You Are My Soft Spot - Bab 400 Ke Tempatku Yuk? (3)

“Baik, bos.” Martin buru-buru menelepon seseorang, sementara Rolls-Royce yang ditumpanginya dengan Rodrigo Xi juga mulai melaju. Beberapa menit kemudian, Martin mematikan telepon dan melapor: “Bos, informasi check-in semua orang di bandara hari ini tidak bisa dicek.”

“Baik, aku paham,” ujar Rodrigo Xi sembari tersenyum.

Martin berusaha memastikan, “Bos, jadi tidak perlu menyelidiki lagi?”

“Aku sudah tahu apa yang aku mau ketahui. Kamu tidak perlu menyelidiki apa-apa lagi.” Rodrigo Xi menoleh ke luar jendela dengan wajah yang memuram. Lawannya bisa dengan sigap menutup akses ke data check-in para penumpang pesawat…… Ini membutikan bahwa pria barusan memang pria yang dicarinya.

Hanya dia yang punya pengaruh dan kekuasaan sebesar itu!

Kalau begitu, wanita dalam pelukannya juga wanita yang lagi dia cari. Ketika berpapasan dengan mereka, ia juga menyadari bahwa tatapan si pria pada dirinya gugup dan was-was. Sungguh tidak sia-sia perjalanan barusan.

Kucing kecil itu, kucing kecil yang sudah membuatnya berakhir tragis, ia akhirnya berkesempatan menangkapnya!

……

Di dalam pesawat privat yang terbang menuju Kota Tong, James He mengamati awan dengan hati yang berat. Pemandangan luar sangat cerah, langit biru bercampur dengan awan-awan putih yang besar. Ketika si pria menoleh ke Erin yang duduk di sebelah, ia menjumpai wanita itu sudah tidur sambil sandaran.

Erin tidur dengan pulas seperti seorang anak kecil. James He sungguh ingin mematahkan kedua kakinya biar tidak ada siapa pun bisa menemukannya!

Merasakan ada sepasang mata menatap dirinya berlama-lama, Erin jadi bergerak-gerak tidak nyaaman. Ia tidak lama kemudian masuk ke alam mimpi. Ceritanya, ia lagi ada di pusat pembuatan narkoba terbesar Asia Tenggara. Tempat ini sungguh menyeramkan, jadi ini tugas paling berbahaya yang pernah aia dapatkan!

Kalau Erin tidak sengaja membongkar identitasnya sendiri, ia bakal langsung ditangkap dan dibunuh oleh para produsen narkoba di sana. Erin sudah melihat sendiri temannya mengalami itu. Temannya ketika itu dibopong ke ujung ruangan, dicekoki narkoba dosis tinggi, lalu muntah darah dan kehilangan nyawa hanya dalam beberapa menit.

Beberapa menit itu adalah sebuah penyiksaan berat bagi rekan Erin, juga bagi Erin sendiri. Kalau ia menolongnya, mereka berdua tidak bakal hidup. Kalau ia tidak menolongnya, ia cuma perlu melihatnya mati perlahan.

Setelah berpikir sejenak, Erin memilih jadi sosok berdarah dingin dengan mengambil pilihan kedua. Ketika temannya sudah berhenti meronta karena sudah mati, si wanita bahkan tidak meneteskan sedikit pun air mata. Meski begitu, ketika dia kembali dari pusat pembuatan narkoba ke kamar kecilnya, ia muntah parah di kamar mandi sampai perutnya sangat kosong.

Erin dari dulu selalu ingat perintah mantan ketua timnya, yakni bantai habis narkoba apa pun risikonya. Kalau ia kali ini gagal, tim akan kembali mengirim anggota lain yang jelas juga bakal menghadapi pengalaman buruknya sekarang.

Jadi, sikap dingin Erin ini diperlukan buat mencegah lebih banyak anggota terkorbankan.

Erin perlahan mendekati sosok paling sentral di pusat pembuatan narkoba ini. Setiap langkah ia lakukan dengan sangat hati-hati. Dalam benaknya, raja narkoba seharusnya pria buncit yang bermuka garang.

Tetapi, ketika melihat sosok Rodrigo Xi, ia baru tahu ternyata raja narkoba juga bisa berpenampilan sangat berbeda. Pria itu jelas masuk dalam golongan orang yang dari luarnya terlihat baik namun dalamnya busuk sekali. Rodrigo Xi dari awal tahu Erin adalah musuh yang lagi menyamar, jadi ia sudah menjebaknya ke dalam genggaman.

Meski begitu, Rodrigo Xi tidak langsung membunuh Erin. Rencana awalnya, ia baru akan melakukan itu setelah bosan “memainkan” si wanita. Sungguh tidak disangka, orang yang akhirnya menyelamatkan Erin adalah orang yang tidur seranjang dengannya!

Tiba-tiba wajahnya ditepuk, Erin terbangun dari alam mimpi. Begitu membuka mata, ia langsung menjumpai sesosok wajah tampan berjarak sangat dekat dengan dirinya. Si wanita seketika menciutkan wajah. Waktu menoleh ke luar jendela, ia baru sadar pesawat telah mendarat dan parkir di bandara.

James He bertanya: “Mimpi apa kamu? Daritadi tidak bangun-bangun.”

Erin menggeleng karena sepenuhnya lupa dengan isi mimpi barusan. Ia bertanya: “Sudah tiba di Kota Tong?”

“Iya,” angguk James He. Mereka sebenarnya sudah mendarat nyaris setengah jam yang lalu. Taylor Shen sudah membawa pulang Vero He, namun dirinya tidak tega membangunkan Erin karena tidurnya terlihat sangat lelap. Lagipula, James He juga sangat senang melihat pemandangan Erin lagi tidur.

Si wanita meraba sudut bibir karena takut penampilannya saat tidur memalukan. Tidak menemukan air liur di sana, ia baru merasa lega. Wanita itu kemudian mengajak: “Kalau begitu, ayo turun dari pesawat.”

James He bangkit berdiri dan mengambil koper. Di tangga turun, ia menggandeng Erin dengan satu tangan sambil satu tangannya yang lain menenteng koper. Merasa kedinginan dengan udara luar, Erin refleks mencengkeram mantelnya dengan wajah yang sedikit meringis.

Melihat Erin kedinginan, James He mendekap si wanita dan menemaninya berjalan dengan gestur begitu. Si wanita menoleh pada si pria dengan agak gelisah. Mereka sekarang ada di Kota Tong, tempat mereka biasa tinggal dan berhubungan dengan banyak orang. Kalau ada kenalan yang melihat mereka berjalan sambil berdekapan begini, apa kata mereka coba?

Terpikir ini, Erin melepaskan diri dari dekapan James He dan jalan sambil jaga jarak.

James He menyipitkan mata dengan tidak puas, lalu menghentikan langkah. Menyadari James He tidak berjalan di sebelahnya lagi, Erin ikut berhenti beberapa saat kemudian dan menoleh ke belakang. Ia bertanya dengan dahi terlipat: “Kok tidak jalan?”

James He tahu apa yang Erin khawatirkan, namun ia sungguh tidak senang si wanita menjaga jarak darinya. Baru tiba di Kota Tong, mereka sudah mirip dua orang yang tidak saling kenal. Ia susah payah berusaha mendekati Erin, Erin-nya malah bersikeras untuk jauh darinya!

“Kelelahan, tidak bisa jalan,” kata James He manja tanpa merasa malu sedikit pun.

“……” Erin kehabisan kata-kata. Seorang pria dewasa sungguh tidak cocok sok manja! Ia kembali ke hadapan James He, lalu mengambil koper yang lagi ditariknya. Si pria melepaskan tangan tanpa melawan atau apa pun.

Erin mulai menarik koper, namun ternyata James He masih tidak jalan. Ia bertanya: “Tuan Muda, sekarang sudah bisa jalan kan?”

“Lututku pegal, kamu papah aku deh!” James He mengangkat tangan dan menaruhnya di bahu Erin. Tiba-tiba ditimpa tangan sebesar itu, Erin jelas merasa terbebani. Ia menyindir, “Kamu seorang pria tinggi besar yang kedua tangannya kosong tanpa bawaan apapun, masak jalan mesti dipapah aku? Kamu sebenarnya bisa apa?”

“Bisa memuaskanmu.” Satu kalimat pendek James He mampu membuat wajah Erin seketika memerah. Si wanita gigit-gigit bibir, ia sungguh ingin menyumpal mulutnya dengan kaos kaki bau! Melihat wajah Erin merah, hati James He merasa makin puas.

Mereka berdua jalan melalui jalur VIP. Beruntung orang di sini sedikit, kalau tidak Erin pasti sudah ingin menggali lubang dan tinggal di dalamnya seumur hidup! Satu tangan si wanita menarik koper, sementara satu tangannya lagi menahan pinggang si pria. Ia tahu James He sengaja, namun ia lagi lebih ingin memanjakannya daripada menegur.

Pria tiga puluh empat tahun manja pada dirinya, ini suatu momen yang sangat langka! Untuk itu, Erin harus menghargai momen ini. Ketika ia bisa memberi lebih banyak pada James He, maka berilah……

Sekeluarnya mereka dari bandara, mobil yang dikendarai Thomas Ji sudah menunggu di sisi jalan. Tidak mau berpura-pura lagi, James He menegakkan tubuh dan mengambil alih koper dari tangan Erin. Pria itu lalu menyuruh Erin naik dan menaruh koper di bagasi.

Ketika lagi sibuk dengan koper, sudut mata si pria menangkap keberadaan wartawan di ujung jalan. Ia mengernyitkan alis, lalu buru-buru menutup pintu bagasi dan berpesan pada Thomas Ji, “Berputarlah sekali dan jemput aku di sini.”

Erin mengamati James He yang melangkah ke ujung jalan dengan cepat. Ketika mobil mulai dijalankan, si wanita masih terus mengamati ke mana jalannya James He. Tidak jauh dari pria itu, ia melihat seorang pria lain lagi lari ke depan sambil menenteng kamera.

Mobil perlahan menjauh hingga Erin tidak bisa melihat James He lagi. Hatinya sungguh gelisah.

Apa pria itu wartawan? Seharusnya sih dia sudah memotret foto mereka, kalau tidak James He tidak bakal mengejarnya sampai begini.

Ketika melihat si wartawan kabur tadi, James He tersenyum dingin. Ia mengencangkan dasinya, lalu mengejarnya dengan cepat. Di ujung sebuah gang buntu, ia akhirnya berhasil mengejar si target.

Di depan James He, si wartawan menunduk memegangi lutut dengan nafas tergesa. Seolah sama sekali tidak kasihan padanya, James He langsung merebut kamera yang dia bawa dan mengecek isinya. Ada beberapa belas foto ia dan Erin, kebanyakan di antaranya berhasil memotret wajah wanitanya dengan jelas……

Kalau identitas Erin tidak khusus, James He tidak peduli foto mereka masuk media massa. Yang jadi masalah sekarang, identitas wanitanya tidak boleh terbongkar ke umum. Ia mematikan kamera dan menatap si wartawan: “Dari media mana?”

“The Weekly News,” jawab wartawan dengan ketakutan. Ia hari ini mengharapkan keberuntungan untuk bisa memotret skandal tokoh besar, ternyata James He lah yang hari ini kena pancingan.

Rumor menyebut bahwa James He sudah menikah diam-diam, jadi istrinya tidak pernah muncul ke hadapan umum. Dua tahun lalu, ada sebuah media mau memberitakan bahwa pria itu dan putri angkat keluarga He, Vero He, punya hubungan gelap. Terbitan itu tidak menyertakan foto Vero He, namun ketika majalah baru dicetak dan belum dijual di luaran, James He sudah menghabisinya si penerbit dengan kejam. Sejak saat itu, majalah itu lenyap dari Kota Tong.

Si wartawan pikir, kalau wanita dalam pelukan James He adalah istri yang selama ini disembunyikannya, berita ini akan populer. Sementara itu, kalau dia bukan istrinya, maka itu akan lebih populer lagi! Sayang, karena ceroboh, ia lupa mematikan flash waktu memotret dan ini membuat James He menyadari kelakuannya.

James He mengeluarkan kartu memori dari kamera, lalu hanya mengembalikan kameranya saja ke si wartawan. Ia mengingatkan dengan dingin: “Kamu tahu kan aku siapa? Kalau tidak mau The Weekly News lenyap dari Kota Tong, kedepannya menghindarlah kalau lihat sosokku.”

Setelah berucap begini, James He berbalik badan dan melangkah pergi.

Sekembalinya si pria ke titik tadi, mobil Thomas Ji sudah menunggu. James He duduk di kursi belakang, lalu memerintahkan si pengemudi untuk melajukan mobil. Erin bertanya dengan khawatir, “Paparazzi kah?”

“Iya. Fotonya sudah diambil, kamu jangan khawatir,” angguk James He. Ia mengulurkan tangan untuk mendekap Erin, namun si wanita menghentikan gerakannya dan mengingatkan ada Thomas Ji di depan.

James He menyapukan pandangan sekilas ke Thomas Ji, kemudian yang ditatap langsung menaikkan kaca pembatas. Si pria mendekap Erin dan mengistirahatkan kepala di atas kepalanya. Dalam posisi mesra begini, ia tidak lama kemudian bertanya serak: “Ke tempatku yuk?”

Novel Terkait

Spoiled Wife, Bad President

Spoiled Wife, Bad President

Sandra
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu
4 tahun yang lalu
Rahasia Seorang Menantu

Rahasia Seorang Menantu

Mike
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Untouchable Love

Untouchable Love

Devil Buddy
CEO
5 tahun yang lalu
Pergilah Suamiku

Pergilah Suamiku

Danis
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
3 tahun yang lalu
Aku bukan menantu sampah

Aku bukan menantu sampah

Stiw boy
Menantu
3 tahun yang lalu
Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
4 tahun yang lalu