You Are My Soft Spot - Bab 167 Tiffany Song, Kamu Panas? (1)

Sosok Taylor Shen dengan cepat kembali muncul di tangga. Angelina Lian kaget hingga mundur-mundur beberapa langkah, senyum dinginnya barusan seketika hilang. Ia kini menampilkan senyum yang ramah sekali pada Taylor Shen yang tengah berlari kecil menuruni tangga, “Kakak Keempat, hati-hati di jalan ya kalian.”

Taylor Shen mengangguk. Ia berjalan ke sisi Tiffany Song. Taylor Shen sudah paham betul setiap ekspresi Tiffany Song. Melihat ekspresi kaget wanitanya itu, ia sadar ada sesuatu yang tidak beres. Ia bertanya pelan: “Ada apa?”

Tiffany Song masih terhenyak menatap Angelina Lian. Adik Taylor Shen ini mirip sekali dengan aktor dan aktris opera sabun yang memainkan peran penderita schizophrenia. Menyadari tatapan dan pertanyaan Taylor Shen, ia buru-buru menarik tatapannya dan menggeleng, “Tidak ada apa-apa. Yuk jalan.”

Mereka berdua pun berjalan keluar dari pintu utama vila. Tiffany Song terus menoleh ke belakang mengamati Angelina Lian. Wajah wanita itu terus menampilkan senyum ramah seolah senyum aneh yang ia lihat barusan hanya imajinasi belaka.

Taylor Shen dan Tiffany Song masuk mobil. Si pria lalu memerintahkan Budi untuk mulai menyetir.

Tiffany Song baru menarik pandangannya begitu mobil keluar dari bangunan vila. Ia menoleh ke Taylor Shen. Pria itu sedang membolak-balik berkas yang dipegangnya dengan penuh konsentrasi. Kata-kata Tifany Song pun tertahan di mulut.

Taylor Shen menyadari Tiffany Song tengah ingin berucap sesuatu. Ia menoleh menatap wajah gelisah wanita itu, “Ada sesuatu yang ingin kamu bicarakan denganku?”

“Taylor Shen, kamu masih ingat kata-kata yang Dokter Xu pernah ungkapkan?” Tiffany Song menatap kedua tangannya yang mengepal di paha.

Taylor Shen pelan-pelan melepas kedua tangan Tiffany Song dan mengenggam salah satunya dengan erat. Ia bertanya: “Kata-kata yang mana?”

“Soal penyakit mythomania yang diderita Angelina Lian.” Tiffany Song mengamati ekspresi Taylor Shen dengan hati-hati. Melihat tidak ada perubahan yang signifikan di wajahnya, ia melanjutkan kalimat: “Angelina Lian dari luar terlihat normal, tetapi aku khawatir penyakitnya akan kambuh sewaktu-waktu. Mau tidak kita ajak dia periksa ke dokter, atau setidaknya bertemu psikiater untuk konsultasi.”

“Ia kelihatannya sangat sehat dan tidak ada tanda-tanda sakit lagi kok. Obat yang diberikan Dokter Xu harusnya sih sangat manjur.” Taylor Shen tidak berpikir macam-macam. Ia menganggap ini sebatas wujud perhatian Tiffany Song pada Angelina Lian.

Bibir Tiffany Song bergerak-gerak, tetapi ia tidak mengucapkan satu kata pun. Berselang beberapa saat, ia akhirnya merespon juga, “Aku hanya ingin mengingatkanmu, jangan sampai saking sibuknya kamu jadi mengabaikan kesehatan fisik dan kebutuhan jiwa Angelina Lian.”

“Kamu kok tiba-tiba perhatian begini dengan dia?” kata Taylor Shen dengan senyum penuh tanya.

Tiffany Song menyadari ekspresi gelisahnya kelewat jelas. Ia buru-buru mencari alasan: “Dia kan adik kandungmu, jadi ya memang harus perhatian. Lagipula memangnya dulu-dulu aku tidak perhatian dengan dia?”

“Tidak gitu juga sih. Aku hanya ingin bilang, dibanding kesehatan fisik dan kebutuhan jiwa Angelina Lian, aku lebih memerhatikan kesehatan fisik dan kebutuhan jiwamu,” bisik Taylor Shen pelan dekat telinga Tiffany Song.

Wajah si wanita sontak langsung merah. Ia melepaskan tangan Taylor Shen dari tangannya dan protes, “Haiya, aku lagi serius tahu.”

“Memangnya kamu pikir aku tidak serius? Wajahmu merah pasti karena berpikir yang tidak-tidak ya. Hayo, coba katakan barusan kamu berpikir apa?” Taylro Shen mengangkat dagu Tiffany Song sambil senyum-senyum sendiri.

Tiffany Song memukul tangan Taylor Shen, lalu menoleh ke jendela seolah tidak tertarik meladeni keisengannya lagi.

Pemandangan luar tidak henti-hentinya bergerak ke belakang melawan arah mobil. Wajah Tiffany Song yang berada sangat dekat sekali dari kaca terlihat jelas. Tiba-tiba, bayangan wajahnya itu tergantikan dengan satu wajah lain. Si pemilik wajah lain itu tersenyum sinis dan dingin, ia seolah berkata: “Kakak Ipar, aku tunggu kamu di neraka. Kamu harus datang ya.”

Tiffany Song seketika merinding dan bangun dari lamunannya. Ia mengusap-usap jidat dan baru sadar jidatnya itu penuh keringat dingin. Jantung Tiffany Song berdebar kencang seolah ingin copot. Satu tangan tiba-tiba mendarat di bahunya hingga ia kaget sekali. Begitu menoleh, ia baru sadar itu tangan Taylor Shen. Si pria bertanya khawatir, “Tiffany Song, kamu panas? Kok jidatmu berkeringat begitu?”

Taylor Shen menanyakan hal barusan sambil mengambil tisu dan membasuh keringat Tiffany Song. Si wanita memegangi dada karena jantungnya berdebar makin kencang akibat kaget barusan, lalu menggeleng, “Tidak kok, aku tidak apa-apa.”

Taylor Shen mengambilkan beberapa helai tisu lagi. Ia sangat kaget melihat wajah Tiffany Song yang pucat. Barusan dia memikirkan apa ya sampai ketakutan begini?

Mobil Taylor Shen berhenti di parkiran gedung kantor Tiffalor Design Corp. Tiffany Song turun dari mobil, berbalik badan, lalu melambai dari kaca pada pria yang duduk di dalam: “Taylor Shen, sampai jumpa nanti malam!”

Taylor Shen merapikan kerahnya dan menyuruh Budi kembali menyetir. Mobil pun melaju keluar dalam beberapa detik. Ketika mobil sudah tidak terlihat, Tiffany Song baru berbalik badan lagi dan berjalan ke arah pintu masuk. Persis di depan pintu masuk, ia mendengar suara sepatu hak tinggi yang semakin lama semakin dekat. Ia tiba-tiba didorong hingga mundur-mundur oleh si pemilik sepatu. Wanita yang mendorongnya itu tetap berjalan tanpa henti ke arah lift seolah tidak ada apa-apa.

Tiffany Song melipat dahi. Ia hidup dengan Lindsey Song sekitar dua puluh tahun lebih, jadi dari mengamati bentuk tubuh wanita barusan, ia tahu itu Lindsey Song. Tiffany Song melanjutkan langkahnya ke arah lift. Lindsey Song sudah masuk lift begitu melihat Tiffany Song berdiri di depan. Wanita itu menekan-nekan tombol “tutup” berulang kali seolah tidak melihat keberadaannya.

Raut Tiffany Song langsung berubah. Ia petinggi di gedung ini. Okelah kalau Lindsey Song hanya mendorongnya saja, kok ini sekalian mau menutup lift persis di hadapannya juga? Sungguh aburd. Tiffany Song melangkahkan satu kakinya ke dalam lift, lalu bertanya tidak senang, “Nona Song, kamu tidak lihat di depan lift masih ada satu orang?”

“Eh, di depan lift masih ada satu orang? Kok aku lihatnya di depan lift masih ada satu orang ketiga yang dapat jabatan tinggi secara cuma-cuma ya?” balas Lindsey Song dengan tatapan meremehkan. Lindey Song kini merasa rendah diri dengan jabatan Tiffany Song. Namun, ingat, seberapa buruk pun Taylor Shen memperlakukan dirinya, mobil mewah dan rumah mewah Taylor Shen masih atas nama dia.

Ternyata di dunia ini memang ada pria yang memanjakan pasangan aslinya dan selingkuhannya pada waktu yang bersamaan.

Tiffany Song menyindir, “Kamu sedang membicarakan dirimu sendiri?”

Air muka Lindsey Song berubah. Ia balik menyindir Tiffany Song dengan lebih keras: “Tiffany Song, jangan pikir aku harus hormat padamu hanya karena kamu sekarang memegang jabatan manajer umum di Tiffalor Design Corp. Karirku berkembang pesat di sini berkat perjuanganku yang berat, sementara karirmu naik hanya karena menemani Taylor Shen tidur. Kita tunggu saja kapan kamu diturunkan dari jabatan manajer umum ini.”

“Kamu akan kecewa menunggui momen itu.” Tiffany Song menatap Lindsey Song lekat-lekat: “Ada satu hal yang aku rasa harus aku klarifikasi. Siapa yang merupakan orang ketiga, hatimu paling paham. Jangan karena tidak jadi punya anak, ingatanmu soal kehamilan itu juga hilang."

Tiffany Song menatap puas wajah Lindsey Song yang merah padam. Ia berbalik badan, masuk ke lift khusus, dan naik ke lantai tempat ruang kerjanya berada. Sebelum masuk ruang kerja, ia berpesan pada asisten untuk membuatkan segelas kopi.

Begitu masuk ruang kerja, Tiffany Song langsung menaruh tasnya di meja teh, lalu duduk di sofa. Pagi-pagi gini kepalanya pening sekali bertemu dua wanita yang tidak jelas. Baru habis menghadapi Angelina Lian, ia harus langsung berhadapan dengan Lindsey Song. Kapan sih ia bisa terbebas dari orang-orang yang hobi memancing amarahnya begini?

Christian masuk sambil meletakkan kopi Tiffany Song di meja. Melihat si bos sedang memijit-mijit pelipis dengan mata tertutup serta raut wajah yang tidak begitu baik, ia berinisiatif bertanya: “CEO Song, aura wajahmu hari ini sepertinya tidak begitu baik.”

Tiffany Song membuka mata. Melihat segelas kopi tiba-tiba muncul di mejanya, ia terkejut: “Kok kamu yang antar kopi? Si asisten ke mana?”

“Barusan di depan pintu ruang kerjamu bertemu dia kok. Aku kan harus melapor jadwal hari ini, jadi aku yang sekalian bawakan masuk deh kopinya,” jawab Christian.

Tiffany Song sangat menghormati Christian sebagai orang yang lebih tua. Ia sudah bekerja bertahun-tahun dengan Taylor Shen, jadi pastilah pengetahuan dan pengalamannya jauh lebih luas daripada dirinya sendiri. Tiffany Song bisa belajar banyak hal darinya, jadi ia tidak berkenan melihat Christian menghabiskan tenaga untuk hal remeh-temeh seperti membawakan kopi barusan.

“Terima kasih!”

“Sama-sama, itu urusan kecil kok. Jadwal hari ini…… Pagi ini CEO Song akan bertamu ke tamu-tamu lama Winner Group untuk memperkuat relasi jangka panjang perusahaan dengan mereka. Sore hari pukul tiga, CEO Song akan menemui Hakim He untuk memperlihatkan desain dekorasi gedung pengadilan baru padanya.”

Tiffany Song menyeruput kopi lalu bertanya: “Desain dekorasinya sendiri sudah jadi?”

“Sudah, sudah ditaruh di meja kerja kamu. Nanti kalau ada waktu silahkan lihat-lihat mana yang perlu diperbaiki, nanti sore kita langsung ke pengadilan,” balas Christian.

Tiffany Song mengangguk. Ia menaruh kopinya di meja lalu meminta: “Kak Yan, mohon duduk sebentar, ada yang ingin aku tanyakan padamu.”

Christian duduk dengan patuh. Ia penasaran: “CEO Song, apa itu?”

“Ini soal Angelina Lian. Aku harap begitu keluar nanti kamu tidak ingat sama sekali soal pembicaraan ini, oke?” Tiffany Song menyandarkan punggung di sofa. Jiwanya terlihat lelah. Melihat anggukan Christian, ia melanjutkan kata-katanya: “Kamu tahu kan Angelina Lian adalah adik kandung Taylor Shen. Aku entah mengapa merasa ia punya penyakit gangguan stress pascatrauma. Kadang, ia berubah jadi tidak seperti dirinya yang asli.”

Christian mengernyitkan alis, “Apa maksud dari “berubah jadi tidak seperti dirinya yang asli?”

“Maksudnya…… Begini deh, di hadapan Taylor Shen, ia seperti kelinci kecil yang patuh dan lembut, tetapi di hadapanku, ia berubah ke sifat aslinya. Dokter Xu bilang ia menderita mythomania. Aku rasa yang dia derita ini bukan itu, melainkan schizophrenia. Itulah mengapa ia bisa menampilkan sifat A, B, C di hadapan Taylor Shen, lalu menunjukkan sifat X, Y, Z di hadapanku.”

“Beberapa tindakan Nona Lian memang sulit dipahami orang. Dulu di Amerika, ia sangat bergantung pada CEO Shen, bahkan tertarik padanya. Sekarang, begitu tahu ia adalah adik kandung CEO Shen, semua impian asmaranya langsung lenyap, jadi kepribadian dan cara berinteraksinya sangat mungkin juga terkena perubahan. Tetapi, soal mythomania, aku sempat tanya dokter, dia bilang ini tergantung si penderitanya sendiri. Kamu bisa bilang itu penyakit, tapi bisa juga bilang itu bukan penyakit. Kuncinya ada di bagaimana perubahan itu terjadi pada si penderita. Kalau perbedaan sikap dia ketika berhadapan dengan CEO Shen dan kamu dilakukan secara sengaja, ia berarti bukan menderita schizophrenia, melainkan hanya sebatas mengalami perubahan suasana hati saja. Ini sama sekali bukan penyakit,” urai Christian.

Tiffany Song memijat-mijat pelipis lagi, “Kak Yan, kamu ada kenal psikiater profesional? Aku ingin konsultasi dengannya. Kalau itu penyakit, aku berharap Angelina Lian bisa dapat pengobatan sedini mungkin. Kalau itu bukan penyakit itu lebih baik, setidaknya beban pikiranku dan Taylor Shen jadi berkurang satu.”

Christian menggeleng, “Kalau segampang ini sih CEO Shen dari awal sudah bawa Nona Lian untuk berobat. Yang jadi masalah adalah Nona Lian selalu merahasiakan penyakitnya karena takut diobati. Ini membuat CEO Shen tidak bisa mengajaknya ke dokter, jadi ini berlarut-larut deh.”

Tiffany Song merasa kepalanya malah makin pening. Ia memejamkan mata rapat-rapat: “Paham. Aku akan coba pikirkan bagaiamana caranya membuat dia bersedia berbincang dengan psikiater. Oh ya, pembicaraan ini jangan sampai kamu ceritakan pada Taylor Shen ya.”

“Baik, CEO Shen. Aku mohon keluar ya.” Christian bangkt berdiri dan bergegas keluar.

Ruang kerja Tiffany Song kembali hening seperti semua. Kata-kata Angelina Lian yang tadi muncul dalam bayangannya tiba-tiba kembali terngiang. Tiffany Song menggeleng sekuat tenaga untuk mengusir suara itu. Ia kemudian kembali ke meja kerjanya dan mulai membaca berkas.

……

Taylor Shen tiba di kantor dan langsung masuk ke ruang kerja. Begitu masuk, ia melihat seorang pria tengah duduk di sofa hitamnya. Ia menghampiri pria itu dan bertanya bingung: “Ngapain datang sepagi ini?”

Wajah si pria terlihat sangat cerah. Ia semalam pasti sangat puas di ranjang. Dengan kaki bersilang, pria itu menjawab tanpa menatap Taylor Shen: “Kemarin kamu meneleponku malam-malam begitu, aku yakin kamu pasti ada masalah, jadi aku berhenti kemari sebentar sekalian jalan ke kantor. Ada masalah apa?”

Taylor Shen duduk di sebelah, lalu menceritakan semua kejadian yang ia alami di Rumah Sakit Kota An kemarin pada Jordan Bo. Sahabatnya itu sontak mengernyitkan alis, “Kamu curiga mamamu masih hidup?”

Novel Terkait

Rahasia Istriku

Rahasia Istriku

Mahardika
Cerpen
5 tahun yang lalu
Menantu Hebat

Menantu Hebat

Alwi Go
Menantu
4 tahun yang lalu
Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
5 tahun yang lalu
You're My Savior

You're My Savior

Shella Navi
Cerpen
5 tahun yang lalu
Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
5 tahun yang lalu
My Lady Boss

My Lady Boss

George
Dimanja
4 tahun yang lalu
Revenge, I’m Coming!

Revenge, I’m Coming!

Lucy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Gaun Pengantin Kecilku

Gaun Pengantin Kecilku

Yumiko Yang
CEO
4 tahun yang lalu