You Are My Soft Spot - Bab 243 Mimpi Bersamanya (3)

Taylor Shen menatap Vero He lekat-lekat. Wanita itu terperangah dan tidak memberikan respon apa pun. Si pria jadinya memanggil dia dengan pelan dan khawatir, “Tiffany Song, kamu tidak apa-apa kan?”

“Kakakku tidak mungkin membunuh orang. Tidak mungkin!” Emosi Vero he agak tidak terkontrol. Mengapa kakak bisa seperti ini? Apa psikiater yang dimaksud itu Nick He?

Melihat Vero He agak emosional, Taylor Shen buru-buru menenangkan: “Tiffany Song, tenang sedikit. Kalau kakakmu memang benar-benar tidak membunuh, polisi pasti akan memberi keadilan buatnya. Jangan emosian.”

Taylor Shen mendapat kabar ini kemarin saat membawa Vero He pulang. Ia tidak menceritakannya semalam karena takut Vero He tidak siap. James He hanya difitnah atau benar-benar bunuh orang, tidak ada yang bisa menjawabnya sekarang.

“Polisi? Kamu percaya polisi?” tanya si wanita dengan diikuti senyuman kecut. Kalau polisi layak dipercayai, bagaimana bisa dia tujuh tahun lalu dibawa pergi diam-diam? Ia sungguh adik yang sialan. Kakaknya bermalam di penjara, dia malah mesra-mesraan dengan Taylor Shen tanpa merasa bersalah.

Taylor Shen memegang tangan Vero He, “Aku tidak percaya, tetapi tetap saja kamu harus tenang dulu. Di belakang James He ada segenap keluarga He. Tidak akan ada orang yang berani macam-macam dengan dia.”

Si wanita menarik tangannya tanda penolakan, “Aku tidak peduli ada yang berani macam-macam atau tidak. Aku tidak mau ia terus tinggal di penjara. Antar aku ke kantor polisi, aku mau keluarkan dia.”

Taylor Shen menunduk melihat tangannya yang kosong. Dari belakang terdengar klaskon mobil. Ia baru sadar lampu merah sudah berubah jadi lampu hijau. Pria itu pun melajukan mobil ke kantor polisi.

Mobil baru berhenti di parkiran, Vero He langsung melepas sabuk pengaman dan turun. Wanita itu melangkah cepat masuk gedung kantor polisi. Taylor Shen hanya bisa mengamati sambil berdiri dekat pintu. Ia agak kesal melihat si wanita meninggalkannya begitu saja.

Di dalam gedung, Vero He nyaris bertabrakan dengan Pengacara Min. Ketika mendongak melihat sosok yang nyaris menabraknya, Pengacara Min baru sadar ia kenal dengan sosok itu. Ia bertanya, “Nona He, kamu tidak apa-apa kan? Barusan Tuan He menanyakan kabarmu padaku.”

“Aku tidak apa-apa. Bagaimana kakakku? Apa ada orang yang macam-macam padanya? Kantor polisi tidak meledak kan?” tanya Vero He sambil memegangi tangan Pengacara Min. Ia tidak peduli di sini ada banyak polisi yang berjaga. Pertanyaannya membuktikan ia masih punya trauma dengan kejadian tujuh tahun lalu.

Pengacara Min menengok ke segala sisi. Setelah yakin tidak ada yang memerhatikan mereka, ia baru menjawab: “Nona He tenang saja, kondisi Tuan He sangat baik. Setelah penahanannya sudah lebih dari dua puluh empat jam, ia bisa dibebaskan dengan jaminan dulu.”

Hati dan tubuh Vero He langsung lega. Ia kemudian bertanya dengan harap-harap cemas, “Boleh aku bertemu dengannya?”

“Polisi tidak mengizinkan pihak lain selain pengacara untuk menjenguk. Nona He pulanglah, aku akan mengurus prosedur pembebasan dengan jaminan secepatnya. Kamu tunggu saja Tuan He di rumah, jangan khawatir lagi,” jawab Pengacara Min lembut. Yang paling dikhawatirkan James He adalah adiknya. Asalkan si adik tidak apa-apa, masalah apa pun pasti akan bisa diatasi, tidak peduli seberapa susahnya.

Vero He orang yang cukup rasional. Paham tidak ada solusi lain selain menunggu James He pulang, ia mengangguk saja, “Baik, aku akan pulang. Tolong sampaikan pada kakak aku baik-baik saja dan tidak mengalami apa pun. Suruh dia jaga diri dan kesehatan. Aku menunggu dia kembali ke rumah.”

“Nona He tenang saja, aku akan menyampaikan pesanmu itu kok. Biar aku antar kamu ke depan.” Pengacara Min mengantar Vero He ke depan. Taylor Shen melihat mereka dari kejauhan. Pria itu segera menjatuhkan rokok yang lagi dihisap, menginjaknya biar apinya mati, lalu menghampiri mereka.

Sesampainya di hadapan mereka berdua, Taylor Shen merangkul bahu Vero He dan bicara ke Pengacara Min: “Tolong sampaikan rasa terima kasihku padanya. Oh ya, bilang ke dia aku tidak mengecewakan harapannya.”

Si pengacara paruh baya berdiri di depan melihat mobil yang dikendarai Taylor Shen menjauh. Setelah mereka pergi, ia baru kembali masuk kantor polisi dan memberi laporan pada James He bahwa Vero He berhasil diselamatkan dengan aman.

Mendengar laporan Pengacara Min, James He lega selega-leganya. Ia semalaman tidak tidur karena tidak dapat kabar baik apa-apa. Dalam benaknya, ia terus membayangkan Vero He terbaring dengan kondisi penuh darah dan luka. Pria itu merespon, “Baguslah kalau dia tidak kenapa-kenapa. Itu bagus sekali.”

Sehabis menyampaikan kabar baik, Pengacara Min anehnya menatap James He dengan khawatir. Kasus kliennya kali ini agak sulit. Setelah dua puluh empat jam berlalu, ia tidak yakin pihak kepolisian rela melepaskannya dengan jaminan. Kata-kata yang barusan dia bilang ke James He hanya untuk menenangkannya. Sekarang ia hanya bisa berpikir sepositif mungkin. Yang penting adalah mengeluarkan James He dengan jaminan dulu, lalu hal-hal lainnya bisa direncanakan setelah itu.

James He orang yang sensitive. Melihat tatapan Pengacara Min, ia bertanya curiga, “Pembebasanku ada masalah?”

“Betul. Atasan polisi tidak juga memberi persetujuan, bisa jadi mereka sengaja memperlambat pembebasan dengan jaminanmu. Ada juga suatu faktor yang sangat merugikanmu. Mereka sudah menemukan saksi mata kejadian. Berdasarkan perbandingan foto, ia memastikan kamu pelakunya. Tuan He, kalau kamu masih terus diam, aku khawatir situasimu akan semakin tidak bagus.” Nada bicara Pengacara Min sangat gelisah. Bukti orang ada, bukti barang ada. Semua ini sangat tidak menguntungkan James He.

Si klien mengetuk-ngetuk meja dengan jari. Ia tidak gelisah sama sekali dengan kabar barusan, “Aku ingin bertemu Erin. Beritahu mereka, aku bakal buka mulut setelah bertemu Erin.”

Pengacara Min segera bangkit berdiri dan bernegosiasi dengan polisi. Mendengar jaminan itu, mereka langsung menyetujui permintaannya.

Erin semalam sibuk mengurusi urusan Vero He. Arthur dibunuh dengan tragis begini, di tempat kejadian hanya ada Vero He saja yang jadi saksi hidup. Ia bisa memastikan Vero He diselamatkan sosok misterius. Sosok itu bukan orang dia, juga bukan orang Taylor Shen.

Tetapi, di Kota Tong, selain mereka berdua, siapa lagi yang bisa tahu Vero He mengalami sesuatu?

Erin kembali mengecek tempat kejadian perkara. Si penyelamat bekerja dengan sangat bersih tanpa meninggalkan jejak apa pun. Bagi dirinya dan Vero He, orang seperti ini sangat bahaya. Orang itu bahaya karena pengalamannya menjadi detektif bertahun-tahun terasa tidak berguna dalam menyelidikinya.

Si asisten baru pulang ke rumah kediaman keluarga He setelah hari mau terang. Lampu rumah masih menyala seperti ada orang yang tidak beristirahat. Jelas, yang tidak beristirahat adalah Felix He dan istrinya. Mereka berdua sangat panik karena James He ditangkap polisi. Melihat suasana keduanya, Erin tidak berani melapor Vero He diculik karena takut Felix He makin stres.

Mama Erin sempat cerita kondisi tubuh Felix He belakangan tidak bagus. Dokter keluarga bilang dia kena tekanan darah tinggi. Saat ini, Erin tidak mau menambahkan beban pikiran si tuan rumah.

Kalau sampai Felix He tahu Vero He juga kena masalah, sakitnya pasti bakal kambuh.

Ada untungnya juga ia dan Taylor Shen sudah berhasil menyelamatkan Vero He, jadi cerita pada si tuan rumah tidak begitu penting lagi. Memikirkan ini, ia tersenyum kecut. Yang menyelamatkan Vero He bukan mereka, melainkan sosok misterius. Tanpa adanya sosok itu, ia tidak berani membayangkan akhir cerita si bos.

Erin masuk kamar dengan tubuh yang kelelahan. Ia sangat mengantuk, namun begitu berbaring di ranjang kehilangan niatan tidur. Ia terus terpikir soal James He. Wanita itu bangkit berdiri, pergi ke kamar mandi, dan mandi untuk menjernihkan pikiran. Begitu balik kamar, ia melihat ada orang duduk di sofa kamarnya dalam posisi membelakangi. Ia menegur: “Siapa?”

Angela He bangkit berdiri dari sofa, sementara Erin berjaga-jaga seolah akan ada serangan mendadak. Ia baru menyadari sosok itu adalah Angela He ketika si sosok berbalik badan. Ketegangan pada tubuhnya pun langsung melemas, “Angela He, ada urusan apa datang ke kamarku?”

“Kakakku mengalami sesuatu ya?” tanya Angela He tidak senang. Ia dari kecil memang risih dengan Erin karena nilainya selalu kalah. Erin dulu sangat nakal dan suka bertengkar dengan banyak orang, namun begitu ujian tiba nilainya selalu lebih bagus.

Lebih-lebih, kalau Erin kenapa-kenapa sehabis bertengkar, James He pasti akan mengkhawatirkannya. Ia tidak senang, jadi diam-diam bercerita pada Bibi Yun soal tingkah Erin. Melihat Erin dikejar-kejar dengan sapu lidi oleh Bibi Yun, hatinya sangat senang.

Sejak saat itu, konflik di antara keduanya makin meruncing sampai sekarang.

Erin merapikan rambut yang basah tanpa memedulikan pertanyaan Angela He. Ia membuka lemari baju dan mengeluarkan pakaian yang mau dikenakan. Berhubung Angela He juga wanita, ia pun melepas handuk dan mulai mengenakan pakaian dalam di depannya.

Angela He canggung sampai berbalik badan. Ia belum pernah melihat wanita telanjang bulat begini di depan dirinya. Dengan telinga merah, ia menegur, “Erin, kok kamu memalukan sekali sih? Aku masih di sini, kok kamu tidak menutupi dirimu sih? Tahu malu tidak kamu?”

“Maaf ya, Nona He. Aku lupa kamu seorang wanita anggun, kalau aku kan orang bawahan yang tidak tahu sopan santun.” Erin lanjut mengenakan pakaian.

Ketika mendongak, ia melihat Angela He ternganga kaget. Ia pun meledek: “Seksi kan tubuhku? Dadamu itu jangan-jangan buatan dan tidak natural seperti dadaku?”

“……” Angela He keluar dengan marah. Ia batal bertanya soal masalah yang menimpa Vero He.

Erin tidak memedulikan dia lagi. Ketika duduk di sisi ranjang, ponselnya tiba-tiba berdering. Erin pun merogohnya dan melihat nama si penelepon. Ia segera mengangkat, “Ada apa? Sudah berhasil mengecek?”

“Ketua Tim Erin, aku sudah mengecek kamera CCTV gedung. Kamera di lift rusak dan tidak berhasil merekam apa-apa. Kamera di parkiran bawah tanah juga rusak, tetapi aku yakin sekali si pembunuh masuk gedung dari parkiran bawah tanah. Itu karena aku sempat mengecek catatan keluar masuk di resepsionis. Berdasarkan catatan, tidak ada orang yang keluar masuk dari lantai satu,” kata orang seberang.

“Kalau tidak naik lift, si pembunuh bisa juga masuk lewat tangga,” balas Erin.

“Tangga di lobi lantai satu ada kamera CCTV-nya dan kamera itu normal. Kalau orang itu naik melalui tangga, pasti ada rekamannya. Secara umum, cara si pelaku menjalankan kejahatan cukup bersih dan lihai. Tetapi tenang saja, tidak ada kejahatan yang benar-benar sempurna,” tutur orang seberang berbelit-belit.

Erin mengernyitkan alis, “Tidak usah mendongeng. Katakan poin utama.”

“Di parkiran bawah tanah gedung itu belakangan sempat terjadi pencurian mobil mewah, jadi pihak pengelola gedung ada memang kamera khusus di pintu masuk dan pintu keluar parkiran. Berdasarkan tempelan khusus yang dipasang di mobil, kamera itu bakal bisa memotret dengan jelas perawakan setiap supir. Aku sudah mengumpulkan catatan keluar-masuk mobil satu jam sebelum dan sesudah Dokter He dibunuh. Setelah mengumpulkannya, aku sudah memilih foto yang paling mungkin merupakan foto si pembunuh. Aku sudah mengirimkannya ke ponselmu, coba cek dulu.” Orang seberang sempat-sempatnya bercanda: “Ketua Tim Erin, aku pintar yah?”

Erin mematikan telepon tanpa menjawab pertanyaannya. Ia menekan aplikasi pesan dan masuk ke dalam akunnya. Di layar ponsel kini terpampang empat buah foto yang dikirimkan penelepon barusan. Ia membukanya satu per satu, lalu menjatuhkan kecurigaan pada pria di salah satu foto. Ia pun menelepon ulang orang barusan, “Coba cek pria yang pakai topi dan kacamata hitam.”

“Instingku juga mengatakan dia. Baik, aku akan segera melakukan pengecekan.”

Erin mematikan telepon dan menaruh ponsel di ranjang. Hanya dengan menangkap si pembunuh, ia baru bisa membebaskan James He. Ah, tiap teringat pria itu kini mendekam di penjara, hatinya selalu tidak nyaamn. Ia sekarang paham ia juga bukan orang yang bisa melakukan segalanya.

Ia bahkan tidak bisa melindungi orang yang selalu ada di dekatnya macam Vero He.

Tanpa memedulikan rambutnya yang masih agak basah, Erin berbaring di ranjang dan menatap langit-langit kamar. Beberapa menit kemudian, ponselnya bergetar. Ia mengambilnya, yang menelepon adalah Pengacara Min. Erin mengangkat: “Halo Pengacara Min, bagaimana keadaan dia sekarang?”

“Nona Erin, Tuan He ingin bertemu denganmu.”

Mendengar kabar yang disampaikan Pengacara Min, air mata Erin nyaris menetes. Ia mengiyakan, lalu segera memakai mantel dan berangkat pergi. Erin tiba di kantor polisi dengan sangat cepat. Perjalanan yang biasanya butuh satu jam kali ini ia tempuh dalam setengah jam.

Pengacara Min menunggu Erin di depan gedung. Begitu melihat sosok yang dinanti, pengacara paruh baya itu segera menghampiri dan mengingatkan: “Di kantor polisi ada banyak pengawas. Di sana tidak boleh bicara sembarangan, jadi perhatikan gerak-gerik dan kata-katamu ya.”

Erin mengangguk mengiyakan. Ia paham betul situasi saat ini sangat genting. Kalau tidak berhasil mencari si pembunuh sesegera mungkin, James He bakal segera memulai proses persidangan dengan tuduhan pembunuhan. Hukuman terberat adalah dipenjara sampai mati, sementara hukuman teringan paling lama dua puluh tahun.

Ketika mereka berjalan masuk gedung, seorang polisi langsung menyambut dan mendampingi mereka. Mereka bertiga berjalan melewati lorong panjang bernuansa putih. Bulu kuduk Erin agak merinding masuk tempat seperti ini. Setelah satu belokan, mereka tiba di ruang interogasi.

Begitu polisi membuka pintu, Erin langsung melihat James He yang duduk diam di depan meja interogasi. Pria itu masih mengenakan jas kemarin, namun dasinya sudah jatuh entah di mana. Tiga kancing atas kemeja James He dibuka dan memperlihatkan dada yang bidang.

Meski terkurung di tempat yang tidak nyaman, James He terlihat santai-santai saja. Ia bahkan lebih mirip dengan orang yang sedang berlibur.

“Wanita, melihat apa kamu?” James He menyadari mata Erin tertuju pada dadanya. Kalau dibilang tidak ada reaksi sedikit pun, itu tidak mungkin. James He sudah lama tertarik padanya, waktu tidur saja suka mimpi mencumbuinya.

Erin tidak menjawab dan tetap fokus pada benda yang dilihatnya. Ketika James He melambai-lambaikan tangan, si penjenguk baru bangkit dari lamunan. Erin duduk di depan si pria, lalu ditanya begini: “Erin, kamu melihatku seperti ini karena nafsu ya?”

Erin langsung gusar dan mengernyitkan alis. Ia menggeretakkan gigi kesal: “Kamu tiba-tiba memanggilku begini hanya untuk menjahili?”

James He langsung menggoyang-goyangkan telunjuk tanda membantah, “Tidak, tidak. Aku bukan ingin menjahilimu, aku ingin memberi pelajaran buatmu.”

“……” Erin diam saja menahan kesal. Sudah bertahun-tahun berlalu, masa James He masih senang mengisenginya sih? Memikirkan ini, ia memutuskan bangkit berdiri untuk pamit, “Kalau tidak ada yang mau dibicarakan, aku pergi ya.”

Baru berjalan beberapa langkah, tangan Erin ditahan oleh tangan James He. Pria itu lalu membalikkan badannya dan menyandarkan Erin ke pintu dengan agresif. Erin meringis karena pinggangnya terpentok engsel pintu. Aduh, sakit sekali……

James He menahan tangan Erin ke pintu biar si wanita tidak gerak-gerak. Ini tempat yang paling aman dari kamera CCTV. Sekali pun kamera CCTV bisa menangkap adegan mereka, suara dia tidak bakal bisa terekam. Melihat Erin berusaaha melawan, ia menggigit telinganya dan berbisik pelan: “Jangan pergi dulu. Dengar aku baik-baik.”

Telinganya terkena hawa panas, sepasang kaki Erin seketika terasa lemas. Kalau tidak sedang bersandar ke pintu, ia pasti sudah jatuh di lantai. Meski agak gelisah dibeginikan seorang pria, ia berusaha keras mengumpulkan konsentrasi, “Apa?”

“Beberapa hari lalu aku sempat membawa Vero He ke tempat praktik Nick He. Pembunuhan Nick He pasti ada hubungannya dengan kepemilikan dia atas riwayat penyakit Vero He. Nick He sampai sekarang masih kritis. Aku ingin kamu menempatkan orang untuk menjaganya dua puluh empat jam, paham tidak?”

Novel Terkait

More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
4 tahun yang lalu
Unplanned Marriage

Unplanned Marriage

Margery
Percintaan
4 tahun yang lalu
Excellent Love

Excellent Love

RYE
CEO
4 tahun yang lalu
Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
Cantik Terlihat Jelek

Cantik Terlihat Jelek

Sherin
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Tiffany
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Istri kontrakku

Istri kontrakku

Rasudin
Perkotaan
4 tahun yang lalu