You Are My Soft Spot - Bab 411 Aku Ingin Menikahimu (1)

James He ikhlas menjelek-jelekkan diri sendiri demi membuat Bibi Yun menyetujui rencana pernikahannya. Sayangnya, bagi si bibi, tidak peduli apakah si pria sudah pernah menikah atau belum, kedudukannya tetap jauh lebih tinggi dari Erin.

Alasan Bibi Yun terus menolak bukan cuma karena alasan status sosial, melainkan lebih karena ia pernah berjanji pada Tuan Besar He untuk tidak mengizinkan Erin masuk keluarga He.

Niat baik James He dan Nancy Xu baginya adalah sebuah kehormatan, namun bukankah orang harus memegang janjinya seteguh mungkin? Bibi Yun menggeleng, “Tuan Muda, tidak peduli apa pun yang terjadi, jawabanku cuma satu. Aku tidak menyetujui rencana pernikahanmu dengan Erin.”

Nancy Xu menoleh ke Felix He, sementara si pria juga lagi melihat dirinya. Tatapan mereka bertemu dalam udara kosong, lalu Nancy Xu buru-buru membuang muka. Tatapan si wanita selanjutnya tidak sengaja bertemu tatapan tidak senang Nyonya He, namun ia pura-pura tidak sadar.

Waktu itu, kalau saja Nyonya He tidak menganggu pernikahan mereka, dirinya pasti tidak akan berpisah dengan Felix He. Sebagai orang yang melahirkan James He, Nancy Xu merasa Nyonya He tidak berhak mencampuri rencana pernikahan anaknya ini, sekali pun si nyonya sudah merawatnya selama tiga puluh tahun lebih.

Erin menatap mamanya. Felix He dan Nancy Xu sudah menyetujui rencana ini, jadi ia benar-benar tidak paham dengan sikap mamanya yang masih keras. Masak di mata si mama dirinya luar biasa jelek sampai tidak layak dipasangkan dengan James He sih?

James He mengernyitkan alis dan merasa agak frustrasi dengan sikap Bibi Yun. Tidak lama kemudian, Felix He bicara lagi: “Bibi Yun, aku dari dulu sudah menganggap Erin sebagai putriku sendiri. Hari ini, aku pikir persatuan antara dua anak yang sama-sama kusayang adalah sesuatu yang sangat indah. Kamu jangan keras kepala lagi, cobalah lihat seberapa cocoknya mereka sekarang. Kalau mereka segera menikah, kita juga akan segera momong cucu, ya kan?”

Felix He tidak ribet soal status sosial. Waktu Angela He bersikeras ingin menikahi Taylor Shen, karena ayahnya sangat memerhatikan status sosial ini pula ia jadinya menikah dengan Wayne Shen. Pada akhirnya, pernikahan mereka berdua bubar dan Angela He sampai saat ini tidak berani berpasang-pasangan lagi.

Berbicara soal James He lagi, barusan putranya itu bilang sudah pernah menikah sekali. Felix He menebak pasangannya pastilah Jessy Lan. Ia sudah pernah bertemu wanita itu beberapa kali, namun tidak punya impresi apa-apa. Yang jelas, ia merasa mereka berdua memang tidak begitu cocok, jadi baguslah kalau berpisah.

Pokoknya, Erin sangat cocok buat Felix He karena mereka berdua tumbuh besar bersama. Bukankah pengalaman bertahun-tahun ini bakal jadi akar yang kuat bagi pohon rumah tangga mereka?

Sayang sekali, Bibi Yun masih bersikeras: “Tuan Besar, terima kasih atas kebaikan hatimu. Sebagai ibu Erin, aku paham dia luar dalam. Ia tidak berhak jadi nyonya keluarga He, mohon kamu dan Tuan Muda jangan menyulitkanku.”

Tidak peduli apa pun yang terjadi, Bibi Yun pokoknya tidak menyetujui rencana pernikahan ini. James He sendiri juga semakin frustrasi sekarang. Dari dulu, yang ada sih rakyat jelata yang bersikeras masuk keluarga terhormat. Mana ada keluarga terhormat meminta-minta rakyat jelat seperti sekarang coba?

Sementara itu, Erin lama-kelamaan tidak tahan dengan kata-kata merendahkan yang mamanya terus ucapkan. Dengan mata berlinang air mata, ia melepaskan tangan James He dan berlari keluar vila.

Ia sungguh tidak paham mengapa mama tidak juga mau berubah pikiran. Ia dan James He murni saling sayang, mengapa harus bersikeras membuat mereka pisah sih?

“Erin!” Si pria memanggil si wanita, namun tidak berhasil menghentikan langkahnya buat keluar. Ia melihat semua yang hadir, lalu bangkit berdiri dan mengejarnya keluar. Di taman bunga, James He akhirnya berhasil menahan tangan Erin. Hatinya sungguh terluka melihat pemandangan Erin menangis begini. Si pria mendekapnya dalam pelukan, “Erin, jangan bersedih. Aku bisa membujuk Bibi Yun untuk setuju.”

Erin bersandar pada dada James He yang hangat. Ia tidak berhenti menggeleng, “Tidak, James He, kamu tidak kenal dengannya kah? Ia sangat keras kepala, jadi sangat tidak mudah mengubah keputusan. Aku dari awal sudah bilang, ia akan bersikeras untuk tidak setuju.”

“Niat yang baik pasti akan berakhir baik. Ia pada akhirnya bakal setuju.” Tidak kuasa melihat Erin bersedih begini, James He jadi makin sebal dengan Bibi Yun. Namun, wanita itu bagaimana pun juga merupakan calon mertuanya. Ia tidak bisa macam-macam padanya.

Erin memejamkan mata. Felix He dan Nancy Xu sudah setuju, namun mamanya tidak juga berubah. Sebenarnya ada apa? Apa seratus persen murni karena status sosial?

Dengan perginya James He dan Erin dari ruang tamu, semua yang berkumpul bubar dalam kondisi belum mencapai kesepakatan. Erin dipanggil Bibi Yun ke kamar asisten rumah, sementara James He mengantar mamanya balik ke Manor.

Nancy Xu duduk di kursi penumpang depan. Melihat penampilan anaknya yang menarik dan teringat sikap keras Bibi Yun tadi, ia membuang nafas pasrah. Bagiamana bisa anaknya yang begini rupa ditolak sampai seperti itu?

“James He, ada beberapa hal yang harus dijalani pelan-pelan dibandingkan dengan cepat-cepat. Teruslah berusaha, pada akhirnya solusi pasti ditemukan.”

Si anak menoleh ke mamanya. James He masih punya pandangan yang bias soal Nancy Xu. Kalau ia malam ini tidak menurunkan gengsi, ia pasti tidak bakal meminta mamanya untuk hadir ke rumah kediaman keluarga He malam ini.

Meski ada sesuatu tentang Nancy Xu yang terus mengganjal hatinya, James He kali ini berhasil dibuat lebih tenang dengan kata-kata penguatan mamanya. Ia mengangguk, “Aku paham. Aku akan terus berjuang dengan tulus.”

“Nah, ini baru putraku. Jangan sombong dan bergerak terlalu buru-buru, tapi juga jangan rendah diri dan bergerak kelewat lamban,” angguk Nancy Xu balik. Memang benar yang dikatakan pepatah, anak paling hebat di dunia ini menurut tiap ibu adalah anaknya sendiri.

James He menatap jalanan depan yang lancar dengan suasana hati yang perlahan membaik. Seperti janjinya pada Erin, James He akan terus berjuang demi mengubah keputusan Bibi Yun.

……

Erin ikut Bibi Yun masuk kamar asisten rumah. Setelah pintu ditutup, si ibu memelototi anaknya dan menyuruh: “Erin, berlutut di depan batu peringatan kematian papamu.”

Batu peringatan yang Bibi Yun sebut itu ada di tengah kamar. Erin gigit-gigit bibir. Tidak peduli seberapa kesalnya dia sekarang, ia pada akhirnya mematuhi perintah itu. Dengan air muka yang tidak juga melembut, Bibi Yun menyuruh lagi: “Di hadapan papamu, katakan sekali lagi peringatan-peringatan yang dulu sering aku ucapkan padamu.”

Erin kali ini hanya menatap foto monokrom papanhya tanpa berbicara satu kata pun. Bibi Yun berujar dengan lebih marah: “Bicara dong, aku biasa bagaimana mengajarimu?”

Linangan air mata pada kedua mata Erin makin banyak. Anak itu buka suara: “Aku tidak mengharapkan keduniawian, juga tidak berambisi jadi nyonya keluarga He. Aku hanya mencintai James He dan ingin menikah dengannya. Ma, mengapa kamu terus menghalangi persatuan kami?”

Bibi Yun tersenyum dingin, “Dengan bawa-bawa cinta kamu mau masuk keluarga He, bukankah itu hitungannya ingin hal-hal duniawi? Dari kamu kecil sampai dewasa, bagaimana aku mengajarimu? Semua ajaranku masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri ya?”

“Aku sama sekali tidak menginginkan kekayaan keluarga He atau apa pun. Sekali pun James He miskin dan tidak punya apa-apa, aku masih akan mencintainya.” Hati Erin sakit sampai ke titik puncak. Mama masak tidak paham soal kepribadiannya sendiri sih? Mengapa mama terus menyalahartikan motifnya menikah dengan James He?

“Di mataku, ingin menikahi James He otomatis menginginkan kekayaan keluarga He. Di dunia ini ada banyak sekali pria, mengapa tidak ada yang kamu sukai selain Tuan Muda? Aku dari dulu sudah mendesakmu buat nikah tapi kamu tidak mau, itu karena kamu ingin menggoda Tuan Muda kan? Bagaimana bisa aku menikahi anak tidak tahu diri begini? Kalau tahu bakal seperti ini, aku lebih baik tidak melahirkanmu sekalian.” Perkataan Bibi Yun makin lama makin kelewatan……

Erin menyadari air matanya menetes dan buru-buru membasuhnya. Tidak menyangka si mama bisa bicara sekasar itu, ia terpancing emosi, “Memang, aku memang sudah tidak tahu diri dan menggoda Tuan Muda. Bisa jadi, di perutku juga sudah ada benih spermanya. Kalau menyesal sudah melahirkanku, kamu boleh cekik aku sampai mati sekarang juga.”

Bibi Yun marah sampai tubuhnya bergetar. Erin dari dulu tidak pernah melanggar apa yang ia perintahkan, namun kali ini dia melakukannya. Dengan impulsif, Bibi Yun mengayunkan tangan dan memberi tamparan ke pipi Erin. Plak! Kamar asisten rumah kembali hening.

Masih dalam posisi berlutut, si anak tidak mengelus pipinya yang terasa panas. Ia menatap si mama dengan terkejut sampai lupa bahwa air matanya mengalir lagi. Dari ia kecil, mama tidak pernah main tangan dengannya. Hati Erin kini serasa kaca yang pecah berkeping-keping di lantai.

Bibi Yun tadi menampar Erin dengan sekuat tenaga, jadi telapak tangannya juga terasa panas. Ia mengepalkan tangan dan menatap anaknya, yang dianggap tidak tahu diri, dengan tajam: “Sudah berubah belum pikiranmu? Erin, putuslah dengan Tuan Muda sesegera mungkin, kalau tidak jangan panggil aku mama lagi.”

Sudah ditampar, harapan Erin pada cintanya masih belum berubah juga. Dalam sepuluh tahun, cinta yang ia harapkan akhirnya terjadi juga. Ia kini tidak mau berpisah dengan James He lagi.

“Ma, kamu masih mamaku kan? Mengapa kamu terus berpikiran buruk soal aku kalau aku mau berpasangan dengan Tuan Muda? Aku cinta dia, kamu tahu apa itu cinta tidak? Arti dari cinta adalah aku rela mati buatnya. Aku hanya ingin menikah dengannya, mengapa kamu salah paham terus sampai detik ini?” tanya Erin kecewa.

“Kamu adalah anak asisten rumah, jadi tidak punya hak untuk mencintai seorang atasan. Erin, di dunia ini ada banyak sekali pria. Marco Xu sangat cinta padamu, mengapa kamu malah cari yang aneh-aneh? Status Tuan Muda terlalu agung buat jadi menantuku, paham?” Bibi Yun iba melihat pipi Erin yang agak bengkak karena habis ditampar. Namun, seiba-ibanya dia, posisi dia dalam polemik ini takkan berubah.

Erin meneteskan air mata dengan makin kecewa. Ia sungguh tidak memahami sikap mamanya!

Bibi Yun mengamati anaknya yang menangis tanpa mengeluarkan suara. Ia berjongkok di sebelah, kemudian berkata lembut: “Erin, jangan salahkan mama, mama begini demi kebaikanmu. Kalau Tuan Muda adalah orang biasa-biasa aku pasti sudah merestuimu dari awal, tetapi dia kan calon pemimpin keluarga He, jadi wanita yang bersanding dengannya haruslah memiliki keagungan yang setara. Kamu harus menyalahkan dirimu sendiri karena sudah pilih rahim. Kamu tidak berhak dapat takdir bagus begini.”

Air mata Erin makin tidak terbendung.

Bibi Yun memejamkan mata sembari menarik nafas panjang. Erin, mungkin ini egosi, namun mama sudah janji pada leluhur keluarga He untuk tidak mengizinkanmu masuk keluarga itu. Mama tidak boleh melanggar kata-kata mama sendiri, maafkanlah sikapku ini!

Kalau kamu masih tidak mau berubah pendapat juga, mama tidak bakal punya pilihan lain selain mati dan minta maaf pada si leluhur……

Bibi Yun mengulurkan tangan dan menahan bahu Erin yang terus bergetar: “Putuslah dengan Tuan Muda secepatnya, rasa sakit yang sebentar jauh lebih baik dari rasa sakit yang berkepanjangan. Setelah kamu putus, mama bakal mengundurkan diri dari keluarga He dan menemanimu ke mana pun. Bukannya kamu bilang mau bawa aku berlibur keliling dunia? Gajiku selama ini sudah ditabung dan cukup buat dipakai untuk mewujudkan mimpi itu.”

Yang menjawab Bibi Yun hanya tangisan yang tidak berhenti juga.

Hati si bibi pilu melihat anaknya begini. Bukankah ada pepatah yang menyebut “luka di anak, yang sakit ibunya”? Tetapi, kalau ia tidak begini, gairah cinta dalam diri Erin tidak bakal bisa dipadamkan.

James He baru sadar Erin sengaja menghindar darinya setelah tiga hari berlalu. Beberapa hari ini, si pria sangat sibuk. Demi menghabisi lawan-lawannya yang bersembunyi di segala penjuru Kota Tong, Little A sudah mendaftar dan memastikan domisili mereka. Atas alasan mereka masuk ke Kota Tong sembari membawa senjata, James He meminta bantuan pasukan khusus Kota Tong untuk menghadapi mereka. Tiga markas lawan segera dihancurkan, dari sana juga didapatkan bertumpuk-tumpuk senjata api dan narkoba.

Setelah operasi berakhir, James He mencari Erin dengan suasana hati yang sangat lega. Ketika ditelepon, si wanita tidak mengangkat. Ketika disamperi di Parkway Plaza, sekretaris bilang Erin lagi keluar. Ia menunggu di sana sepanjang sore, namun Erin tidak menunjukkan batang hidung juga.

James He memutuskan mengunjungi apartemen Erin. Ia sudah menekan tombol bel berulang kali, tidak ada juga yang membukakan pintu buatnya. Dengan hati cemas, James He bersandar di tembok depan pintu apartemen Erin sambil merokok. Sayang, rokoknya itu tidak berhasil memperbaiki suasana hatinya sama sekali. Ia kemudian sadar, Erin lagi sengaja menghindar!

James He menunggu di depan apartemen Erin sampai pukul dua belas malam. Tiap kali ia berusaha meneleponnya, yang menjawab adalah operator telepon. Omongannya begini terus: “Nomor yang anda panggil sedang sibuk, cobalah beberapa saat lagi”!

Si pria mengencangkan pegangannya pada ponsel. TIba-tiba sadar Erin mungkin telah memblokir nomornya, ia mencoba menelepon sekali lagi dengan kemarahan yang membuncah. Masih dijawab oleh operator, bibir si pria menegang. Wajahnya jadi muram dan menyeramkan.

James He membuang rokok dan melangkah cepat ke lift. Setelah itu, ia masuk mobil dan melajukannya keluar Parkway Plaza. Si pria lalu terpikir buat menelepon pengawal pribadi Erin.

Pengawal pribadi itu menjawab dengan agak gentar, “Tuan Muda, Nona He sekarang lagi minum-minum di bar.”

James He menanyakan alamat barnya, lalu melempar ponsel ke kursi penumpang depan dan menginjak gas sekuat tenaga. Mobil Jeep yang sudah dimodifikasi olehnya pun menembus kegelapan malam dengan kecepatan bagai roket. Setengah jam kemudian, mobil James He memasuki parkiran bar. Ia turun dari mobil dan buru-buru masuk ke sana.

Bar sangat ramai, lampu-lampunya yang beraneka ragam juga membuat silau semua orang. Sepanjang lorong berjalan, James He akhirnya menemukan Erin yang menunduk dengan kondisi setengah mabuk. Hatinya terenyuh melihat dia begini.

James He menghampiri Erin dan menaruh tangan di sisi meja. Merasa dihampiri seseorang, Erin mendongak dan menyadari wajah yang familiar. Ia melambaikan tangan dan menyapa, “Hai!”

Niat James He untuk membunuh Erin jadi muncul lagi. Kok berani-beraninya Erin menyapa dia dengan cara aneh begini? Ia duduk di hadapan dan menatapnya lekat-lekat: “Mengapa kamu tidak pulang? Mengapa kamu mampir ke sini dan minum-minum?”

Setelah dia kelar bicara, Erin mengangkat segelas bir lagi. James He buru-buru menahan tangannya dan kembali bertanya dengan alis terlipat, “Kalau hatimu terluka, mengapa tidak bicara denganku? Kamu tahu aku sudah mencarimu semalaman?”

Sentuhan tangan James He terasa seperti jarum buat Erin, jadi ia buru-buru menurunkan tangan. Karena gerakannya dilakukan tanpa sadar, bir di gelas Erin tumpah ke meja dan bahkan sedikit menyiprat ke baju James He. Si wanita berpura-pura tidak lihat dan mengalihkan pandangan ke lantai dansa. Ia lalu bertanya: “Kamu menugaskan mata-mata buat mengawasiku tiap saat ya?”

“Iya, makanya jangan pernah berpikir untuk kabur dariku. Kalau pun kamu kabur ke ujung dunia, aku pasti bakal bisa menangkapmu,” kata James He.

Erin gigit-gigit bibir saja. Karena sudah minum banyak bir, pandangannya lama-kelamaan jadi samar. Satu orang saja ia lihat jadi dua orang. Si wanita tersenyum kecut, “Kalau aku sungguhan kabur, jangan cari aku.”

Emosi James He terusik. Erin sengaja bersembunyi dan memblokir nomor ponselnya. Kalau tidak tahu apa yang wanita itu rencanakan, makai a tidak layak dipanggil James He. Dengan gusar, si pria mengangkat dagu Erin untuk memaksa mereka berdua bertatap-tatapan, “Erin, kamu pernah bilang kamu tidak akan kabur. Peganglah janjimu baik-baik.”

Wajah tampan James He yang ditatap Erin terlihat ada dua, lalu terlihat ada empat. Keempat bayangan wajah itu saling bertabrakan, jadi ia tidak bisa melihat dengan jelas wajah yang sebenarnya. Si wanita mengangkat tangan dan berusaha menggambar garis-garis wajah si pria, namun dia langsung berhenti karena kebingungan. Erin tertawa renyah, “James He, aku seorang penakut. Ada hal-hal yang aku tidak sanggup hadapi, jadi jangan paksa aku.”

“Erin, jangan berpikir macam-macam. Tinggalah di sisiku dengan patuh.” James He menggenggam tangan Erin dan memohon padanya untuk tidak berubah.

Erin memejamkan matanya yang berkaca-kaca, lalu teringat wejangan mama beberapa waktu lalu. Rasa sakit yang sebentar jauh lebih baik dari rasa sakit yang berkepanjangan…… Tapi, kalau ia berpisah dengan James He, ia tidak akan memiliki semangat buat menjalani hidup lagi.

Hati James He berdesir melihat air mata Erin yang mulai mengalir turun. Dua hari ini ia sudah berusaha untuk membujuk Bibi Yun lagi, namun hasilnya tetap nihil. Si bibi bahkan sudah mengundurkan diri pada papanya.

Bibi Yun sudah bekerja di keluarga He selama tiga puluh tahunan lebih. Hanya gara-gara ia mau menikahi anaknya, si bibi ternyata bisa bertindak begitu. James He jadi merasa makin frustrasi. Gila sekali orang tua ini, sekalinya sudah memutuskan sesuatu maka keputusannya tidak bisa diubah......

James He menunduk dan membasuh air mata Erin. Ia mengajak dengan lirih, “Erin, jangan menangis. Ayo kita pulang.”

Si pria menggendong Erin keluar dari bar, lalu melajukan mobil ke apartemen. Setibanya di sana, James He kembali membopong Erin dan menidurkannya di kasur kamar tidur utama. Berselang beberapa saat, ponsel Erin berdering karena dapat panggilan dari Bibi Yun.

James He menatap Erin yang lagi tertidur lelap, lalu membawa ponsel si wanita keluar ke lorong jalan. Begitu diangkat, dari seberang terdengar suara khas si bibi, “Erin, aku sudah menghubungi biro tur dan dapat kabar akhir bulan ini ada jadwal ke Eropa. Mama bukannya memaksamu, tetapi kalau urusan ini dibiarkan berlarut-larut, kamu dan Tuan Muda akan sama-sama menuai dampak negatif.”

Novel Terkait

Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Denny Arianto
Menantu
5 tahun yang lalu
Hanya Kamu Hidupku

Hanya Kamu Hidupku

Renata
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
5 tahun yang lalu
Cinta Di Balik Awan

Cinta Di Balik Awan

Kelly
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
The Comeback of My Ex-Wife

The Comeback of My Ex-Wife

Alina Queens
CEO
4 tahun yang lalu
Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
4 tahun yang lalu
Baby, You are so cute

Baby, You are so cute

Callie Wang
Romantis
4 tahun yang lalu