You Are My Soft Spot - Bab 311 Masih Berani Sembunyi, Apakah Ingin Mati? (2)

Rasa sedih yang luar biasa itu membuat Vero tidak bisa menerimanya, dia menangis dan tiba-tiba diam, Erin menundukkan kepalanya untuk menatapinya, barulah dia menyadari bahwa Vero terbaring didalam pelukannya dan pingsan.

Erin menghempaskan nafasnya, Marco mendekat dan mengendong Vero, dia berkata, "Hari sudah mulai gelap, disini adalah perbatasan, tidak boleh terlalu lama disini, kita pulang dulu saja."

"Baik." Erin berdiri, kedua kakinya sudah mati rasa, langit terlihat gelap, dan mulai turun salju, Erin berbalik menatapi kuburan kecil itu, dia mengulurkan tangannya dan mendirikan kembali batu nisan itu.

Dimatanya terlihat sedih, dia menatapi Vero yang sudah digendong pergi oleh Marco dan ssegera mengikuti mereka.

........

Vero membuka kedua matanya, yang terlihat dimatanya adalah langit-langit berwarna putih, diatas sana ada sebuah lampu, sinarnya sedikit remang, dihidungnya tercium bau disinfektan, dia memutarkan kepalanya dengan kaku, terlihat dikursi sana tengah duduk seorang lelaki.

Didalam ruang pasien, suara membakar arang terdengar, terkadang ada sedikit ledakan kecil, dan kembali tenang saja, lelaki itu mengenakan jaket yang terbuat dari bulu domba, dan sepertinya tengah tertidur sebentar.

Vero tidak bisa membedakan apakah ini adalah kenyataan atau mimpi dalam sekejap, dia berkata, "Karry, dimanakah anakku?"

Taylor tidak tertidur lelap, disini terlalu dingin, meskipun ada pembakaran arang, namun tetap saja tidak bisa menahan udara dingin yang menyerang dari segala arah, jadi sekali Vero berkata, dia langsung bangun.

Mendengar Vero memanggil Karry, Taylor mengerutkan keningnya, dia meantapinya dan bertemu dengan matanya yang sudah merah dan membengkak, seluruh rasa tidak ikhlas dan iri hatinya menghilang menjadi keluhan tak bersuara, "Sudah bangun?"

Vero mengira bahwa dirinya halusinasi, jika tidak bagaimana mungkin dia bisa mendengar suara Taylor disini, bagaimana mungkin bisa melihat dia disini, dia mengedipkan matanya dan ketika matanya terbuka yang terlihat tetaplah adalah Taylor.

Dia ingat, dia bertengkar dengan Taylor, lalu dia datang ke kota A, dan pergi ke kota kecil Luoshui untuk menjenguk Anna, dia menutup matanya dan memutarkan kepalanya, "Mengapa kamu datang kemari?"

"Aku tahu kamu datang ke kota A, aku tidak bisa tenang, Tiffany, putarlah kesini, biarkan aku melihatmu," Suara Taylor terdengar sedikit serak, dasar orang bodoh ini, hanya karena satu kata tidak percaya darinya saja, dia langsung jauh-jauh datang kesini untuk mencari ingatannya, bagaimana mungkin dia bisa sebodoh ini hingga Taylor merasa sakit hati?

Nafas Vero terhenti, matanya memerah, air matanya mengalir turun, dia berkata, "Kamu tidak seharusnya berada disini."

"Kamu pernah berjanji kepadaku, mau membawaku pergi menjenguk Anna." Taylor berdiri, kedua kakinya sedikit mati rasa karena dingin, dia menatapinya, melihat Vero tengah menangis, seketika hatinya seperti teriris, dan seperti ditinju oleh orang lain di jantungnya, sakitnya membuatnya bahkan susah untuk bernafas.

Taylor mengulurkan tangannya untuk menghapus air matanya, "Tiffany, jangan menangis."

Vero mengulurkan tangannya untuk mendorong tangan Taylor, dia terbaring kesamping, "Kamu tidak seharusnya datang, pulanglah."

Taylor menatapi sosok belakangnya yang begini, dia lalu duduk diatas kasur dan terbaring dibelakang Vero, dan memeluknya kedalam pelukannya, "Kamu ada disini, aku tidak akan pergi kemanapun."

Vero gemetaran parah didalam pelukannya, sepasang matanya merah bagaikan sakit saja, dia ingin bergeser kepinggir kasur, namun dipeluk erat oleh Taylor, Vero marah hingga ngos-ngosan, "Taylor, kamu jangan mengira kamu begini aku akan memaafkanmu, lepaskan aku."

"Tidak mau, Tiffany." Dia pernah lepas tangan sekali dan hampir membuat mereka terpisah selamanya, jadi dia tidak akan melepaskannya lagi, sekalipun diikat, dia juga akan mengikatnya disampingnya.

"Kamu tidak tahu malu!"

"Apapun yang kamu katakan, aku juga tidak akan melepaskan tanganku lagi, maafkanlah aku, aku sudah salah." Taylor memeluknya dengan erat, mereka berdua menempel bersatu, dia tidak ingin merasakan perpisahan lagi.

Vero dendam sekali, Taylor tidak mau lepas tangan, tiba-tiba Vero mengigit punggung tangan Taylor, dia mengigitnya dengan ganas, Taylor kesakitan hingga tnagannya gemetaran, namun dia tidak menariknya kembali, "Tiffany, kamu gigit saja, asalkan kamu senang, sekalipun kamu gigit tangan ini hingga cacat, aku juga rela."

Vero merasakan darah didalam mulutnya, terakhir, dia juga tidak tega, dia melepaskan gigitannya dan tidak ingin mengakui dirinya tidak tega, dia berkata, "Darahmu akan mengotori mulutku."

Taylor tidak bisa mempedulikan tangannya yang berdarah itu, dia terus memeluk Tiffany dengan erat, bibirnya menempel dirambutnya, dia tahu Tiffany datang ke kota A, hati Taylor terus saja tidak tenang, saat ini ketika melihatnya tidak ada apa-apa, barulah hatinya tenang.

"Atau kasih kamu satu pisau saja?"

"Aku tidak ingin dipenjara." Vero menghempaskan nafasnya, matanya tidak sengaja melirik kearah tangan Taylor, gigitannay sangatlah dalam, darahnya sudah membeku, didalam hatinya sebenarnya dia juga merasa sedikit bersalah.

Mereka bersama selalu membuat mereka sama-sama terluka, sudah begitu lelah, namun mereka juga sama saja tidak ingin melepaskan satu sama lainnya, mereka ditakdirkan untuk menyiksa lawan mereka seumur hidup.

Taylor tentu saja tahu bahwa Vero tidak bermaksud demikian, dia memeluknya dengan puas, didalam kamar pasien yang kecil ini, dengan pemandangan salju diluar sana, Taylor memilikinya sudah merasa puas untuk hidup ini.

Erin mendorong pintu dan melihat mereka berdua yang tengah terbaring diatas kasur, Vero tengah berada didalam selimut, Taylor mengenakan jaket dan memeluk Vero dari luar selimut, itu adalah sebuah gerakan yang sangatlah mesra. Wajah Erin merah, dia bergegas menutup pintu dengan pelan dan berbalik bertemu dengan lelaki dengan wajah yang marah itu, di merapatkan bibirnya, orang yang paling sulit untuk diurusin sepertinya adalah oran g ini.

James mengenakan jaket berwarna hitam, didalam koridor yang remang-remang ini, dia seolah akan bersatu dengan kegelapan, dia menatapi Erin, seketika, dia melangkahkan kaki kesamping badannya, dan menangkap tangannya.

Reaksi Erin sangatlah cepat, dia bergegas menghindar, rasa marah didalam tatapan James semakin terasakan, dia berkata, "Masih berani bersembunyi, apakah kamu mencari mati?"

Erin menatapi matanya yang penuh dengan rasa mengancam, dia terpikiran dengan dua hari yang lalu melemparkannya, dia menyusutkan lehernya dan tidak berani melawan lagi dan membiarkan dirinya ditarik keluar olehnya.

..............

"Pecundang!"

Suara barang keramik pecah terdengar, Karry berdiri diantara pecahan barang keramik dan melotot asistennya dengan kejam, "Kamu bilang Taylor juga pergi ke kota A?"

"Iya, penerbangan yang diapply tadi pagi, sekarang mungkin sudah tiba di kota Luoshui." Asistennya berdiri dengan takut disana, melihat lelaki yang seram dihadapannya ini, dia ingin segera pergi.

Karry meletakkan kedua tangannya dipinggang, Tiffany pergi ke kota A, Taylor juga pergi ke kota A, benar-benar, "Hal yang aku perintahkan kalian untuk siapkan apakah sudah beres semua?"

"Iya, semuanya sudah siap, mereka tidak akan menemukan sedikitpun kecurigaan." Kata asistennya.

Karry merapatkan bibirnya, dia sangatlah percaya diri dengan hipnotis dirinya, semua barang yang bisa membuat Vero teringat kembali sudah dihancurkan, bahkan kliniknya juga sudah dibangun ulang, bangunan yang disisakannya itu malah adalah bagian yang paling menderita bagi Vero.

Asalkan ingatan asli dari Tiffany tidak terungkap, maka dia tidak perlu takut masalahnya terbongkar.

"Awasi segala gerak-gerik mereka, ada sedikitpun kejanggalan langsung laporkan kesaya." Kata Karry, dia tidka boleh pergi kekota A, dia tidak bisa merencanakannya sendiri, sekarang dia hanya berharap semua yang sudah direncanakannya sebelumnya sudah cukup.

Dia merendahkan Tiffany, sekalipun dia sudah dihipnotis, namun hatinya juga saja masih menolak dan siaga terhadapnya, dengan begitu dia sama sekali tidak bisa mengontrol dirinya dengan penuh, dan memanfaatkannya sepenuhnya.

Jika perjalanan kali ini Vero mengingat kembali ingatannya, maka Karry sama sekali tidak punya kesempatan untuk mendekatinya lagi.

Tidak boleh, sekalipun memaksanya hingga tidak tahan lagi, Karry juga tidak akan membiarkan Tiffany bersama dengan Taylor, apa yang tidak bisa didapatkannya juga tidak boleh dimiliki oleh Taylor.

Angin dingin bertiup semalaman, Vero membuka kedua matanya, dia menatap kearah salju diluar sana, salju selebat ini, Anna terbaring ditempat itu sendirian dan kesepian, apakah dia akan kedinginan?

Suasana hatinya sangatlah berat, nafas lelaki dibelakangnya semakin stabil, dia meminggirkan dengan pelan tangan sang lelaki yang berada dipinggang dirinya, dia turun dari kasur dengan pelan, kasur pasien yang tua sekali bergerak langsung berbunyi.

Taylor bergerak karena tidak tenang, dia dengan sendirinya meraba-raba, dia tidak menemukan sosok tubuh yang lembut itu, seketika dia terbangun dan terduduk diatas kasur, dia menatapi Vero yang sedang mengenakan jaket, "Kemanakah kamu ingin pergi?"

Vero menatapinya, dia tidak menyangka Taylor bisa begitu siaga, dia menarik seleting jaket dan berkata, "Sedikit lapar, aku mencari sedikit makanan dibawah."

Taylor turun dari kasur, dan mengenakan sepatu, "Aku temani kamu pergi."

Dia tidak berani membiarkannya menghilang dari pandangannya, dia berjalan kesamping Vero, dan mengulurkan tangannya lalu keluar dari kamar pasien, diluar kamar pasien ada 4 orang pengawal, ketika melihat mereka keluar, mereka bergegas mengikutinya.

Mereka berdua turun, disaat ini, kantin rumah sakit sudah tidak ada makanan lagi, angin bertiup kencang diluar sana, salju berterbangan, salju yang begitu lebat membuat jalanan tebal akan salju dan ditutup, mereka sepertinya hanya bisa disini saja.

Salju diluar sana sungguh terlalu lebat, Taylor tidak mengizinkannya keluar, dia lalu menyuruh pengawal membeli makanan, dia lalu membawa Vero kembali ke kamar pasien, Vero tidak melihat Erin dan Marco, dia bertanya, "Dimanakah Erin dan kak Marco? Mengapa tidak terlihat?"

"Marco berada dihotel sedangkan Erin sepertinya dibawa pergi oleh kakakmu."

"Kakakku? Dia juga datang?" Vero menatapinya dengan kaget.

"Iya, dia tahu kalian datang ke kota A, dia datang bersamaku." Jawab Taylor.

Vero terpikiran dengan kemarin dia terjebak dikantor polisi, ketika pualng, kakaknya mencekik leher Erin, kali ini apakah dia akan mencekik leher Erin lagi dan menyalahkannya? Sekali terpikiran hingga disni , dia juga mulai tidak tenang, "Dimanakah mereka sekarang, aku ingin mencarinya."

"Aku tidak tahu, tadi masih berada diluar kamar pasien." Taylor mengerakkan bahunya, James memang seharusnya memberi pelajaran kepada Erin, jika tidak sering membawa Vero ketempat berbahaya dan membuat mereka kaget.

Vero bergegas mengeluarkan hpnya dan menelepon Erin, hp Erin dinonaktifkan, dia menelepon James, dan James tidak mengangkat teleponnya, Vero bagaikan semut yang berada diatas panci panas.

Erin suka kakaknya, dia tahu bahwa kakaknya juga suka dengan Erin, hubungan mereka ini melanggar asusila dan moral, namun dia tidak ingin kakaknya demi dirinya melukai hati Erin lagi.

"Cepat jawab telepon." Vero sangatlah panik.

Taylor mengulurkan tangannya dan mengambil hpnya, Vero ingin merebut kembali, namun langsung dielak oelh Taylor dengan mudah, dia berkata, "James punya logika sendiri, dia tidak akan melakukan hal yang berada diluar batas, lagipula, Erin juga bukanlah orang biasa, siapa yang akan rugi juga belum tentu."

Vero tahu namun baguslah jika hubungan mereka hanya hubugnan majikan dan bawahan, namun ampasnya hubungan mereka begitu rumit.

Novel Terkait

Suami Misterius

Suami Misterius

Laura
Paman
4 tahun yang lalu
Asisten Bos Cantik

Asisten Bos Cantik

Boris Drey
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Unlimited Love

Unlimited Love

Ester Goh
CEO
4 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Mr CEO's Seducing His Wife

Mr CEO's Seducing His Wife

Lexis
Percintaan
4 tahun yang lalu
Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
5 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku CEO Misterius

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Vinta
Bodoh
4 tahun yang lalu
Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
4 tahun yang lalu