You Are My Soft Spot - Bab 418 Apa Sempat Mempertimbangkan Rasa Harga Diri Priamu? (3)

Erin berdiri termenung di depan wastafel. Ia menunduk menatap gelang gioknya, lalu tiba-tiba teringat sikap keras kepala si mama. Ia pun melepas gelang itu, memasukkannya ke kantong mantel, dan keluar kamar mandi.

Sekembalinya ia ke ruang privat, James He dan petinggi tentara sudah lagi minum-minum. Mereka berdua ternyata punya hobi yang sama, jadi masing-masing merasa agak menyesal tidak bertemu dari dulu-dulu.

James He duduk di sebelah sembari menemani kedua bapak-bapak. Dengan kesuksesannya dalam dunia bisnis sekaligus dunia percintaan, ia kini merasa sangat rileks dan santai. Ketika berbincang dengan Nancy Xu, mereka menyinggung topik soal Vero He yang belum kembali dari bulan madu. Nancy Xu bertanya khawatir, “Aku sempat menelepon Vero He beberapa kali, namun yang mengangkat selalu Taylor Shen. Mereka sudah tidak pulang selama dua bulan, apa ada masalah di sana?”

“Tidak lah, mereka tidak mau pulang-pulang karena ingin menikmati kebersamaan setelah berpisah tujuh tahun. Kamu jangan mengkhawatirkan ini ah, kalau benar-benar tidak ada kerjaan khawatirkan aku saja. Sekarang, belum sempat menikahi Erin saja aku selalu merasa dia mau kabur.” James He sengaja tidak cerita bahwa Vero He jatuh sakit. Ia tidak mau mama kandungnya khawatir.

Mungkin, setelah saling cinta dengan Erin, pandangannya jadi lebih terbuka. Ia kini lebih bisa merasasakan kepiluan mamanya waktu ditolak nenek.

Nancy Xu terhibur dengan penuturan James He. Ia tersenyum: “Baik, baik, nanti aku bantu urus biar cintamu tidak ingin kabur.”

Di tengah perbincangan, si mama teringat insiden Bibi Yun mau bunuh diri. Beberapa waktu lalu, ia sempat bertemu dengannya. Si bibi sangat keras kepala dan terus bilang Erin tidak cocok dinikahi oleh anaknya.

Sudah berusaha membujuknya berkali-kali, Nancy Xu tidak juga menemukan perubahan positif. Ia menyinggung soal ini pada si anak: “Oh iya, urusan Bibi Yun sudah kelar belum?”

Senyuman di wajah James He memudar. Saat lagi minum bir, Felix He juga mendengar pertanyaan Nancy Xu ini. Melihat wajah cemas putranya, si papa berkomentar: “Eh, kamu seharusnya mengajak calon mertuamu datang kemari juga. Tidak peduli dia setuju atau tidak setuju dengan rencana pernikahan kalian, fakta bahwa dia adalah mamanya Erin tidak bisa diubah. Kamu agak kurang maksimal dalam melakukan yang satu ini.”

James He tersenyum kecut. Tadi pagi Bibi Yun saja membujuk Erin buat putus darinya waktu ia mengangkat telepon, mana berani ia mengajak si bibi kemari? Si anak berusaha menenangkan suasana: “Kalian berdua tenanglah, aku bakal membuat Bibi Yun setuju kok.”

“Baik kalau begitu.” Felix He mengangguk dan lanjut minum-minum dengan petinggi tentara.

Nancy Xu menasehati putranya: “Bibi Yun kerja puluhan tahun di rumah kediaman keluarga He, ia mencontoh semua sikap kakek dan nenekmu tanpa disaring dulu. Kamu tidak perlu buru-buru, ada beberapa hal yang diujung-ujung baru bisa diubah.”

James He mengangguk. Di tengah perbincangan mereka yang berikutnya, Nyonya He dan Erin kembali satu per satu. Si pria melihat ketidaksenangan di wajah Erin, namun hanya mengernyitkan alis tanpa bertanya apa-apa.

Seusai makan, kedua pasangan orangtua sama-sama dijemput supir. Setelah mereka semua pergi, James He menggandeng Erin ke luar hotel.

Menyadari bahwa mereka lagi menjauhi parkiran, si wanita bertanya: “Kita tidak pulang kah?”

“Jalan-jalan saja dulu. Apartemen kita tidak jauh dari sini, jadi kita baliknya jalan saja.” James He habis minum bir, jadi aroma alkohol bisa tercium ketika dia berbicara.

Hari ini James He sangat senang, jadi minum sangat banyak bir. Ia sekarang jalan dengan agak goyah, namun suasana hatinya benar-benar bagus.

Mereka berdua berjalan dalam keheningan, lalu James He tiba-tiba menghentikan langkah. Ia menoleh ke Erin dan menatapnya lekat: “Suasana hatimu tidak bagus ya?”

Erin bergumam sejenak, lalu menampilkan senyum: “Hah, mana mungkin? Aku sangat senang lah. Papa dan mamamu sudah menyetujui pernikahan kita, berarti aku bisa masuk keluargamu tanpa perlu mengkhawatirkan apa pun.”

Setelah melihat senyuman agak terpaksa dari si wanita, si pria mengangkat lengan pakaiannya. Ketika menyadari pergelangan tangan Erin kosong, ia bertanya dengan alis terenyit: “Gelang giok yang mamaku kasih mana? Kok tidak dipakai?”

“Kamu tahu kan aku ceroboh? Aku takut gelangnya hilang atau pecah, jadi aku simpan deh,” jawab Erin sambil tertawa. Ia sangat jarang mengenakan barang-barang cantik. Alasan pertamanya adalah dia ceroboh, alasan keduanya ya takut rusak.

Dalam lubuk hati terdalam, ia juga merasa dirinya tidak layak mengenakan gelang giok dari Nancy Xu. Mamanya belum merestui pernikahan mereka, jadi lebih baik jangan terlalu berharap dulu deh!

“Takut apaan sih, kalau hilang atau pecah nanti kubelikan lagi. Benda tuh harus dipakai, baru nilainya bisa dimanfaatkan.” James He menggandeng tangan Erin dan mengajaknya lanjut berjalan. Entah mengapa, kata-katanya barusan terdengar seperti perkataan seorang pria yang mengandalkan kekayaan buat dapat wanita……

Si wanita tersenyum tipis: “Iya, iya. Aku tahu priaku kaya-raya, nanti aku pakai deh.”

James He senang Erin bertutur begini. Ia menegakkan posisi berdiri, menahan kepala Erin, dan menempelkan bibirnya yang beraroma alkohol ke bibir Erin.

Sementara itu, sambil menarik bagian belakang kemeja si pria, si wanita berjinjit dan mengimbangi ciumannya. Mereka melakukan hal ini dengan sangat mesra. Ketika melihat mereka, wajah orang-orang yang lewat langsung memerah dan buru-buru lewat.

Setelah ciuman berakhir, James He menaruh dagu di bahu Erin. Ia juga berkata: “Itu buat menyemangatimu.”

Erin mendorong dada James He untuk melepaskan kedekatan ini, namun si pria tidak bergeming. Pria itu menatap wajahnya lekat-lekat, juga mengenggam kesepuluh jarinya erat-erat.

Jelas-jelas ini gerakan yang lembut, James He malah kepikiran yang macam-macam. Ketike membuang muka, sudut mata Erin menangkap sosok seseorang yang mengikuti mereka dari jarak tidak begitu jauh. Ia mengernyitkan alis. Ketika ia menatap lagi ke arah barusan, sosok itu udah tidak ada lagi. Erin dalam hati bertanya-tanya, apa matanya barusan salah lihat saja?

James He merangkul Erin jalan lagi. Trotoar cukup sepi, cuaca juga sudah lebih hangat karena waktu sudah memasuki bulan maret. Ini udara yang sangat nyaman buat jalan-jalan ke luar.

Di tubuhnya, Erin mengenakan mantel biru muda keluaran terbaru. Warna biru muda adalah warna yang paling populer tahun ini. Sepanjang mereka berjalan dan berbincang lagi, yang berbicara semuanya James He. Si wanita hanya kebagian peran mendengarkan saja.

Pria yang habis minum banyak bir memang banyak bicara. Ia menyinggung kejadian lucu masa kecil, juga mengungkit alasannya memberi panggilan unik pada Erin. Ketika menoleh ke Erin sambil tersenyum, si pria baru sadar wanitanya berjalan dengan pikiran kosong. Ia bertanya tidak senang: “Kamu daritadi mendengarkan tidak?”

“Hah?” Erin baru bangkit dari lamunan dan menatap James He dengan bingung. Si pria mengangkat tangan si wanita dan menggigit lengannya. Habis mendengar teriakannya, ia baru menjilati bekas gigi yang ada di sana. James He mengingatkan: “Saat jalan denganku tidak boleh melamun, paham?”

“Iya.” Erin sebenarnya ingin bilang James He mirip anjing karena gigit-gigit, namun memilih menahan kata-katanya itu. Si wanita lalu bertanya: “Barusan kamu memang bicara apa?”

Si pria menoleh sekilas ke si wanita, kemudian bertanya tanpa memedulikan pertanyaan Erin barusan: “Kamu lelah tidak? Sini naik, biar aku gendong kamu.”

James He berhenti dan berjongkok di depan Erin, lalu menyuruhnya naik. Erin sebenarnya tidak lelah. Ia daritadi tidak mendengarkan si pria karena terus was-was pada situasi sekitar. Ia tidak mau pembuntutan mereka oleh orang tidak dikenal berakhir seperti insiden di Amerika waktu itu.

Erin menggeleng dan menarik tangan James He buat menyuruhnya berdiri, “Aku tidak lelah. Kamu barusan minum banyak bir, mending kamu fokus jalan sendiri saja.”

Si pria merespon tidak puas: “Ih, kamu merendahkan kemampuanku deh!”

Tanpa menunggu persetujuan Erin, James He langsung mengangkat kedua kakinya. Setelah memastikan pegangannya mantap, ia bangkit berdiri dan mereka pun jalan lagi.

Sudah dipaksa begini, Erin tidak punya pilihan lain selain bersandar di leher James He. Sebagai putri yang tidak punya papa, ia dari kecil sering iri pada Angela He. Alasannya adalah Felix He sangat memanjakan putrinya itu. Ibaratnya, tiap kali ia minta bulan di langit, ayahnya pasti rela mencari cara buat mengambilkannya.

Terkadang, saat Angela Xu ngambek, bila lagi ada di rumah, Felix He bakal menggendongnya jalan-jalan di pekarangan. Jangan pandang Felix He hanya sebagai hakim yang tegas, ia di rumah sungguh merupakan sosok ayah yang sayang anak.

Sembari menggendong Angela He, Felix He bakal menyanyikan lagu-lagu buatnya.

Terkadang, sehabis mengerjakan tugas-tugas, Erin bakal bersembunyi di sudut taman bunga dan memerhatikan mereka. Pada momen-momen itu, ia merasa sangat ingin punya papa. Kalau papa masih ada, ia pasti bakal digendong dan diajak bernyanyi juga……

Di gendongan James He ini, Erin akhirnya merasakan sensasi melihat dunia dari bahu “manusia raksasa”. Seperti yang ia bayangkan, suasananya memang sangat menyenangkan.

Mata Erin lama-lama berkaca-kaca. Selama ini, James He selalu memainkan peran papa buatnya. Waktu dia suka cari masalah dulu, si pria pasti bakal mengikutinya dari belakang dan membantunya menyelesaikan semua. Selain itu, James He suka menghadiri pertemuan orangtua murid sebagai pengganti orangtuanya, juga mengajarkan dia bagaimana caranya membuat para murid pengganggu lari terbirit-birit.

Kalau tidak ada insiden waktu Erin berusia delapan belas tahun lalu, mereka mungkin bakal jadi dua garis lurus yang tidak bertemu. Mereka akan menempuh jalan hidup masing-masing tanpa saling berinteraksi selamanya.

Bisa jadi, mereka bakal jadi seperti Felix He dan Nancy Xu. Berpuluh-puluh tahun kemudian, mereka bakal berkumpul sembari membawa pasangan masing-masing, kemudian bernostalgia soal masa lalu. Ketika tatapan keduanya saling bertemu, mereka bakal merasakan kelirihan karena dulu tidak bisa bersatu jadi pasangan. Bukankah itu sangat menyakitkan?

Sungguh beruntung mereka bisa bersatu sekarang, meski jalan yang ditempuh untuk memastikan persatuan itu masih cukup berbatu.

Memikirkan ini, hati Erin jadi sedih. Ia selama ini paham betul James He adalah orang terpandang yang tidak layak buat dirinya. Saat ini, pria itu merendahkan diri serendah-rendahnya buat membawa dia melihat dunia.

Erin tiba-tiba membisikkan sesuatu ke telinga James He.

Si pria menghentikan langkah. Seperti orang ditarik, ia mundur beberapa langkah lalu baru menyeimbangkan diri. James He bertanya serak: “Barusan kamu panggil aku apa?”

Erin memberanikan diri buat mengulangi panggilan tadi, “Papa kecil.”

Sudut bibir si pria terangkat senang. Mereka makin lama makin tidak saling canggung lagi. Waktu itu ia iseng memanggil Erin “mama kecil” di ranjang, sekarang ternyata wanita ini memberi panggilan balasan buatnya. Erin lucu sekali……

“Berhubung kamu memanggilku papa kecil, kamu harus selalu patuh pada kata-kataku. Patuh ya, anak kecilku.”

“……” Rasa tersentuh di hati Erin lenyap gara-gara panggilan “papa kecil” dan “anak kecil” yang absurd ini.

Novel Terkait

Get Back To You

Get Back To You

Lexy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Istri ke-7

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
5 tahun yang lalu
Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
4 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
4 tahun yang lalu
Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
5 tahun yang lalu
Balas Dendam Malah Cinta

Balas Dendam Malah Cinta

Sweeties
Motivasi
5 tahun yang lalu
After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu