You Are My Soft Spot - Bab 190 Aku Percaya Seratus Persen Padamu (2)

“Kamera nomor satu, empat, dan tujuh,” jawab salah satu petugas keamanan. Hari ini polisi menangkap Nyonya Muda Keempat langsung di tempat. Orang-orang kira Tuan Muda Keempat percaya Nyonya Muda Keempat memang bersalah, sungguh tidak disangka ia bakal datang kemari untuk mengecek sendiri.

“Munculkan ketiga kamera CCTV itu,” perintah Taylor Shen.

“Baik, Tuan Muda Keempat.” Pekerja itu menggerakkan mouse dan menekannya beberapa kali. Taylor Shen mengambil alih mouse dan memundurkan rekaman ke jam ketika Tiffany Song kembali ke kamar, lalu memutarnya.

Sembari menonton, si bos bertanya: “Tadi sore yang shift hanya kalian berdua?”

“Betul, hari ini yang shift kami berdua.” Si pekerja mengambil sebuah kursi untuk Taylor Shen. Yang diambilkan tidak duduk. Taylor Shen tidak mau mengalihkan matanya dari layar komputer barang untuk satu detik. Itu jelas biar ia tidak terlewatkan satu detail pun.

Kamera nomor satu mengarah tepat ke area lantai satu sampai bordes tangga lantai dua. Rekamannya merekam semua yang terjadi dengan sangat jelas. Tiffany Song naik ke atas, lalu tidak lama kemudian turun. Di bordes tangga lantai dua, ia berbincang dengan Angelina Lian.

Karena posisi berdirinya membelakangi kamera, raut Angelina Lian tidak terlihat. Yang jelas, ekspresi Tiffany Song selama berbincang semakin lama semakin emosional, lalu kemudian kehilangan kontrol dan mendorong Angelina Lian. Dari awal pertemuan sampai dorongan terjadi, durasinya tiga puluh menit lebih. Selama tiga puluh menit ini, kira-kira apa yang mereka bicarakan? Mengapa Tiffany Song bisa lepas kontrol?

Belasan pertanyaan menggelayuti benak Taylor Shen. Ia lalu menyuruh petugas keamanan menampilkan rekaman kamera nomor empat. Seperti yang barusan, rekaman diputar sejak Tiffany Song kembali ke kamar. Kamera nomor empat mengarah ke sisi barat ruang tamu. Kamera itu sebenarnya difokuskan mengawasi ruang tamu, tetapi pada saat bersamaan juga masih memotret bordes tangga lantai dua.

Dalam rekaman bisa dilihat Angelina Lian menarik Tiffany Song. Wajah samping Tiffany Song juga terlihat, tetapi sayang jarang kamera terlalu jauh jadi ekspresi kedua wanita tidak terpampang jelas. Selama tiga puluh menit diputar, rekaman kamera nomor empat kurang lebih mirip dengan rekaman kamera nomor satu. Tidak ada fakta baru yang ditemukan.

Di luar sudah mulai gelap. Entah masuk dari mana, angin bertiup masuk ke ruangan dan menambah ketegangan Taylor Shen.

Si pria belum keluar juga, jadi kedua petugas keamanan tidak berani pergi makan. Mereka mau tidak mau harus menunggu si bos keluar, baru kemudian masak mie instan. Taylor Shen meminta rekaman kamera nomor tujuh ditampilkan. Hasilnya sama saja, tidak ada penemuan baru.

Hati Taylor Shen makin lama makin gelisah. Ketiga rekaman menunjukkan Tiffany Song mendorong Tiara jatuh, satu keganjilan pun tidak ada. Ia jadi curiga asumsi yang ia daritadi pertahankan salah. Jangan-jangan Tiffany Song memang sungguhan mendorong Tiara?

Taylor Shen menolak mentah-mentah pikiran ini begitu muncul. Tiffany Song sangat baik hati. Wanita itu tidak mungkin melakukan hal semacam ini, ia nya sendiri juga tidak percaya ia bakal melakukan sesuatu dengan emosional.

Taylor Shen mengecek ulang ketiga rekaman. Karena terus-terusan menatap komputer, mata Taylor Shen memerah dan pelipisnya mulai pegal.

Detik demi detik berlalu. Setelah menonton ulang semua rekaman selama tiga kali, Taylor Shen sama sekali tidak menemukan keanehan apa-apa. Dari luar terdengar bunyi jam dingin. Sekarang berarti sudah pukul dua belas malam.

Taylor Shen menengok melihat kedua petugas keamanan yang tidur di kursi sambil mengorok. Waktu sudah larut, ia tonton ulang rekaman berapa kali pun juga tidak akan menemukan apa-apa lagi. Taylor Shen bangkit berdiri dan mendorong kursi menjauh. Suara dorongan itu membangunkan kedua petugas keamanan. Mereka buru-buru bangkit berdiri, “Tuan Muda Keempat, masih mau lanjut mengecek?”

Mereka berdua sebelum ketiduran sebenarnya terus mendumel dalam hati. Bukti saksi ada, bukti material ada, ini Tuan Muda Keempat mau cari apa sih? Mau cari bukti yang bisa membebaskan Nyonya Muda Keempat dari tuduhan? Duh, Tuan Muda Keempat dan Nyonya Muda Keempat lucu sekali ya. Yang kasihan malah Nona Tiara, dia sekarang sekarat.

“Copy rekaman ketiga kamera CCTV ini buatku. Aku akan lanjut mengecek sendiri,” pinta Taylor Shen.

Petugas keamanan segera membuka laci, mengeluarkan sebuah USB baru, lalu meng-copy rekaman yang diminta ke dalamnya. Ia lalu menyerahkan USB itu ke Taylor Shen. Si bos menerima sodorannya, berterima kasih, kemudian keluar.

Setelah Taylor Shen keluar cukup lama, si petugas keamanan mengajak rekannya berbincang, “Tuan Muda Keempat sungguh gila cinta, dia malam ini pasti tidak tidur.”

“Kalau kamu yang ada di posisi dia, memang kamu bakal bisa tidur? Tuan Muda Keempat sungguh kasihan. Pasangannya masuk penjara di malam pernikahan, dan yang disakiti oleh pasangannya itu adalah adiknya sendiri. Kalau aku jadi dia, aku tidak bisa membayangkan aku bakal se-stres apa,” balas si rekan.

“Kok kamu yakin sekali yang dorong adiknya itu Nyonya Muda Keempat? Jangan lupa, tadi sore kita tidak ada di ruang CCTV, jadi kita sama sekali tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kalau kamu mengambil kesimpulan hanya dari rekaman barusan, itu belum tentu tepat.”

Petugas keamanan kedua menutup mulut dengan kedua tangan. Jantungnya berdebar kencang. Ia menanggapi, “Halah, kamu ini mikirnya bagaimana sih? Itu rekamannya memang terlihat palsu? Lihat tuh jelas-jelas memang Nyonya Muda Keempat yang dorong.”

“Sudahlah, aku males berdebat denganmu. Apa yang sebenarnya terjadi, aku yakin pengadilan akan memutuskan seadil-adilnya,” tutup petugas keamanan pertama. Ia kemudian memegangi perutnya dan berujar lagi: “Lapar banget. Kamu mau mie instan tidak? Kalau mau, aku buatkan satu porsi juga nih.”

“Terima kasih.”

……

Felix He dan James He langsung pulang ke rumah setelah acara pernikahan kelar. Malam-malam, begitu menonton berita yang mengabarkan Tiffany Song ditangkap polisi, Felix He langsung bangkit berdiri dan berjalan ke arah pintu.

Ia tidak tahu mengapa gadis ini sangat mudah membuat hatinya terenyuh. Ia hanya tahu saat ini ia sangat ingin bertemu dengannya. Kalau Tiffany Song tenang, hatinya akan ikut tenang.

Nyonya He juga ikut menonton berita tidak jauh dari Felix He. Ia dalam hati merasa senang gadis ini berakhir tragis di malam hari pernikahannya. Akhirnya dia kena musibah juga!

Begitu tadi melihat Felix He berjalan ke arah pintu, ia langsung menyusulnya. Menyadari si pria sudah siap masuk mobil, ia segera berlari dan mencegatnya. Nyonya He bertanya ketus: “Malam-malam begini mau ke mana kamu?”

“Ke pengadilan. Ada berkas kasus yang belum kelar dibaca,” jawab Felix He dengan raut wajah yang tidak berubah.

Nyonya He menyindir, “Hatimu paling paham kamu ke pengadilan atau ke kantor polisi.”

“Kamu tahu apa yang sedang kamu omongkan?” balas Felix He tidak senang dengan alis terangkat. Istrinya dulu tidak begini. Entah karena apa, dia sekarang jadi suka meributkan hal-hal tidak penting.

“Kamu orang yang paling khawatir saat Tiffany Song ditangkap polisi begini. Dia sebenarnya siapa kamu sampai kamu seperhatian itu?” tegur Nyonya He. Ia sudah berbagi ranjang dengan Felix He selama dua puluh tahun, jadi ia tahu semua isi hatinya.

Felix He terdiam mendengar pertanyaan istrinya. Tiffany Song sebenarnya siapa sampai ia seperhatian ini? Tadi siang, tanpa peduli hubungan keluarga Shen dan keluarga He yang tidak baik, ia dan James He memutuskan ikut hadir ke pernikahan Tiffany Song dan Taylor Shen. Sekarang, begitu Tiffany Song ditangkap, ia sangat panik. Apa sebenarnya yang terjadi?

James He keluar dari rumah. Melihat keduanya bertengkar, ia berusaha mendamaikan: “Kamu dan mama masuklah ke rumah, aku saja yang ke kantor polisi.”

Nyonya He langsung murka begitu mendengar James He mau ke kantor polisi. Ia mendeham dingin: “Si wanita sialan itu sebenarnya pakai susuk atau apa sih? Kalian berdua kenapa pada perhatian begini sama dia?”

James He menatap mamanya sekilas lalu berbalik badan dan berjalan ke mobil tanpa bicara lagi. Ia membuka pintu mobil, lalu mengemudikannya keluar.

Selepas kepergian James He, Felix He membuka pintu rumah dan masuk ke vila. Nyonya He sangat kesal dengan tingkahnya dan menyusul. Ia lalu protes: “Demi seorang pembunuh, kamu mau marah-marah denganku?”

Felix He tidak menjawab dan langsung naik ke lantai atas. Nyonya He marah sampai meneteskan air mata. Angela He, yang duduk di ruang tamu, menyadari mamanya menangis. Ia bangkit berdiri dan menghampiri, “Mama, buat apa kamu ribut dengan papa soal beginian? Semirip-miripnya Tiffany Song dengan wanita itu, ia tetap bukan si wanita itu. Kamu marah-marah begini hanya akan bikin papa makin peduli dengannya.”

“Karena perhatian papamu pada dia itulah aku khawatir. Aku khawatir dia kakak tirimu dari ibu yang berbeda, paham tidak kamu?” balas Nyonya He. Ia tersadar sudah kelepasan berbicara dan seketika menutup mulut. Wajahnya memucat.

Urusan ini hanya dia seorang yang tahu. Waktu Amelia keluar dari rumah kediaman keluarga He, ia sebenarnya sudah mengandugn anak, Ia melihat sendiri wanita itu pernah muntah di lorong jalan.

Wajah Angela He ikut memucat. Ia menoleh ke segala arah. Yakin tidak ada yang mendengar percakapan mereka, ia baru berujar pelan: “Ma, hal ini cukup jadi omongan kita berdua. Jangan sekali-sekali kamu mengungkitnya depan papa.”

“Ya iya lah, kamu pikir aku bodoh,” tutur Nyonya He kesal.

Angela He: “……”

James He tiba di kantor polisi. Dengan membawa-bawa nama sang ayah, ia bisa masuk ke ruang penjara tanpa ada gangguan dan pengecekan apa-apa. Sel penjara Tiffany Song sangat sempit, ranjangnya juga ada di lantai. Aroma lembab menyeruak pada siapa pun yang melewatinya dan itu memberi kesan seram.

Polisi penjaga membuka gembok sel, lalu berteriak ke dalam: “Tiffany Song, ada penjenguk datang.”

Mata Tiffany Song langsung mengarah ke jeruji sel. Di sana, ada seorang pria berdiri membelakangi cahaya. Di tangan kanan, pria itu menenteng plastik berisi kotak makan. Ia tercengang menatap si pengunjung. Jam segini siapa coba yang jenguk dia?

Si pengunjung melangkah masuk dan berjalan ke sisi Tiffany Song. Ia menaruh plastik kotak makan di lantai, lalu menatap si wanita. Wajah Tiffany Song terlihat sangat cantik meski tengah berada di tempat menyeramkan. Ia berlutut di sebelahnya dan menyapa: “Tadi pagi kamu masih terlihat seperti wanita paling bahagia di dunia, kok hanya dalam beberapa jam langsung jadi tragis begini?”

Tiffany Song mengedip-ngedipkan mata dan memundurkan badan untuk menjaga jarak aman. Sembari menatapi wajah yang ia sudah kenali, ia bertanya serak: “Buat apa datang kemari? Ini tempat kotor, kamu tidak seharusnya datang.”

Tiffany Song tidak menyangka James He akan datang ketika ia kena musibah. Pertemanan mereka belum sampai di tahap sedekat ini.

James He mengulurkan tangan dan mengangkat dagu Tiffany Song tanpa maksud macam-macam. Ia menatap wanita itu lekat-lekat dan bertanya, “Kalau aku tidak datang, siapa lagi yang datang? Beritahu aku, apa yang aku bisa bantu?”

“Kamu tidak akan bisa membantuku, siapa pun juga tidak bisa,” geleng Tiffany Song.

“Ayolah, jangan putus asa. Sekali pun sangat sulit, asalkan aku mau, aku pasti akan bisa membantumu membalikkan keadaan. Coba ceritakan sebenarnya apa yang terjadi, nanti aku akan bantu kamu, oke?” bujuk James He. Ia merasa dagu Tiffany Song agak dingin, jadi ia melepaskan mantelnya dan memberikannya ke tangan wanita itu.

Mantel James He masih membawa kehangatan bekas tubuh si pemilik. Ketika memegangnya, Tiffany Song baru merasa dia daritadi kedinginan. Ia memegangi mantel itu erat-erat untuk menyerap sedikit kehangatan, “Angelina Lian jatuh bukan karena aku dorong. Dia terpleset sendiri.”

“Aku percaya seratus persen padamu!” Kepercayaan James He pada Tiffany Song datang secara tiba-tiba. Ia sendiri tidak tahu dari mana asalnya perasaan ini. Ia pikir, kalau hari ini yang datang menjenguk Tiffany Song di penjara adalah papa, papa pasti juga akan bertindak serupa.

Mata Tiffany Song berkaca-kaca. Yang ia ingin dapatkan memang kata-kata ini. Kalau sudah mendengar kata-kata ini, kalau pun harus mati di penjara, ia tidak akan menyesal sama sekali. Sayang, yang mengucapkan kata-kata itu bukan suaminya. Entah Taylor Shen sekarang di mana.

James He duduk di sebelah Tiffany Song. Dari kantongnya, ia mengeluarkan selembar tisu basah dan mengelap bercak-bercak kotoran di wajah Tiffany Song. Yang dilap tidak bergerak. Wajahnya kini terasa jauh lebih segar dan lembut. Di bawah cahaya lampu yang temaram, wajah Tiffany Song kini lebih putih daripada kertas.

James He mengambil satu lembar tisu basah lagi untuk mengelap bercak-bercak yang masih tertinggal. Ia tidak lupa mengelap tangan Tiffany Song. Setelah selesai, pria itu membuka kotak makan yang tadi ia bawa, menyodorkannya ke si wanita, dan berkata: “Makanlah sedikit.”

Tiffany Song menunduk mengamati kotak makan. Makanan yang ada di dalamnya masih panas dan sangat wangi. Ia memang belum makan cukup dari pagi, jadi sekarang perutnya kosong. Meski begitu, ia sedang tidak nafsu makan.

Novel Terkait

Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu
Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
4 tahun yang lalu
Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu
Cinta Dan Rahasia

Cinta Dan Rahasia

Jesslyn
Kesayangan
5 tahun yang lalu
Now Until Eternity

Now Until Eternity

Kiki
Percintaan
5 tahun yang lalu
Balas Dendam Malah Cinta

Balas Dendam Malah Cinta

Sweeties
Motivasi
4 tahun yang lalu
Asisten Wanita Ndeso

Asisten Wanita Ndeso

Audy Marshanda
CEO
3 tahun yang lalu