You Are My Soft Spot - Bab 226 Mengaku Punya Perasaan Denganku (2)

Erin makin lama makin terbiasa dengan kegelapan ruangan. Ia bisa melihat betapa kacaunya suasana di sana. Erin membunyikan bel beberapa kali lagi, ruangan pun kembali tenang.

“Semuanya mohon dengar aku. Berdiri di tempat adalah solusi terbaik saat ini. Aku jamin ketika listrik menyala nanti tidak akan ada apa-apa,” kata Erin kencang hingga suaranya serak. Ia berharap semua yang ada di sana bisa tenang sedikit. Di koran, seringkali sikap ketakutan orang-orang lah yang malah membuat situasi jadi makin kacau.

Orang yang barusan teriak di bawah panggung itu adalah orang yang sengaja memancing kericuhan. Dia adalah provokator.

Sayangnya, Erin tidak bisa melihat dia karena ruangan gelap. Tiba-tiba, orang itu berteriak lagi: “Itu orangnya mati, darahnya banyak sekali. Lari, cepat lari!”

Di tengah situasi gawat, orang-orang tidak bisa membedakan mana yang benar dan yang salah. Yang saat ini mereka ketahui hanya segera mencari tempat yang ada penerangan. Orang-orang pun kembali berdesakan berusaha keluar dari pintu.

Mendengar teriakan itu lagi, mata Erin berkaca-kaca. Belum bisa mengecek keadaan Vero He dan Taylor Shen, ia sekarang makin pusing dengan situasi hadirin.

Ia adalah sekretaris CEO He, jadi bisa dianggap “pengawal pribadi”-nya. Ia harus bisa membalas kepercayaan bos itu padanya.

Erin kembali menggoyangkan bel, namun kali ini tidak ada orang yang meladeni dia. Ketika ia masih membunyikan bel seolah berharap adanya mukjizat, lampu ruangan kembali menyala. Cahaya yang muncul tiba-tiba itu membuat gerakan semua orang terhenti. Sedetik kemudian, pintu utama terbuka dan seorang pria melangkah masuk.

Erin menatap pria yang masuk itu lekat-lekat untuk memastikan siapa dia. Itu James He yang seperti baru turun dari khayangan untuk menenteramkan suasana. Sepasang kaki Erin lemas hingga ia berlutut di lantai. Asisten itu menarik nafas panjang. Situasi sudah terkendali, terima kasih langit dan terima kasih bumi.

……

Saat prize wheel bergerak jatuh dan bersiap menimpa, Vero He sebenarnya tidak sempat kabur. Di tengah kepasrahan, telinganya tiba-tiba mendengar teriakan dari seorang pria yang suaranya familiar. Sebelum ia menoleh dan berpikir harus melakukan apa, tubuhnya tiba-tiba saja sudah ditimpa orang.

Ketika prize wheel benar-benar jatuh, Vero He mendengar denguhan kesakitan si pria itu lagi, lalu orang yang menimpanya seketika kehilangan tenaga dan gerakan. Saat itu lampu mati dan suasana sangat ricuh, namun ia tidak terlalu memerhatikan semua itu. Konsentrasinya terpusat pada bau tubuh orang yang menimpanya.

Dalam kondisi ditimpa, Vero He mencoba memanggil, “Taylor Shen!”

Panggilan Vero He tenggelam ditelan kebisingan ruangan. Taylor Shen tidak memberi respon sama sekali. Si wanita ditimpa si pria, lalu si pria ditimpa prize wheel. Ini membuat si wanita tidak bisa melepaskan diri. Ketika Vero He berteriak sekali lagi, Taylor Shen tetap tidak bereaksi.

Air mata mulai mengalir dari mata Vero He. Rasa panik di dalam dadanya perlahan memuncak. Ia mengingatkan: “Taylor Shen, kamu tidak boleh kenapa-kenapa, paham kamu? Aku belum memaafkanmu, jangan harap aku bakal merasa bersalah padamu karena kejadian ini.”

Tidak peduli sejahat apa ancaman yang Vero He berikan, Taylor Shen tetap hening. Vero He makin berfirasat buruk dengan keadaannya. Bayangkan saja seberapa sakit tertimpa prize wheel seberat itu...... Jangankan Taylor Shen, dirinya saja masih merasakan sedikit hujamannya meski sudah ditimpa Taylor Shen.

Vero He tidak berharap Taylor Shen kenapa-kenapa. Sebenci-bencinya dia pada pria itu, dia tidak pernah berharap pria itu mati.

Entah berapa lama kemudian, lampu perlahan kembali menyala dan suara teriakan mereda. Fabio Jin dan empat pengawal pribadi mengangkat prize wheel itu, lalu dengan hati-hati mengangkat tubuh Taylor Shen dari tubuh Vero He. Mereka membaringkan dia di satu sisi panggung tanpa berani asal menyentuhnya.

Luka Taylor Shen sepenuhnya tertutup pakaian, jadi tidak ada yang tahu seberapa parah lukanya. Meski begitu, di punggung Vero He ada bercak darah yang cukup lebar. Si wanita buru-buru bagkit berdiri dengan kaki yang nyeri. Ia tidak peduli dengan rasa nyeri itu. Sekarang, yang ia mau hanya berlutut di hadapan pria yang barusan menindihnya.

Melihat Taylor Shen pingsan, Vero He juga tidak berani menyentuhnya. Ia meminta dengan suara bergetar: “Telepon ambulans, cepat, suruh cepat datang.”

Getaran itu menyiratkan kepanikan dan ketakutan yang bercampur jadi satu.

Fabio Jin berjongkok di hadapan Vero He. Melihat tubuhnya terus gemetar, pria itu melepaskan pakaian luarnya dan memakaikannya ke si wanita. Fabio Jin lalu mengulurkan tangan dan memeluknya. Ia menenangkan, “Aku sudah telepon ambulans. Jangan khawatir, ia tidak akan kenapa-kenapa.”

Suara Vero He terisak. Pandangannya kabur karena air mata yang memenuhi mata. Ia menyalahkan diri sendiri: “Semuanya gara-gara aku, semuanya karena aku……”

“Vero He, jangan menyalahkan diri sendiri. Percayalah dia sendiri juga tidak mau kamu merasa bersalah. Kendalikan dirimu, ada banyak hal yang masih harus kamu urus.” Fabio Jin memegang teguh bahu Vero He. Yang terluka akibat kekacauan barusan bukan hanya Taylor Shen, namun juga beberapa orang tamu yang berdesakan. Ini pasti akan memunculkan serangan media pada Parkway Plaza. Kalau Vero He tidak berhasil bertahan sekarang, ia pasti akan makin hancur saat tiba giliran mengurusi tamu-tamu yang jadi korban.

Ambulans tiba dengan cepat. Dokter dan perawat keluar dari belakang mobil dengan ranjang dorong, lalu menaikkan Taylor Shen ke atasnya dengan hati-hati. Tidak sampai lima menit, ambulans kembali melaju kencang untuk menyelamatkan nyawa orang yang barusan naik.

Vero He sempat mau ikut ambulans, namun saat baru bangkit berdiri ia langsung mengaduh kesakitan karena kakinya yang nyeri. Wanita itu pun kembali terduduk di lantai panggung. Fabio Jin sangat kaget melihat dia begini dan berjongkok untuk mengecek apa yang sebenarnya terjadi.

Ia baru sadar kaki Vero He bengkak keunguan. Sepertinya ini cedera terkilir.

“Vero He, kamu terluka. Ayo kita ke rumah sakit.”

Vero He menunduk melihat karpet yang barusan jadi tempat berbaring Taylor Shen. Warna merah karpet itu sudah berubah kehitaman. Vero He mengulurkan jari dan mengusap sedikit bagian yang kehitaman. Ujung jarinya agak basah. Sesuai yang diduga, itu adalah genangan darah. Ini membuat hati Vero He jadi makin panik seolah siap meledak tiap saat.

Darahnya sampai banyak begini, seberapa parah ya luka dia?

Melihat tindakan Vero He, Fabio Jin mengeluarkan sapu tangan dari tas dan membasuh bekas darah di tangan wanita itu dengan lembut. Tangan Vero He dingin. Ia lama-lama jadi bingung sebenarnya benda apa yang bisa membuat tangan itu hangat. Rasa-rasanya tidak ada......

James He naik ke atas panggung dengan langkah cepat. Kondisi ruangan sangat berantakan. Tamu-tamu yang terluka sudah dibawa ke rumah sakit menggunakan ambulans, sementara tamu-tamu yang baik-baik saja tidak mau pulang. Mereka mau minta pertanggungjawaban atas kejadian barusan. Erin sempat membujuk mereka untuk tenang, namun insiden tadi sudah memancing amarah mereka dengan cukup parah. Mereka semua memaksa mau naik ke panggung untuk menghampiri Vero He, beruntung petugas keamanan dengan sigap bisa mencegah. Andai mereka gagal situasi pasti akan makin memburuk, bisa-bisa Vero He diserang.

James He menatap Vero He yang masih ketakutan. Ia lalu mengalihkan tatapan ke para tamu yang berdiri di sekitar panggung. Entah apa ajaibnya, tatapan itu berhasil melembutkan sedikit tatapan para tamu yang daritadi merah padam.

“Semuanya dengar aku. Mewakili dewan direksi, aku meminta maaf yang sebesar-besarnya untuk kejadian hari ini. Demi mengompensasi ketakutan kalian semua, para tamu yang hadir hari ini bisa mendapat voucher dua koma delapan juta untuk produk Estee-Lauder di Parkway Placa. Selain itu, kami juga akan mengadakan konferensi pers untuk meminta maaf pada semua. Kami sungguh menyesal tidak bisa memberikan malam yang sempurna bagi kalian semua. Orang yang merencakan kekacauan ini akan kami telusuri dan tuntut, aku jamin itu!”

Kata-kata James He menggelegar membuat semua orang terperangah. Yang masih ingin ribut-ribut bahkan sampai jadi ciut keveraniannya. Kejadian malam ini sudah cukup membuat Vero He lelah, kalau mereka buat kakak laki-lakinya lelah juga konsekuensinya bisa fatal.

Setelah James He kelar berbicara, Erin dan petugas keamanan mengantarkan tamu keluar.

Vero He berdiri di atas panggung dan mengamati situasi ruang pesta yang kacau. Makanan, minuman, dan lain-lain berserakan di lantai dengan kondisi terinjak-injak. Gelas cocktail juga banyak yang pecah di sana dan di sini.’

Wajah Vero He memucat. Ia bergerak mundur selangkah karena kepalanya terasa didera serangan mental mendadak. Ia pikir kalau ia cukup bekerja keras, suatu saat ia akan dapat imbalannya.

Tetapi sekarang ia baru sadar, ketika terjadi sesuatu, ia masih menjadi Tiffany Song yang hanya bisa mengumpat di belakang orang dan mencari keamanan. Sungguh tidak bisa apa-apa. Ia, ia dari dulu selalu kalah.

Tujuh tahun lalu, ia tidak berhasil mempertahankan pernikahannya. Tujuh tahun kemudian, ia tidak berhasil mempertahankan perusahaannya. Ia, ia dari dulu tidak pernah berubah.

Fabio Jin berdiri di samping sambil mengamati Vero He lekat-lekat. Di wajah wanita cantik itu ada rasa sakit, rasa bersalah, rasa kecewa, dan rasa frustrasi yang bercampur jadi satu. Lebih-lebih, di wajah itu juga ada ekspresi penolakan pada diri sendiri. Vero He menolak pemikiran dirinya sudah bekerja keras, juga menolak pemikiran dirinya sudah berubah dari yang dulu!

Memikirkan ini, Fabio Jin merasa sungguh iba. Ia mengusap mata si wanita, “Vero He, kejadian barusan sepenuhnya di luar kendalimu jadi jangan merasa bersalah. Kamu sudah cukup berhasil dan sukses kok.”

Vero He membuka mata. Matanya kering bagai tidak memilik air mata lagi. Wanita itu melepaskan tangan si pria, lalu tersenyum kecut: “Aku selalu mengira aku sudah tidak sama dengan aku yang dulu. Aku pikir aku sudah tumbuh kuat dan bisa menghadapi semua masalah yang datang. Sekarang, aku baru paham pemikiranku itu salah.”

“Vero He!” Mendengar Vero He berkata begini, James He berbalik badan. Dengan wajah senang, ia menegur, “Kalau kamu langsung runtuh hanya karena satu masalah, itu tandanya kamu memang belum dewasa.”

“Kakak, aku sudah berusaha. Aku sudah menahan protes dan cemoohan para klien dan pengunjung. Aku sudah mengerahkan segenap tenaga untuk membuat Parkway Plaza jadi mal kelas atas di seluruh penjuru negeri. Aku sudah melakukan segalanya untuk mendirikan istana bisnisku sendiri, namun nyatanya semua itu hancur lebur dalam satu malam. Aku sekarang baru sadar aku masih Tiffany Song yang tidak punya pencapaian apa-apa. Tidak peduli dalam pernikahan atau pekerjaan, aku terus gagal,” tutur Vero He dengan terisak.

Ia begitu berharap bisa sukses, ia begitu berharap bisa membalikkan impresi orang-orang. Sekarang apa keberhasilan dia? Ia hancur dengan tragis pada puncak kesuksesannya, bahkan Taylor Shen ikut terbawa dalam kehancuran itu. Taylor Shen, si pria yang dendamnya pun belum ia balaskan……

Rasa sakit yang mendalam menyembul di hati James He. Ia memang dari dulu sudah mengamati betapa pekerja kerasnya Vero He. Dulu ia bahkan membukakan perusahaan mall dan mendirikan Parkway Plaza untuk wanita itu juga karena menyadari kemampuan dan keteguhan hatinya.

Dua tahun ini, Vero He bekerja dengan penuh dedikasi. Ia tidak pernah terlambat satu hari pun, semua urusan diurus dengan baik. Data-data penjualan serba positif yang muncul dalam rapat tahunan semua bisa hadir karena Vero He membanting tulang. Dewan direksi mengagumi kemampuannya, James He sendiri juga tenang Vero He perlahan tapi pasti bisa berkembang dari masa lalu.

Tetapi hantaman tragedi ini besar sekali, bahkan bisa membangkrutkan Parkway Plaza dalam semalam. Ia bisa memahami suasana hati Vero He yang putus asa. Ia tidak boleh membuatnya larut dalam situasi begini terus. James He menghampiri Vero He, memegang bahunya dengan kedua tangan, dan menyuntikan semangat: “Vero He, dengar baik-baik. Tidak ada orang yang jalannya mulus-mulus saja, bahkan seorang pedagang saham yang paling jenius pun punya pengalaman rugi besar dulu-dulu, kamu apalagi? Kalau kamu runtuh hanya karena kesulitan yang ada di depan matamu, kamu lemah. Dengarkan aku, bangkitlah. Semakin banyak masalah, kamu harus semakin kuat. Setiap anggota keluarga He harus punya daya juang yang begini.”

Vero He memejamkan mata dengan air mata yang kembali menetes. Ia adalah pemegang keputusan Parkway Plaza. Keteguhan hatinya akan menentukan hidup matinya Parkway Plaza. Ia tidak boleh jatuh!

Fabio Jin melihat butiran-butiran air mata Vero He yang menetes ke lantai. Ia lalu menatap James He dengan tatapan menyalahi. Ia menyalahi kakak Vero He itu karena sudah bersikap terlalu keras tanpa memedulikan suasana hati si wanita saat ini.

James He tidak memedulikan Fabio Jin. Pria itu terus menatap Vero He tanpa lepas. Vero He waktu itu bisa bangkit, jadi kali ini pasti bisa bangkit lagi! Dia Vero He, wanita yang punya darah keluarga He yang terkenal gigih dan keras hati. Vero He, kalau jatuh seratus kali bangkitlah seratus satu kali!

Novel Terkait

The Serpent King Affection

The Serpent King Affection

Lexy
Misteri
5 tahun yang lalu
Terpikat Sang Playboy

Terpikat Sang Playboy

Suxi
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Cinta Yang Berpaling

Cinta Yang Berpaling

Najokurata
Pertumbuhan
4 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cinta Di Balik Awan

Cinta Di Balik Awan

Kelly
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
4 tahun yang lalu
Istri ke-7

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
5 tahun yang lalu