You Are My Soft Spot - Bab 284 Ada Kamu di Sisi, Aku Sangat Bahagia

Melihat Vero He memperlihatkan ekspresi keraguan atas dirinya, Taylor Shen membuang nafas panjang. Ia lalu mengangkat dagu si wanita dan menatapnya lekat-lekat seolah ingin menyedotnya ke dalam mata. Si pria berujar dengan nada rendah: “Tiffany Song, tidak peduli apa yang kamu katakan, aku percaya padamu.”

“Terus mengapa kamu tidak menghadang Jordan Bo membawa Stella Han pergi?” tanya Vero He. Wanita itu sungguh ragu dengan kebenaran kata-kata prianya.

Taylor Shen mengelus-elus dagu Vero He yang lembut. Tanpa peduli ada banyak orang yang lalu-lalang di pintu masuk tempat karaoke ini, ia mengecupkan bibir pada bibir si wanita. Pria itu lalu berujar serak, “Kata-kataku masih sama, tidak etis bagi kita untuk ikut campur dalam urusan rumah tangga orang lain. Tiffany Song, kalau aku membelanya sebagai seorang kakak, aku berarti berperan dalam memperbesar kemungkinan mereka bercerai. Ini bukan sesuatu yang diinginkan Stella Han.”

“Dari mana kamu tahu sahabatku itu tidak mau cerai?” Si wanita merasa Taylor Shen lagi berusaha mendebat keyakinan dirinya. Pria ini sepertinya berada di pihak Jordan Bo dan menoleransi sahabatnya itu menyakiti Stella Han.

“Pokoknya, aku janji satu hal padamu. Kalau Stella Han ingin cerai, aku akan bantu dia memenuhi keinginannya,” ucap Taylor Shen sungguh-sungguh. Bukankah ada pepatah yang bilang penonton sering merasa lebih pintar dibanding yang ditonton? Ia yakin, Stella Han bukannya sama sekali tidak punya perasaan dengan Joradn Bo. Cinta yang terlalu mendalam kadang bisa bikin orang jadi tidak rasional.

“Sungguh?”

“Sungguh. Tiffany Song, percayalah aku tidak bakal tinggal diam melihatnya menderita,” angguk Taylor Shen.

Vero He mengalihkan tatapan ke arah lain. Tiba-tiba merasa bahunya menghangat, ia baru sadar prianya melepas mantel dan memasangkannya ke bahunya. Ia buru-buru melepaskan mantel itu, “Aku tidak kedinginan. Ini aku sudah pakai mantel.”

Taylor Shen sekarang hanya mengenakan sebuah kemeja putih dan jas warna gelap. Di tengah malam sedingin ini, pastilah pria itu sebenarnya kedinginan. Meski begitu, si pria mengembalikan mantel itu ke tubuh si wanita lagi, “Jangan dilepas, tubuhmu itu sangat lemah dan rentan pada udara dingin. Temani aku pergi ambil mobil, oke?”

Vero He tidak menurunkan mantel itu lagi. Bukan hanya itu, dia juga menyandarkan dirinya ke bahu si pria dengan harapan bisa menghantarkan panas ke tubuhnya. Taylor Shen tersenyum senang melihat inisiatifnya ini. Mereka berjalan dalam diam, lalu tiba-tiba Taylor Shen mengajak bicara lagi, “Tiffany Song, hari ini lagi ada masalah ya?”

Pertanyaan ini langsung membuat si wanita teringat lagi dengan bunga mawar dan kartu ucapan yang diterima tadi pagi. Tubuhnya agak gemetar dan Taylor Shen bisa merasakan getaran itu. Si pria memegang lengannya dan bertanya hati-hati, “Ada apa?”

“Taylor Shen, aku sangat bingung,” mulai Vero He pelan. Saking dinginnya suhu malam, dari mulut si wanita keluar uap tiap berbicara. Wanita itu menjelaskan kebingungan yang ia maksud, “Aku tidak tahu apa yang akan kita hadapi lagi di kemudian hari kalau kita terus bersama. Aku ingin memintamu pergi, tetapi kamu sudah punya tempat yang sangat spesial di hatiku.”

Taylor Shen teringat penolakan dan sikap diam Vero He semalam. Pegangannya pada lengan si wanita refleks mengencang. Wanitanya ini benar-benar sudah memikirkan kemungkinan untuk berpisah dengannya…… Taylor Shen menghentikan langkah dan memutarbalikkan tubuh Vero He biar mereka berdiri berhadap-hadapan, “Tiffany Song, tidak peduli apa yang terjadi kedepannya, kita harus menghadapinya bersama.”

Vero He menanggapi lirih, “Mengapa kamu bersikeras ingin denganku? Aku yang sekarang ini bisa dibilang bukan orang normal. Aku merasa diriku bisa jadi bom waktu buatmu, siapa tahu suatu hari nanti kamu bakal aku……”

“Aku tidak takut. Tiffany Song, hatiku sangat kosong selama tujuh tahun kehilanganmu. Sekarang, ada kamu di sisi, aku sangat bahagia.” Si pria memotong kata-kata si wanita sembari menatapnya lekat-lekat. Ia tidak kuasa melepaskannya, benar-benar tidak kuasa.

Pandangan Vero He mengabur karena air mata yang mulai menggenang. Ia kembali menenggelamkan diri dalam bahu Taylor Shen sembari memegangi pinggangnya kencang-kencang. Dengan sedikit terisak, ia bertanya, “Mengapa kamu sebodoh ini sih?”

“Ih, jangan menangis dong. Berhenti menangis yah, oke?” balas yang ditanya sembari mengelus-elus punggung yang bertanya. Tiffany Song, andai kamu tahu kamu dihipnotis orang dan semua memori-memori dalam benakmu itu palsu, aku…… aku tidak peduli! Aku pokoknya cinta kamu, itu saja!

Vero He mengucek air mata sembari menunduk. Meski sadar betul dirinya memang menangis, dia masih sempat berusaha membantah: “Siapa pula yang menangis?”

Taylor Shen tersenyum geli mendengarnya. Jelas-jelas suaranya terisak, kok tebal sekali mukanya sampai tidak mau mengaku sih? Meski begitu, dia jelas tidak memperburuk situasi dengan mengejeknya. Pria itu berjongkok di depannya dan menyuruh, “Tiffany Song, naiklah. Biar aku gendong kamu.”

Vero He menunduk melihat punggung Taylor Shen yang bidang dan naik ke sana tanpa ragu. Si pria bangkit berdiri dengan mudah. Wanita ini sangat ringan, sedikit pun beban tambahan rasanya tidak ada.

Taylor Shen menggendong Vero He sepanjang sisi jalan. Ia tidak mau buru-buru ke mobil, ia ingin menikmati momen romantis ini selama mungkin. Andai mungkin, ia bahkan mau momen ini berlangsung selama-lamanya!

Si wanita melingkarkan tangan ke leher si pria dan mengistirahatkan kepala di bahunya. Ketika ia memejamkan mata, ia mendengar kata-kata Taylor Shen, “Tiffany Song, aku tidak pernah mengkhianatimu sama sekali. Jacob Shen bukan anak kandungku, percayalah!”

Mendengar ini, si wanita segera membuka mata. Sebenarnya, tidak aneh bagi Taylor Shen untuk mengetahui kata-kata yang terus muncul di benaknya belakangan. Itu karena Erin selalu melaporkan keadaannya pada kakak, lalu kakak bicara dengan Taylor Shen sebagai teman satu kubu. Jelas, Taylor Shen tahu ini pasti dari kakak!

Secara tidak langsung, ia sebenarnya tidak bisa “main” rahasia-rahasiaan dengan pria yang lagi menggendongnya ini.

Taylor Shen tahu Vero He sudah buka mata. Wanita itu hanya tidak ingin meladeni kata-katanya saja dan bukan ketiduran. Ia tersenyum kecut, “Tiffany Song, apa pun yang kamu ragukan soal aku, tanyakan langsung padaku dan jangan dipendam di hati. Kita adalah dua orang yang akan bersama seumur hidup, jadi tidak boleh ada rahasia di antara kita berdua.”

“Taylor Shen, bisakah aku mempercayaimu?” tanya si wanita yang akhirnya buka suara. Sejak mereka balikan, ini adalah pertanyaan yang paling sering Vero He pikirkan dan lontarkan. Bisakah aku mempercayaimu, bisakah aku mempercayaimu, bisakah aku mempercayaimu……

“Tiffany Song, bisa!” tutur Taylor Shen sambil terus melangkah ke depan. Tidak ada jawaban. Berselang beberapa waktu, ketika dia mengira benar-benar tidak bakal dapat jawaban, si wanita berujar riang: “Baik!”

Saat ini, tidak ada satu pun dari mereka yang menyadari keberadaan seorang pria berjaket kulit hitam di seberang. Pria itu daritadi terus mengikuti pergerakan mereka.

Waktu sudah menunjukkan pukul dua subuh setibanya mereka di Sunshine City. Taylor Shen menggendong Vero He masuk ke vila dan naik ke lantai atas. Bayangan tubuh mereka lenyap ditelan ujung lantai dua, sementara di bawah ada sesosok wanita yang muncul dari kegelapan dan mengamati mereka sejak tadi masih di lantai bawah. Lampu otomatis vila mati tidak lama kemudian, lalu seluruh penjurunya kembali gelap. Si sosok wanita pun kembali ke kamar.

Semuanya kembali diam seperti sebelum mereka berdua pulang.

Keeesokan hari, Vero He bangun pukul setengah delapan. Waktu buka mata, ia menyadari ada kehangatan yang terus menjalar di belakang tubuhnya. Kehangatan itu berasal dari sepasang dada Taylor Shen yang bidang. Tanpa perlu berpikir, ia juga paham dirinya tertidur dalam dekapan siapa.

Sudut bibir si wanita terangkat. Ia ingat semalam Taylor Shen terus menggendongnya. Karena lama-lama mengantuk, ia akhirnya tertidur dalam gendongan itu dan tidak terbangun lagi.

Di pinggang Vero He, ada pula sebuah tangan yang memeganginya erat-erat. Ia memutarbalikkan tubuhnya ke hadapan si pria. Di bawah cahaya yang remang-remang, ia mengamati sosok pria tampan yang tidur dengannya. Garis-garis wajah yang kuat, hidung yang mancung, bibir yang seksi…… Wajah pria itu terlihat sangat rileks dan tanpa beban selama tidur.

Vero He mengangkat tangan dan membuat gambar wajah Taylor Shen di udara. Dalam hati, ia merasakan kegembiraan yang tidak bisa dideskripsikaan. Cinta macam apa yang selama tujuh tahun bisa terus dipertahankan dan tidak lenyap dimakan waktu?

Setelah baring beberapa saat, si wanita perlahan melepaskan diri dari dekapan si pria. Ini akhir pekan, dia ingin melihat Jacob Shen yang sudah beberapa hari tidak ia temui. Setelah mandi, si wanita membuka pintu dengan hati-hati dan keluar.

Dari lorong jalan, Vero He mendengar suara teriakan Jacob Shen di bawah. Dari bordes tangga lantai dua, ia mengamati anak yang ternyata lagi main game itu. Ia pun melanjutkan langkahnya untuk menghampiri si anak laki-laki.

Melihat sosok si wanita, Bibi Lan menyambut senang: “Nyonya, sejak kapan kamu kembali? Tuan Muda Kecil terus komplain, katanya kangen lama tidak berjumpa denganmu tuh.”

Jacob Shen mendengar panggilan ini. Ketika menoleh, ia melihat Vero He berdiri di anak tangga paling terakhir dekat ruang tamu. Dalam matanya muncul rasa antusias, namun anak itu langsung kembali memperlihatkan wajah datar dan lanjut bermain game. Anak itu bahkan juga mendebat Bibi Lan, “Siapa bilang aku kangen dia? Aku malah malas bertemu dia.”

Setelah dapat papa, Vero He sudah tidak peduli pada dirinya lagi. Beberapa hari ini, wanita itu tidak juga menjemputnya di sekolah atau setidaknya melakukan sesuatu buatnya.

Vero He jelas menyadari si anak lagi ngambek. Ia menjawab Bibi Lan dulu: “Sejak semalam. Aku kembalinya cukup larut tadi malam.”

Bibi Lan menatap Jacob Shen, lalu menatap Vero He. Teringat Luna Bai yang merupakan ibu kandung Jacob Shen, ia menggeleng tanpa daya, “Kamu temani Tuan Muda kecil main ya. Aku mau menyiapkan sarapan.”

“Baik,” angguk si wanita sembari tersenyum. Ia tiba di sebelah Jacob Shen dan duduk di karpet bersamanya. Vero He mengambil satu konsol game lagi, namun ada satu tangan kecil yang bergerak sama cepat dengan tangannya dan merebut konsol itu. Sembari memegang konsol itu erat-erat seperti tengah melindunginya dari bahaya, Jacob Shen berkata sinis, “Jangan sentuh, itu punyaku.”

Vero He tidak berusaha merebut lagi. Ia bersandar di sofa dan menonton adegan game kekerasan yang ditampilkan layar televisi. Tidak lama kemudian, ia mengingatkan: “Jacob Shen, jangan sering-sering main game ya. Nanti matamu rusak.”

“Sok peduli kamu!” Nada bicara si anak bertambah sinis.

Vero He terus mengamati wajah kecil Jacob Shen yang cemberut. Ia makin lama merasa wajah si anak makin mirip dengan wajah Taylor Shen, entah apa yang menyebabkannya berpikir begini.

Ia pernah dengar, suami dan istri yang sudah bersama dalam waktu lama bakal mirip karena saling terbawa kebiasaan dan ekspresi satu sama lain. Mungkin ini juga yang terjadi pada Taylor Shen dan Jacob Shen. Anak itu dibesarkan Taylor Shen dari kecil, jadi seharusnya tidaklah aneh kalau dia mirip dengan si pria.

Jacob Shen mendengus kesal ditatap terus. Tidak dapat tanggapan apa-apa, ia akhirnya menoleh ke wajahnya dan bertanya: “Lihat apa? Ada yang menarik?”

“Lihat betapa tampannya kamu lah!” jawab Vero He dengan senyuman lebar. Anak ini lucu saat tidak mengambek, namun waktu mengambek malah makin lucu!

“Huh!” dengus si anak lagi dengan hati yang sebenarnya senang. Ia menanggapi: “Jangan kira aku akan memaafkanmu dengan dipuji-puji begini. Hatiku tidak selembut itu.”

Vero He geleng-geleng kepala. Wah, ekspresi sok dan sombong anak ini seratus persen mirip dengan Taylor Shen sih! Ia mengulurkan tangan dan mengelus kepala Jacob Shen, “Nih aku puji lagi, Jacob Shen adalah orang yang paling kuat dan hebat. Sekarang masih marah tidak?”

Hati si anak makin terenyuh, namun wajahnya tetap berusaha menampilkan kedataran dan ketidaksenangan: “Apaan sih kamu? Kamu jahat denganku, aku merasa rugi sudah baik padamu. Giliran sudah dapat papa, kamu malah melupakan aku. Kamu merasa bersalah tidak padaku?”

“Iya merasa bersalah, maka itu sekarang mau minta maaf. Kamu mau memaafkanku kan?” bujuk Vero He.

Jacob Shen berpikir sejenak, lalu berujar: “Mau, tapi ada satu syarat.”

“Apa?”

“Nanti setelah kamu menikah dengan papa, kalian tidak boleh punya anak. Aku tidak mau diabaikan dan ditelantarkan.”

Novel Terkait

Mr. Ceo's Woman

Mr. Ceo's Woman

Rebecca Wang
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Pada Istri Urakan

Cinta Pada Istri Urakan

Laras dan Gavin
Percintaan
4 tahun yang lalu
Love and Trouble

Love and Trouble

Mimi Xu
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Pria Misteriusku

Pria Misteriusku

Lyly
Romantis
4 tahun yang lalu
Menantu Hebat

Menantu Hebat

Alwi Go
Menantu
4 tahun yang lalu
Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
5 tahun yang lalu
Unplanned Marriage

Unplanned Marriage

Margery
Percintaan
5 tahun yang lalu
My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu