You Are My Soft Spot - Bab 84 Cinta Sehidup Semati Antara Dua Orang (2)

Tiffany Song mengernyitkan alis kebingungan. Ia mengambaikan keberadaan Taylor Shen, “Eh Nona Feng, kebetulan sekali.”

Audrey Feng tersenyum ramah padanya. Melihat wajahnya yang masih seperti orang sakit, ia bertanya, “Dengar-dengar Nona Song tidak hadir pada rapat hari ini karena sakit ya? Wajahmu masih terlihat tidak fit, kok kamu bisa-bisanya keluar dari rumah sakit sekarang?”

Tiffany Song melirik Taylor Shen selikas, lalu menjawab: “Dokter bilang sudah tidak ada masalah serius lagi.”

“Oh, bagus kalau begitu. Tanteku merasa sangat kecewa karena hari ini tidak bisa melihat draf rancangan Nona Song. Semoga lain kali Nona Song bisa membuat kami berdecak kagum lagi,”ujar Audrey Feng sengaja menyindirnya.

Raut Tiffany Song berubah, tapi ia berusaha tetap tenang: “Aku jelas tidak akan membuat CEO Dong kecewa.”

“Baiklah kalau begitu. Aku pamit dulu ya, Nona Song, sampai ketemu lagi!” Audrey Feng pun langsung bergegas pergi sambil menenteng tasnya.

Tiffany Song terus menatap bayangan tubuh Audrey Feng yang menjauh. Barusan, begitu melihat Taylor Shen berjalan bersama dengan Audrey Feng, hatinya langsung merasa tidak senang. Ia baru saja berpikir Taylor Shen telah membuatnya percaya dengan dongeng “cinta sehidup semati antara dua orang”, namun pria itu tiba-tiba keluar dari hotel bersama Audrey Feng! Ini terasa seperti tamparan yang sangat keras di wajahnya!

Tanpa melihat Taylor Shen lagi, Tiffany Song langsung berjalan pergi.

Taylor Shen menatap bayangan tubuh Tiffany Song dengan setengah tertawa. Setelah wanita itu berjalan cukup jauh, ia baru mengikutinya perlahan-lahan. Tiffany Song sudah keluar dari hotel dan tengah berdiri di sisi jalan menunggu taksi. Tidak lama kemudian, Taylor Shen menghampirinya dengan kedua tangan dimasukkan ke kantor. Pria itu berdiri di sebelahnya tanpa berkata sepatah kata pun.

Tiffany Song tidak juga mendapat taksi. Ia merasa sangat risih dengan keberadaan Taylor Shen di sebelahnya, jadi ia memutuskan bergegas ke halte bus umum.

Taylor Shen berdiri tidak jauh namun juga tidak dekat darinya. Bus yang mengarah ke rumah sakit beberapa saat kemudian tiba. Tiffany Song buru-buru naik, dan setelah memasukan bayarannya ia baru sadar Taylor Shen juga ikut naik.

Taylor Shen tidak pernah naik bus umum di sini sebelumnya, jadi ia tidak tahu berapa tarif persisnya. Ia lantas mengeluarkan selembar uang 200 ribu dari dompetnya. Sudut mata Tiffany Song menangkap uang yang dipegang Taylor Shen. Melihatnya akan memasukkan uang itu ke kotak pembayaran, ia langsung menghadang tangan pria itu dan merebut uangnya. Ia menjelaskan: “Bus umum hanya butuh empat ribu.”

Melihat Tiffany Song seperhatian ini padanya, Taylor Shen dalam hati sungguh ingin mengelus-elus kepala wanita itu. Tiffany Song mengeluarkan uang empat ribu dari dompetnya, memasukkannya ke kotak pembayaran, dan berjalan ke sisi belakang bus. Jam puncak pulang kerja sudah lewat, jadi bus cukup sepi.

Tiffany Song berjalan hingga ke baris tempat duduk paling belakang. Taylor Shen menghampirinya dan menghalanginya duduk. Ia bertanya pelan: “Kok kamu tidak istirahat di rumah sakit? Kamu kabur ya? Tubuhmu memang sudah baikan?”

Tiffany Song mendeham tidak puas: “Kalau aku tidak kabur, bagaimana aku bisa melihat adegan indah kalian itu?”

Kekesalan Tiffany Song membuat Taylor Shen senang. Ia tersenyum lebar lalu meledeknya: “Apa? Kamu cemburu?”

“Mana mungkin aku cemburu?” bantah Tiffany Song segera. Ia tidak berhak cemburu pada mereka. Ia memang merasa tidak senang melihat Taylor Shen dan Tiffany Song berdiri berdampingan, namun hanya sedikit saja.

Wajah Taylor Shen muram. Melihat ia keluar dari hotel bersama seorang wanita, kok Tiffany Song tidak cemburu sih? Ia menaikkan dagu Tiffany Song, “Beneran tidak cemburu?”

“Iya lah, mengapa aku harus cemburu?” Tiffany Song berusaha melepas wajahnya dari topangan tangan Taylor Shen, namun tenaga pria itu terlalu kuat.

Wajah tampan Taylor Shen langsung menyambar wajah Tiffany Song. Wanita itu segera menyadari apa yang ingin pria itu lakukan, jadi ia refleks mundur dan mengelak. Ini bus umum, kalau mereka ketahuan orang lain melakukan hal seperti ini, mau ditaruh di mana mukanya? Tiffany Song menghadang wajah Taylor Shen sambil bertanya: “Mau apa sih kamu?”

“Menurutmu aku mau apa?” Taylor Shen menurunkan tangan Tiffany Song. Ia menahan wajah dan bahu wanita itu di jendela bus. Bibirnya sudah sangat dekat dengan bibir Tiffany Song. Wanita itu seharusnya juga bisa merasakan aroma mulutnya.

Jantungnya Tiffany Song langsung berdebar kencang. Mereka sedang di tempat umum, kalau sampai ada orang yang mempotret adegan mereka dan mempostingnya di media sosial, habis sudah nama baiknya. Ia pasti bakal panen hujatan.

“Jangan aneh-aneh ya kamu!” Tiffany Song mengatakan ini dengan membuka bibirnya sesedikit mungkin. Kalau ia buka lebar-lebar, bibir Taylor Shen pasti akan langsung menyambar. Ia merasa sangat terdesak dan kesulitan bernafas.

“Makanya kamu jujur, melihat aku dan Audrey Feng berduaan, kamu cemburu atau tidak?” tanya Taylor Shen sambil terus berharap Tiffany Song menjawab “iya”.

Tiffany Song mana berani menjawab “tidak” lagi. Ia mengangguk kencang, “Cemburu, cemburu, cemburu sampai mau gila.”

Taylor Shen senang mendengar jawabannya ini. Ia mengecup Tiffany Song sebentar, lalu memuji, “Nah gitu dong jujur, ternyata kamu segitu sayangnya sama aku.”

Tiffany Song refleks memegang bibirnya sendiir. Bibirnya terasa gatal, dan sekujur tubuhnya perlahan ikut terasa gatal juga. Wajahnya pun memerah. Ia melihat ke sekelilingnya, dan setelah mengetahui bahwa tidak ada orang yang memerhatikan mereka, ia baru membuang nafas lega.

Ia tidak berani menatap wajah Taylor Shen yang terus tersenyum dengan sumringah. Ia memilih menatap ke sekeliling bus. Postur Taylor Shen sangat tinggi, sepasang kakinya yang panjang itu langsung menutup jalur keluar masuk tempat duduk mereka terasa sempit.

Tiffany Song tidak menyangka pria elit sekelas Taylor Shen bisa-bisanya ikut naik bus umum dengan dia. Teringat Taylor Shen hampir memasukkan uang 200 ribu ke kotak pembayaran, ia bertanya: “Ini pertama kalinya kamu naik bus umum?”

“Tidak juga, di Amerika pernah kok.” Sejak masih berusia 15 tahun, Taylor Shen langsung dikirim ke luar negeri. Kakek Shen bahkan melarangnya pulang untuk selamanya. Pada mulanya, Kakek Shen membayari biaya sekolahnya, tapi kemudian pembayaran itu terhenti. Sebagai dampaknya. Taylor Shen mau tidak mau harus sekolah sambil kerja. Masa-masa itu sangat sulit, apalagi Taylor Shen juga orang Timur yang sering direndahkan orang Barat.

“Oh, aku pikir ini pertama kalinya. Bus umum sebenarnya sangat nyaman loh.” Tiffany Song menambahkan, “Jarak dekat enaknya naik bus, kalau jarak jauh enaknya naik MRT.”

Taylor Shen menatapnya sekilas lalu berkata: “Aku tidak suka naik bus umum.”

“Iya lah, orang kaya mana mungkin suka naik bus umum.” Tiffany Song mengangguk maklum.

Taylor Shen menggeleng sekaligus kehilangan senyumnya. Tiffany Song tidak memahami maksud kata-katanya. Tidak lama kemudian, bus tiba di halte tujuan dan mereka pun turun. Jalanan malam hari pukul sepuluh cukup sepi. Sesekali terlihat satu dua pasangan berlalu sambil berpegangan tangan. Mereka semua terlihat sangat romantic.

Taylor Shen menoleh ke Tiffany Song yang berjalan di sisi kanannya. Ia mengeluarkan tangna kanannya dari kantong celana, lalu menggenggam tangan Tiffany Song.

Tiffany Song kaget merasakan kehangatan yang tiba-tiba pada tangannya. Di bawah cahaya kota pada malam, wajah Taylor Shen terlihat sangat tampan dan guratan-guratannya juga sangat jelas. Sambil tetap memegang tangannya, Taylor Shen menatap Tiffany Song lekat-lekat. Mereka berdiri sangat dekat dan terlihat intim.

Wajah Tiffany Song jadi panas sendiri. Taylor Shen pernah memegang tangannya seperti ini di Elite Private Club. Pria itu terlihat sangat hangat dan sanggup mempesona siapa pun yang melihatnya.

Namun kali ini, mata Taylor Shen menampilkan tatapan yang membuatnya tidak berani melihat. Tiffany Song berusaha melepaskan tangannya. Ia bukan hanya gagal, tapi juga malah memancing Taylor Shen untuk menguatkan genggamannya.

“Nanti ketahuan orang lain,” ujar Tiffany Song cemas. Ia memang sudah mengakui cintanya pada Taylor Shen, tapi di luar, ia tetap saja takut kebersamaan mereka diketahui orang lain.

Taylor Shen tidak menjawab. Ia menatap Tiffany Song lalu menggandengnya berjalan perlahan ke arah pintu rumah sakit. Pria itu kemudian bertanya: “Kamu tadi ngapain ke hotel?”

Tiffany Song merasa tidak nyaman membicarakan topik ini. Ia sebenarnya ke sana untuk menangkap basah Taylor Shen, tapi yang ia tangkap basah malah William Tang. Ia asal jawab, “Ingin makan saja. Pas sudah sampai, aku baru ingat dokter bilang tidak boleh makan-makanan yang terlalu berminyak.”

Taylor Shen menoleh menatapnya. Meski pria itu tidak berkata apa-apa, namun Tiffany Song sadar Taylor Shen merasa dirinya berbohong. Lanjutkan kebohonganmu, ujar Taylor Shen dalam hati.

Tiffany Song menggeleng, “Aku tidak berbohong kok. Kamu sendiri mengapa ada di hotel dengan Audrey Feng?” Tiffany Song jadi kagum dengan kelihaiannya sendiri. Ia makin lama makin jago mengalihkan topik.

“Membicarakan sesuatu,” jawab Taylor Shen dingin.

Tiffany Song menatapnya, “Urusan pribadi atau urusan umum?”

Taylor Shen menghentikan langkah dan mengacak-acak rambut Tiffany Song gemas. Ia menjawab: “Kamu lagi berpikir aneh-aneh ya? Kamu tahu tidak wanita seperti apa yang aku suka?”

Tiffany Song merapikan rambutnya dengan kesal. Ia bergumam: “Bagaimana bisa aku tahu kamu suka yang seperti apa?”

“Satu, aku suka yang bibirnya bilang tidak namun hatinya bilang iya. Dua, aku suka yang suka berpikir aneh-aneh,” ledek Taylor Shen.

Tiffany Song dalam hati tersipu, tapi bibirnya tetap mengelak: “Aku tidak pernah dua-duanya.”

“Aku kan memang tidak bilang itu kamu, kok kamu geer?” protes Taylor Shen.

“……” Tiffany Song menunduk kesal. Telinganya merah. Ia sadar ia selamanya tidak akan pernah menang debat lawan Taylor Shen. Baru beberapa kalimat, ia selalu saja kalah.

Sesampainya di ruang pasien, Tiffany Song, yang berbaring di atas ranjang, langsung ditegur habis-habisan oleh dokter. Tiffany Song melirik Taylor Shen dan memberinya kode untuk meminta pembelaan, tapi pria itu malah membuang muka.

Setelah dokter pergi, Tiffany Song kesal sendiri, “Taylor Shen, kok kamu tidak membelaku!”

“Apa yang dokter katakan itu benar. Kalau aku membelamu, kamu tidak akan ingat teguran-tergurannya.”

“……”

Malam berlalu dengan cepat. Keesokan harinya, setelah mengecek kondisinya, dokter mengizinkan Tiffany Song untuk pulang. Meski begitu, karena beberapa hari ini cuaca sangat panas, dokter menasehatinya untuk beristirahat beberapa hari dulu di rumah baru beraktivitas normal. Ini karena lambungnya masih belum pulih sempurna. Kalau ia kelelahan, kondisinya bisa drop lagi.

Tiffany Song memilih langsung ke kantor setelah keluar dari rumah sakit. Hati Tiffany Song tidak tenang, sebab selama dirawat, tidak ada satu pun orang dari Winner Group menghubunginya. CEO Li seharusnya tahu ia masuk rumah sakit karena diare dan dehidrasi, namun pria itu sama sekali tidak menanyakan kabarnya lewat telepon.

Taylor Shen tidak berani memaksa Tiffany Song istirahat. Ia paham betul, kalau tidak diizinkan ke kantor, Tiffany Song bisa-bisa jadi makin cemas. Ia mengantarnya ke kantor Winner Group.

Sepanjang jalan ke ruang kerja, para pekerja yang berpapasan dengannya menatapnya sinis, bahkan ada juga yang langsung menghindarinya. Ia seperti virus yang harus dihindari sejauh mungkin.

Hati Tiffany Song sangat paham, ini semua pasti karena insiden bocornya draf rancangan Winner Group kemarin. Ia memang sudah sakit di saat yang paling tidak tepat.

Dua orang pekerja yang dilewatinya saling berbisik: “Dia masih belum malu juga untuk datang ke kantor? Gara-gara dia, Winner Group nyaris menyandang status sebagai plagiator. Buat apa CEO Li terus mempertahankan orang seperti ini?”

“Iya tuh. Aku tidak menyangka ia selicik ini. Ia sudah mengusir Nona Dea Meng, dan sekarang ia masih mau menjahati perusahaan kita. Kira-kira apa sih tujuan dia?” jawab yang satunya lagi.

““Maka dari itu ada pepatah yang bilang orang yang tidak tahu malu memang tidak ada duanya di dunia. Aku sungguh berharap CEO Li bisa memecatnya untuk membalaskan dendam Nona Dea Meng.”

“Tenang saja, riwayatnya sebentar lagi akan habis kok. Kamu sudah lihat koran pagi ini belum? Kurasa ketika CEO Li membacanya nanti emosinya langsung meledak. Aku sungguh belum pernah pernah lihat orang setega ini, orang yang rela menjatuhkan orang yang dulu membesarkannya hanya untuk kepentingannya sendiri.”

Tiffany Song menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah mereka. Keduanya langsung berhenti bicara dan berjalan menjauh. Tiffany Song berdiri kaku. Ia merasa semua orang yang ia temui di kantor menatapnya dengan tatapan bermusuhan. Ia jadi seperti terisolasi.

Tiffany Song kemudian lanjut berjalan ke ruang kerjanya. Di tengah perjalanan, ia mampir ke tempat asistennya dan berseru: “Sally Yun, temui aku di ruang kerjaku.”

Novel Terkait

Predestined

Predestined

Carly
CEO
5 tahun yang lalu
Cutie Mom

Cutie Mom

Alexia
CEO
5 tahun yang lalu
Eternal Love

Eternal Love

Regina Wang
CEO
4 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu
Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
4 tahun yang lalu