You Are My Soft Spot - Bab 269 Buka Hati dan Dengar Penjelasannya (2)

Barusan dirinya sudah sangat dekat dengan kematian, untung Taylor Shen akhirnya melepas.

Taylor Shen masih berdiri di hadapan Angelina Lian dengan tatapan murka. Dengan kedua tangan ditaruh di belakang punggung, ia menyuruh dingin: “Kirim dia ke kamp pengungsi di Afrika. Selamanya jangan biarkan dia pulang.”

Angelina Lian makin sadar selama ini Taylor Shen masih lembut meski para pengawal pribadinya sudah sangat keras. Kelembutan itu sekarang sudah melampaui batas dan tidak bisa dipertahankan lagi.

“Baik, CEO Shen!”

Tanpa melihat si wanita lagi, si pria berbalik badan dan berjalan keluar.

Di dalam lift, Taylor Shen berdiri dengan posisi bersandar pada tembok. Tangannya terasa nyeri. Begitu ditengok, ia menemukan beberapa titik darah dan luka cengkeraman di sana. Brengsek!

Si pria memejamkan mata dalam-dalam. Tidak lama kemudian, ia kembali teringat Vero He tidak henti-hentinya memanggil nama Anna tadi. Hatinya pilu lagi.

Banyak sekali orang yang tidak suka melihat mereka berdua bahagia. Mengapa mereka semua mau melihat dia, Vero He, dan Anna mati? Semakin dipikir, hati Taylor Shen makin pilu. Meski begitu, ia bersyukur tadi masih bisa menghentikan aksinya mencekik Angelina Lian walau kemarahan sudah memuncak. Wanita seperti itu tidak boleh diberi kematian yang mudah. Angelina Lian sudah membuat dirinya menderita seperti sekarang, jadi ia harus membalas dengan membuatnya merasakan penderitaan yang lebih parah!

……

Di dalam ruang kerja CEO HE’s Corp, Angelina Lian berdiri di depan meja kerja James He dan menyerahkan selembar laporan padanya. Si bos menatapnya sekilas, “Cepat juga kerjamu.”

Erin tidak bisa menafsirkan ini benar-benar pujian atau hanya ledekan. Ia diam saja.

James He menaruh berkas di pinggir meja dengan niat mempersulit Erin: “Mataku pegal, kamu bacakan saja deh laporannya.”

“……” Erin bersyukur tadi tidak besar rasa waktu dipuji, ternyata itu hanya sebuah ledekan. Kalau James He bisa bilang matanya pegal, ia bisa bilang mulutnya pegal tidak sih? Tetapi, Erin tidak berani benar-benar bilang begitu karena yakin bakal kalah. Sebagai bawahan, ia hanya bisa menurut, “Baik. Tujuh tahun lalu, dua hari sebelum pernikahan Nona He dan Taylor Shen dihelat, William Tang dan Nona He sempat berjumpa. Pria itu lalu pergi ke luar negeri. Ketika terjadi sesuatu pada Nona He, ia sempat kembali sekali dan menyapukan makam Nona He. Setelah itu, mungkin karena punya terlalu banyak memori buruk dengan Kota Tong, ia pindah ke cabang perusahaan yang di Amerika. Sejak saat itu sampai tujuh tahun kemudian, yang artinya sekarang, dia tidak pernah menginjakkan kaki di China lagi.”

“Jadi maksudmu dia sudah sepenuhnya melepas Vero He?” tanya James He sambil mengelus dadu. William Tang adalah mantan suami Vero He selama hampir delapan tahun. Dia bisa jadi pria yang pernah paling disayangi oleh adiknya itu. Kalau bukan William Tang, siapa lagi coba?

“Aku tidak tahu sudah melepas atau belum, sebab istrinya setengah mirip dengan Nona He. Mereka menghelat pesta pernikahan besar-besaran lima tahun lalu di New York. Sekarang ia sudah jadi ayah dua anak, kelihatannya hidupnya sangat bahagia,” tutur Erin.

James He membolak-balik laporan dan menemukan sebuah foto keluarga lengkap. William Tang dan istrinya masing-masing menggendong satu anak. Anak yang laki-laki sudah besar, anak yang perempuan masih kecil. Mereka tersenyum gembira menatap lensa. Kalau diliahat dengan seksama, istri pria itu memang agak mirip dengan Vero He.

James He mengangkat foto itu dan menatapnya lekat-lekat. Ia lalu mendongak menatap Erin: “Coba lihat foto ini deh.”

Tanpa keraguan apa pun dengan suruhan si bos, Erin berjalan memutari meja kerja ke sebelah James He. Ia menunduk dan mengamati foto yang ada di tangan pria itu. Ketika tatapannya tidak sengaja melewati jari-jari James He yang panjang, pikiran aneh-aneh seketika melintasi alam pikirannya. Wajah wanita itu langsung memerah.

James He menyadari perubahan warna wajah Erin. Ia menyipitkan mata heran dan bertanya, “Mengapa wajahmu tiba-tiba merah? Sangat tampan ya?”

Yang James He tanyai sangat tampan atau tidak adalah sosok William Tang, bukan dirinya sendiri. Dengan begitu, jelas sekali wajahnya sangat masam ketika bertanya. Ia kembali meliaht foto William Tang dan lagi-lagi merasa tidak begitu sreg dengan penampilannya. Tanpa menanti jawaban Erin, pria itu menambahkan: “Dia tampan juga kamu tidak punya kesempatan. Dia sudah menikah.”

“……” Erin tidak mau mendebat karena takut kelepasan menyampaikan pikirannya barusan. Dengan karakter James He yang seperti ini, kalau tahu apa yang dia pikirkan barusan, hati pria itu pasti bakal berbunga-bunga dan terbang ke langit ke tujuh.

“Aku hanya kagum dengan selera Nona He yang super bagus. William Tang ini sangat tampan dan elegan. Jelas-jelas usianya sudah tiga puluh tahunan, namun penampilannya mirip orang yang baru lewat usia dua puluh lima,” kata Erin.

James He jadi makin tidak senang, “Apaan, orang seperti banci begitu.”

“……” Erin langsung risih mendengar bosnya merendahkan orang begini. Gila, ini mulut pedas sekali! Ia membela William Tang: “Dia itu sangat bertalenta. Dengar-dengar cabang perusahaa di Amerika sana jadi sangat maju setelah dia pimpin.”

James He menaruh foto di meja dengan hati yang makin sebal. Ia tidak mau kalah, “Aku sendiri juga sangat berbakat sih, buktinya He’s Corp juga sangat maju.”

Erin ingin menanggapi sesuatu, namun membatalkan niatnya. Ia mengembalikan arah pembahasan ke topik utama, “Melihat foto ini, di luar wajah istrinya yang sangat mirip dengan Nona He, mereka berempat terlihat sangat bahagia. William Tang tidak mungkin jadi “hantu” di balik semua kejahatan ini.”

Sejak menonton the Phantom of the Opera, mereka berdua memanggil orang yang menculik Vero He dengan sebutan “hantu”.

“Mengapa kamu bilang tidak mungkin? Karena kamu bilang dia tampan ya?” tuduh James He. Objektivitasnya kini sudah terpengaruh dengan ketidaksenangan dia dengan pujian dan pembelaan Erin bagi Wiliam Tang.

“Tuan Muda, bisakah lebih objektif sedikit? Jangan menyerah fisik orang, oke? Lagipula, bukankah penampilan para idola sekarang juga mirip-mirip seperti dia?” tegur Erin.

“Dia itu usianya kurang lebih sama denganku, masak masih bisa kamu samakan dengan idola-idola zaman sekarang? Ngaco kamu.” James He makin lama makin lama makin kesal dengan William Tang. Waktu itu Vero He dibikin menjanda olehnya, ia belum buat perhitungan dan balas dendam sama sekali.

“Itu karena dia awet muda, sementara kamu tidak. Paham kamu?” balas Erin.

“……Awet muda, awet muda, jangan sebut dua kata ini lagi. Biar aku ajarkan kamu aku jauh lebih unggul dari William Tang dalam segala hal!” kata James He.

Si bos kemudian merapikan rambut yang sebenarnya tidak berantakan. Erin dalam hati mengatainya seperti remaja alay yang cari muka di depan lawan jenisnya. Jelas-jelas rambut masih rapih, itu mah buat gaya-gayaan saja biar sok tampan. Berselang beberapa saat, ia berbicara lagi, “CEO He, kita sudah melenceng sangat jauh dari topik. Mari kita lanjut analisa alasan William Tang tidak mungkin melakukan ini semua.”

James He menggertakkan gigi. Wanita ini tidak sadar dia memang sedang ingin mencoba membuat dirinya terlihat menarik di hadapannya ya? Atau Erin ini maunya langsung cara yang paling kasar dan memaksa?

Hati si pria merasa kecewa. Aduh gagal, dasar wanita tidak peka dan pengertian!

“William Tang sekarang sudah sukses dalam pernikahan dan pekerjaannya, juga tidak pernah balik ke China lagi, Kalau kita anggap dia mengendalikan ini semua dari luar, ia tidak mungkin bisa membuat ini semaua berjalan sangat sempurna dan selalu menang. Jadi, aku yakin si pelaku bukan dia. Dia tidak punya alasan untuk berbuat jahat, penampilannya juga tidak mirip orang yang kejam,” lanjut Erin soal topik pembahasan.

James He kembali menatap foto. Satu keluarga yang ada di sana terlihat seperit keluarga idaman yang didambakan semua orang. Ia lalu bertanya, “Terus bagaimana kamu menjelaskan soal penampilan istrinya yang mirip dengan Vero He?”

“Mungkin kebetulan saja.”

“Hal-hal yang terjadi belakangan ini mungkin dia memang tidak ikut campur, namun penculikan Vero He tujuh puluh tahun lalu bisa jadi ada kaitannya dengan dia. Bagaimana pun juga, saat itu dia masih sayang Vero He. Kalau ada kesempatan untuk bisa berbalikan dengannya, ia pasti akan mencobanya,” analisis James He.

Erin berpikir sejenak, lalu mengungkapkan persetujuan sekaligus ketidaksetujuan: “Aku setuju dengan pendapatmu, namun aku tidak yakin juga dengan itu karena latar belakang keluarganya baik. Waktu menyelidiki kehidupannya sekarang, aku juga sekalian menyelidiki tentang kedua orangtuanya. William Tang dari kecil hidup di keluarga yang lurus-lurus saja. Papa dan mamanya sangat memanjakan dia, jadi ia tumbuh besar tanpa pernah mengalami ketidakenakan apa pun. Yang ia dapatkan paling banyak adalah cinta dan bukan benci, jadi hidupnya penuh cinta dan harapan. Orang-orang yang bisa melakukan penculikan, penyekapan, dan pembunuhan biasanya orang-orang yang sifatnya memang sadis, dari kecil tumbuh di lingkungan yang tidak baik, atau pun pernah menyaksikan sendiri tiga kejadian itu. Kehidupan William Tang berbanding seratus delapan puluh derajat dari kehidupan orang-orang itu.”

James He melipat dahi. Meski tidak senang Erin memuji William Tang, ia mau tidak mau harus mengakui analisanya masuk akal. Para psikopatg cinta biasanya memang punya masa kecil yang tidak bahagia dan jarang diberi perhatian dari orang lain.

“Kalau bukan William Tang, lantas siapa si “hantu” itu?”

Erin bertutur, “Tuan Muda, kamu pernah mengajarkanku kita harus telusuri orang lain kalau orang yang sudah ditelusuri tidak masuk logika. Terus, kamu juga pernah bilang orang yang semakin tidak mungkin melakukan sesuatu bisa jadi malah merupakan yang paling mungkin.”

“Maksudmu kamu curiga dengan William Tang?” Dahi James He terlipat lebih tebal lagi. Barusan Erin bilang ini dan itu panjang lebar, akhir-akhirnya tetap setuju dengan tuduhan dirinya pada William Tang?

“Tidak, masih ada satu orang lagi yang memenuhi kriteria ini. Orang ini pernah mencintai Vero He, namun sudah mati.” Erin baru menelusuri orang yang tidak jelas di mana keberadaannya ini di tengah penelusurannya terhadap William Tang.

“Siapa?” tanya Karry Lian. Setelah bertanya, benaknya terpikir sesuatu. Orang yang pernah mencintai Vero He dan sudah mati, jangan-jangan…… “Karry Lian?”

“Betul, itu dia maksudku!” angguk Erin.

Saat itu juga, semua hal yang membingungkan jadi saling terkait. James He akhirnya paham mengapa ketika ditemukan di tengah badai salju Vero He terus meneriakkan nama Karry Lian. Ia sendiri tidak pernah berpikir mengapa Karry Lian bisa muncul di sana, juga mengapa Vero He kabur dalam keadaan tubuh penuh luka.

Kalau memang si “hantu” adalah Karry Lian, maka misteri terpecahkan. Yang jadi masalah, Karry Lian kan sudah mati……?

“Kepala penjaga kantor polisi dulu orang keluarga Lian, terus yang memfitnah Nona He adalah Angellina Lian. Jadi, aku punya alasan kuat untuk menuduh Karry Lian lah yang membawa pergi Nona He dan menyembunyikannya,” kata Erin.

“Tetapi dia sudah mati.” James He sebelumnya tidak pernah mencurigai Karry Lian sebab Vero He bilang dia sudah mati ketika menolongnya.

Erin terdiam. Kalau orangnya memang benar sudah mati, maka sekarang mereka tidak mengalami masalah apa-apa lagi. Pada kenyataannya, masalah masih terus datang silih berganti. Itu berarti si pelaku masih hidup.

Jadi, siapa sebenarnya yang merupakan “hantu”?

“Apa jalan berpikir kita keliru?” tanya Erin bingung. Ia bertanya lagi, “Siapa tahu motif si “hantu” bukan benci karena cinta? Si “hantu” bisa juga merupakan perempuan yang suka dengan Taylor Shen.”

“Bisa jadi juga. Kalau pelakunya perempuan yang naksir Taylor Shen dan iri dengan Vero He, maka ada satu orang yang sangat layak dicurigai. Itu adalah Angelina Lian. Sebelum dia bangun dari koma tidak ada apa-apa yang terjadi, lalu sekalinya dia bangun masalah datang bertubi-tubi,” dukung James He.

Erin mengernyitkan alis. Ia tidak bermaksud meremehkan Angelina Lian, namun ia merasa wanita itu tidak punya kemampuan untuk melakukan semua hal besar ini.

Melihat ekspresi bingung dan sedikit frustrasi di wajah Erin, James He mengakhiri: “Kita sudahi dulu diskusi ini untuk sementara. Aku masih ada satu urusan lagi yang perlu bantuanmu.”

Jadi, selesailah diskusi ini tanpa hasil yang pasti. Sebelum benar-benar mengakhiri diskusi, Erin masih punya satu saran yang terpikir beberapa waktu lalu, “Tuan Muda, aku tahu kamu sangat melindungi Nona He, tetapi semua masalah harus secara objektif dikembalikan ke objek yang jadi masalah itu sendiri. Kalau kita melakukan penyelidikan tanpa melibatkan Nona He, kita akan sangat buang waktu. Kalau kita bertanya pada Nona He dan dia bersedia bercerita apa yang terjadi waktu itu, pekerjaan kita akan jauh lebih ringkas. Kita bisa akan segera menemukan si “hantu” dan menghentikan hal aneh-aneh yang terus terjadi pada kita.”

“Kata-katamu itu masak aku belum pernah pertimbangkan? Aku pernah memikirkannya, tetapi kamu tahu tidak betapa susahnya mengembalikan Vero He jadi normal? Aku tidak ingin melihatnya terluka untuk yang kedua kali, jadi aku rasa idemu itu kurang cocok.” James He membuang nafas pasrah. Ia tidak mau Vero He kenapa-kenapa. Ia tidak mau melihatnya setengah gila dan setengah waras lagi seperti dulu.

Mulut Erin bergerak-gerak, namun wanita itu pada akhirnya tidak membujuk lagi. James He lebih memilih cara yang sulit daripada cara yang mudah demi menjaga luka Vero He. Punya kakak sebaik ini, Nona He super beruntung.

Novel Terkait

More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu
Rahasia Seorang Menantu

Rahasia Seorang Menantu

Mike
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
4 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
4 tahun yang lalu
Siswi Yang Lembut

Siswi Yang Lembut

Purn. Kenzi Kusyadi
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
My Beautiful Teacher

My Beautiful Teacher

Haikal Chandra
Adventure
4 tahun yang lalu
My Lifetime

My Lifetime

Devina
Percintaan
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku CEO Misterius

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Vinta
Bodoh
4 tahun yang lalu