You Are My Soft Spot - Bab 120 Tiffany Song Adalah Wanitaku (3)

Pintu belum dibuka juga meski mereka sudah mengetuk cukup lama. Wayne Shen berkata datar pada kekasihnya: “Jennifer Li, Tiffany Song tidak ada, mungkin sudah pergi.”

Jennifer Li mulai menangis. Ia bertanya-tanya iba: “Kakak Song pergi ke mana ya? Aku sangat khawatir dengannya, mungkinkah dia akan gundah terus-menerus?”

“Tidak mungkin, sebab Kakak Keempat akan selalu menemaninya. Jennifer Li, jangan berpikiran aneh-aneh. Kita pulang ke rumah saja oke?” Wayne Shen menunduk menatap Jennifer Li. Belakangan ini wanita ini selalu saja murung dan tidak ceria, juga tidak pernah mau didekatinya. Ia paham Jennifer Li masih belum bisa melupakan kejadian malam itu, jadi ya sudahlah biar saja waktu yang menyembuhkannya.

“Wayne Shen, kamu tahu tidak? Waktu aku dan Kakak Song pergi ke White Horse Temple, kertas keberuntungan yang kami berdua ambil tidak baik. Aku dan kamu sudah…… Aku khawatir kertas yang Kakak Song ambil benar-benar akan membawanya ke masalah besar,” ujar Jennifer Li tersedak. Kalau dari awal tahu akan begini, ia tidak akan mengajak Tiffany Song ke White Horse Temple dan mengambil kertas keberuntungan.

“Itu semua palsu, jangan percayai sepenuhnya. Aku janji aku akan menemukan dia secepatnya. Jangan menangis lagi, oke?” Wayne Shen iba melihat Jennifer Li menangis. Apa yang bisa ia lakukan agar wanita ini berhenti menangis?

“Iya.” Jennifer Li mendongak menatap Wayne Shen dengan mata basah, “Kakak Wayne Shen, kamu harus menemukannya secepat mungkin.”

“Baik. Kita pulang ya.” Wayne Shen membuang nafas pasrah. Jennifer Li sebenarnya tidak terlalu suka bergaul dengan orang, entah mengapa ia sepertinya sangat cocok dan suka dengan Tiffany Song. Mungkin ini yang disebut-sebut “jodoh” dalam dongeng-dongeng kuno.

Begitu mereka tiba di lantai dasar, mereka berpapasan dengan seorang nyonya besar. Mereka awalnya hanya berpapasan seperti orang tidak saling kenal, tetapi nyonya besar tiba-tiba menghentikan langkahnya dan menatap bayangan tubuh keduanya sambil memanggil: “Tunggu sebentar.”

Wayne Shen menghentikan langkahnya. Ia dan Jennifer Li menoleh. Melihat wanita yang memanggil mereka, Wayne Shen langsung teringat itu wanita yang menerima wawancara media bareng Taylor Shen begitu muncul isu bangunan tidak lulus uji inspeksi. Ini Callista Dong, CEO Shine Group. Wayne Shen berujar, “Nyonya Dong ada urusan apa?”

“Tiffany Song…… masih baik-baik saja kan?” tanya Callista Dong ragu-ragu. Ia baru kembali dari kantor pusat perusahaannya di Amerika untuk melaporkan isu bangunan tidak lulus uji inspeksi. Kantor pusat tidak begitu puas dengan uraiannya. Setelah beralibi cukup panjang, barulah ia bisa mengamankan posisinya sebagai CEO kantor cabang China.

Ketika baru sampai bandara tadi pagi, ia mendengar bahwa Tiffany Song dirundung masalah besar. Ia menelpon Tiffany Song berkali-kali namun tidak diangkat. Ia pun menyuruh orang untuk mencari alamat Tiffany Song dan buru-buru ke sana.

Wayne Shen sangat terkejut melihat perhatian Callista Dong pada Tiffany Song, sebab waktu itu kan wanita tua ini juga ambil andil dalam menjadikan Tiffany Song plagiator desain rancangan. Ia menjawab datar: “Ia tidak di apartemen, kami tidak berhasil menemuinya.”

Wayne Shen kemudian merangkul Jennifer Li dan lanjut berjalan menjauh.

Callista Dong menarik tatapannya. Ia kembali menelepon ponsel Tiffany Song, tetapi tidak diangkat juga. Baru ia pergi beberapa hari, Tiffany Song langsung dirundung masalah sebesar ini. Di waktu ketika Tiffany Song paling membutuhkannya, ia malah tidak ada. Ia sungguh marah pada dirinya sendiri.

Beberapa lama kemudian, Callista Dong baru berbalik badan dan pergi.

……

Tiga hari berlalu, dan Tiffany Song serta Stella Han masih menghilang bak lenyap ditelan bumi. Jordan Bo awalnya masih bisa tenang, tetapi kemudian setelah berulang kali gagal menelepon istrinya, ia tidak bisa tenang lagi.

Tiffany Song dirundung masalah, Stella Han ikut menghilang bersamanya. Memang sahabat super dekat mereka berdua ini.

Demi mencari kedua wanita ini, Jordan Bo dan Taylor Shen, yang sama-sama orang besar di Kota Tong, melakukan penelusuran di seluruh penjuru kota. Halte bus, stasiun kereta, bandara, semuanya tidak luput dari kunjungan dan penjagaan orang-orang suruhan keduanya. Untuk masuk ke ketiga tempat itu diperlukan KTP, jadi tidak mungkin sedikit pun jejak mereka tidak bisa terendus.

Sayangnya Tiffany Song dan Stella Han tidak naik bus, kereta, dan pesawat, jadi pencarian mereka tidak menemukan kemajuan apa-apa.

Taylor Shen sudah tidak ingat ia sudah naik darah berapa kali. Ia sudah mengerahkan semua orang yang dimilikinya untuk mencari Tiffany Song, tetapi hasilnya nihil. Ia tidak percaya kedua orang ini punya kemampuan menghilang dan terbang.

Tiffany Song tidak punya banyak teman, dan teman terbaiknya sudah menghilang bersamanya. Tiffany Song tidak mungkin pulang ke rumah keluarganya, juga tidak mungkin pulang ke rumah Callista Dong, sebab Callista Dong sendiri tiga hari lalu juga mendatanginya untuk menanyakan kabar Tiffany Song.

Taylor Shen berdiri di sisi jendela sambil menatap Tower Howey di kejauhan. Ia memaksa dirinya untuk tetap tenang. Operasi pencarian mereka pasti ada titik bolongnya. Kalau kedua orang ini masih di Kota Tong, tidak mungkin sedikit kabar pun tentang mereka tidak ada. Kecuali jika mereka memang tidak lagi di Kota Tong……

Taylor Shen kemudian mengambil teleponnya dan menelepon Jordan Bo: “Rumah lama Stella Han di mana?”

“Tidak tahu.” Jordan Bo jujur, ia benar-benar tidak tahu di mana rumah lama Stella Han.

“Bro, kamu ini suami apaan sih? Kamu tidak mungkin hanya berinteraksi ketika bercinta kan?” Taylor Shen langsung kesal sendiri. Mereka harusnya dari awal sudah memprediksi, keduanya tidak mungkin masih di Kota Tong karena cepat atau lambat akan ditemukan.

Wajah Jordan Bo muram. Kata-kata Taylor Shen tidak salah. Begitu Stella Han hilang, ia baru sadar ia tidak tahu apa-apa soal istrinya sendiri. Ia harus lihat dulu di buku nikah dia orang mana, “Aku coba cek di kartu nikah.”

“……”

Setengah jam kemudian, Jordan Bo menelepon Taylor Shen dan melaporkan sebuah alamat. Taylor Shen langsung mengambil kunci mobilnya dan bergegas keluar kantor. Ia punya firasat, Tiffany Song dan Stella Han pasti ada di rumah keluarga Han.

Stella Han dari kecil tinggal di sebuah desa yang lokasinya paling terpencil dan paling ujung dari Kota Tong. Ia meninggalkan desa ini ketika diterima di Universitas Kota Tong. Tiga hari lalu, sebelum hari menjelang pagi, Tiffany Song dan Stella Han keluar dari hotel diam-diam dan naik bus kota paling pagi ke sini.

Ini pertama kalinya Tiffany Song datang ke rumah lama Stella Han. Pemadangan di sini sangat asri, warganya juga sangat ramah. Sepanjang jalan ada saja warga yang menyapa mereka ketika berpapasan. Tiffany Song sangat senang dengan keramahan mereka. Duka yang ia pendam berhari-hari semakin lama semakin hilang, suasana hatinya kini jauh lebih baik.

Orangtua Stella Han adalah petani yang sangat sederhana dan ramah. Begitu kedatangan keduanya, mereka langsung menyajikan hidangan ayam dan bebek yang mereka bunuh sendiri. Di sini, Tiffany Song juga pertama kali mengetahui nama kecil Stella Han: Si Kecil.

Tiffany Song merasa jauh lebih baik berada di sini. Desa ini seolah memiliki kekuatan yang bisa membuat seseorang tenang. Pada sore hari di hari kedua mereka menatap di sana, Tiffany Song melihat Mama Han dan Stella Han tengah mencabut akar lotus dari kubangan di depan rumah. Ia sangat penasaran untuk ikut serta. Ia langsung melepas sepatunya dan berlari masuk kubangan.

Stella Han buru-buru menghalanginya, “Tiffany Song, jangan masuk sini. Di sini ada lintah, dan kamu tidak pakai sepatu lumpur, nanti dia bisa menghisap darahmu loh.”

“Jangan menakutiku,” ujar Tiffany Song sambil tertawa-tawa riang. Ia menunduk mencari akar lotus, tetapi tidak ketemu juga. Ia tiba-tiba merasa ada sesuatu yang menempel di kakinya. Begitu ia mengangkatnya, ia melihat ada serangga sedang merayap di situ. Tiffany Song langsung berteriak geli, “Ah, ada serangga, ada serangga.”

Stella Han dan mamanya langsung berlari menghampirinya. Sebagai orang yang sudah terbiasa dengan kegiatan ini sejak kecil, Stella Han tanpa ragu menarik ujung belakang lintah dari kaki Tiffany Song. Lintah pun lepas sekian detik kemudian. Melihat wajah pucat Tiffany Song, ia menertawakannya, “Aku kan sudah bilang ada lintah tuh rasakan lah sendiri akibatnya.”

Mama Han menepuk bahu Stella Han, “Kamu masih sempat-sempatnya menertawai dia? Cepat bawa Tiffany Song naik, basuh lukanya dengan antiseptik.”

“Siap, Nyonya,’” ledek Stella Han. Ia naik keluar dari kubangan, lalu menarik tangan Tiffany Song untuk ikut keluar. Tiffany Song menatapnya iri, “Stella Han, aku sangat iri dengan cara kamu dan mamamu berinteraksi.”

Stella Han menatap mamanya yang lanjut mencabut akar lotus, lalu berujar: “Tiffany Song, kamu tau tidak? Aku sangat sayang dengan papa mamaku. Saat kami kecil, tiap papa pergi ke kota untuk menjual barang, ia pasti akan membawa pulang permen untukku. Mereka tidak peduli dengan kebutuhan mereka sendiri, yang mereka utamakan hanya kebutuhan aku. Uang sekolahku saja mereka tabung sedikit demi sedikit dalam waktu yang cukup lama.”

Hati Tiffany Song bergetar. Jadi ini yang namanya besarnya kasih dan pengorbanan orangtua.

Stella Han menggandeng Tiffany Song masuk rumah, lalu memulai pembicaraan baru: “Waktu itu kamu sempat tanya, mengapa aku tidak memberitahu mereka bahwa aku sudah menikah. Jawabannya adalah aku takut mereka akan bersedih di kemudian hari. Pernikahanku dengan Jordan Bo tidak didasari oleh cinta, melainkan oleh nafsu seksual. Hubungan seperti ini cepat atau lambat akan berakhir. Aku tidak ingin membuat mereka senang sesaat lalu mengecewakan mereka di kemudian hari.”

“Stella Han……” Tiffany Song selalu merasa Stella Han seorang pekerja keras. Sahabatnya itu siap saja berdiri lama-lama di bawah terik matahari untuk bekerja. Stella Han bukan wanita yang rela melepas kehormatan dan martabatnya hanya demi seorang pria.

“Tetapi aku punya firasat suatu hari nanti mereka pada akhirnya akan tahu juga,” balas Tiffany Song.

“Aku tahu kok, tetapi aku optimis perlahan-lahan kami bisa saling menyesuaikan. Kalau aku benar-benar tidak tahan dengannya, ya nanti kita bicarakan lagi,” ujar Stella Han optimis. Tiffany Song mendongak menatap Stella Han dengan sedikit kecewa. Ia berfirasat, sepertinya sahabatnya itu sudah mulai cinta dengan Jordan Bo.

Di dalam rumah, Stella Han mempersilahkan Tiffany Song duduk, lalu membawakannya bir dari dapur dan mengajaknya minum. Ia kemudian berlutut di hadapan Tiffany Song, mengangkat kaki sahabatnya itu, dan meneteskan antiseptik di bagian yang luka.

Tiffany Song merasa sangat perih diobati seperti itu, tetapi lama-kelamaan terbiasa. Stella Han kemudian duduk di sampingnya dan menatap gunung dan sungai nan jauh di luar sambil berujar: “Setiap kali suasana hatiku tidak baik, sekalinya aku pulang ke sini, aku pasti akan menemukan semangat baru. Rumah adalah tempat yang sangat ajaib. Tidak peduli seberapa banyak perasaan negatif dan luka yang kamu dapatkan di luar, sekalinya pulang kerumah, kamu akan bisa melupakan semua itu.”

Tiffany Song mengepalkan kedua tangannya. Udara di desa sangat sejuk. Ia memejamkan mata rapat-rapat: “Setuju. Rumah adalah tempat yang sangat cocok untuk melupakan sejenak semua masalah dan kegundahan.”

Stella Han merangkul Tiffany Song sambil bertanya: “Kalau begitu, sekarang suasana hatimu sudah baikan belum?”

“Sudah.” Tiffany Song mengangguk. Ia sudah menghindar segini lama, kini tiba saatnya bagi dia untuk kembali ke dunianya. Ia sadar, hal-hal yang tidak ingin ia hadapi sebenarnya tidak boleh ia hindari karena itu tidak akan menyelesaikan masalah.

Tiba-tiba terdengar suara Papa Han dari kejauhan, “Stella Han, Tiffany Song, ada orang mencari kalian.” Mereka berdua langsung berdiri, dan sesampainya di pekarangann mereka melihat Karry Lian berjalan masuk di belakang Papa Han.

Stella Han bertanya bingung, “Kakak Senior Karry, ada urusan apa datang ke sini?”

Karry Lian berdiri dengan posisi satu tangan di kantong celana dan satu tangan memegang oleh-oleh untuk keluarga Han. Ia tersenyum lebar: “Aku sangat khawatir karena kalian menghilang tiba-tiba. Aku mendapatkan alamat rumah lamamu ini dari datamu di firma hukum.”

Papa Han menatap Karry Lian dari atas ke bawah, lalu memuji: “Ternyata kamu Kakak Senior Karry yang suka disebut-sebut Si Kecil. Wajahmu tampan dan terlihat cerdas, ternyata anakku memang pandai memilih pria.”

Wajah Stella Han langsung merah. Ia memang pernah menyukai Karry Lian, tetapi itu sudah menjadi masa lalu. Stella Han menginjak kaki ayahnya memberi kode: “Pa.”

“Iya, iya, tahu kok, senior tidak boleh mencampuri urusan junior. Kalian ngobrol lah sepuasnya, aku temani mama saja.” Ayah Han pun melambaikan tangan dan bergegas pergi ke kubangan.

Stella Han meminta maaf dengan canggung: “Kakak Senior Karry, jangan dengarkan kata-kata papaku barusan. Sini barangmu serahakan ke aku, ayo masuk.”

Karry Lian menggangguk mengiyakan. Ia pun masuk, dan Stella Han langsung bergegas ke dapur menuangi minum untuk Karry Lian dan Tiffany Song. Begitu ia ingin kembali ke ruang tamu, ia melihat keduanya tengah berbincang. Ia menghentikan langkahnya dan kembali ke dapur. Ia tidak enak hati mengganggu kedekatan mereka.

“Tiffany Song, sejak kamu dan Stella Han meninggalkan Kota Tong, Taylor Shen dan Jordan Bo terus mencari-cari kalian ke setiap penjuru Kota Tong. Aku yakin mereka pasti akan bisa menemukan kalian dengan segera,” ujar Karry Lian sambil menatap Tiffany Song lekat-lekat. Wanita ini jauh lebih tenang daripada yang ia bayangkan.

Tiffany Song menunduk menatap semut-semut yang tengah merayap mencari makanan. Kalau saja Karry Lian tahu mengapa ia bersedih…… Ia menjawab: “Aku sendiri tidak pernah terpikir untuk bersembunyi seumur hidup. Kota Tong adalah tempat ku hidup dari kecil, aku tidak mungkin meninggalkannya hanya demi menghindari Taylor Shen.”

“Tiffany Song, jadi kamu sungguh sudah terpikir bagaimana harus menghadapi dia dan luka yang ia sebabkan?”

“Sudah. Hidup itu memang selalu ada tantanan yang harus kita lawan. Menghindarinya sama sekali tidak akan menyelesaikannya. Kamu tenang saja, aku jauh lebih kuat daripada yang kamu bayangkan,” ujar Tiffany Song tersenyum.

Melihat senyuman Tiffany Song, Karry Lian jadi iba dengan keteguhan hati wanita itu. Ia mengingatkan, “Tiffany Song, kalau kamu benar-benar tidak kuat lagi nantinya, jangan dipaksakan. Kamu masih punya aku dan Stella Han sebagai teman baikmu.”

“Terima kasih, Karry Lian, aku sungguh bersyukur punya kalian berdua,” ujar Tiffany Song tersentuh.

Karry Lian ragu-ragu sejenak, tetapi kemudian sukses memberanikan diri merangkul bahu Tiffany Song, “Tidak perlu berterima kasih. Kita sahabat.”

Novel Terkait

Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu
Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Loving Handsome

Loving Handsome

Glen Valora
Dimanja
4 tahun yang lalu
My Lifetime

My Lifetime

Devina
Percintaan
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku CEO Misterius

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Vinta
Bodoh
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Paling Mahal

Cinta Yang Paling Mahal

Andara Early
Romantis
4 tahun yang lalu