You Are My Soft Spot - Bab 77 Kok Mukamu Masih Tetap Memerah Sih? (1)

Tiffany Song berdiri di kamar mandi dengan geram. Taylor Shen kok memperlakukan rumah ini seperti rumahnya sendiri? Ia berkacak pinggang sambil garuk-garuk kepala. Beberapa lama kemudian ia baru berjongkok sedikit untuk memakai celana.

Tiffany Song kemudian menyikat gigi di depan wastafel. Ia terus menatap cermin wastafel, dan entah bagaimana dalam bayangan cermin itu muncul sosok Taylor Shen yang berjalan menghampirinya dari belakang lalu melepas handuknya dengan kasar. Handuk pun lepas, kemudian……

Tiffany Song jadi merinding sendiri. Ia menepuk-nepuk pipi sambil memperingatkan dirinya sendiri: Tiffany Song, kamu sedang memikirkan apa sih? Jangan dipikirkan ah, nanti jadi gila sendiri.

Ketika wanita itu berusaha sekeras mungkin untuk mengosongkan pikirannya, bayangan Taylor Shen datang dari belakang dan melepas handuknya kembali muncul dalam pikirannya. Kali ini, pria itu langsung menempelkan tubuhnya pada tubuh Tiffany Song begitu melepas handuknya.

“Ah!” Tiffany Song berteriak pelan. Setelah berhasil kembali mengumpulkan kesadarannya, Tiffany Song melihat dirinya sendiri lagi di cermin. Ia garuk-garuk kepala lagi, dan kali ini ia tidak bisa kembali tenang seperti yang sebelumnya. Durasi sikat giginya ia percepat, dan ia pun buru-buru menaruh sikat itu kembali di gelas. Ia tidak tahu, sikat gigi yang ia gunakan ini sebenarnya sikat gigi yang sama dengan yang Taylor Shen gunakan barusan.

Tiffany Song keluar dari kamar mandi dan berjalan ke kamar tidurnya. Taylor Shen, yang awalnya berada di dapur menikmati sup, entah bagaimana caranya sekarang terbaring di kasurnya. Pria itu bahkan sudah melepas handuk yang dikenakannya tadi. Handuk itu ditaruhnya di punggung kursi dengan asal-asalan. Taylor Shen kini berbaring sambil memeluk selimut tipis milik Tiffany Song.

Tiffany Song kesal setengah mati. Badan Taylor Shen yang atletis sungguh tidak cocok dengan desain kamarnya yang feminim.

“Taylor Shen, ini ranjangku, bangunlah cepat!” ujar Tiffany Song sambil melangkah mendekatinya. Karena tahu Taylor Shen tengah telanjang bulat, Tiffany Song tidak berani melepaskan selimut tipisnya dari tubuh pria itu.

Sambil berbaring di atas bantal kepala pink bergambar kucing milik Tiffany Song, Taylor Shen menoleh ke arah wanita itu. Ia membuka matanya setengah, lalu berkata dengan setengah sadar: “Kemarin tidur di sofa semalaman bikin sekujur badanku jadi pegal. Biarkan aku tidur di sini, nurutlah dan jangan ribut lagi!”

“Kamu kalau mau tidur di kasur ya tidur di kasur rumahmu lah!” Tiffang Song semakin marah. Ia sungguh jijik membayangkan Taylor Shen berbaring di atas kasurnya tanpa mengenakan sehelai pakaian pun. Pria cabul ini tidak bisa ya membiarkannya hidup tenang untuk sebentar saja?

Kalau tahu Taylor Shen tidak akan mau pergi dari sini setelah semalam ia inapkan di sini, ia dari awal pasti tidak akan mengizinkannya menginjakkan kaki di sini!

Taylor Shen berusaha membuka matanya lagi. Ia gagal, ia terlalu kelelahan.

Melihat tingkah Taylor Shen ini, Tiffany Song sungguh risih, “Taylor Shen, cepat bangun. Aku sudah harus berangkat kerja, kamu juga harus cepat-cepat keluar dari rumahku karena akan terlihat tidak etis!” Kalau sampai ada orang datang ke rumah ini dan melihat Taylor Shen berada di rumahnya, bagaimana ia mau menjelaskan kronologisnya coba?

Dengan mata yang masih tertutup, Taylor Shen berhasil meraba tangan Tiffany Song. Ia memegang pergelangan tangan wanita itu dengan kencang, dan itu membuat Tiffany Song kehilangan keseimbangan dan jatuh ke ranjang. Taylor Shen menahan leher Tiffany Song, lalu mengangkat kepala dan menempelkan bibirnya ke bibir wanita itu. Masih dengan keadaan setengah sadar, ia berkata: “Nurut sedikit lah, jangan ganggu aku!”

Taylor Shen kemudian langsung kembali ke posisi semula dan meneruskan tidurnya.

Tiffany Song terduduk kaku di samping ranjang. Ia mengelus bibirnya yang dikecup Taylor Shen barusan. Ia menatap Taylor Shen, dan memang, pria itu memang terlihat sangat kelelahan. Ia tidak tega mengganggunya lagi, biarlah ia mau tidur di mana.

Tiffany Song tidak lama kemudian bangkit berdiri, berjalan ke arah lemari baju, lalu mengambilkan celana dalam yang ia belikan untuk Taylor Shen sebelumnya. Ia menaruhnya di sisi ranjang, lalu berbalik badan dan keluar kamar.

Di bawah cahaya matahari pagi, Taylor Shen tertidur pulas di kamar itu.

---------------

Tiffany Song pergi ke dapur. Taylor Shen sedang berada di rumahnya, ia tidak mungkin pergi kerja dan meninggalkannya di sini sendirian tanpa kekhawatiran apa pun. Setelah menimbang-nimbang, ia mengambil ponselnya dan menelepon CEO Li.

“CEO Li, aku pagi ini mau pergi ke toko bahan bangunan, kelihatannya tidak bisa ikut rapat pagi. Aku minta izin ya, boleh kan?” ujar Tiffany Song sambil menatap ke luar jendela. Anak-anak di bawah kompleks apartemennya sedang bermain riang di luar, sungguh ramai.

CEO Li selama ini sudah membebani Tiffany Song begitu banyak. Pada kompetisi terbuka lalu Winner Group hanya kalah satu poin dari Shine Group, dan itu membuktikan bahwa potensi Tiffany Song sangat bebas. Asal ia bisa melatihnya sepenuh hati, suatu hari nanti, Tiffany Song pasti akan menjadi “kuda hitam” dalam industri desain dunia. Ia berujar, “Tiffany Song, urusi saja dulu urusanmu itu, isi rapat pagi ini akan kusuruh Sally Yun tuliskan untukmu. Yang paling penting bagimu sekarang adalah mempersiapkan desain rancangan kompetisi terbuka kedua dengan sepenuh hati!”

“Terima kasih CEO Li. Aku matikan ya teleponnya.” Tiffany Song menutup telepon dengan perasaan agak bersalah. Ia kemarin tidak ke kantor, hari ini juga tidak. Ia takut teman sekantornya nanti akan menuduh ia makan gaji buta. Ini semua ya karena laki-laki sialan yang sedang tidur di kamarnya itu. Kalau tidak ada dia, mana perlu ia berbohong seperti ini pada bosnya. Kalau ini terus terjadi dan ia pada akhirnya dipecat kantor, mau makan apa coba dia?

Tiffany Song kembali ke dapur. Bubur yang ia rebus sudah matang, dan ia pun memakannya dengan disertai sayur. Sambil makan ia teringat Taylor Shen masih meninggalkan pakaiannya di kamar mandi. Nanti saat dia bangun, dia tidak punya pakaian apa-apa dong? Tiffany Song mau tidak mau mencucikan pakaiannya itu.

Aroma bir pada pakaian Taylor Shen sangat kentara. Tiffany Song menuang cairan deterjen di atasnya, lalu menguceknya pelan-pelan. Ketika tiba gilirannya untuk mencuci celana dalam pria itu, Tiffany Song agak ragu-ragu. Ia sebelumnya tidak pernah mencucikan barang pribadi milik pria seperti ini. Tiffany Song menatap celana dalam itu cukup lama dengan wajah bingung. Ia akhirnya memutuskan mencucinya dengan mata tertutup.

Ia pun menggantung pakaian-pakaian itu di depan kipas angin ruang tamu. Ia berharap semoga pakaian-pakaian ini bisa segera kering, agar sewaktu bangun nanti Taylor Shen bisa langsung memakainya.

Setelah menyelesaikan semua ini, Tiffanny Song masuk kembali ke kamar tidurnya. Posisi tidur Taylor Shen belum berubah sama sekali, tidurnya nampak begitu pulas. Dengan gerakan yang pelan-pelan, Tiffany Song berjajan ke meja kerjanya, mengambil komputernya, lalu keluar kamar.

Dengar-dengar akan ada sebelas juri dalam kompetisi terbuka kedua ini. Standar penilaian semua aspek, mulai dari aspek bahan, aspek desain, dan aspek harga, sangat tinggi dan ketat. Tiffany Song tidak begitu yakin bisa mengalahkan Shine Group kali ini. Namun, di sisi lain, kesebelas juri ini akan menilai semua aspek desain, jadi ia yakin Shine Group tidak bisa bermain curang.

Tiffany Song duduk di lantai. Sambil membolak-balik catatan, ia memperbaiki draf rancangan yang sudah ia buat sebelumnya berulang-ulang. Tidak berapa lama, begitu melihat kipas angin yang berputar-putar, pikirannya kembali melayang ke Taylor Shen.

Taylor Shen bukan hanya sangat intimidatif, tapi juga selalu bersikap semaunya sendiri. Kemarin banyak sekali orang yang memerhatikannya, namun Taylor Shen sama sekali tidak peduli. Kalau ia terus tinggal bersamanya, cepat atau lambat ia nampaknya akan kena sakit jatung. Tiffany Song jelas-jelas tahu pria ini sangat berbahaya, tapi anehnya semalam ia tetap membawanya pulang ke apartemennya.

Ah…… Tiffany Song membuang nafas panjang. Mengapa lagi-lagi tentang dia sih?

Begitu konsentrasinya kembali, Tiffany Song baru menyadari di draf rancangannya tertulis begitu banyak kata “Taylor Shen”. Ia sungguh terkejut. Habis sudah draf rancangannya ini. Ia garuk-garuk kepala, ia merasa mau gila!

Sepanjang pagi, Tiffany Song memperbaiki draf rancangan itu agar kembali seperti semula. Ia tidak akan pernah menaruh komputernya dengan ceroboh lagi. Waktu berlalu cepat, dan pinggang Tiffany Song kini terasa pegal. Ia mengecek jam tangannya. Sudah pukul sepuluh, dan Taylor Shen masih belum bangun.

Tiffany Song bangkit berdiri dan meregangkan sebentar tulang-tulang dan sendi-sendinya. Ia kemudian mengecek pakaian Taylor Shen yang tadi ia jemur. Kemeja pria itu bahannya tipis, jadi sudah kering. Sayangnya, celananya masih sangat basah dan tidak layak dikenakan. Ia ragu, apakah ia akan keluar dan membelikannya celana baru, atau ia menyuruh Christina mengantar ke sini saja.

Tiffany Song tiba-tiba teringat, dekat kompleks apartemen, ada sebuah toko pakaian pria yang baru buka. Meski pakaian-pakaian yang dijual bukan pakaian mewah, tapi kualitasnya kelihatannya cukup oke. Tiffany Song pun mengambil dompetnya dan keluar apartemen.

Toko pakaian pria itu kebetulan cabang dari merek yang sedang tren. Setelah berkeliling sejenak, Tiffany Song memilih sepasang t-shirt dan celana panjang yang cukup kasual. Ia menyelesaikan pembayaran kedua barang itu, lalu pergi ke supermarket sebelah untuk membeli sayur dan daging.

Sekembalinya ke apartemen, Taylor Shen masih belum bangun juga. Ia menaruh pakaian yang barusan ia beli di kursi samping ranjang, lalu mengambil handuknya dan keluar kamar. Suara pintu yang ditutup membangunkan Taylor Shen. Ia mengucek-ucek mata dan mengubah posisinya dari berbaring jadi duduk. Pria itu menatap segala sisi kamar tidur Tiffany Song, ia kebingungan ia sekarang sedang di mana.

Udara yang ia hirup dipenuhi aroma tubuh wanita, pantas saja ia tidur sampai sepulas ini. Ia senyum-senyum sendiri sambil melepas selimut dan menuruni ranjang. Handuk yang ditaruh di punggung kursi sudah tidak ada, dan di kursi ada t-shirt dan celana panjang pria yang kelihatannya baru dibeli.

Jari Taylor Shen secara tidak sengaja menyenggol sebuah kota yang agak keras. Ia menoleh, dan ternyata kotak itu dari tadi ada di sisi ranjang. Itu kotak dari merek celana dalam yang biasa ia kenakan. Ia jadi ingat kejadian di Wanda Plaza, dan seberkas senyum lebar pun merekah dari bibirnya.

Ternyata Tiffany Song benar-benar pergi ke toko celana dalam untuk membelikannya celana dalam. Barang itu bahkan masih disimpan sampai sekarang. Wanita itu ingin suatu hari ia bisa mengenakan celana dalam yang dia beli ya? Hati Taylor Shen jadi berbunga-bunga sekaligus kesal. Katanya tidak ada perasaan apa-apa, kok berharap sebegitu rupa sih? Ini lah wanita yang di mulutnya bilang tidak tapi hatinya bilang ia!

Taylor Shen membuka kotak itu dan mengeluarkan celana dalam yang ada di dalamnya. Desain celana dalam itu sangat elegan, ternyata Tiffany Song seleranya bagus juga ya! Ia memakai celana dalam itu dan melihat lagi t-shirt dan celana panjang pria yang ada di kursi. Ia malas memakainya. Sudah lah, pakai celana dalam saja kan tidak masalah?

Dari arah dapur terdengar suara seseorang tengah memasak sambil bernyanyi riang. Taylor Shen masuk ke sana. Melihat Tiffany Song tengah menyiapkan makan siang, ia berjalan pelan-pelan mendekatinya. Ia memeluk pinggang wanita itu dari belakang, lalu menaruh dagunya di bahu wanita itu. Ia bertanya sumringah: “Siang ini masak apa?”

Tiffany Song kaget. Ia ingin buru-buru melepaskan pelukan pria itu, “Taylor Shen, lepaskan aku, aku mau potong sayur.”

“Ya potong lah, aku tidak akan menganggumu.” Mulutnya memang berbicara begitu, tapi Taylor Shen sama sekali tidak melepaskan Tiffany Song.

“Ya kamu peluk aku begini bagaimana aku bisa potong?” Tiffany Song tidak sadar Taylor Shen hanya pakai celana dalam. Kalau ia tahu, ia pasti sudah marah-marah dari tadi.

Taylor Shen melepaskan Tiffany Song sesuai permintaannya. Ia takut Tiffany Song jadi tidak konsentrasi memasak. Sekalinya dilepas, Tiffany Song langsung membuang nafas panjang tanda lega. Sambil memotong sayur, ia berkata: “Hawa dapur sangat panas, kamu di luar saja nonton TV.”

Taylor Shen melipat kedua tangannya di dada. Ia tidak mau keluar. Ia menjawab: “Kamu siang ini mau masakkan aku makanan enak apa?”

“Sapi cah tomat, ayam kung pao, dan selada tumis.” Tiffany Song berusaha menjawab dengan tenang. Ia tidak berani menatap langsung pria itu.

“Aku suka sekali dengan masakanmu!” Taylor Shen dalam hati berpikir, kok Tiffany Song tidak lihat juga ya ia hanya pakai celana dalam? Ia tengah pakai celana dalam yang dibelikan olehnya sendiri loh!

Wajah Tiffany Song memerah. Ia merasa mereka sudah seperti sepasang suami istri saja. Ia makin lama makin tidak bisa berkonsentrasi memasak. Begitu Tiffany Song berbalik badan untuk menyuruh Taylor Shen keluar dari dapur, ia langsung melihat tonjolan yang berasal dari selangkangan Taylor Shen di hadapan dadanya!

Tiffany Song terbelalak. Setelah sadar apa tonjolan itu, wajahnya langsung merah. Ia menatap Taylor Shen dari atas ke bawah. Melihat pria itu hanya mengenakan celana dalam, ia kehilangan kata-kata. Ia hanya bisa berkata, “Kamu……”

“Keren kan?” Taylor Shen berdiri dengan sangat percaya diri tanpa memedulikan ekspresi kekagetan di wajah Tiffany Song. Ia seperti burung merak jantan yang tengah menikmati lirikan burung merak betina.

Tiffany Song mau tidak mau harus mengakui, tubuh Taylor Shen sangat sempurna. Bahunya lebar dan pinggangnya langsing. Pria cabul ini pasti sengaja melakukan ini. Ia jelas-jelas sudah menaruh pakaian yang ia beli barusan di atas kursi, masa iya tidak kelihatan sih?

“……” Tiffany Song jadi sakit kepala. Mengapa pria ini terus ada di dekatnya? Ia buru-buru buang muka, “Pakai pakaianmu sana, nanti masuk angin.”

Taylor Shen tidak menyangka dengan respon menghindar yang ditunjukkan Tiffany Song. Tubuhnya ini sangat seksi, kok Tiffany Song tidak mau lihat sih?

Taylor Shen maju satu langkah. Kedua tangannya ia letakkan di bahu wanita itu. Ia lalu mendekatkan wajah wanita itu ke wajahnya dan bertanya kesal: “Tidak keren ya? Ya sudah aku lepas sekalian nih!”

Tiffany Song mau gila dipaksa seperti ini. Kalau Taylor Shen lepas celana dalamnya, ia akan sungguh-sungguh telanjang bulat. Melihat pria itu bersiap melepas celana dalamnya, ia langsung menahan tangannya dan memohon-mohon: “Jangan, jangan. Iya keren, keren sekali, jangan dilepas!”

Taylor Shen langsung puas. Ia menoleh ke arah Tiffany Song, lalu berkata dingin: “Ngomong dari awal makanya biar tidak usah dipaksa. Dasar bandel!”

“……” Tiffany Song hanya bisa mengelus dada.

Novel Terkait

Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
3 tahun yang lalu
You're My Savior

You're My Savior

Shella Navi
Cerpen
5 tahun yang lalu
Gadis Penghancur Hidupku  Ternyata Jodohku

Gadis Penghancur Hidupku Ternyata Jodohku

Rio Saputra
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu
Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
Meet By Chance

Meet By Chance

Lena Tan
Percintaan
3 tahun yang lalu
My Enchanting Guy

My Enchanting Guy

Bryan Wu
Menantu
3 tahun yang lalu
Akibat Pernikahan Dini

Akibat Pernikahan Dini

Cintia
CEO
4 tahun yang lalu