You Are My Soft Spot - Bab 411 Aku Ingin Menikahimu (3)

Malam hari, sepulangnya ke apartemen, Erin melihat mamanya berdiri di depan pintu sambil membawa satu koper besar dan satu koper kecil. Tadi siang, mereka berpisah tanpa kesepakatan apa pun. Mama masih belum mau berubah pikiran, juga sudah benar-benar mengundurkan diri.

Erin menghampirinya dengan perlahan, lalu membuka pintu dan menarik satu koper masuk. Apartemennya memiliki dua kamar tidur, jadi masih cukup buat menampung mama.

Melihat si mama sudah membantunya buat memasukkan sisa satu koper lagi, si anak bergegas ke dapur buat menuangkan air. Ia lalu menyeret kedua koper mamanya ke kamar tidur sekunder buat segera dibongkar.

Bibi Yun mengamati Erin di depan pintu kamar. Berhubung tidak saling bicara, suasana di antara mereka agak tegang. Sehabi minum, Bibi Yun berbalik badan dan pergi ke dapur buat menyiapkan makan malam.

Sekelarnya membongkar koper, ponsel Erin berdering. Ia mengambil ponselnya itu, kemudian langsung melirik ke dapur setelah membaca nama si penelepon. Wanita itu lalu masuk kamar tidur utama dan mengunci pintu. Takut mama dari luar mendengar suaranya, Erin berbicara sangat pelan, “Aku malam ini tidak kesana. Istirahatlah lebih awal.”

“Kalau begitu, bagaimana jika aku yang ke tempatmu?” bujuk James He. Barusan, ia lewat telepon dikabari papa bahwa Bibi Yun bersikeras buat mengundurkan diri. Saking buru-burunya, si bibi langsung mengepak koper dan pergi tanpa memberikan mereka waktu buat cari pengganti.

“Jangan kemari, ada mama di sini,” larang Erin. Orang di seberang menghening. Hati si wanita pilu, namun ia tetap berpura-pura rileks: “Kok aku merasa kita seperti sepasang orang yang lagi berusaha menentang takdir ya?”

“Erin, kamu sanggup menghadapinya? Perlu aku ke sana tidak?” tanya James He khawatir. Ia sungguh ingin membantu Erin mengatasi tekanan si mama.

Si wanita menggeleng. Tersadar si pria tidak bisa melihat gelengannya, ia bicara: “Sanggup kok, kamu tidak perlu kemari. Aku sekarang juga tidak gelisah, bukankah ada pepatah yang bilang sesuatu yang bagus baru bisa didapatkan setelah melalui berbagai tantangan? Mungkin, semakin mamaku menentang kita, cinta kita akan semakin mendalam.”

“Masih tertarik berlelucon di situasi begini?” James He membuang nafas pasrah. Ia tidak tahan buat terbang ke hadapan Erin dan menemaninya menghadapi situasi canggung ini!

“Iya lah. Semakin serius situasi yang dihadapi, kita harus semakin rileks. Kamu sudah makan malam?” Erin sengaja mengalihkan topik untuk mencegah diri mereka berdua diselimuti energi negatif.

“Belum. Tidak ada kamu di sisiku, aku tidak tertarik makan apa-apa.” Nada bicara James He agak manja. Ia akhirnya paham apa yang dimaksud dengan “hanya tidak berjumpa satu hari, rasanya tiga musim gugur sudah terlewatkan.”

Si wanita tersenyum tipis, “Ini sudah malam, cepat masak sana.”

Erin kemudian mendengar suara langkah kaki yang semakin dekat. Ia buru-buru mengucapkan kalimat perpisahan pada si pria, lalu mematikan telepon. Percakapan baru disudahi, pintu kamar tidur sudah dibuka dari luar. Bibi Yun berdiri di sana sembari mengajak Erin: “Ayo makan.”

Si anak menaruh kopernya di kepala ranjang, lalu bergegas keluar kamar. Di ruang makan, sepasang ibu dan anak itu duduk berhadap-hadapan. Ada tiga menu makanan dan satu jenis sup di meja. Mereka berdua makan tanpa saling bicara.

Sehabis makan, Erin seperti biasa membereskan alat-alat makan buat dicuci. Ketika ia mau membawa semuanya ke dapur, Bibi Yun mengambil alih beberapa mangkuk dan berkata: “Biar aku yang cuci. Kamu sudah lelah seharian, habis makan mandi dan istirahatlah.”

Tanpa bicara, Erin mengambil lagi mangkuk-mangkuk itu dari tangan mamanya. Si wanita lalu langsung pergi ke dapur biar tidak perlu mendebatkan siapa yang harus mencuci lagi. Bibi Yun mengamati bayangan tubuh anaknya. Tahu dia lagi ngambek, ia ikut masuk ke dapur dan bicara sambil mengamati aliran air: “Erin, jangan salahkan mama. Mama melakukan ini buat kebaikanmu.”

Erin mengernyitkan alis. Orangtua sering sekali bilang “demi kebaikanmu”, padahal mereka lagi memenuhi keegoisan nya sendiri. Yang lebih menyebalkan, mereka juga berucap begitu dengan lembut supaya anak-anaknya tergugah dan merasa bersyukur. Ia mematikan keran air dan menghentikan gerakan mencucinya, lalu menoleh ke si mama: “Bagaimana mama tahu cara mama pasti bakal mendatangkan kebaikan untukku? Dibanding dipaksa kamu untuk putus dengan James He, aku lebih memilih menikah dan dijahati olehnya. Dengan begini, cintaku pada dia setidaknya bisa dipadamkan.”

“Mengapa kamu ngotot begini?” tanya Bibi Yun tidak senang.

“Lah, mama sendiri mengapa keras kepala?” tanya Erin balik.

“Aku keras kepala buat kebaikanmu.”

“Aku tidak butuh kamu bertindak begitu. Aku tahu apa yang baik bagiku.”

“Kamu!” Si bibi emosi sampai kehabisan omongan.

“Istirahat saja kamu. Ada kamu di sini, aku lama-lama merasa sesak nafas,” kata Erin sambil kembali membuka keran. Kalau bilang ia tidak ingin mengatai-ngatai mamanya, itu sama saja dengan berbohong. Dari kecil sampai sekarang, ia takut mamanya kecewa. Jadi, sekali pun suka aneh-aneh, ia selalu tampil patuh dan baik di hadapannya. Sekarang, Erin tidak mau tetap tampil begitu.

Sebabnya, harga yang harus dibayar kalau ia mau tetap menampilkan kepatuhan adalah kehilangan James He. Ia tidak sanggup menanggungnya!

Bibi Yun marah sampai raut wajahnya berubah drastis. Ia menatapi Erin, lalu berselang beberapa saat baru keluar dapur sambil mendengus. Gerakan Erin mencuci mangkuk kemudian berhenti. Tatapannya pada mangkuk perlahan jadi kabur. Ia mengambil mangkuk itu dan melemparkannya ke bak cucian dengan kesal.

Karena terbuat dari bahan yang kuat, mangkuk tidak pecah dan hanya menyipratkan air ke tubuh Erin. Air mata si wanita seketika mengalir keluar. Gila, bahkan sebuah mangkuk saja tidak mau bekerjasama dengannya……

……

Setelah Bibi Yun pindah ke apartemen Erin, setiap kali anaknya tidak pulang tepat waktu ke rumah, ia pasti akan menelepon dan menyuruhnya pulang saat itu juga. Kalau Erin tidak mengangkat, setibanya di rumah nanti dia bakal diinterogasi bagai penjahat.

Dalam kurun waktu ini, frekuensi pertemuan Erin dan James He sangat sedikit. Kadang-kadang, si pria pada tengah hari bakal datang ke kantor buat menemaninya makan. Mereka tidak mengungkit soal si mama, sebab mereka sama-sama tahu topik itu akan merusak suasana.

Sejujurnya, Erin ingin mati saja daripada terus diliputi situasi menyebalkan ini. Untungnya, setiap kali bertemu James He buat makan bareng, perasaan hatinya yang tidak baik selalu terpulihkan.

Pada suatu siang, Erin dan James He pergi makan ke luar. Sambil makan, si wanita tiba-tiba bertanya: “James He, apa tindakan kita ini mirip seperti berhubungan diam-diam?”

Si pria bertanya balik, “Otakmu dipasangi apa sih? Berhubungan diam-diam itu pergi ke hotel, bukan datang ke restoran.”

“……” James He bilang pikirannya kotor, padahal pikiran pria itu lah yang lebih kotor. Tetapi, memang tidak ada yang salah dari kata-kata si pria sih……

Makanan belum habis, James He tiba-tiba membopong Erin dan menindihnya di sofa ruang makan privat, lalu melakukan “itu”. Erin awalnya malu-malu dan menolak, namun lama-kelamaan berhasil dibujuk oleh si pria.

Di tengah keasyikan mereka, ponsel Erin berdering. Ketika ia mau mengambilnya, James He tidak mengizinkan dia buat melepaskan diri. Dia pun mengecup pipi si pria dan menenangkan: “Setelah kelar telepon, bisa lanjut.”

Habis dibujuk begini, James He baru rela turun dari si wanita. Sembari mengamati Erin menutupi dada dan berjalan mengampil telepon di tas, ia terpikir sesuatu. Pria itu pun menghampiri si wanita dan memeluknya dari belakang.

Erin menoleh dengan kaget, lalu menjumpai James He lagi bertempelean dengannya dari belakang. Wajah si wanita memerah karena malu, sementara James He menatapnya dengan santai dan bertanya serak, “Tidak angkat?”

Erin kembali menatap nama peneleponnya. Ia ragu-ragu sejenak, namun akhirnya memutuskan untuk angkat. Merasakan James He macam-macam di punggungnya, ia menarik nafas sembari menyapa, “Ma?”

“Erin, kamu tidak lagi di ruang kerja? Aku datang ke kantor buat mengantar makan siang, tapi teman-temanmu bilang kamu ada di luar.

Si wanita mengernyitkan alis. Dua hari ini, mama makin lama makin absurd. Semua energinya dihabiskan hanya buat menghalangi dirinya bertemu dengan James He. Ia pikir, dalam waktu dekat mama bisa-bisa bakal mengantar dan menjemputnya kerja tiap hari!

“Iya, ada perjamuan bisnis. Lain kali, mama tidak perlu mengantarkan makan siang ke kantor.” Erin bersusah payah menahan godaan James He. Omongan si mama terasa bagai air dingin yang tiba-tiba disiramkan ke tubuhnya dan meredakan api nafsunya.

Sekarang, Erin merasa sungguh-sungguh lagi berhubungan gelap dengan James He.

“Makanan di luaran sekarang banyak pakai minyak bekas, mama khawatir kesehatanmu terancam. Terus, dulu kan mama tidak punya waktu buat merawatmu, sekarang mama ingin mengompensasinya. Kamu jangan gusar ya.”

Si anak berbincang sepatah dua patah kata lagi dengan mamanya, lalu menyudahi percakapan. James He mengambil ponsel Erin, lalu menciumi bibirnya. Erin dengan hati yang datar membalas dua ciuman padanya, lalu bilang mau kembali berpakaian.

James He mana memperbolehkan coba? Pria itu memeluknya erat sambil berkata pelan: “Erin, ayo kita daftar menikah. Dengan kita diam-diam merealisasikan rencana pernikahan, Bibi Yun tidak akan keburu untuk menentang.”

Jujur saja, James He sudah mau gila dengan kondisi mereka yang tidak tinggal bareng sekarang. Terus, ia juga makin tidak senang tiap memikirkan calon mertua yang terus menolak rencananya.

Erin teringat kata-kata yang mamanya lontarkan pada suatu malam. Kalau sampai ia dan James He mendaftar pernikahan secara diam-diam, yang akan ia dapatkan mungkin bukan kompromi mamanya, melainkan pertumpahan darah. Ia segera menolak gagasan itu, “James He, kita tidak bisa begitu. Mamaku bisa mati jantungan saat nanti dikabari.”

Si pria saat itu juga langsung kehilangan minat buat lanjut “begituan”. Mereka menyudahi sesi bercinta tanpa kembali mengungkit ide mendaftarkan pernikahan.

Novel Terkait

Cinta Yang Terlarang

Cinta Yang Terlarang

Minnie
Cerpen
4 tahun yang lalu
King Of Red Sea

King Of Red Sea

Hideo Takashi
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Antara Dendam Dan Cinta

Antara Dendam Dan Cinta

Siti
Pernikahan
4 tahun yang lalu
My Lifetime

My Lifetime

Devina
Percintaan
3 tahun yang lalu
The Break-up Guru

The Break-up Guru

Jose
18+
4 tahun yang lalu
Anak Sultan Super

Anak Sultan Super

Tristan Xu
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
3 tahun yang lalu
Asisten Wanita Ndeso

Asisten Wanita Ndeso

Audy Marshanda
CEO
3 tahun yang lalu