You Are My Soft Spot - Bab 247 Kalau Ini Kode, Apakah Dia Bakal Paham? (2)

Vero He jadi sepenuhnya kehilangan nafsu makan. Kakak dipenjara begini, siapa yang tenang sih? Ia bertanya, “Dokter He sudah keluar dari masa kritis?”

“Belum. Dokter kepala bilang, kalau pun dia bisa keluar dari masa kritis, dia bisa jadi akan terus pingsan dan tidak bisa sadarkan diri. Kita tidak bisa mengandalkan dia lagi untuk membebaskan Tuan Muda. Mau tidak mau, kita harus cari cara lain.”

“Mengapa Dokter He bisa dibunuh sih?” tanya Vero He kesal. Ia mengenal Nick He sebagai pria yang baik hati dan bersahabat. Mungkin karena dia seorang dokter, tubuhnya terasa seperti memiliki energi untuk meyakinkan orang lain. Nick He bisa dibunuh begini masak sih ada kaitan dengan dirinya?

Erin menatap bosnya dengan agak terkejut, “Nona He, kamu benar-benar tidak tahu jawaban pertanyaanmu itu?”

James He sudah bilang, Nick He dibunuh karena pegang catatan penyakit Vero He. Yang jadi pertanyaan adalah sebenarnya penyakit apa itu sampai pembunuh takut mereka diberitahu?

“Ada hubungannya denganku?”

“Benar Nona He, ada hubungannya denganmu. Kamu masih ingat terakhir kali Tuan Muda membawamu berobat ke Dokter He? Dia sepertinya waktu itu menemukan sesuatu, entah apa. Pada hari penyerangan, ia sempat menelepon Tuan Muda dan memanggilnya datang untuk membicarakan penyakitmu. Sayang, setibanya Tuan Muda di tempat praktik, Dokter He sudah tergeletak di tanah dalam kondisi berdarah-darah. Yang dianggap membunuh pun jadinya Tuan Muda,” urai Erin.

Vero He mengernyitkan alis. Ia tahu dirinya memang punya penyakit psikologis. Dokter He adalah psikiater yang membantunya perlahan-lahan memulihkan diri. Selain kakak, orang lain yang bisa dia percayai ya Dokter He.

Waktu itu ia kehilangan kendali, kakak membawa dia ke tempat praktik Dokter He. Si dokter memberi terapi seperti biasa, namun pada tidak berefek. Vero He makin lama makin kehilangan kendali, lalu puncaknya terbangun dari proses terapi.

Vero He ingat tatapan Dokter He padanya saat itu sangat ganjil. Dilihat dari tatapannya, Dokter He sepertinya menemukan rahasia yang mengagetkan. Hari itu, terapi Vero He tidak dilanjutkan lagi. Dokter He menyuruh kakak untuk membawanya pulang.

Dokter He sebenarnya menemukan apa? Apa sebenarnya rahasia yang ada di tubuh dirinya sampai si dokter dibunuh?

Melihat Vero He larut dalam pemikiran, Erin mengajak bicara lagi: “Nona He, sekarang saat-saat yang menentukan. Tuan Muda terus melindungimu dan menyuruhku tidak cerita padamu. Namun, berhubung kejadian ini bermula dari kamu, aku akan mengatakan sesuatu yang kuharap bisa kamu lakukan.”

Erin sudah bekerja dengan Vero He dua tahun lamanya. Ia selalu hati-hati dalam mengurusi apa pun biar tidak menyakiti orang. Vero He sangat jarang melihat Erin yang bicara seblak-blakan ini. Ia merasa agak asing dengan sikapnya sekarnag.

Vero He adalah pemicu utama kasus ini, tetapi semua orang menyembunyikan fakta itu darinya. Mereka semua melindunginya dengan sangat baik. Yang baik-baik jelas akan mereka ceritakan, tetapi yang negatif-negatif semuanya disembunyikan dengan rapat.

Papa takut Vero He kehilangan kendali lagi, kakak takut tidak bisa menemaninya di sebelah karena dipenjara, Dokter He juga diserang…… Kemarin, mendengar cerita Pengacara Min, Vero He sudah menebak masalah ini sungguh tidak sederhana.

Teringat James He yang mendekam di balik jeruji besi, si bos bertanya: “Erin, aku perlu melakukan apa?”

“Amati situasi dengan tenang. Pada waktu-waktu begini, jangan tambah kekacauan.” Kemarin saat Vero He tiba-tiba menghilang, Tuan Besar He panik sampai mau jantungan. Seluruh anggota keluarga jadi gelisah karena kepergian si bos. Niat Vero He sebenarnya baik, yakni mencari bukti yang bisa membebaskan kakak. Yang tidak benar adalah kepergiannya yang terjadi tiba-tiba. Kalau sampai ini terjadi lagi, Erin khawatir Tuan Besar He akan benar-benar jantungan.

Vero He melihat raut Erin yang sangat khawatir. Ia mengangguk: “Baik. Maaf Erin, aku sudah kabur. Aku tidak bermaksud membuat kalian khawatir.”

Membahas soal kejadian itu, Erin jadi teringat sesuatu: “Nona He, ada sesuatu yang ingin aku tanyakan. Bagaimana kamu bisa melompati jendela setinggi dua meter lebih itu?”

Vero He mengernyitkan alias. Ia paham yang dimaksud Erin adalah jendela di belakang kamar mandi. Ia pun menjawab: “Aku juga tidak tahu. Mungkin karena hatiku sangat gelisah, tubuhku jadi mengumpulkan kekuatan untuk membuat lompatanku berhasil. Memang kenapa?”

“Tidak sih, hanya tanya saja. Biasanya saat kamu berada dalam kondisi begitu, tubuhmu terlihat sangat lemas soalnya. Pokoknya, lain kali jangan begitu lagi ya. Kami sungguh khawatir.”

Terlibat pembicaraan serius, keduanya tidak menyentuh lagi makanan yang masih tersisa, apalagi Vero He sendiri juga tidak nafsu makan. Si bos pun memanggil pelayan untuk membayar tagihan. Keduanya keluar dari restoran dan menyeberang jalan untuk kembali ke kantor. Di lift, Erin mendapat sebuah telepon. Raut wajahnya mendadak berubah. Tanpa keburu pamit pada Vero He, ia langsung pergi dengan buru-buru.

Vero He berdiri diam saja di lift. Ia tidak keburu bertanya apa yang terjadi saking cepatnya kepergian Erin. Pintu lift perlahan tertutup, lalu Vero He pun tiba di lantai tujuan.

Dalam urusan kakak ini, Vero He tidak bisa membantu apa-apa. Hal satu-satunya yang bisa dia lakukan adalah tidak membuat mereka khawatir. Jelas-jelas masalah ini disebabkan oleh dirinya, tetapi dia malah tidak bisa apa-apa. Bisa dibayangkan kan betapa frustrasinya berada dalam situasi seperti itu?

Tubuh dan pikiran Vero He terasa sangat lelah setibanya di ruang kerja. Pembunuhan Nick he ada hubungan dengan dirinya…… Sebenarnya apa yang ingin disembunyikan si pembunuh? Vero He duduk di kursi dan memejamkan mata. Dalam benaknya muncul bayangan tubuh prai yang ada di jembatan kemarin.

……

Erin bergegas ke daerah pinggiran kota. Melalui pelacakan plat kendaraan dan tes kemiripan wajah, orang suruhannya sudah menemukan orang yang paling dicurigai sebagai pembunuh Nick He. Mereka terus menelusuri kepergiaannya sampai ke pinggir kota. Ketika bertemu dengan sosoknya, si pembunuh ternyata malah sudah tidak bernyawa.

Erin memarkir mobil di luar garis polisi. Beberapa polisi sedang mengumpulkan bukti di sekitar. Seorang pria bermantel menyambut Erin, “Adik, aku sudah mencari si pembunuh berdasarkan informasi dan nomor kendaraan yang kamu berikan. Saat aku menemukannya, ia sudah meninggal dua hari.”

Asisten Vero He itu mengernyitkan alis. Si pembunuh sudah meninggal, kasus berarti kena jalan buntu. Ia bertanya, “Dia meninggal karena apa?”

“Tembakan. Di tempat kejadian ia terlihat seperti bunuh diri, tetapi pengalamanku dalam bidang ini selama bertahun-tahun menilai dia dibunuh. Kami sudah mengecek senjata yang ada di tangannya. Tembakan terakhir adalah tembakan yang menembus kepalanya.”

Mayat sudah dibawa pergi, namun bau tidak sedap masih tercium di sekitar. Erin menutupi hidung dengan ujung pakaian. Ia mau muntah, namun tetap memaksakan diri untuk mendekati sedan si pembunuh. Erin membaca sekilas plat kendaraan, memang benar itu mobil yang ia cari. Di kaca mobil ada bercak darah. Seharusnya sih itu darah bekas tembakan yang menyiprat.

Melihat besaran area bercak darah, Erin merasa ini penembakan dari jarak jauh dan bukan jarak dekat.

“Ada sidik jari di senjata?”

“Ada, tetapi hanya sidik jari si pembuuh yang wafat itu. Di mobilnya, kami menemukan kacamata hitam dan topi yang sama dengan foto pada kamera CCTV parkiran bawah tanah. Di bagasi mobil, kami juga menemukan pisau yang dipakai untuk membunuh Dokter He. Aku bisa mengatakan begini karena di pisau itu ada darah Dokter He, juga ada sidik jari dia sendiri. Tanpa diragukan lagi, dialah pembunuh Dokter He,” kata si pria yang terus mendampingi Erin.

Erin mengelilingi mobil sedan pembunuh satu putaran. Ia lalu bertanya, “Kalian bagaimana bisa menemukan mobil ini?”

Mobil berada di area ini seharusnya tidak mudah ditemukan, begitu pikirnya.

“Ada pemulung yang melintasi mobilnya. Kata pemulung itu, mobil itu sudah terparkir dua hari di sini. Pada hari pertama dia kira si pembunuh hanya tidur, lalu di hari kedua ia melihat bercak darah di kaca. Ketika didekati, si pemulung juga mencium bau busuk mayat dari dalam. Ia pun segera hubungi polisi.”

Erin mengangguk. Semua bukti sudah dimiliki. Kematian si pembunuh bisa ditetapkan sebagai aksi bunuh diri. Meski begitu, ia tetap merasa ada sesuatu yang kurang beres. Ketika mereka berkeliling kesana-kemari untuk membebaskan James He dari penjara, bukti tiba-tiba muncul. Ini seperti durian runtuh dari langit.

Pihak jahat jelas-jelas berencana menjebak James He, bahkan membersihkan semua bukti yang ada di tempat kejadian dengan sempurna. Mereka kesulitan menemukan si pembunuh, namun tiba-tiba si pembunuh ditemukan di tempat terbuka begini. Sebenarnya para penjahat inginnya apa?

Kasus pembunuhan ini sangat rumit. Si pembunuh bukan bunuh diri, melainkan dibunuh orang. Pembunuhnya pasti bukan cuma murni ingin membunuh, tetapi ingin menyembunyikan sesuatu. Yang jadi pertanyaan adalah apa sesuatu itu?

“Di tempat kejadian ada bukti lain?”

“Saat ini tidak ada bukti apa-apa lagi. Jalanan sangat sepi, juga tidak ada kamera CCTV. Untuk saat ini, kita hanya bisa menunggu hasil otopsi dari rumah sakit untuk mengetahui detil pembunuhannya.” Si pria melanjutkan, “Adik, ini bukan pembunuhan biasa. Si pembunuh rasa-rasanya seperti pembunuh berantai. Kabar baiknya, begitukita berhasil menangkapnya, bosmu akan langsung dibebaskan.”

Erin kembali mengelilingi sedan pembunuh. Sambil mengamati polisi mengumpulkan bukti, ia menyuruh: “Minta rumah sakit untuk menyimpankan peluru yang ditembakkan ke dirinya. Bandingkan peluru itu dengan peluru yang dipakai dalam pembunuhan sadis di gudang barang bekas. Aku yakin dua kejadian ini saling berhubungan.”

“Baik, nanti kalau sudah ada hasilnya aku akan kabari kamu,” angguk si pria.

Erin berdiri sejenak, lalu masuk mobil dan bergegas pergi. Setelah Erin cabut, si pria kembali mengawasi proses pencarian bukti oleh polisi. Erin mengemudi balik ke kota. Di tengah perjalanan, ponselnya berdering karena dapat telepon dari Pengacara Min. Si pria paruh baya melapor, “Nona He, polisi barusan mengabarkan mereka sudah menemukan si pembunuh. Tuan He dianggap tidak bersalah. Aku sekarang mau ke kantor polisi untuk menjemputnya, kamu mau ikut?”

“Tidak,” jawab Erin dengan langsung menutup telepon. Ia mengamati jalanan depan dengan pikiran campur aduk. Teringat suasana di ruang interogasi kemarin, ia paham ia harus jaga jarak dari James He.

Pengacara Min menatap tulisan telepon yang disudahi dengan bingung. Selama Tuan He dipenjara dua hari ini, Erin sangat-sangat khawatir. Sekarang, ketika yang dikhawatirkan mau dibebaskan, kok dia malah bersikap dingin?

Nampaknya pepatah “pikiran wanita tidak ada yang tahu” memang tepat.

……

Di ruang teh yang harum, Taylor Shen mengeluarkan sebuah kalung dari kantong jas dan menyodorkannya ke Shadow. Ia sudah mengamati kalung itu sepanjang pagi, namun tidak menemukan petunjuk apa-apa. Oleh sebab itu, ia pun mengajak Shadow untuk bertemu.

Selama Tiffany Spng hilang waktu itu, Shadow menghabiskan sangat banyak tenaga untuk kembali menemukannya. Saat itu James He ada di penjara, jadi tidak mungkin bisa menerima kabar Tiffany Song diculik. Anehnya, pria itu bisa tahu keberadaan si wanita dengan akurat.

Kalung ini ditemukan di tubuh Jacob Shen. Mungkin kalung ini sengaja dipasangkan Vero He di leher si anak biar James He bisa langsung menolong si bocah. Itu berarti kalung ini memiliki sesuatu yang bisa mengirim kabar pada James He, entah apa sesuatunya.

Shadow menerima kalung itu dan mengeceknya dengan seksama. Ia menemukan petunjuk: “Di dalam kalung ini, ada pelacak lokasi mini terbaru produksi Amerika. Pelacak lokasi ini bisa dipasang di kalung, cincin, dan benda-benda kecil lain. Sekalinya dinyalakan, sistem akan langsung mengirim lokasi tempat si pemakai berada pada orang yang juga punya perangkat ini. Tuan Muda Keempat Shen, kakak iparmu ini hebat. Pelacak lokasi mini ini belum ada di dalam negeri, ia pasti mengimpornya langsung dari Amerika.”

Taylor Shen mengambil kembali kalung itu. James He memberikan Vero He pelacak lokasi, apa mungkin dia dari awal sudah bisa memprediksi adiknya itu bakal mengalami sesuatu? Memang gila sih perlindungan James He pada Vero He. Pantas saja selama lima tahun tidak ada satu orang pun tahu Vero He adalah Tiffany Song.

Bahkan, kalau Taylor Shen tidak berinisiatif menemui Vero He, ia sampai sekarang mungkin tidak tahu Tiffany Song masih hidup.

Taylor Shen mengelus-elus liontin yang ada di kalung. Melihat dia sedang berpikir keras, Shadow bertanya, “Punya ide jahat apalagi kamu?”

“Apa ada cara untuk melubangi permata liontin ini, mengeluarkan pelacak lokasi mini yang ada di dalamnya, lalu membuat kalung baru?” Taylor Shen mengelus dagu. Wanitanya mengenakan kalung pemberian pria lain…… Ini agak menganggu sih sejujurnya.

Shadow tidak bisa menahan tawa, “Wah, soal kalung saja kamu cemburu dengan kakak iparmu nih? Gila, jatuh cintamu ini tidak ada obat sih.”

“Ada caranya tidak?” tanya Taylor Shen tanpa memedulikan lawakan Shadow.

“Ada, tapi kami yakin mau mengeluarkan pelacak lokasi mininya? Benda itu tersambung dengan perangkat yang dipegang kakak iparmu loh. Saranku sih kita pindahkan sambungannya ke perangkat yang kamu pegang, lalu kamu berikan kalung baru pada si wanita. Kalau si wanita butuh bantuan, perangkatmu lah yang bakal mengeluarkan sinyal. Dengan begini, kamu tidak akan ketinggalan langkah dengan kakak iparmu,” cetus Shadow.

Novel Terkait

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Summer
Romantis
4 tahun yang lalu
Awesome Guy

Awesome Guy

Robin
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Kembali Dari Kematian

Kembali Dari Kematian

Yeon Kyeong
Terlahir Kembali
3 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Eternal Love

Eternal Love

Regina Wang
CEO
3 tahun yang lalu
Aku bukan menantu sampah

Aku bukan menantu sampah

Stiw boy
Menantu
3 tahun yang lalu
Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
4 tahun yang lalu
My Secret Love

My Secret Love

Fang Fang
Romantis
5 tahun yang lalu