita ini melakukannya karena tidak merasa kasihan pada dirinya. James He sudah menyelesaikan setiap masalah Erin bertahun-tahun, tetapi ketika dirinya mengalami kecelakaan mobil, si wanita ternyata tega untuk tidak menjenguknya barang untuk satu kali.

Bagus, sangat bagus, luar biasa!

Vero He, yang daritadi sudah berjalan ke sisi James He, mengikuti arah pandangan kakaknya. Anehnya, ia tidak menemukan apa-apa di area yang ditatap si kakak. Ia bertanya penasaran: “Kakak, kamu lagi melihat apa?”

James He mengalihkan pandangan pada adiknya. Tatapannya kini jadi agak sedikit lembut. Ia menjawab: “Tidak melihat apa-apa, bagus nih penyelenggaraan acaramu. Vero He, dua tahun ini, Parkway Plaza sangat maju di bawah kendalimu. Kamu hebat.”

Vero He menanggapi dengan penuh kebanggan: “Aku sudah bilang, aku harus menciptakan sesuatu yang bisa membuatku dikenang. Sekarang, sekalinya orang berbincang soal tokoh sukses dalam bisnis mal, namaku pasti akan muncul paling awal.”

James He mengelus kepala Vero He dengan penuh kemanjaan. Sungguh, hatinya merasa tenteram melihat si wanita pulih dari hari ke hari dan semakin percaya diri. Ia memuji lagi: “Keluarga He sungguh bangga punya kamu. Kakak percaya kamu makin lama pasti makin bisa lebih hebat lagi.”

Vero He tertawa. Ketika menoleh ke sebelah, ia tidak menemukan Erin. Si wanita menoleh kesana-kemari dan bertanya agak gelisah: “Eh, Erin kemana ya? Barusan dia masih di sebelahku, kok tiba-tiba menghilang?”

Si kakak menanggapi dengan senyuman dingin, “Ke toilet kali?”

“Mungkin,” angguk Vero He. Wanita itu berkata lagi: “Kakak, Erin hebat sekali deh. Bukan hanya selalu sigap menjagaku, dia juga punya inisiatif yang tinggi dalam melakukan apa pun. Aku dua hari lalu sempat menawarkan Erin untuk kembali tinggal di rumah keluarga kita, tapi dia belum mengabarkan keputusannya.”

“Oh begitu?” James He daritadi terus menatap toilet. Erin sudah masuk sekitar tujuh menit. Kelihatannya, selama dirinya tidak pergi, Erin tidak bakal mau keluar.

“Iya, entahlah dia mau atau tidak, yang jelas kemarin dia bilang dia nyaman-nyaman saja tinggal di luar. Oh iya, aku agak penasaran sama sesuatu. Tiap mengantarku balik ke rumah kediaman keluarga He, Erin selalu bertanya pada satpam apa kamu sudah pulang atau belum. Kalau jawabannya belum, ia baru bersedia masuk dan berbincang dengan Bibi Yun. Terus, tiap kali masuk, Erin pasti buru-buru sekali seolah ingin menghindarimu. Apa kamu pernah melakukan sesuatu yang bikin dia ketakutan?” Vero He dari dulu ingin bergosip tentang Erin. Bagi dia, asistennya itu mirip puzzle dengan tingkat kesulitan sangat tinggi. Sudah berkenalan dengannya dua tahun, ia masih belum bisa mengenalinya secara penuh.

“Menurutmu aku bisa melakukan apa pada dia?” tanya James He santai. Sepertinya, dia bisa berbincang dengan sesabar ini hanya kalau lawan bicaranya adalah Vero He.

“Mana kutahu, aku pun tidak bisa baca pikiranmu. Pokoknya, Erin adalah sahabatku dan kamu tidak boleh menganggunya. Oh iya, Bibi Lan beberapa waktu lalu sempat bilang ingin mencarikan pasangan buat Erin. Apa kakak punya kenalan yang cocok dikenalkan ke dia?” tanya si adik dengan penuh pengharapan.

Vero He punya dua pertimbangan untuk bertanya pada kakaknya. Pertama, James He sudah lama berkutat dalam dunia bisnis, jadi kenalannya pasti melimpah. Kedua, si kakak tergolong orang ayng sensitif. Vero He yakin seyakin-yakinnya, orang yang James He rekomendasikan pasti pria-pria yang memang langka!

“Erin sendiri menyikapi hal ini dengan bagaimana?” tanya si kakak.

Vero He menjawab: “Sikap Erin tidak jelas. Waktu ditanya suka yang bagaimana, dia bilang asalkan pria maka dia suka. Aku jadi cemas sama sikapnya yang sangat tidak selektif ini.”

“……” Sudut bibir James He terangkat sedikit. Setidak selektif ini, apa Erin sudah tidak sabar untuk segera “ditusuk” oleh pria ya?

……

Erin duduk di kloset sambil terus bersin. Setiap kali berada dalam situasi berbahaya, ia memang selalu bersin-bersin begini. Si wanita tidak punya pilihan lain selain mengusap-usap hidung. Benaknya terus berharap, cepatlah pergi dari sini James He!

Seumur hidup Erin, nampaknya hanya pria satu ini yang bisa membuat pikirannya berkonflik!

Erin sangat ingin muncul di hadapan James He, namun juga takut memancing emosinya. Lebih-lebih, ia takut pria itu akan mengata-ngatainya seperti dulu! Erin tidak bisa menerima perlakuan seperti itu. Mungkin karena bosan menunggu, Erin memejamkan mata sambil melipat kedua tangan di dada. Berselang beberapa menit, ia tidur sambil bersandar ke kotak air kloset.

Entah sudah tertidur berapa lama, Erin terbangun karena kedinginan. Awalnya hidung si wanita bersin, lalu tubuhnya merinding dan dia terbangun sepenuhnya. Erin mencoba berkonsentrasi dan menemukan bahwa suasana di luar sangat tenang. Ketika menengok jam tangan, ia melihat jarum jam sudah mau menunjuk ke angka dua belas. Hmm…… nampaknya acara sudah selesai?

Kaki si wanita kesemutan ketika bangkit berdiri. Alhasil, ia perlu berpegangan dulu pada sisi bilik sampai kakinya kembali normal, baru kemudian melangkah keluar bilik. Sebelum meninggalkan kamar mandi, Erin mencuci tangan dan muka dulu di wastafel.

Lorong jalan ke arah ruang acara sangat sepi, bahkan langkah sepatu hak tinggi si wanita bisa terdengar jelas dan bergema. Ketika Erin tiba di depan ruang acara, ia menjumpai para staf hotel lagi membersihkan lantai ruangan.

Semua staf hotel menoleh ke sosok asing yang tiba-tiba muncul. Ditatap begitu, Erin garuk-garuk kepala sambil menjelaskan dengan canggung: “Aku tidak sengaja ketiduran, acaranya sudah kelar ya?”

Para staf hotel menahan tawa dengan susah payah. Salah satu dari mereka kemudian menjawab: “Sudah kelar satu jam yang lalu.”

“Terima kasih, aku pergi dulu kalau begitu.” Erin melangkah keluar ruang acara dengan langkah cepat, lalu keluar dari hotel juga. Setibanya di halaman depan hotel, si wanita relfeks menyilangkan kedua tangan di depan dada untuk menahan udara dingin.

Sambil menuruni anak-anak tangga yang ada di depannya, Erin mengambil ponsel dan menelepon ketua tim pengawal pribadi. Setelah memastikan bahwa Vero He sudah tiba di rumah keluarga dengan aman, si asisten baru mematikan ponselnya. Ketika menginjakkan kaki di anak tangga terakhir, salah satu sepatu hak tinggi Erin entah mengapa terlepas dari kakinya. Erin mengamati sepatu yang terus bergerak turun itu sambil geleng-geleng kepala. Ia dalam hati bersyukur dirinya ketiduran di toilet sampai tengah malam, jadi tidak ada orang yang melihat insiden sepatunya lepas!

Ketika Erin berjalan untuk mengambil sepatunya, ia melihat sebuah celana di balik celah semak-semak yang ada di dekatnya. Ia tercengang, lalu menjumpai seorang pria berjas hitam keluar dari semak-semak itu dan mengambilkan sepatunya.

Ketika mengamati tangan si pria memungut sepatunya, Erin tidak sengaja menatap wajah tampan si pria. Pria itu lalu dengan sigap menenteng sepatu Erin dan berjalan gagah ke arahnya. Angin bertiup kencang dan membuat rambut Erin berterbangan. Gila, adegan ini mirip sekali dengan adegan di film-film romantis!

Dalam hidup memang ada orang yang pada akhirnya akan kembali muncul meski sudah dihindari sedemikian rupa. Ketahuilah, dunia itu sempit! Ketika kembali memunculkan diri, si orang akan kembali menarik perhatianmu dan membuatmu mempertanyakan keputusan untuk menghindari dia dulu……

Novel Terkait

The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Someday Unexpected Love

Someday Unexpected Love

Alexander
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu
My Charming Wife

My Charming Wife

Diana Andrika
CEO
3 tahun yang lalu
PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

Chantie Lee
Balas Dendam
3 tahun yang lalu
Rahasia Seorang Menantu

Rahasia Seorang Menantu

Mike
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Antara Dendam Dan Cinta

Antara Dendam Dan Cinta

Siti
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Gaun Pengantin Kecilku

Gaun Pengantin Kecilku

Yumiko Yang
CEO
3 tahun yang lalu