You Are My Soft Spot - Bab 226 Mengaku Punya Perasaan Denganku (1)

Nafas Taylor Shen yang naik-turun dengan cepat terdengar jelas di telinga Vero He. Bunyinya mirip bunyi air danau tenang yang dilempari batu terus-menerus. Wajah Vero He memerah, ia tidak menyangka Taylor Shen akan berujar sevulgar barusan.

Tangan si wanita, yang memegang dada si pria untuk mendorongnya, bisa merasakan energi panas dalam tubuh si pria. Panas itu semakin lama menjalar semakin kuat hingga detak jantung Vero He makin cepat. Ia buku mulut, namun sebelum berhasil berbicara, ia terlanjur melihat Taylor Shen melakukan gerakan yang makin vulgar lagi.

Ya, Taylor Shen menunduk dan menempelkan bibir ke Vero He. Kali ini yang jadi sasaran bukan bibirnya, melainkan belahan dadanya! Sekujur tubuh Vero He mati rasa seperti tersengat listrik. Dunianya terasa tenang, bahkan ia tidak bisa mendengarkan bunyi musik rock and roll yang daritadi diputar. Yang Vero He bisa dengar saat ini hanya detak jantungnya. Ia makin tegang, makin gelisah juga……

Rasa panas yang ditinggalkan Taylor Shen di belahan dada Vero He menjalar hingga kedua tangan dan kedua kaki. Si wanita agak lemas, sudut matanya bisa melihat wajah Taylor Shen yang senyum-senyum karena melakukan tindakan kelewatan.

Taylor Shen tidak juga melepaskan ciumannya meski sudah berlangsung beberapa detik. Kaca di depan mencerminkan bayangan mereka saat ini. Aduh, kaca saja tahu mereka lagi beginian……

Berselang beberapa saat, gerakan Taylor Shen berhenti. Pria itu menaruh telinganya di depan dada si wanita sambil menenangkan nafsu birahi. Taylor Shen tahu, ia tidak boleh “menghabisi” tubuhnya di sini. Ini bukan tempat yang cocok.

Taylor Shen bahkan bisa terbayang apa reaksi orang kalau tidak sengaja melihat mereka. Kalau itu terjadi, nama besar Vero He akan langsung hancur. Yang senang hanya dirinya saja, memang itu adil?

Telinga Taylor Shen bisa merasakan detak jantung Vero He yang cepat. Sudut bibirnya terangkat. Ternyata si wanita juga memberi respon nafsu, begitu pikirnya. Terakhir, Taylor Shen mendongakkan kepala, menahan dagu Vero He, dan mengecup bibirnya.

Si wanita langsung bangkit dari kegugupan saat matanya yang tidak fokus tiba-tiba melihat wajah Taylor Shen. Menyadari bibir si pria semakin mendekati bibirnya, Vero He refleks menghindar. Sayang, Taylor Shen mempercepat gerakannya sehingga usaha menghindar dia gagal.

Vero He tidak tahu status mereka saat ini apa. Ia hanya tahu dirinya terjebak dalam halusinasi cinta yang Taylor Shen buat sendiri. Ia memperingatkan: “CEO Shen, jangan begini. Kalau ada yang lihat, efeknya nanti tidak bagus.”

Pria di hadapan mengernyitkan alis, “Barusan kamu panggil aku apa?”

“Panggil CEO Shen, kadang juga panggil Tuan Shen. Kamu hari ini adalah tamu kehormatanku, namun permainannya selesai sampai di sini.” Vero He mengibas-ibaskan tangan. Nada bicaranya penuh keteguhan bak ingin menegaskan mereka bukan sepasang kekasih.

Sekujur tubuh Taylor Shen merinding. Ia menatap si wanita dengan marah, “Kamu menganggap yang barusan itu mainan?”

“Ya memang mau dianggap apa? Tuan Shen, kita berdua orang dewasa. Sah-sah saja sesekali kita kelepasan bicara, jangan dipermasalahkan. Barusan yang enak-enak juga kamu kan? Lepaskan aku, aku mau masuk ke sana.” Vero He segera merapikan topengnya yang agak berantakan. Wanita itu mengingatkan diri sendiri lagi. Vero He, kamu tidak boleh terangsang juga, kalau terangsang kamu berarti kalah.

Bukan hanya tubuh Taylor Shen saja yang merinding, sekarang hatinya juga. Cinta di antara mereka dianggap sebagai mainan, apa-apaan ini? Taylor Shen mengulurkan jari telunjuknya yang kukunya rapi dan bersih, lalu menempelkannya ke jantung si wanita. Ia menatap Vero He lekat-lekat bagai tidak mau melepaskan satu pun ekspresi mikronya, “Kalau itu mainan, mengapa jantungmu berdebar begitu kencang? Tiffany Song, susah ya mengaku kamu punya perasaan denganku?”

“Aku bukan orang mati, jelaslah punya perasaan. Aku punya perasaan pada setiap pria, bukan cuma kamu,” jawab Vero He datar.

Wajah Taylor Shen memucat. Vero He bilang ia punya perasaan pada semua pria…… Sekalinya terbayang Tiffany Song melakukan “sesuatu” yang mereka lakukan barusan dengan pria lain, ia makin emosi. Sambil menggeretakkan gigi, pria itu melontarkan tiga kata, “Aku tidak mengizinkan!”

Vero He mengernyitkan alis. Ia di satu sisi kesal, namun di sisi lain tidak berani semakin memancing Taylor Shen lebih lanjut. Si wanita melepaskan tangan Taylor Shen yang menahan pinggangnya, lalu berujar pelan: “Lepaskan aku.”

Taylro Shen menatap Vero He lekat-lekat. Sejak mereka berkenalan, kata-kata yang paling seri Vero He ucapkan padanya adalah “lepaskan aku”. Kalau ia bisa melepaskannya, buat apa ia membuat dirinya sendiri menderita enam tahun lebih? Taylor Shen melayangkan tangan dan mengelus pipi Vero He. Ia menegaskan posisinya: “Tiffany Song, aku tidak akan melepaskanmu. Seumur hidup ini, jangan pikir kamu akan aku lepas.”

Vero He tercengang melihat ketegasan dalam wajah Taylor Shen barusan. Ia melepaskan tangan si pria dengan paksa, lalu berjalan ke arena acara sendirian.

Taylor Shen mengamati bayangan tubuh Vero He yang makin lama makin hilang, lalu, lalu lenyap tidak tersisa. Taylor Shen menggaruk tembok dengan marah. Garukan itu bahkan sampai menyisakan bekas di tembok saking kencangnya.

Pria itu lalu memejamkan mata dalam-dalam. Suasana harmonis di antara mereka belakangan ini sudah membawa relasi mereka ke tahap yang lebih baik, namun hari ini ia kembali menghancurkan kemajuan itu. Malam ini, hubungan mereka kembali jatuh ke titik terendah.

Ia sebenarnya harus apa biar Vero He bersedia kembali ke pelukannya?

Taylor Shen kembali membuka mata. Ketika berjalan balik ke arena acara, ia mendengar seseorang berujar agak jauh di sebelah: “Benar, aku sudah melakukan sesuatu di panggung sesuai permintaanmu. Acara selanjutnya adalah pembagian hadiah, Vero He pasti akan naik ke sana. Pada waktu kejadiannya nanti, aku jamin kamu tidak bakal kecewa.”

Taylor Shen mengernyitkan alis. Ketika mau menghampiri orang itu, si orang sudah buru-buru berlari ke tengah kerumunan lagi. Taylor Shen merinding…… Ia segera mendekati panggung untuk mencari Vero He.

Melakukan sesuatu di panggung, orang itu sebenarny mau apa? Pikiran Taylor Shen bergerak kesana-kemari. Entah mengapa tiba-tiba terbayang Vero He terbujur di panggung dengan penuh darah, hatinya langsung deg-degan.

……

Ketika balik ke arena acara, Vero He mengelilingi seluruh penjuru arena namun tidak berhasil menemukan Stella Han. Ia membuka tas dan merogoh ponsel. Pada ponsel ada beberapa panggilan tidak terjawab, juga sebuah pesan singkat.

Vero He mengeceknya satu per satu. Semua panggilan dan satu pesan singkat bersumber dari satu orang. Pesan berbunyi begini: “Vero He, maaf, Evelyn tadi siang di taman kanak-kanak panas. Demamnya sampai sekarang tidak turun-turun, jadi aku tidak bisa ikut acara malam. Maaf sekali!”

Membayangkan Evelyn sakit, hati Vero berdesir. Ia mau menelepon Stella Han, namun suasana ruangan sangait berisik. Pada akhirnya, ia hanya mengirim sebuah pesan, “Tidak apa-apa. Setelah pesta selesai, aku akan ke sana untuk jenguk dia.”

Vero He mencengkeram ponsel dengan kencang. Kalau saja ia tidak bertugas melakukann undian habis ini, ia pasti sudah ke sana. Berselang beberapa menit, ponsel si wanita bergetar. Pesan yang diterima jelas dari orang yang barusan ia kirimi pesan, “Tidak perlu repot-repot kemari, sesudah pesta kamu segera istirahat saja.”

Mata Vero He berkaca-kaca. Stella Han tidak tahu, ia sebenarnya sudah menganggap Evelyn sebagai putrinya sendiri. Cinta keibuannya, yang ia tidak sempat berikan pada anak kandungnya, semua kini jatuh ke Evelyn.

Taylor Shen berusaha mencari Vero He di tengah kerumunan, tetapi gagal karena ruangan sangat remang-remang. Orang sungguh banyak, mencari seseorang bukan tugas mudah.

Mata Taylor Shen tiba-tiba bertemu dengan panggung. Ia ingat kata-kata seseorang. Kalau kamu tidak menemukan orang yang kamu cari, berdirilah di tempat yang paling kelihatan mata. Ini biar orang yang dicarinya bisa menyadari keberadaan dia.

Si pria dengan susah-payah menyusuri kerumunan orang dan berjala ke panggung. Pada momen ini, lampu sekujur ruangan mengelap. Satu-satunya benda yang kena cahaya lampu adalah prize wheel raksasa yang ada di atas panggung. Hmm, nampaknya pengundian segera dimulai.

Erin mengambil mikrofon, berjalan ke depan prize wheel, lalu menyapa hadirin yang ada di bawah: “Senang hari ini semuanya?”

Sebagaimana hadirin pesta pada umumnya, yang ditanya merespon kompak: “Senanggg!”

Erin mengangguk puas. Ia bertutur lagi dengan penuh kebanggaan: “Tujuan kami mengadakan pesta ini memang untuk membuat semuanya senang. Selanjutnya kami akan segera mengundi juara pertama malam ini. Peraih juara pertama akan mendapat ponsel iPhone 6s. Oh iya, selain iPhone, ada juga kalung gold diamond senilai delapan juta untuk dua pemenang. Siapa kira-kira yang akan dapat nih? Mari kita sambut pendiri Parkway Plaza, Vero He, untuk naik ke panggung dan memulai pengundian!”

Orang-orang berkerumun di sekitar panggung, jadi Taylor Shen sangat kesulitan untuk naik ke sana. Para hadirin juga merupakan orang kelas atas, jadi ia harus jaga sikap di sini.

Yang orang-orang pedulikan bukan hadiahnya apa, melainkan yang penting dapat hadiah. Tidak peduli harus berdesak-desakan, semua orang berharap dirinya bisa naik ke panggung dan dapat sesuatu.

Lampu sorot menyala di sisi panggung dan Vero He berjalan naik dengan anggun. Sial, keanggunan itu agak ternodai dengan bekas gigi Taylor Shen saat tadi mencium belahan dadanya.

Semua yang hadir adalah orang dewasa. Mereka jelas tahu bekas itu muncul karena apa.

Sesampainya di panggung, Vero He langsung mendekati prize wheel. Meski sekarang pengundian sudah bisa dilakukan dengan komputer, ia tetap memilih menggunakan cara tradisional begini. Ini biar transparansi seluruh proses undian tetap terjaga.

Erin memberi aba-aba: “Sekarang, aku persilahkan CEO He untuk memutar prize wheel. Nama pemenang hadiah pertama akan segera keluar sesaat lagi, mari kita tunggu sama-sama.”

Si asisten lalu mengangguk pada bosnya. Vero He berdiri di depan prize wheel sambil menaruh tangannya di sana. Taylor Shen berusaha keras melewati kerumunan dan mendekati panggung. Melihat si wanita bersiap memutar prize wheel, jantungnya seakan mau berhenti.

Ia tidak tahu apa yang akan dilakukan orang barusan, tetapi ia berfirasat panggung ini sangat berbahaya. Taylor Shen melangkah semakin beringas biar bisa cepat mendekati panggung.

Vero He mulai memutar prize wheel. Demi memeriahkan suasana, musik yang heboh kembali diputar. Volume musik yang kencang membuat suara baut prize wheel yang berdecit tidak terdengar sama sekali. Tidak ada yang menyadari hal itu.

Nama peraih juara pertama segera keluar. Erin menyebut nama si pemenang, lalu mengundangnya ke panggung. Taylor Shen saat ini sudah berhasil berdiri di dekat panggung. Melihat tidak terjadi apa-apa di atas, ia menahan diri untuk buru-buru naik.

Vero He kembali memutar prize wheel untuk mengundi peraih juara kedua. Semua orang menahan nafas sambil berseru dalam hati. Saya, saya, saya pasti menang……

Taylor Shen mengamati prize wheel. Ia tiba-tiba melihat sebuah baut copot dari belakangnya. Prize wheel itu pun agak goyang. Ia berteriak: “Awas!”

Sayang, teriakan Taylor Shen terkalahkan oleh suara musik yang kencang. Melihat prize wheel perlahan mau jatuh, tampa memedulikan apa pun, Taylor Shen langsung berlari dan menahan Vero He di lantai panggung. Ia memeluk wanita itu erat-erat, lalu punggungnya segera tertimpa prize wheel yang berat dan besar. Rasa sakit yang bukan main langsung menjalar ke seluruh tubuh si pria. Semua pandangannya hitam, ia tidak sadarkan diri.

Lampu ruangan ikut mati. Para tamu mulai berteriak-teriak karena tragedi barusan. Tiba-tiba ditabrak orang, Erin merasa suasana jadi makin kacau. Ia khawatir terjadi tragedi berdesakan yang bisa merenggut nyawa massa. Sambil memegang mikrofon, Erin mencoba menenangkan:

“Semuanya……”

Baru bicara satu kata, mikrofon Erin tiba-tiba mati. Keringat dingin langsung mengucur keluar dari tubuhnya. Untuk saat ini ia tidak bisa mengecek Vero He, sebab pengendalian kekacauan juga mendesak. Kalau sampai terjadi tragedy berdesakan, Parkway Plaza pasti akan menanggung banyak berita negatif berhari-hari.

Ini bisnis Vero He yang dibesarkan Vero He sendiri, Ia sudah menyaksikan setiap langkah perusahaan ini dari masih bayi, jadi jangan sampai nama baik Parkway Plaza tiba-tiba hancur.

Wanita itu berteriak: “Semuanya mohon tenang, diam di tempat dan jangan bergerak!”

Tidak ada satu orang pun mendengarkan dia. Ada orang yang ikut berteriak lebih kencang: “Itu orangnya mati, itu orangnya mati, cepat semua lari!”

Di bawah panggung ada beberapa orang yang berteriak. Ini membuat para tamu jadi panik. Tanpa berpikir panjang, mereka semua berdesak-desakan depan pintu untuk menyelamatkan diri. Saking impulsifnya, bahkan ada tamu yang berdesakan meski tidak tahu mengapa harus begitu.

Erin tidak bisa melihat apa-apa dalam kondisi begini. Ia hanya bisa mendengar teriakan orang-orang, namun tidak bisa mengetahui siapa-siapa peneriaknya. Kalau ia benar-benar tidak bisa mengendalikan situasi, besok pagi pasti akan muncul berita “Pesta Kostum Klien VIP Parkway Plaza berakhir kacau, Puluhan Orang Terluka”.

Merinding sekali membayangkan akan ada tulisan begitu besok pagi…...

Sebuah perusahaan sangat sulit dimajukan ke titik sekarang. Ia menyaksikan sendiri perjuangan keras CEO He setiap saat, mana rela dia melihat semua ini hancur begitu saja? Erin terpikir sesuatu. Ia berlari ke sisi pojok tempat band berada, lalu mengambil lonceng di sana. Dengan kencang, lonceng itu Erin goyangkan untuk menarik perhatian.

Suasana ruangan langsung sunyi mendengar bunyi itu. Erin berteriak: “Semuanya tolong tenang dan diam di tempat. Listrik akan segera kembali menyala.”

“Bohong dia, jangan ada yang percaya. Dia sudah bunuh orang, kalau kita tetap tinggal di sini kita semua bakal dicurigai polisi punya andil di dalamnya. Cepat semua lari!” teriak seseorang dari bawah.

Setelah ada teriakan begitu, suasana ruangan langsung kacau lagi. Pada situasi begini, semua orang akan bersikap sangat egois. Mereka tidak mau ikut terbawa masalah, juga segan dibawa ke kantor polisi untuk diinterogasi sebagai saksi.

Novel Terkait

Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
4 tahun yang lalu
Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
5 tahun yang lalu
Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
5 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
5 tahun yang lalu
Pengantin Baruku

Pengantin Baruku

Febi
Percintaan
4 tahun yang lalu
Wahai Hati

Wahai Hati

JavAlius
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Untouchable Love

Untouchable Love

Devil Buddy
CEO
5 tahun yang lalu