You Are My Soft Spot - Bab 217 Di Antara Kami Tidak Pernah Ada Cinta (3)

Tetapi Vero He tidak percaya dengannya. Kalau bertanya pada dia, apa pun jawabannya, hatinya pasti akan curiga seperti biasa. Jadi, cara terbaik adalah melakukan penyelidikan sendiri.

Vero He membuka laci dan melihat kartu undangan yang ada di dalam. Ia ragu-ragu sejenak, lalu pada akhirnya tetap mengambilnya dan memasukkan tas. Wanita itu lalu menelepon Stella Han dan pergi sambil membawa tas.

Hari ini, akhir pekan, jadi Stella Han tidak kerja. Ia membawa Evelyn pergi main ke Parkway Plaza. Mendengar Vero He mencarinya, ia tidak bisa menyembunyikan kebahagiaan. Sebagai persiapan pertemuan, ia mengajak anaknya bicara: “Nak, sebentar lagi tante yang waktu itu ingin bertemu mama. Kamu jangan membuat dia menangis lagi ya, paham?”

Evelyn bergumam, “Mama, waktu itu aku tidak sengaja.”

“Mama tahu kamu tidak sengaja, tetapi mama tetap khawatir. Tante itu dulu mengalami banyak sekali masalah. Ia sangat lemah, jadi kita harus melindungi diam baik-baik. Mengerti?” tutur Stella Han pelan sambil berjongkok di hadapan anaknya.

“Mama, mengapa saat aku nyanyi “Mom is the Best” si tante menangis?” Evelyn terus teringat soal ini, ia merasa sangat bersalah sudah membuat sahabat mama menangis.

“Karena ia tidak punya mama yang melindunginya. Ia rindu mamanya.”

“Kalau begitu aku tidak akan menyanyikannya lagi.” Evelyn hanya setengah paham, tetapi tetap mengangguk seperti sepenuhnya paham.

Stella Han mengelus-elus kepala putrinya dengan bangga. Tanpa perlu menunggu lama, Vero He sudah keluar dari lift. Stella Han melambai-lambaikan tangan dengan ceria, sementara Vero He berlari kecil menghampiri mereka. Evelyn dengan polos memanggil, “Tante Vero He, aku tidak akan menyanyi “Mom is The Best” lagi. Jangan menangis ya.”

Vero He terhenyak. Ia tahu reaksinya waktu itu sudah membuat anak ini takut. Ia berjongkok dan memeluk si anak, “Evelyn, maaf, tante waktu itu hanya membuatmu takut. Tidak apa-apa, nyanyilah, tante suka kamu nyanyi itu.”

“Tidak, aku sudah janji ke mama untuk tidak nyanyi lagi. Mama bilang kamu adalah keluarga kami, jadi aku tidak mau kamu menangis. Kalau kamu menangis, aku ikut sedih,” jawab Evelyn.

Vero He mendongak menatap Stella Han. Si sahabatnya itu tersenyum canggung karena rahasianya dibongkar. Vero He menarik nafas dan mengajak: “Yuk pergi, kita minum sesuatu.”

“Baik.” Ketika Stella Han mau menggendong Evelyn, Vero He melarang. Wanita itu menyodorkan tasnya ke Stella Han: “Kamu bantu aku bawa tas, aku gendong Evelyn.”

Yang disodorkan mengangguk saja tanpa mendebat. Mereka bertiga pun berjalan keluar mal dan pergi ke jalan kecil seberang yang ramai dengan tempat makan.

Di dalam Starbucks, Vero He dan Stella Han duduk di kursi dekat jendela. Sementara itu, Evelyn duduk di sebelah mereka sambil membaca komik, entah benar-benar baca atau hanya lihat gambar. Vero He mengeluarkan kartu undangan dari dalam tas dan menyodorkannya ke si sahabat: “Stella Han, ini undangan pesta kostum. Kalian sekeluarga boleh ikut.”

Stella Han mengambilnya tanpa pikir panjang. Ia kaget dengan panggilan yang disematkan padanya barusan. Dengan gembira, wanita itu bertanya: “Vero He, kamu barusan memanggilku apa?”

“Stella Han, memang kenapa?” tanya Vero He bingung. Ia bahkan mengira ia salah panggil.

Stella Han jadi semakin emosional. Ia mengenggam tangan sahabatnya: “Tiffany Song, kamu sudah kembali, ya kan?”

Vero He baru paham apa yang membuat Stella Han gembira. Ia membuang nafas panjang dan mencubit punggung tangan sahabatnya: “Astaga, aku kira apa!”

Stella Han tidak peduli dengan kehebohannya. Dipanggil begini tandanya Vero He mengaku dirinya memang Stella Han. Jelas-jelas ini hanya masalah panggilan saja, tetapi ia jadi sangat bahagia. Ia bertanya: “Tiffany Song, bertahun-tahun ini kamu ada di Kota Tong, tetapi mengapa kita tidak pernah bertemu sama sekali?”

Sesuai dugaan. Sekalinya Vero He mengakui dirinya adalah Tiffany Song, Stella Han pasti akan menanyakan banyak hal. Ia menggeleng, “Stella Han, jangan bertanya. Kalau sudah tiba saatnya untuk bercerita, aku akan langsung memberitahumu tanpa disuruh.”

“Mengapa? Aku punya banyak sekali pertanyaan. Kamu waktu itu bagaimana bisa pergi dari kantor polisi? Habis pergi, kamu ke mana? Mengapa kamu tidak mengontakku?” tanya Stella Han tanpa putus.

“Aku sebenarnya juga tidak ingat bagaimana aku pergi dari kantor polisi. Aku hanya ingat aku sudah di dalam sebuah mobil waktu bangun. Mataku saat itu ditutup kain hitam, entah untuk berapa lama. Ketika aku kembali bisa melihat dengan normal, aku sudah dikunci seseorang di satu tempat.” Hati Vero He agak gelisah teringat masa lalu. Ia tidak ingin mengingatnya terus, namun masa lalu itu sering sekali muncul dalam mimpinya.

Stella Han mengernyitkan alis, “Logikanya, pengamanan kantor polisi sangat ketat. Orang kuat macam apa yang bisa merancang semuanya hanya dalam hitungan jam, mengeluarkanmu dari penjara, dan menyembunyikanmu sampai tidak seorang pun tahu keberadaanmu?”

Kalau dipikir-pikir lagi, Stella Han merasa ada yang janggal dengan semua ini. Masak tidak ada satu pun polisi sadar ada satu napi dibawa pergi? Terus ledakan yang menewaskan orang sebanyak itu masak diciptakan hanya untuk membebaskan Tiffany Song seorang?

“Aku juga tidak tahu. Setelah balik Kota Tong, aku sempat menyuruh orang melakukan penyelidikan. Sayang, ia tidak menemukan petunjuk apa pun,” jawab yang ditanya.

“Sudah tujuh tahun, pasti petunjuk-petunjuknya sudah dimusnahkan. Aku ingat belakangan Taylor Shen pernah ditangkap polisi atas tuduhan pembunuhan. Dengar-dengar pemilik toko kecil yang wafat adalah satu-satunya saksi kejadian malam itu. Setelah kematian itu, penyelidikan soal ledakan tujuh tahun lalu pasti akan jadi makin sulit,” analisis Stella Han. Sekali pun mereka sangat lihai, ia tetap merasa pesimis soal kasus ini.

“Semua kasus yang tidak selesai bisa menggantung karena pelakunya tidak berulah lagi. Pelaku yang kita ini agak beda. Ia berulah lagi, namun hanya kalau kita menginjak titik yang mengancamnya. Ketika itu terjadi, ia pasti akan melakukan sesuatu,” ujar vero He. Ia sendiri tidak tahu apa yang diinginkan si pelaku dari kelakuannya begini.

Stelal Han menyipitkan mata. Ia merasa apa yang dikatakan sahabatnya sangat masuk akal. Sungguh menyeramkan ada orang yang bisa membawa pergi Tiffany Song sampai hilang bertahun-tahun. Kalau orang ini tidak segera dicari, hatinya tidak akan bisa tenang.

“Tiffany Song, kamu dibawa pergi ke mana jadinya? Apa yang terjadi selama kamu di sana?” Stella Han tidak tahan untuk tidak bertanya lagi. Ini bukan karena penasaran, tetapi ia benar-benar khawatir dengan si sahabat.

Vero He memejamkan mata sejenak, lalu membukanya sambil menjawab datar: “Stella Han, jangan bertanya. Aku tidak akan cerita.”

Stella Han menatap Vero He lekat-lekat. Dari datarnya nada bicara si sahabat, ia bisa melihat rasa sakit yang ditahan-tahan. Ia jadi merasa bersalah sudah mengungkit masa-masa yang kelam, “Maaf, Tiffany Song, aku tidak akan bertanya lagi. Kalau suatu saat kamu mau cerita, aku siap dengar seratus persen.”

Vero He menunduk untuk menyembunyikan matanya yang terharu. Sudah bukan hanya satu orang yang bicara siap mendengarkan begini. Tetapi, masa lalu yang menyedihkan itu nampaknya tidak ingin ia ungkit-ungkit lagi. Biarlah waktu menelannya ke dasar bumi……

“Terima kasih,” jawab Vero He.

“Dasar, kita nih teman. Kamu tidak perlu sesungkan itu padaku, nanti aku sedih.” Nada bicara Stella Han penuh keibaan. Tiffany Song ini sudah susah-susah bahagia, eh tahunya malah dijahati orang lagi. Sungguh, ia mau gigit orang jahat itu sampai kulitnya lepas!

Entah apa pemicunya, Vero He teringat sesuatu. Ia gigit-gigit bibir karena gugup mengutarakan isi hatinya, “Stella Han, kamu dan Jordan Bo……”

Stella Han keluar dari lamunan. Mendengar nama si suami disebut, ia merespon dingin: “Di antara kami, tidak pernah ada cinta.”

Vero He langsung sedih mendengar jawaban tidak acuh ini. Kalau saja ia tidak kenapa-kenapa, mana mungkin hubungan rumah tangga sahabatnya jadi rusak begini? Ia ingat tujuh tahun lalu, di hadapan orang banyak, Jordan Bo terus bertanya pada Stella Han apakah ia mencintainya.

Kalau tidak cinta, mengapa Jordan Bo memaksanya begitu? Kalau tidak cinta, dari mana pula asalnya ketahanan diri selama tujuh tahun ini?

Vero He tertawa sambil menunuk Eveleyn. Ia bertanya pelan: “Kalau tidak pernah saling mencintai, ini Evelyn lahirnya dari mana? Dari telur?”

“Tiffany Song, kalau kamu menertawaiku lagi, aku ngambek!” Wajah Stella Han langsung merah.

Evelyn yang daritadi fokus melihat komik tiba-tiba menengok. Ia bercerita polos, “Papa bilang aku keluar dari perut mama. Katanya ia memasukkan kecebong ke sana, lalu tumbuh besar jadi aku.”

Vero He langsung terbahak mendengar cerita anak kecil yang sangat polos. Stella Han menatap Evelyn dengan raut seriu: “Ini omongan orang dewasa, anak kecil dilarang ikutan!”

Evelyn menaruh buku komiknya, lalu berlari ke Vero He dan memeluknya. Dengan mata penuh keceriaan, ia bercerita lagi: “Tante Vero He, mamaku ini hanya sok galak saja. Di depan papa, ia pasti akan berubah jadi anak kucing yang penurut.”

Vero He tersenyum tipis dan membalas pelukan Evelyn. Aroma wangi anak kecil yang memenuhi rongga hidungnya membuatnya teringat pada anaknya sendiri. Anaknya yang malang, sebelum tumbuh besar sudah hilang duluan……

Wajah Vero He yang tersenyum perlahan jadi kaku. Yang tersisa sekarang hanya rasa sakit di dada yang semakin parah, bahkan sampai nafasnya mulai terasa sulit. Ia menatap Evelyn dan menjelaskan: “Karena mama tidak sanggup marah dengan papa.”

“Iya, aku tahu. Mama sebenarnya sangat sayang papa,’ angguk Evelyn. Hebat, anak sekecil ini saja sudah bisa membedakan mana yang sayang dan mana yang tidak.

Stella Han menatap anaknya tanpa menjawab. Ia tidak punya alasan untuk mendebat. Kalau ia tidak punya perasaan sama sekali pada Jordan Bo, bagaimana mungkin selama enam tahun lebih ia mempersilahkan si pria keluar masuk rumahnya, bahkan naik ranjangnya?

Kalau alasannya demi anak, alasan ini nampaknya terlalu dibuat-buat. Jordan Bo tahu namun tidak pernah mengungkap, asalkan mereka tidak bercerai dan Stella Han tidak mencari pria lain, ia mengizinkan wanita itu dan putrinya tinggal di luar, juga rela hanya diizinkan bertemu Evelyn seminggu sekali.

Jordan Bo jadinya menoleransi Stella Han, namun tetap membuat batasan yang tegas biar si wanita tidak bisa menceraikannya. Selama enam tahun lebih ini, Stella Han sudah sangat muak dan berharap ada sedikit perubahan. Tetapi tahu sendiri Jordan Bo, memang dia orang yang bisa mengizinkan Stella Han mengubah keadaan begitu saja?

Vero He melihat sepasang ibu dan anak ini dengan perasaan bersalah. Karena dia seorang, Evelyn jadi tidak punya keluarga yang utuh.

“Stella Han, maafkanlah dia,” tutur Vero He pada Stella Han. Ia ingin melihat sahabatnya bahagia.

Si ibu Evelyn terhenyak, lalu menggeleng, “Kami berdua bukan soal maaf-maafan. Tiffany Song, aku tahu apa yang harus aku lakukan. Jangan khawatir.”

Vero He menatapi Stella Han. Sekarang mereka sudah tidak muda lagi, kalau ada orang yang bisa terus mendampingi sampai akhir hayat pasti itu akan sangat indah. Ia ingin melihat Jordan Bo, Stella Han, dan Evelyn tigngal di bawah satu atap lagi.

“Stella Han, aku sudah menunda bicara ini selama tujuh tahun. Sekarang, aku tidak mau menunda lagi. Ayolah baikan dengan Jordan Bo, demi Evelyn,” bujuk Vero He tanpa lelah.

Novel Terkait

Be Mine Lover Please

Be Mine Lover Please

Kate
Romantis
4 tahun yang lalu
Akibat Pernikahan Dini

Akibat Pernikahan Dini

Cintia
CEO
5 tahun yang lalu
Beautiful Love

Beautiful Love

Stefen Lee
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Now Until Eternity

Now Until Eternity

Kiki
Percintaan
5 tahun yang lalu
His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
Love and Trouble

Love and Trouble

Mimi Xu
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
4 tahun yang lalu
1001Malam bersama pramugari cantik

1001Malam bersama pramugari cantik

andrian wijaya
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu