You Are My Soft Spot - Bab 267 Pada Hari Ketika Kamu “Wafat” Tujuh Tahun Lalu, Dia…… (3)

“Aku dari dulu tidak pernah senang diucapkan terima kasih saja.” Sehabis Vero He melepaskan cengkeraman, Taylor Shen memegang pinggangnya. Saat jatuh tadi, mantel si wanita yang dilepas waktu turun mobil ikut jatuh ke tangga. Melihat bahunya dan punggungnya tidak tertutup mantel lagi, Taylor Shen jadi nafsu dan berapi-api.

Vero He kesal melihat bahu dan punggungnya ditatap lekat-lekat. Ia menarik tangan si pria biar memaksanya lepas dari pinggang, namun gagal. Ia akhirnya menjawab dulu baru memohon, “Kalau ada kesempatan, lain kali CEO Shen aku traktir makan. Tolong lepaskan aku!”

Si pria menyipitkan mata, “Tidak mau ditraktir makan. Nona He sebaiknya pikirkan cara lain untuk mengucapkan terima kasih. Sampai jumpa!”

Taylor Shen dengan sukarela melepaskan Vero He. Ia mengambilkan mantel hitam yang jatuh dan menaruhnya balik ke bahu si wanita, lalu melangkah naik dan masuk hotel duluan.

Tiffany Song berdiri diam sambil mengamati bayangan tubuh si pria yang menjauh. Hatinya agak dirundung kekecewaan. Jelas-jelas dia tidak percaya pada Taylor Shen, tetapi mengapa ia tidak senang ketika pria itu tidak meladeninya lebih lanjut?

Vero He, kamu ini punya dua kepribadian atau bagaimana sih?

Erin menghampiri bosnya dan mengembalikan tasnya yang tadi jatuh. Baru sadar tasnya tadi ikut lepas, Vero He jadi tertawa sendiri. Mereka berdua lalu lanjut naik.

Setibanya di ruang pesta, mereka disambut dekorasi ruangan yang didominasi warna emas.

Para tamu mengenakan pakaian yang mewah-mewah. Kebanyakan dari mereka tengah berbincang-bincang sembari memegang segelas minuman. Suasana ruangan cukup ramai. Vero He memberikan mantelnya ke petugas ruangan. Benar saja, baru masuk kurang dari satu menit, ia sudah langsung jadi pusat perhatian semua orang!

Para hadirin menatap Vero He dengan cemburu. Ada suara-suara pelan yang membahas identitasnya, ada juga orang-orang yang menuduh dia berpakaian seksi begini untuk sengaja mengalahkan pesona Ketua Organisasi. Orang yang sangat cantik memang begitu, pergi ke mana saja pasti kena tuduhan tidak-tidak.

Jelas-jelas mereka semua masyarakat kelas atas, tetapi kelakuannya saat menggosip sangat kasar dan kampungan……

Vero He tidak meladeni omongan para hadirin. Ia terus berjalan ke titik utama pesta, tepatnya untuk menghampiri Ketua Organisasi. Tahun lalu, wanita inilah yang mengirimkan undangan padanya untuk gabung Alike Organization.

Ia boleh mengabaikan semua orang, kecuali si Ketua Organisasi itu. Di sebelah Ketua Organisasi, ada seorang wanita lain yang berusia sekitar empat puluhan. Wanita itu mengenakan pakaian tradisional China yang gayanya modern. Tatapan matanya sangat ramah, gerak-geriknya juga elegan.

Vero He yakin betul orang ini pasti punya identitas yang tidak bisa diremehkan. Dari gerak-geriknya yang sangat mengesankan, ia bisa menyimpulkan dia pasti keturunan keluarga terhormat.

Vero He jadi agak canggung mendekati Ketua Organisasi. Tetapi, setelah dipikir-pikir, memang apa yang ia harus canggungkan? Ini kan hanya sebuah pesta sehari saja, lain kali ia boleh-boleh saja tidak datang lagi. Sudahlah tidak perlu malu-malu, begitu keputusannya.

Melihat sosok Vero He mendekat, Ketua Organisasi langsung menyambut ramah: “Vero He, akhirnya kamu datang juga. Aku dan Nyonya baru saja membicarakanmu. Satu tahun tidak bertemu, kamu makin cantik saja.”

Si wanita tersenyum dengan tersipu karena dipuji. Ia berbasa-basi: “Ah, pujian Ketua Organisasi berlebihan. Anakmu masih lebih cantik dariku. Aku bahkan sampai iri dengannya.”

Ketua Organisasi sontak tertawa dan menepuk tangan wanita di sebelahnya, “Nancy Xu, lihat tuh, mulut anak ini manis sekali kan? Dia dipuji seperti ini malah memuji orang lain, kalau putriku di rumah mah pasti bakal langsung jadi orang paling bangga di dunia dan menceritakannya ke semua orang.”

Nyonya bernama Nancy Xu itu menatap Vero He dari atas ke bawah. Ia mendapat kesan gaun putih penuh kilauan yang dipakai Vero He sangat cocok dengan kulitnya yang bersih dan tubuhnya yang langsing. Rambut Vero He yang dicepol juga menambah daya tarik si wanita.

Tatapan Nancy Xu bertahan lama di wajah cantik Vero He. Alis tebal, mata sipit, hidung mancung dan kecil, serta bibir merah yang berisi…… Ia entah mengapa merasa pernah melihatnya dulu.

Vero He sadar si nyonya terus menatapinya, namun tidak meladeni biar tidak canggung. Ia berbincang dengan Kepala Organisasi, lalu dikenalkan dengan si nyonya: “Vero He, ini Nancy Xu. Panggil dia Nyonya saja.”

“Halo Nyonya, aku Vero He.” Vero He mengulurkan tangan untuk bersalaman. Meski pakaian wanita di depannya ini sangat tertutup, ia merasa tetap mendapat pesonanya dengan sangat kuat. Ini bukan sesuatu yang bisa ditebarkan oleh orang yang biasa-biasa.

Nancy Xu menyadari dirinya sudah melamun dan menyalami tangan Vero He. Tangan kecilnya lembut dan terasa dingin. Wanita itu mengeratnya salamannya hingga akhirnya ditatap Vero he bingung: “Nyonya?”

Nancy Xu buru-buru melepaskan salaman mereka dan tersenyum: “Eh, maaf, aku barusan bengong. Margamu He?”

“Betul, margaku He,” angguk yang ditanya.

Nancy Xu kembali menatapi wajah Vero He. Ia entah mengapa merasakan impresi yang aneh pada Vero He, namun dia sendiri tidak tahu itu apa. Ia hanya menatapnya terus-menerus untuk biar bisa terus merasakan impresi itu. Kepala Organisasi tidak lama kemudian pamit untuk pergi menyambut tamu-tamu lain.

Vero He dan Nancy Xu berdiri berdekatan namun tidak saling berbincang. Ketika pelayan mendekat, si wanita mengambil bir buah dan bertanya pilihan Nancy Xu, “Nyonya mau minum apa?”

“Cocktail boleh,” jawab yang ditanya.

Vero He mengambilkan segelas cocktail dan menyodorkannya pada Nancy Xu. Ia lalu mengajak ngobrol lagi, “Mendengar logat Nyonya, rasa-rasanya Nyonya bukan dari Kota Tong. Aku tebak Nyonya pasti dari area Kota Jing sana ya.”

“Wah, Nona He pintar bukan main! Aku memang dari Kota Jing. Awalnya aku kemari untuk liburan saja, tetapi jadinya malah ikutan pesta malam Alike Organization. Tidak apa-apalah, anggap saja cari keramaian,” jawab Nancy Xu ramah.

Berasal dari Kota Jing, tapi bisa ikut acara Alike Foundation yang berasal dari Kota Tong. Wah, ia jadi makin penasaran dengan kedudukan wanita ini. Sangat mungkin dia istri seorang pejabat pemerintahan.

“Iya, yang penting Nyonya nyaman saja di sini.”

Mereka kembali larut dalam keheningan. Vero He sesekali hanya meneguk bir buahnya yang manis dan enak. Melihat dia jadi canggung, Nancy Xu bertanya: “Berbicara dengan orang tua sepertiku ini, Nona He pasti merasa canggung ya?”

“Wah, Nyonya bisa saja bercandanya. Kamu kelihatannya baru sedikit di atas usia tiga puluhan, masak iya sudah bisa disebut tua?” balas Vero He dengan tawa. Di sudut mata Nancy Xu ada sedikit kerutan, namun kerutan itu sangat samar. Bisa disimpulkan wanita ini pasti sangat jaga tubuh dan kesehatan. Menyebut usianya baru sedikit di atas tiga puluhan sama sekali tidak berlebihan.

Nancy Xu ikutan tertawa, “Mulutmu benar-benar manis deh. Siapa pun yang bicara denganmu pasti akan senang.”

Vero He tidak membalas lagi. Berselang beberapa saat, ia melihat bayangan tubuh seorang pria yang familiar lewat di depan. Ia pamit pada Nancy Xu: “Nyonya, aku pergi dulu ya.”

Setelah pamit, Vero He berjalan cepat sambil mengangkat ujung gaunnya buat mengikuti bayangan tubuh itu. Ketika melewati pelayan, ia menaruh gelas bir buahnya yang sudah kosong di nampan. Setibanya di ujung lorong jalan, Vero He tidak melihat sosok itu lagi. Ia mengernyitkan alis, mungkinkah dirinya salah lihat?

Erin daritadi mengikuti Vero He. Melihat bosnya itu menoleh kesana-kemari di lorong jalan, ia bertanya: “Nona He, kamu sedang mencari apa?”

“Barusan jelas-jelas aku melihat Jordan Bo jalan kemari, kok sekarang langsung lenyap ya.” Vero He mencari Jordan Bo untuk menceritakan tangisan kencang Evelyn semalam. Ia mau tanya padanya, bolehkah jangan mengambil hak asuh anak Stella Han?

“Kamu mencari CEO Bo buat apa?”

“Tidak ada apa-apa sih. Yuk jalan, balik ke tempat tadi,” geleng Vero He. Baru berjalan beberapa langkah, ia mendengar suara dingin seorang pria dari belakang, “Kamu mencariku?”

Vero He menoleh dan menjumpai Jordan Bo yang mengenakan jas berpita. Auranya terlihat muram di bawah cahaya lorong jalan yang remang. Si wanita mengangguk, “Jordan Bo, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu.”

“Oh, Nona He ternyata bisa juga bicara denganku ya, kukira hanya dengan CEO Shen saja.” Jordan Bo mengamati wanita di hadapannya sambil memikirkan sesuatu. Wanita ini jauh lebih tega dibanding yang dia bayangkan, Taylor Shen bahkan ditelantarkannya sampai hidup segan mati tidak mau. Kalau dia bukan wanita yang dicintai Taylor Shen, ia pasti sudah menempeleng kepalanya dari dulu!

Memang cocok Stella Han bersahabat dengan Vero He. Mereka punya cara yang sangat mirip untuk mempermainkan pria.

Vero He mulai buka suara, “Ini soal Evelyn. Aku tahu Tuan Bo sangat sibuk, tetapi mohon dengarkan beberapa kalimatku sebentar. Setelah selesai bicara, aku bakal langsung pergi.”

Jordan Bo menatapnya dingin dan membalas datar: “Nona He urusan-urusannya sendiri banyak yang berantakan, kok ini malah mengurusi urusan orang lain?”

“Stella Han adalah sahabatku, jadi aku punya kewajiban untuk membantu mencari jalan keluar masalahnya. Aku tahu waktu Tuan Bo sangat mahal harganya. Bagaimana kalau aku beri uang untuk menukar beberapa menitmu? Aku tidak bakal lama-lama kok.” Vero He tidak senang dengan tingkah Jordan Bo yang menekan sahabatnya dengan ancaman. Ia sekarang paham mengapa Stella Han berbulat hati untuk bercerai.

Ini pertama kalinya ada orang yang menawarkan Jordan Bo uang untuk membeli waktunya. Ia berujar dengan tidak senang, “Nona He sok kaya atau bagaimana sih? Mau bicara apa? Cepat sampaikan, jangan banyak basa-basi!”

Vero he menatap pria di depannya lekat-lekat. Orang ini bisa sabar sedikit tidak sih? Ia lalu mulai membahas isi pikirannya, “Tuan Bo tahu Evelyn tumbuh besar di samping Stella Han. Anak tidak bisa berpisah dengan ibu kandungnya sendiri. Kalau Tuan Bo masih ingin mempertahankan pernikahan dengan Stella Han, mohon jangan bersikap terlalu keras padanya. Itu hanya akan membuat hatinya terluka!”

“Haha!” Si pria tertawa dingin. Ia juga memberi Vero He tatapannya yang merendahkan sambil membela diri, “Aku melukai hatinya? Siapa yang beritahu kamu ini? Kalau Stella Han masih punya hati, dia tidak bakal bersikeras ingin cerai denganku tanpa mempertimbangkan perasaan anaknya!”

“Jordan Bo!” Si wanita terpancing emosi, “Dia bisa bersikeras begitu pasti karena kamu juga punya kesalahan kan? Kamu selalu mengungkit hak asuh anak untuk mengancamnya, ini kamu pikir perilaku jantan seorang pria?”

“Aku tidak peduli itu perilaku jantan atau tidak. Yang jelas, ini satu-satunya cara yang dari dulu efektif untuk memaksanya bertahan.” Jordan Bo mengucapkan ini sambil membuang muka. Nada bicaranya jauh lebih lemah daripada nada-nada sebelumnya yang provokatif.

Vero He terdiam. Ia tidak menyangka suasana pembicaraan langsung berubah drastis begini, nyaris saja ia tidak bisa menyesuaikan diri. Ia lanjut membujuk dengan sabar, “Aku tidak tahu bagaimana harus membujukmu, tetapi aku mohon kamu pertimbangkan baik-baik kata-kataku ini. Bagi seorang anak, kebahagiaan terbesar adalah bisa melihat papa dan mamanya rukun dan menemaninya tumbuh besar bersama.”

Jordan Bo mengernyitkan alis, “Tiffany Song, masih punya muka kamu untuk bicara begini? Aku balik bertanya padamu, kapan kamu mau berhenti menyiksa si Taylor Shen itu?”

Vero He tercengang. Jalan pikiran Jordan Bo tidak bisa ya tidak seasal ini? Jelas-jelas mereka lagi membicarakan urusan dia dan Stella Han, mengapa tiba-tiba mengungkit urusan dirinya dan Taylor Shen?

“Aku tidak menyiksa dia. Aku hanya merasa kami tidak cocok,” jawab Vero He datar. Cinta yang tidak dilandasi kepercayaan cepat atau lambat akan runtuh. Daripada ketika runtuh nanti keduanya terluka lebih parah, lebih baik dari awal ia putuskan hubungan ini. Mereka pun masih bisa sesekali bertemu sebagai teman, kan begitu?

“Pembelaan diri macam apa ini? Kamu tahu tidak betapa besarnya cinta dia padamu? Pada hari ketika kamu “wafat” tujuh tahun lalu, dia……” Sebelum Jordan Bo selesai bicara, suara seorang pria memutus kata-katanya, “Kakak Tertua Bo, Rene Chen ingin bertemu denganmu.”

Ketiganya menoleh ke sumber suara dan menjumpai Taylor Shen berdiri dengan jarak yang agak jauh. Jordan Bo gigit-gigit bibir. Ia tahu sahabatnya ini sengaja memotong kata-katanya karena tidak mau ia mengungkit soal itu.

Si pria menatap Vero He sekilas, lalu berjalan kembali ke ruang pesta.

Vero He tadi menyimak dengan seksama, sayang penuturan Jordan Bo tidak kelar. Pada hari ketika dia “wafat” tujuh tahun lalu, apa yang terjadi memangnya? Mengapa dia sedikit pun tidak tahu soal itu?

-----------------------

Terima kasih kepada para pembaca atas dukungan yang diberikan kepada author. Author mendoakan supaya para pembaca sehat selalu dan Tuhan selalu memberkati kalian dan keluarga kalian. Jika kalian suka buku ini, jangan lupa ya untuk di share ke teman kalian. Sukses selalu!

Bagi para pembaca yang ingin membaca buku berikutnya, silahkan di baca buku Love On A Sunny Night, ceritanya tak kalah menarik lo :))

Novel Terkait

The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Beautiful Love

Beautiful Love

Stefen Lee
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Gadis Penghancur Hidupku  Ternyata Jodohku

Gadis Penghancur Hidupku Ternyata Jodohku

Rio Saputra
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Balas Dendam Malah Cinta

Balas Dendam Malah Cinta

Sweeties
Motivasi
5 tahun yang lalu
Pergilah Suamiku

Pergilah Suamiku

Danis
Pertikaian
4 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
4 tahun yang lalu
Mr CEO's Seducing His Wife

Mr CEO's Seducing His Wife

Lexis
Percintaan
4 tahun yang lalu
That Night

That Night

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu