You Are My Soft Spot - Bab 96 Tiffany Song, Ini Mama (1)

Tiffany Song tidak mungkin sama sekali tidak peduli. Ia tidak bisa menjelaskan apa yang ia rasakan, yang jelas ia membayangkan Taylor Shen seperti seorang pangeran yang baik padanya, namun sekaligus punya ratu lain yang harus dilindungi juga selain dirinya. Ia kini bukan lagi satu-satunya wanita yang ada di hati Taylor Shen. Perasaan kecewa dan ditinggalkan itu membuatnya sedih.

Tiffany Song melepaskan diri dari Taylor Shen, lalu menatapnya tanpa eskspresi, “Dia siapa?”

Taylor Shen dari awal memang tidak ingin menyembunyikan hal ini dari Tiffany Song. Melihat wanita itu berinisiatif bertanya, bahkan dengan nada yang serius, ia mengangkat dagu wanita itu lalu mengecupnya sekali. Ia bertanya dengan wajah setengah bercanda: “Cemburu kamu?”

“Iya, sedikit.” Tiffany Song selalu jujur, ia tidak mungkin tidak cemburu. Ia baru diberi harapan setinggi langit oleh Taylor Shen, namun harapan itu tidak lama kemudian langsung diabaikan dan pria itu malah kabur mencari wanita lain. Kalau mau seperti ini, lebih baik tidak usah kasih harapan sekalian.

Taylor Shen agak kaget dengan kejujuran Tiffanny Song ini. Ia dengan sumringah mengecup wanita itu sekali lagi, “Tiffany Song, kamu tahu tidak, kamu cemburu seperti ini aku sebenarnya sangat gembira. Tapi, di sisi lain, aku tidak mau kamu mencurigaiku. Hubunganku dengan Angelina Lian tidak seperti yang kamu bayangkan.”

Tiffany Song cemberut, “Aku saja tidak berpikir apa-apa. Kalau aku benar berpikir yang macam-macam tentang hubungan kalian, aku sudah pergi dari dulu.”

Taylor Shen menatapnya pasrah. Wanita ini kerjanya masih saja mengelak terus…… Taylor Shen menuntut Tiffany Song ke sisi ranjang, lalu mendekapnya erat-erat: “Aku kenal Angelina Lian waktu di Amerika. Ia sama denganku, sama-sama anak yang ditelantarkan oleh keluarga Lian.”

“Keluarga Lian?” tanya Tiffany Song sambil menatap Taylor Shen bingung. Ini pertama kalinya Taylor Shen bercerita masa lalunya pada dia. Nasib mereka sepertinya cukup mirip. Meski ia tidak sampai dikirim ke luar negeri oleh keluarga Song, namun perlakuan mereka padanya tetap bisa dihitung sebagai penelantaran.

“Betul, keluarga Lian. Aku berumur dua puluh tahun saat aku kenal dia. Kalau itu aku baru mulai menunjukkan talentaku di Wall Street, dan sebagai orang yang masih muda, aku sama sekali belum paham kapan saatnya aku harus menahan diri. Jadi, aku saat itu banyak menyakiti hati orang-orang, termasuk mantan bosku Jason, yang aku jebak ke jalan buntu. Ia jadi luar biasa dendam denganku. Sebagai orang yang punya kenalan luas, ia terus memburuku tanpa lelah.” Mengingat-ingat memori kelam, wajah Taylor Shen berubah jadi sangat murung.

“Ketika aku dua puluh dua tahun, Jason sudah kubuat tidak bisa bertahan di Wall Street lagi. Ia jadi seperti anjing yang tengah berduka dan menggigit semua orang. Aku memang tinggal sendirian di Amerika, tapi aku sama sekali tidak cemas kalau-kalau ia akan balas dendam. Sayangnya, aku lupa mempertimbangkan keselamatan Angelina Lian, yang saat itu dekat denganku.”

Meski nada bicara Taylor Shen sangat tenang, namun Tiffany Song tetap bisa merasakan kepedihan yang terkandung dalam kata-kata pria itu. Ia menebak, Angelina Lian pasti jadi tertimpa nasib buruk karena Taylor Shen.

“Ketika aku ditangkap oleh Jason, Angelina Lian kebetulan tengah datang mencariku. Jason tidak membiarkan ia pergi, ia ikut dibawa olehnya. Kami berdua disekap di sebuah rumah reyot hingga bawahanku membayar tebusan padanya untuk menyelamatkan kami. Orang-orang yang menyekap kami awalnya janji akan langsung membebaskan Angelina Lian tanpa menyentuhnya sedikit pun, tetapi pada akhirnya……” Badan Taylor Shen gemetar. Meski itu kejadian lama, ia tetap bisa mengingat luka yang ia alami kala itu.

Tiffany Song memeluk Taylor Shen. Ia mengelus-elus punggung pria itu untuk menenangkannya.

“Setelah kami bebas, Angelina Lian menderita mythomania. Setiap malam, ia akan ketakutan sendiri dan bilang Jason ingin datang membunuhnya. Setelah dirawat di rumah sakit selama satu tahun penuh, kondisinya perlahan baru membaik.” Taylor Shen memejamkan mata dan lanjut berkata: “Penyakitnya beberapa tahun terakhir tidak pernah kambuh, tetapi malam ini ia lagi-lagi bilang ia melihat Jason. Aku sudah menyuruh Christian mengecek CCTV, tidak ada jejak Jason sama sekali. Kami curiga mythomania-nya kambuh lagi, jadi aku memutuskan membawanya tinggal di sini agar bisa merawatnya dengan mudah.”

Hati Tiffany Song risih. Ia tahu Angelina Lian butuh bantuan Taylor Shen, jadi ia tidak boleh berpikiran yang macam-macam. Sayang, pada saat bersamaan, instingnya berkata Angelina Lian juga memendam rasa cinta pada Taylor Shen.

“Jadi dia mau tinggal di sini sampai kapan? Sampai penyakitnya sembuh total? Kalau selamanya tidak sembuh-sembuh juga bagaimana?” Tiffany Song merasa ia tidak boleh berpikiran terlalu sempit. Kecerdasan emosional Taylor Shen sangat tinggi, pria itu tidak mungkin tidak sadar Angelina Lian punya perasaan padanya. Buat apa sih ia berpikiran terlalu jauh dan jadi kelewat cemas seperti ini?

“Tiffany Song, aku sudah menganggapnya sebagai adik perempuanku sendiri. Kalau penyakitnya selamanya tidak sembuh, aku akan merawatnya seumur hidup,” jawab Taylor Shen jujur.

Hati Tiffany Song langsung runtuh ke jurang. Tiffany Song menendang sepatunya kencang-kencang untuk melepasnya, lalu langsung berbaring di atas ranjang dengan posisi membelakangi Taylor Shen. Baru pria itu ingin mengatakan sesuatu, ia terlebih dahulu berkata: “Ya, oke. Aku pokoknya tidak ada urusan dengan dia.”

Sebenarnya ada berapa banyak jurang pemisah di antara mereka? Kakek Shen tidak setuju dengan hubungan mereka, kemudian sekarang muncul satu wanita yang memendam perasaan dengan Taylor Shen? Mengapa ia jadi berpikir hubungannya dengan Taylor Shen makin lama makin tidak jelas?

Taylor Shen buka mulut, tapi tidak tahu harus berkata apa. Ia melepas sendal dan naik ke ranjang. Ia berbaring di sebelah Tiffany Song, lalu mendekapnya dengan perlahan: “Tiffany Song, aku berani jamin kehadirannya tidak akan mempengaruhi perasaan yang ada di antara kita selama ini.”

Tiffany Song memejamkan mata tanpa menjawab apa-apa. Mungkin semua wanita memang sensitif. Hanya dengan melihat Angelina Lian barusan belum tidur namun kemudian berpura-pura tidur agar Taylor Shen masuk dan memeluk, ia langsung bisa menyimpulkan Angelina Lian pasti suka Taylor Shen. Dengan berada di kamar yang sama dengan Angelina Lian padahal tidak punya hubungan apa-apa, atas dasar apa Taylor Shen sanggup menjamin kehadiran wanita itu tidak akan mempengaruhi hubungan mereka?

Taylor Shen langsung terlelap beberapa saat kemudian, mungkin karena kelelahan. Tiffany Song, sebaliknya, tidak juga mengantuk karena terus memikirkan ini.

……

Keesokan harinya, ketika Taylor Shen bangun, Tiffany Song sudah tidak ada. Wanita itu menempelkan memo di kepala ranjang: “Aku balik ke Kota Jiangning dulu. Jangan pikirkan aku!”

Taylor Shen garuk-garuk kepala kesal. Ia merasa ditinggalkan lagi oleh Tiffany Song. Ia membuka laci, menyimpan memo itu di dalamnya, lalu menelepon Tiffany Song. Pada saat itu, Tiffany Song tengah dalam perjalanan ke Kota Jiangning. Begitu melihat layar ponselnya, wanita itu langsung menolak telepon itu mentah-mentah.

Satu detik kemudian, ponselnya berdering lagi. Ia menolak telepon itu lagi dan memutuskan mematikan teleponnya. Ia membuang nafas pasrah sambil mengamati pemandangan luar kereta. Kemarin ia datang menemui Taylor Shen dengan perasaan yang membuncah, namun pria itu malah membalas kedatangannya dengan pemandangan yang membuatnya risih.

Tadi pagi, ketika ia keluar dari kamar Taylor Shen, Angelina Lian berdiri persis di depan kamar. Tatapan mata wanita itu sangat tidak bersahabat. Tiffany Song saat itu juga langsung sadar, Angelina Lian memang benar-benar suka dengan Taylor Shen.

Tiffany Song dan Angelina Lian bertatapan dalam diam. Tiffany Song kemudian mengalihkan pandangan, mengambil tas, dan turun. Tanpa mengatakan apa pun, Angelina Lian terus menatapnya hingga ia keluar dari rumah Taylor Shen.

Setibanya di Kota Jiangning, Tiffany Song langsung menenggelamkan dirinya dalam buku-buku pelajarannya. Ia merasa harus belajar lebih banyak hal lagi agar bisa semakin berkembang. Sayang, pada hari kedua pelatihan, karena ada anggota keluarga yang sakit, instruktur pelatihan harus pulang ke negaranya. Sebagai akibatnya, pelatihan kali ini harus berakhir lebih awal. Melalui asistennya, instruktur pelatihan sempat berpesan untuk meminta maaf pada para peserta. Ia berharap kedepannya bisa memberi pelatihan di Tiongkok lagi.

Tiffany Song kembali ke asramanya dan langsung membereskan semua barang bawaan. Sebelum keluar, ia menatap asrama yang sudah kosong-melompong itu untuk terakhir kalinya. Ia sudah tinggal dua puluh hari lebih di situ, jadi ia cukup sedih untuk meninggalkannya. Setelah menenangkan diri, ia pun bergegas pergi sambil menarik koper.

Ketika berada dalam kereta yang akan mengantarnya kembali ke Kota Tong, Tiffany Song mengeluarkan ponselnya dari tas. Sejak kembali ke Kota Jiangning, ia tidak menyalakan ponselnya sama sekali. Ia menatap ponsel itu cukup lama, lalu akhirnya menekan tombol aktivasi.

Puluhan notifikasi panggilan tidak terjawab langsung memenuhi layar ponsel Tiffany Song. Ia mengecek daftar panggilan tidak terjawab, dan yang banyak muncul masihlah nomor Taylor Shen yang sangat familiar baginya itu. Ia membuang nafas panjang dan keluar dari daftar itu. Tiffany Song kemudian membuka daftar pesan, hanya ada satu pesan baru yang ia terima. Pesan itu berbunyi: “Tiffany Song, ini mama. Setelah baca pesan ini, telepon aku. Callista Dong.”

Mata Tiffany Song langsung terbelalak. Ia menatap pesan ini dengan wajah tidak percaya, akhirnya Callista Dong sudah mengenalinya?

Tiffany Song membaca pesan itu bolak-balik. Tiffany Song selama ini tidak pernah mengenali Callista Dong karena wanita itu sendiri tidak pernah mengenalinya. Orang-orang bilang hati ibu dan anak bertautan, tapi tiap bertemu Callista Dong, ia selalu merasa tidak familiar dengannya. Jadi, apa sebenarnya maksud pesan ini? Apa wanita itu akhirnya benar-benar sudah mengenalinya?

Ponsel Tiffany Song tiba-tiba berdering. Melihat nomor yang terpampang di layar, ia sempat ragu untuk mengangkatnya, namun akhirnya memutuskan untuk mengangkat. Langsung terdengar suara dingin yang sangat familiar baginya dari seberang, “Kapan tiba di Kota Dong?”

Tiffany Song sangat heran bagaimana Taylor Shen bisa tahu ia tengah dalam perjalanan pulang ke Kota Tong. Sambil menengok ke segala penjuru, ia bertanya, “Kamu pasang CCTV di tubuhku?”

Taylor Shen tertawa pelan. Kemarin, ketika Tiffany Song terus-menerus tidak mengangkat teleponnya, ia langsung terpikir untuk menghampirinya ke Kota Jiangning. Sisi rasional otaknya kemudian memintanya tenang dan akhirnya melenyapkan pikiran itu.

“Iya, makanya kamu jangan terpikir untuk kabur dari genggamanku. Patuh dan kembalilah ke sisiku.”

Mendengar kata-kata Taylor Shen, urusan yang Tiffany Song terus pikirkan dua hari terakhir jadi terasa tidak sepenting sebelumnya. Ia menjawab: “Aku tidak mau kabur kok, aku hanya ingin tenang sejenak, ingin memikirkan rencanaku baik-baik.”

“Jadi sudah terpikir belum?” tanya Taylor Shen sambil memainkan pulpennya. Begitu dapat kabar instruktur pelatih harus pulang ke negaranya, ia langsung tahu pelatihan yang Tiffany Song ikuti akan berakhir lebih awal. Tiffany Song pasti akan pulang, kembali ke sisinya, dan tidak akan pergi lagi. Membayangkan ini semua membuat hatinya berbunga-bunga.

“Sudah. Sepulang nanti, aku ingin berusaha mencari kerja lebih keras lagi agar bisa dapat uang untuk menghidupi diriku sendiri. Aku sadar, semuanya bukan milikku, yang merupakan milikku hanya uang yang masuk ke kantongku saja,” jawab Tiffany Song. Ia ingin jadi orang yang optimis dan terus melangkah maju, ia tidak boleh jadi orang yang terus kehilangan kebahagiaan karena kehilangan hal-hal yang ia anggap miliknya padahal bukan.

Ponsel Taylor Shen hampir jatuh ke lantai. Ia bertanya lagi: “Dalam dua hari kamu langsung terpikir ini?”

“Iya. Orang memang harus kerja agar hidupnya terasa bermakna, betul tidak menurutmu?” tanya Tiffany Song sambil mengulurkan tangannya dan asal menulis sesuatu di kaca jendela kereta. Ia kemudian baru sadar yang ia tulis adalah nama Taylor Shen.

Taylor Shen gigit-gigit bibir. Tiffany Song kemudian menutup percakapan tanpa berpamitan sepatah kata pun. Wanita itu kemudian mematikan ponselnya supaya Taylor Shen tidak bisa mengontaknya lagi. Taylor Shen langsung menebak Tiffany Song sedang marah. Apa yang membuatnya marah, ia sendiri tidak tahu, tapi kemungkinan besar masih karena urusan Angelina Lian. Taylor Shen awalnya sudah melupakan urusan ini karena ia pikir Tiffany Song sudah percaya dengan penjelasannya. Sekarang, nampaknya wanita itu masih kesal dengan keberadaan Angelina Lian di rumahnya.

“Tiffany Song, kapan tiba di Kota Tong? Aku jemput kamu,” tanya Taylor Shen begitu teleponnya tersambung lagi.

“Dua jam lagi. Kamu tidak perlu jemput aku, aku pulang sendiri,” jawab Tiffany Song. Kehadiran Angelina Lian mengingatkannya satu prinsip hidup: Seberapa sayang pun ia pada seorang pria, ia tetap harus menjaga baik-baik kehormatan dirinya sendiri.

Mereka boleh naik ranjang bersama, berciuman, dan melakukan hal-hal yang dilakukan pasangan, tapi mereka tidak boleh tinggal bersama. Ia tidak boleh membiarkan Taylor Shen masuk terlalu dalam dalam hidupnya. Ia akan berpisah dengannya cepat atau lambat, jadi ia tidak boleh membiasakan diri bergantung padanya.

Taylor Shen mengernyitkan alis. Sikap Tiffany Song padanya belum juga berubah. Wanita itu tidak bilang ingin putus dengannya, tapi juga tidak bilang ingin lanjut. Meski begitu, dari nada bicara Tiffany Song, ia bisa membaca wanita itu tidak ingin hidup bergantung padanya.

“Aku kekasihmu,” ujar Taylor Shen kesal.

“Iya tahu. Kekasihku yang terhormat, aku punya tangan, punya kaki, dan bisa cari jalan, jadi aku bisa pulang sendiri. Kereta sebentar lagi masuk terowongan, tidak ada sinyal. Aku matikan ya,” ujar Tiffany Song asal agar punya alasan untuk mematikan telepon. Ia menatap hamparan padi yang terbentang luas di luar. Jalur kereta cepat dari Kota Jiangning ke Kota Tong sebenarnya tidak melewati satu terowongan pun.

Dua jam kemudian, kereta tiba di Kota Tong. Tiffany Song keluar dari kereta bersama para penumpang yang lain. Begitu sampai di pintu keluar stasiun kereta cepat, ia melihat Christian berdiri persis di dekatnya. Ia menengok ke segala sisi pria itu, dan begitu menyadari Taylor Shen tidak hadir, ia langsung kecewa. Tiffany Song dalam hati memaki dirinya sendiri. Tiffany Song, kamu maunya apa sih? Kamu tadi menyuruh Taylor Shen untuk tidak menjemputmu, giliran dia benar-benar tidak datang kok kamu malah kecewa?

Christian buru-buru menghampirinya dan memegang kopernya sambil berseru: “Nona Song, akhirnya kamu kembali juga. Hari-hari sulit aku dan CEO Shen akhirnya tiba di penghujung.”

Tiffany Song tertawa, “Ah masa selebay itu lah?”

Christian menjawab panjang lebar: “Nona Song, aku sama sekali tidak melebih-lebihkan. Belakangan mood CEO Shen sangat tidak stabil. Beberapa waktu terakhir ia memang cukup riang, namun dua hari ini mood-nya kembali tidak stabil. Aku sudah mendampingi CEO Shen bertahun-tahun, dan ini pertama kalinya aku melihat kondisinya seperti ini. Mungkin hanya Nona Song yang bisa memperbaiki mood-nya.”

Novel Terkait

Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
4 tahun yang lalu
Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu
Pergilah Suamiku

Pergilah Suamiku

Danis
Pertikaian
4 tahun yang lalu
The Gravity between Us

The Gravity between Us

Vella Pinky
Percintaan
5 tahun yang lalu
Half a Heart

Half a Heart

Romansa Universe
Romantis
4 tahun yang lalu
Get Back To You

Get Back To You

Lexy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Harmless Lie

Harmless Lie

Baige
CEO
5 tahun yang lalu
Mr Lu, Let's Get Married!

Mr Lu, Let's Get Married!

Elsa
CEO
4 tahun yang lalu