You Are My Soft Spot - Bab 399 Jadi Wanitanya (2)

“……” Erin teringat tiap kali debat dengan James He ia pasti kalah. Wanita itu lantas menggaruk kepala dengan sebal sambil tetap membujuk: “Kamu lebih baik buka satu kamar baru saja.”

“Tidak ada kamar lagi.”

“Ya sudah, balik saja ke kota. Kamu pokoknya tidak boleh tidur di kamarku,” kata Erin dengan volume meninggi. Mengapa James He bisa begini coba? Beberapa hari lalu dia baru asyik-asyik dengan Jessy Lan, masak sekarang bisa-bisanya memaksa ia buat tidur berdua? Pria brengsek!

James He tiba-tiba mendudukkan diri dengan gusar. Sejak ia muncul di sini, si wanita terus saja menghindari dirinya, bahkan sampai detik ini. Ia bertanya marah, “Erin, kamu sengebet ini untuk jaga jarak denganku karena Marco Xu ya? Kamu jatuh cinta pada dia?”

Si wanita tidak ingin membohongi hatinya senidri, namun lebih tidak ingin memiliki hubungan yang tidak jelas dengan si pria. Wanita itu sengaja mengiyakan: “Iya, aku sudah memutuskan untuk berpasangan dengannya. Jadi, mohon kamu jangan begini lagi karena dia bakal salah paham.”

“Kamu ingin membawa tubuhmu, yang merupakan milikku, untuk berpasangan dengannya?” tanya James He makin marah. Ia sudah jauh-jauh datang kemari karena khawatir terjadi sesuatu pada Erin. Hasilnya, wanita itu bukan hanya baik-baik saja, tapi juga memberinya sebuah kejutan yang tidak pernah terbayangkan. Kejutannya adalah Erin bilang sudah jatuh cinta pada Marco Xu, lah masak dia nanti ditinggal sendirian?

Pipi Erin memerah mendengar perkataan James He. Ia buru-buru membenarkan: “James He, jangan bicara seenaknya. Di antara kita berdua tidak pernah terjadi apa-apa.”

“Erin, aku sudah pernah penetrasi tubuhmu. Yakin tidak pernah terjadi apa-apa?” James He turun dari ranjang dan menghampiri Erin tanpa mengenakan sendal kamar. Matanya merah padam karena dikuasai kemarahan. Wanita ini sesudah tidur dengannya selalu saja tidak mau mengakui dirinya sebagai pasangan, apa-apaan coba!

Si wanita mundur-mundur untuk tetap jaga jarak dari si pria. Ia memegangi kepala dengan frustrasi, “Aku terpaksa mengizinkan karena kamu paksa.”

“Oh ya? Kok aku ingat kamu sangat heboh ya?” James He memojokkan Erin hingga ke sisi pintu. Erin ketakutan dan berbalik badan untuk buka pintu dan keluar, namun James He langsung bergerak cepat menahan idenya dan menutup pintu kembali. Tubuh si pria yang berisi kini sudah bersentuhan dengan tubuh Erin yang langsing. James He menatap wanita di hadapannya lekat-lekat, nafas hangatnya juga dibuang mengenai wajahnya. Ia memperingatkan: “Erin, jangan buat aku marah. Kalau sampai aku marah, kamu tidak bakal sanggup menanggung konsekuensinya.”

Erin membuang muka karena merasa agak pusing dengan aroma tubuh James He. Ia mengulurkan kedua tangan di depan dada untuk mendorong-dorong si pria, “James He, menjauhlah sedikit dariku.”

James He menyipitkan mata sambil menahan kepala belakang Erin dengan satu tangan. Melihat perangai si wanita yang gelisah, ia tiba-tiba teringat adegan Erin bersandar dalam pelukan Marco Xu di bawah tadi. Ia daritadi terus menahan rasa irinya, namun sekarang sudah tidak sanggup menahan lagi. Ia mau melampiaskannya dengan bertindak macam-macam!

Si pria mengelus-elus telinga belakang si wanita sampai membuatnya bergidik, lalu berujar dengan keras kepala: “Erin, kamu adalah milikku. Kamu tidak boleh menyukai orang lain, paham?”

Mau bagaimana pun Erin menghindar, ia terus saja gagal. Wanita itu menggeleng tidak terima, “Aku bukan milikmu, cepat lepaskan aku! James He, jangan buat aku membencimu!”

“Benci?” Ini bukan pertama kalinya James He mendengar kata “benci” keluar dari mulut si wanita, namun ini pertama kalinya kata-kata itu diucapkan dengan sangat tidak menyenangkan. Si pria menunduk sedikit dan menatap Erin tajam, “Aku tidak akan melepaskanmu untuk bersanding dengan pria lain. Erin, sepuluh tahun lalu kamu sudah jadi wanitaku. Kalau kamu mau benci aku, bencilah.”

Sebelum Erin memahami apa maksud kata-katanya, James He sudah mencium bibir Erin duluan dengan kasar. Si wanita membelalakkan mata dan berusasha melepaskan diri, namun ia tidak bisa berteriak sepatah kata pun karena mulutnya disumpal mulut James He. Alhasil, ia hanya bisa mengeluarkan suara seperti orang lagi “ngeden”.

James He tidak memedulikan penolakan si wanita. Ia ingin Erin jadi wanitanya secara penuh, juga berani-berani saja mematahkan kedua kakinya biar wanita itu terus berada di sisinya tanpa bisa kabur. Dengan begitu, ia bakal bisa melindungi dan menyayanginya tiap saat. Hari ini, kalau pun perlu pakai kekesaran, ia akan menegaskan ke Erin bahwa dia sudah jadi miliknya!

Mata Erin memerah, dalam hati ia berpikir James He tidak boleh begini. Entah apa yang dipikirkannya kemudian, ia menggigi bibir si pria dengan kencang sampai timbul rasa-rasa amis darah di antara sela giginya. Kesakitan dengan “serangan” itu, James He melepaskan Erin sambil tetap menatapnya tajam.

James He mengelus bibirnya dan tangannya pun menyentuh area yang berdarah. Ia bertanya muram: “Berani gigit aku?”

Erin semakin menciutkan diri ke pintu dan menjawab gagap: “Kamu, kamu duluan…… kamu duluan tidak sopan.”

James He mengangkat tubuh Erin dengan mudah dan membopongnya ke kasur pemanas. Sembari dibopong, si wanita terus teriak sembari menendang-nendang dengan harapan bakal diturunkan. Si pria sudah punya tekad. Mau Erin melawan dengan cara apa pun, ia tidak bakal melepaskannya sama sekali.

James He melemparkan Erin ke kasur pemanas dengan lebar satu setengah meter. Belum sempat membangunkan diri untuk kabur, Erin sudah ditimpa duluan oleh James He. Dengan mata merah, pria itu kembali menutup bibir Erin dengan bibirnya sendiri.

Seperti yang sudah-sudah, si wanita jelas berusaha melawan. Ia tidak mau memenuhi niat si pria, sebab pria itu tidak boleh sekalinya marah langsung memaksa dirinya buat aneh-aneh! Hubungan antara pria dan wanita seharusnya indah dan membahagiakan, bukan kasar dan terjadi atas kemauan satu pihak saja.

Erin mencinta James He dan bisa memaafkan tingkahnya yang pertama kali, namun tidak bisa memaafkannya lagi kalau ia kembali berulah. Apalagi, status hubungan mereka sangat samar. Erin tidak mau mulutnya menolak tetapi tubuhnya meladeni kelakuan James He dengan senang hati.

Setiap kali si wanita berusaha melepaskan diri, maka setiap kali itu pula si pria bakal menghalaunya. Emosi Erin saat ini sudah memuncak, namun pelampiasannya dihalangi setengah mati.

Frustrasi dengan ketidakberdayaan ini, Erin akhirnya memejamkan mata dengan pilu dan air mata pun mengalir keluar. Ia sekarang sudah terlalu lemas untuk lanjut melawan, jadi memutuskan untuk pasrah sampai penderitaan ini selesai.

James He bisa menyadari raut keputusasaan pada wajah Erin. Ia berusaha membuat si wanita menunjukkan respon apa pun, namun gagal terus.

Hubungan antara pria dan wanita harusnya merupakan hal terindah di bumi, namun James He bisa merasakan hati wanitanya tidak ada pada dia meski mereka lagi bertempelan. Akhir-akhirnya, si pria terbaring dengan pundak si wanita sebagai bantal kepala.

Tidak lama kemudian, Erin merasakan ada yang hangat-hangat di leher. Bola matanya bergerak kesana-kemari tidak karuan. James He menangis? Mengapa? Bukannya dia sudah mendapatkan apa yang diinginkan? Bukannya yang menangis harusnya dirinya sendiri?

Tetapi, sensasi hangat yang terus ada di leher Erin mengingatkannya bahwa James He sungguh-sungguh menangis. Tubuh Erin langsung terasa kaku. Tubuhnya itu pegal, hatinya juga sakit, lalu sekarang air mata si pria semakin menambah rasa sakit di hatinya. Erin sangat ingin bertanya mengapa James He menangis, namun tidak ada sepatah kata pun yang bisa ia lontarkan meski sudah buka mulut.

Berselang beberapa saat, James He membuka mulut dan menggigit pelan leher Erin. Si wanita lalu mendengarkan bicaranya yang super datar, “Erin, kamu boleh tidak menunjukkan reaksi apa-apa, tapi yang jelas ini bukan yang terakhir kalinya. Di hari-hari berikutnya, kita masih akan melakukan ini berulang-ulang sampai kamu berekasi.”

Sekujur tubuh Erin bergetar, matanya juga membelalak menatap pria yang kelakuannya mirip iblis di atasnya. Dengan wajah yang memucat, si wanita berkata: “James He, kamu sudah mendapatkan apa yang kamu mau. Mohon lepaskan.”

Si pria menatap si wanita dengan menopang sebagian tubuh pakai satu tangan. Ia menanggapi dengan kepala batu, “Maaf, kamu sudah terlanjur memancing semua emosiku. Aku tidak bakal melepaskanmu!” Selain dibuat putus asa, James He juga dibuat marah oleh si wanita. Ia sudah sangat menantikan momen mereka bisa berhubungan seksual. Kalau saja Erin tidak membuatnya marah, ia pasti akan memilih tempat yang indah dan romantis untuk melakukannya.

Sayang, tidak adanya reaksi dari Erin membuat kehormatan James He sebagai pria terluka. Jujur saja, ia juga merasa agak bersalah dengan kekasarannya ini. Ia berjanji, suatu hari nanti, ia akan membuat Erin sadar bahwa sikap non-reaktifnya hari ini sangat salah.

Si pria bangkit berdiri dan memungut kemejanya yang tergeletak di lantai. Dua kancing kemeja itu sudah copot, jadi tidak bisa dikenakan lagi. Ia lantas melemparkannya ke lantai lagi dan menatap Erin yang masih terbaring. Pria itu lalu mengambil ponsel dan menelepon seseorang, “Thomas Ji, besok pagi antar dua pakaian ke kamar Nona Erin.”

Mendengar kata-kata si pria, Erin refleks melepas selimut dan turun dari ranjang untuk merebut ponselnya. James He ini ingin memberitahu semua orang bahwa mereka lagi tidur berdua kah? Sayang niatannya gagal, sebab James He sudah terlebih dahulu mematikan telepon. Nafsunya masih membara, si pria melepar ponselnya ke ujung ranjang dan kembali membopong Erin ke ranjang.

Dalam keadaan harga dirinya dilukai begini, James He harusnya berpakaian dan pergi dari kamar ini. Tetapi, ia tidak rela untuk melakukannya. Ia ingat pernah membaca sebuah kalimat dalam satu buku, kalimat itu berbunyi “yang jatuh cinta duluan akan kalah”. Sekarang ia sudah kalah dari Erin, sungguh!

Erin berusaha melawan dengan lemah. Sudah mengalami kejadian seperti ini, Erin tidak sanggup bilang pada orang lain bahwa mereka hanya tidur berdua tanpa melakukan apa-apa. Ia lalu mendengar suara dingin James He, “Kalau kamu siap untuk tidak tidur sepanjang malam, kamu boleh teruskan perlawananmu ini.”

“Kamu!” Emosi si wanita meningkat drastis. Pria ini sungguh menjijikan. Sudah sering menganggu dirinya, ia juga membuatnya berlama-lama di ranjang pula! Wanita itu meminta, “Lepaskan aku, aku tidak nyaman.”

“Tahan ketidaknyamananmu!” Mendengar si wanita bilang “aku tidak nyaman”, wajah si pria mengeras. Ini karena kata-kata itu membuat kehormatannya sebagai seorang lelaki makin terluka.

“……” Melihat James He marah lagi, Erin takut dia bakal menggila lagi seperti tadi. Ia berujar hati-hati: “Kalau begitu biarkan aku berpakaian.”

“Sekali lagi kamu bicara hal tidak penting, malam ini kamu kubuat tidak tidur,” deham James He sembari mengulurkan tangan dan mendekap Erin. Setelah tubuh mereka bertempelan, temperamen kacau si pria akhirnya perlahan menenang.

Erin gigit-gigit bibir sambil menyumpah dalam hati. Ia tahu, James He sama sekali tidak main-main dengan ancamannya. Wanita itu memejamkan mata, lalu berusaha mengabaikan kelembutan yang terus berlangsung di belakang tubuhnya.

Sebenarnya, waktu James He memungut pakaian tadi, ia pikir si pria bakal pergi. Nyata-nyatanya, tebakan itu tidak terjadi. Kalau James He benar-benar berpakaian dan pergi, Erin akan merasa diterlantarkan begitu saja setelah nafsu dipenuhi. Tetapi, pada saat bersamaan, ia juga tidak merasa nyaman tidur dengan posisi dipeluk begini.

Sebenarnya hubungan mereka hitungannya apa? James He punya istri, namun berhubungan seksual dengannya dan sekarang tidur sambil memeluknya. Masak si pria tidak pernah berpikiran bahwa semua ini tidak benar dan tidak sesuai etika sama sekali?

Makin lama makin gelisah karena pemikirannya sendiri, tubuh Erin yang ada dalam dekapan James He berubah jadi kaku. Saat ia berusaha melepaskan diri, tangan besar yang menahan pinggangnya jadi makin kuat. James He berujar tidak jelas: “Jangan gerak-gerak!”

Erin mengernyitkan alis dan bertanya pilu: “James He, sebenarnya kita hitungannya apa?”

Menatap lengan Erin yang seputih salju, hati si pria agak tergugah. Ia membalikkan pertanyaan itu, “Menurutmu apa?”

“Aku tidak tahu, namun kamu seorang pria beristri, jadi kita tidak pantas berhubungan begini. James He, lepaskanlah aku, jangan buat impresiku padamu terus memburuk.” Erin belakangan semakin kecewa dengan James He, juga tidak menjadikannya sebagai seorang pahlawan yang diidolakan lagi. James He sama dengan pria-pria lainnya di dunia. Di rumah sudah ada istri cantik, masih saja jajan di luar!

Eerin benci dirinya sendiri karena lemah dalam menolak si pria……

James He mendudukkan diri dan menunduk menatap Erin: “Siapa bilang aku seorang pria beristri?”

Si wanita tidak menyangka si pria bakal mendudukkan diri dan mengambil alih selimut yang tadi ia pakai. Ia sekarang jadi telanjang bulat di hadapan James He, jadi ia kembali menarik selimut itu untuk menutupi tubuhnya. Dengan wajah merah, Erin merespon: “Lah, kan memang begitu kenyataannya? Dua tahun lalu, istrimu mendatangi aku ke apartemen dan bilang dia rela berbagi satu pria denganmu. Beberapa hari lalu, kalian berdua berciuman di lorong jalan. Jangan bilang malam itu kalian tidak ngapa-ngapain setelahnya, aku tidak bakal percaya.”

Teringat malam dua tahun yang lalu, sikap Erin tiba-tiba berubah jadi dingin. Sementara itu, berkebalikan dengan si wanita, suasana hati James He jadi sangat baik karena Erin mengungkit peristiwa pelabrakan istrinya di apartemen dan kejadian di pesta beberapa malam lalu. Dari nada bicaranya, Erin terdengar cemburu!

Si pria merasa beruntung sekali tadi tidak pergi, kalau tidak dia tidak akan mendengar penuturan ini. Ia bertanya sambil senyum-senyum: “Kamu iri ya?”

Wajah Erin jadi semakin memerah. Wanita itu memalingkan kepala dan membantah, “Tidak sama sekali kok. Aku tahu kamu jadi bernafsu mendapatkanku karena aku terus menolakmu. Sekarang kamu sudah mendapatkan apa yang kamu mau, jadi kamu boleh pergi. Pokoknya, aku tidak bakal mau jadi wanita simpanan atau boneka seksmu. Kehidupan pribadimu sangat menjijikan, aku tidak mau terseret ke dalamnya.”

Mendengar cemoohan si wanita, kesenangan yang baru muncul dalam hati si pria seketika lenyap. Ia menunduk sedikit dan mengangkat dagu si wanita, lalu mengultimatum: “Sekarang kamu sudah jadi wanitaku. Kamu jadi atau tidak jadi wanita simpanan dan boneka seksku, itu hakku untuk menentukan dan bukan hakmu!”

“James He, jangan buat aku membencimu!” balas Erin tidak senang.

Mendengar kata “benci”, pelipis James He seketika nyut-nyutan. Sambil menahan rasa itu, ia memulai klarifikasi: “Dua tahun lalu, pada malam ketika aku kecelakaan, aku dan Jessy Lan bercerai. Di pesta beberapa hari lalu, dia datang untuk memberikan undangan pernikahan barunya. Erin, dengar baik-baik ini, aku hanya akan bicara sekali saja. Dua tahun ini aku hanya punya satu wanita, yakni kamu. Aku tidak peduli hatimu berkehendak atau tidak, tetapi berhubung kamu sudah jadi wanitaku, aku harus ada di matamu. Hari ini aku terlalu kasar dan itu membuatmu tidak bisa merasa nafsu dan gembira, tapi kedepannya aku janji aku akan perlakukan kamu dengan lembut.”

Erin terhenyak mendengar James He sudah bercerai. Pantas saja dua tahun ini Jessy Lan tidak pernah muncul, ternyata rumah tangga mereka telah disudahi. Si wanita hanya fokus pada informasi perceraian James He dan mengabaikan lanjutan kata-katanya. Ia bertanya dengan setengah tidak percaya: “Kamu sungguh sudah bercerai?”

Novel Terkait

Diamond Lover

Diamond Lover

Lena
Kejam
4 tahun yang lalu
Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
My Cute Wife

My Cute Wife

Dessy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Tere Liye
18+
4 tahun yang lalu
Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
5 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
5 tahun yang lalu
Takdir Raja Perang

Takdir Raja Perang

Brama aditio
Raja Tentara
4 tahun yang lalu