You Are My Soft Spot - Bab 97 Akhirnya Kamu Datang, Untung Aku Bertahan (2)

Tiffany Song sangat khawatir dengan suara sembab Taylor Shen barusan di telepon. Ia berjalan bolak-balik di pinggir jalan sambil sesekali melihat ke ujung jalan. Sesekali ada satu-dua mobil melintas di hadapannya.

Sekalinya ada mobil putih, ia akan memperhatikannya beberapa detik. Begitu membaca platnya, ia langsung kecewa. Begitu berulang-ulang.

Di tengah penantian dan kekecewaan yang berulang kali muncul ini, ia akhirnya melihat sebuah mobil Bentley Continental muncul di ujung jalan. Ia sungguh gembira, akhirnya Taylor Shen datang.

Taylor Shen dari kejauhan langsung melihat Tiffany Song di sisi jalan. Hatinya dalam sekejap langsung membuncah. Ia entah mengapa selalu merasa puas begitu melihat Tiffany Song, seperti seorang wanita yang akhirnya mendapati suaminya yang pulang malam tiba.

Mobil merapat perlahan ke sisi jalan. Wajah tampan Taylor Shen sudah sangat merah karena obat. Ia turun dari mobil, dan Tiffany Song buru-buru menghampirinya. Begitu wanita itu sampai di sebelahnya, kakinya langsung terasa lemas dan ia mau jatuh ke tanah.

Tiffany Song kaget bukan kepalang. Ia langsung menahan tangan Taylor Shen dan menyenderkan kepala pria itu di bawahnya. Melihat wajah Taylor Shen merah, ia awalnya mengira pria itu mabuk. Namun, tidak ada bau alkohol di mulutnya, jadi ia bertanya, “Taylor Shen, kamu kenapa?”

Dikelilingi bau tubuh Tiffany Song, jantung Taylor Shen jadi berdebar makin kencang. Dengan mengenakan kemeja yang sudah basah karena keringat dingin, ia menjawab serak: “Tiffany Song, papah aku masuk mobil, lalu bawa mobil masuk kompleks apartemen.”

Demi menjebaknya, Kakek Shen pasti menaruh banyak sekali obat dalam makanannya. Kalau ia tidak segera pergi dari rumah, ia pasti sudah jadi budak seks sekarang. Barusan di mobil pandangannya semakin lama semakin pudar, tapi ia terus berusaha menahan diri hingga akhirnya sanggup meneumi Tiffany Song. Kini ia sudah bersama wanita itu, ia tidak perlu menahan-nahan kelemahan tubuhnya lagi.

Tiffany Song buru-buru memapah Taylor Shen ke kursi penumpang depan, lalu memasangkan sabuk pengaman untuknya. Melihat wajah Taylor Shen makin merah, ia menempelkan tangannya di jidat pria itu sambil berseru: “Panas sekali, Taylor Shen. Kamu demam.”

Taylor Shen memegang tangan Tiffany Song, lalu menatapnay erat-erat, “Demamku hanya kamu yang bisa sembuhkan. Cepat bawa mobilnya.” Tangan wanita itu kemudian ia lepaskan.

Tiffany Song menatap Taylor Shen khawatir, ia membual karena demam ya? Apa tidak sebaiknya ke rumah sakit? Ia lantas bertanya, “Taylor Shen, mau ke rumah sakit saja tidak?”

“Tiffany Song, aku tidak apa-apa, kita ke apartemen saja. Kalau kamu terus membuang waktu di sini, aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan padamu sebentar lagi.” Jidat Taylor Shen sudah penuh keringat dingin. Ia tidak apa-apa, yang sebentar lagi ada apa-apa adalah Tiffany Song. Ia tidak akan melepaskan wanita itu dengan mudah.

Pikiran Tiffany Song seperti berdenting, ia tiba-tiba paham mengapa Taylor Shen jadi seperti ini. Ia buru-buru masuk mobil dan mengendarainya masuk ke kompleks apartemen.

Taylor Shen berjalan tertatih-tatih dari parkiran hingga masuk gedung apartemen. Ketika keduanya baru saja masuk lift, pria itu langsung mendaratkan ciumannya di wajah Tiffany Song. Tiffany Song gugup, panasnya wajah Taylor Shen membuat wajahnya ikut terasa panas. Ia berkata, “Taylor Shen, tahan lah, sebentar lagi kita sampai apartemen.”

“Tidak, aku tidak bisa tahan lagi.” Taylor Shen tidak mengizinkan Tiffany Song mengelak, ia terus menciuminya berulang kali. Ia sudah menahan diri terlalu lama demi wanita itu, kini ia tidak mau menahan laggi. Ia ingin wanita itu jadi miliknya seorang selamanya.

Lift tiba di lantai tujuan. Tiffany Song memapah Taylor Shen berjalan ke unit apartemennya, baju mereka sudah cukup berantakan. Tiffany Song membuka pintu, dan begitu mereka baru masuk apartemen, nafsu Taylor Shen langsung memuncak. Pria itu membopong Tiffany Song ke lemari sepatu, lalu kembali menciuminya lagi.

“Taylor Shen, tunggulah sebentar,”

“Tidak mau!”

Taylor Shen tidak lupa mematikan lampu di dekat mereka. Dengan mata membelalak, Tiffany Song mengamati wajah Taylor Shen yang kini sangat dekat dengan wajahnya. Kepanikannya memuncak, sekujur tubuhnya gemetar.

“Taylor Shen, dengar aku……”

“Tiffany Song, patuhlah, jangan berbicara.” Taylor Shen sudah seperti orang gila. Ia bisa memahami penolakan Tiffany Song, tapi ia tidak akan berhenti. Tidak peduli apakah wanita itu belum siap atau tidak, ia kali ini hanya mau mengikuti nafsu birahinya sendiri.

“Tetapi……” Suara Tiffany Song agak meninggi. Lampu yang barusan dimatikan Taylor Shen menyala otomatis. Ia kini bisa melihat wajah Taylor Shen dengan jelas, dan begitu ia memandanginya, ia malah tercengang sendiri. Mengapa barusan, begitu lampu dinyalakan, wajah Taylor Shen terlihat seperti wajah pria yang memperlakukannya seperti ini di lorong gelap lima tahun lalu?

Ah, ia pasti mengigau!

“Sstt, jangan bicara, rasakan,” bisik Taylor Shen persis di samping telinga Tiffany Song.

Tiffany Song kembali dari lamunannya. Ia bertanya serak, “Rasakan apa?”

“Rasakan cintaku padamu.”

Lampu di dekat mereka kembali mati. Beberapa lama kemudian, langsung terdengar teriakan dan rintihan dari dalam kamar Tiffany Song.

Tiffany Song bermimpi tengah berenang di lautan yang luas dan tenang. Ia terombang-ambing mengikuti gerakan ombak. Suara Taylor Shen tiba-tiba memecah kesunyian laut, “Tiffany Song, sudah sampai ya?”

Sampai? Sampai mana? Tiffany Song buru-buru membuka matanya. Melihat senyum ceria pada wajah Taylor Shen, hatinya langsung merasa puas. Pria ini, ia semakin lama sungguh semakin sayang padanya.

Laut yang tenang tiba-tiba berubah jadi ganas. Hujan petir turun, dan ombak bergoyang dengan tinggi dan tidak beraturan. Tiffany Song merasa seperti tengah dipukul-pukul oleh ombak. Sekujur tubuhnya terasa seperti kapal kecil yang terbawa arus ombak. Kapal itu terbalik dan segala isinya berhamburan.

……

Jennifer Li menunggu dengan tidak sabar sekaligus cemas akan terluka oleh keagresifan Wayne Shen. Waktu terus berlalu, dan pria itu tidak juga menunjukkan batang hidungnya. Jennifer Li mengambil ponselnya dan menelepon Wayne Shen. Ia meneleponnya berulang kali namun tidak diangkat juga.

“Sudah tidur kali ya?” tanya Jennifer Li pada dirinya sendiri. Ia bangkit berdiri dari ranjang dan berpikir untuk pergi ke kamar seberang untuk mengecek. Barusan suara William Tang terdengar agak aneh. Kalau ia pilek kemudian demam parah, pasti akan repot.

Jennifer Li terus memikirkan kemungkinan terburuk ini. Ia akhirnya benar-benar pergi ke kamar seberang. Ia mondar-mandir di depan pintu kamar itu, ia tidak punya keberanian yang cukup untuk mengetuknya.

Beberapa lama kemudian, ia akhirnya memberanikan diri untuk mengetuk. Ia ketuk berkali-kali, namun tidak dibukakan juga. Ia teringat kata-kata Jocelyn Yan, kamar Wayne Shen persis di kamarnya. Ia ragu-ragu sejenak, lalu akhirnya memutuskan membuka gagang pintu perlahan-lahan.

Pintu terbuka, dan dari cahaya yang masuk ke kamar melalui celah-celah tirai, Jennifer Li bisa melihat kamar itu hanya berisi barang gudang. Ia mengernyitkan dahi, kok sepertiini kamarnya? Bukannya ini kamar Wayne Shen, kok isinya hanya barang-barang saja?

Jennifer Li dalam hati menebak pasti ada sesuatu yang tidak wajar. Ia buru-buru menelepon Wayne Shen lagi, dan dari lorong luar kamar terdengar dering telepon ponsel pria itu. Jennifer Li mencari-cari arah datangnya dering telepon itu, dan ia pun akhirnya tiba di depan sebuah kamar di samping kamarnya.

Ia memegang gagang pintu, menekannya, dan masuk. Lampu kamar itu menyala terang-benderang, dan ponsel Wayne Shen tergelak di atas ranjang tanpa ada pemilknya. Ia mengelilingi seluruh sudut kamar itu dan tetap tidak bisa menemukan Wayne Shen. Di lantai kamar mandi, ia menemukan pakaian bekas pria itu.

Ia berjalan keluar dan berdiri di depan kamar. Pergi ke mana Wayne Shen semalam ini?

Jennifer Li menatap kamar di seberang kamar Wayne Shen. Ia dengan samar-samar bisa mendengar rintihan dan denguhan dari dalam kamar itu. Matanya membelalak, dalam hatinya muncul firasat tidak enak. Jocelyn Yan bilang kamarnya di seberang kamar Wayne Shen. Yang pria itu cari kan dia, bukan Jocelyn Yan, jadi harusnya pria itu tidak mungkin masuk ke kamar Jocelyn Yan.

Jennifer Li menggeleng kencang. Tidak, tidak mungkin. Kalau pun Wayne Shen masuk ke kamar seberang, pria itu pasti akan langsung menyadari penghuninya bukan dia dan langsung keluar. Jadi tidak mungkin terjadi yang aneh-aneh, pasti tidak mungkin.

Jennifer Li berjalan perlahan ke depan pintu kamar seberang itu. Ia memegang gagang pintu dengan gemetar. Hatinya terus berkata berulang-ulang, tidak mungkin ada Wayne Shen di dalam, tidak mungkin.

Ia akhirnya membuka pintu itu dan masuk. Di tengah kegelapan, ia bisa melihat seorang pria tengah menimpa seorang wanita di atas ranjang. Meski ia tidak bisa melihat jelas penampilan pria itu, firasat buruknya semakin menguat detik demi detik.

Ia sudah dekat dengan Wayne Shen sejak berusia dua belas tahun. Sembilan tahun sudah berlalu hingga sekarang, dan dalam masa yang panjang itu bayangan tubuh Wayne Shen sudah terpatri kuat dalam pikirannya. Meski kamar yang ia baru masuki ini gelap gulita, ia bisa mengenali bahwa pria di dalam adalah Wayne Shen.

Jennifer Li kaget luar biasa hingga mundur beberapa langkah. Ia tidak percaya Wayne Shen bisa mengkhianatinya.

Plak! Suara tamparan yang keras langsung memenuhi seluruh sudut kamar.

Wayne Shen menoleh, dan begitu melihat Jennifer Li berdiri di hadapannya, otaknya langsung berdengung, “Jennifer Li?”

Ia sebenarnya mengigau atau apa? Jennifer Li kok bisa berdiri di depannya? Bukannya wanita itu sedang ia tindih dan bersenang-senang dengannya? Mata Wayne Shen membelalak saking kaget dan bingungnya. Ia menatap wajah Jennifer Li yang mulai dipenuhi tetesan air mata. Wanita di hadapannya itu marah besar, “Wayne Shen, kamu mengapa seperti itu padaku? Aku benci kamu!”

“Jennifer Li……” Melihat Angela He berbaring di bawahnya, Wayne Shen langsung terhenyak. Angela He sebaliknay juga langsung sadar pria di atasnya adalah Wayne Shen dan bukan Taylor Shen. Ia berteriak-teriak dan mendorong pria itu sekuat tenaga untuk melepaskan diri. Angela He kemudian menutupi tubuhnya dengan selimut dan meraung-raung, “Kok kamu?!”

Melijhat Angela He yang meraung kencang, Wayne Shen langsung berbalik badan dan menutupi selangkangannya dengan handuk. Ia buru-buru mengejar Jennifer Li yang tengah berjalan keluar sambil menangis. Ia menahan pundak wanita itu, “Jennifer Li, dengarkan sebentar. Ini tidak seperti yang kamu bayangkan, aku kira……”

Plak! Jennifer Li kembali menampar Wayne Shen dengan penuh kebencian. Hatinya sungguh hancur. Ia berteriak, “Jangan pegang aku lagi, pria kotor!”

Meski Wayne Shen juga tidak paham mengapa bisa terjadi hal ini, ia jelas tidak boleh membiarkan Jennifer Li salah paham dengannya. Melihat wanita itu mau berbalik badan dan berlari meninggalkannya, ia menahan pinggangnya, “Jennifer Li, dengarkan penjelasanku. Aku diberi obat, aku pikir orang yang ada di hadapanku adalah kamu. Aku pikir wanita itu kamu.”

Hati Jennifer Li sungguh pedih. Raungannya semakin keras, “Wayne Shen, jangan membual. Aku bisa langsung mengenalimu di tengah kegelapan, masa kamu tidak bisa mengenaliku? Mengapa? Lepaskan aku, lepaskan aku. Yang ia bisa berikan padaku, aku juga bisa berikan, tetapi mengapa kamu malah memperlakukan aku begini?”

Taylor Shen memeluknya erat-erat tanpa mau melepaskannya. Tidak peduli seberapa kencang tendangan dan pukulan Jennifer Li, ia tidak akan melepaskannya, sebab ia tahu, sekalinya ia lepas, wanita itu selamanya tidak akan memaafkannya.

“Jennifer Li, kamu tenang sebentar. Dengarkan aku.” Wayne Shen merasa sangat bersalah. Ini memang salahnya, pantas saja barusan ketika di ranjang ia merasa sedikit aneh. Jennifer Li bukan orang yang tenang. Kalau Jennifer Li merasa nikmat, ia pasti akan sekalian berteriak dan tidak hanya merintih pelan. Wanita yang ia tindih barusan hanya merintih pelan.

“Kamu masih mau bilang apa lagi? Apa pun penjelasanmu, itu tidak bisa mengubah fakta bahwa kamu telah menidurinya. Lepaskan aku, cepat lepaskan!” Jennifer Li kembali mengayunkan tangannya ke pipi Wayne Shen.

Plak! Lorong jalan tempat mereka berdiri sekarang langsung hening seketika.

Jennifer Li melepaskan tamparan ini sekencang mungkin hingga tangannya mati rasa. Mungkin karena sudah mencapai puncak keputusasaannya, ia akhirnya berhenti berteriak, menendang, dan memukul. Ia kini berdiri diam.

Pipi William Tang perih sekali. Ia menatap Jennifer Li yang air matanya masih mengalir lekat-lekat, hatinya dipenuhi penyesalan. Tidak peduli bagaimana ia mencoba menjelaskan, ia tidak akan bisa mengubah fakta bahwa ia dan Angela He pernah tidur bersama.

“Jennifer Li, maaf, aku tidak bermaksud begitu. Maafkan aku, oke?” mohon Wayne Shen pelan. Ia tidak boleh kehilangan Jennifer Li. Mereka sudah berjanji untuk hidup sehidup semati sejak mereka berciuman untuk pertama kalinya.

Jennifr Li mengusap air matanya dengan tangannya sendiri. Ia kembali terbayang-bayang adegan Wayne Shen berbaring di atas Angela He barusan. Ia menolak, “Atas dasar apa aku harus memaafkanmu?”

“Jennifer Li, jangan seperti ini……”

“Kalian ada memikirkan perasaanku tidak? Akulah korban yang sebenarnya.” Angela He tiba—tiba memotong penjelasan Wayne Shen. Ia tidak berani percaya ia sudah memberikan keperawanannya pada Wayne Shen. Selama di ranjang tadi, ia diam seribu kata karena ia ingat betul Jocelyn Yan bilang pria tidak suka wanita yang banyak bicara di atas ranjang. Ia kira yang menindihnya adalah Taylor Shen.

Novel Terkait

The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
3 tahun yang lalu
PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

Chantie Lee
Balas Dendam
3 tahun yang lalu
Menunggumu Kembali

Menunggumu Kembali

Novan
Menantu
4 tahun yang lalu
Mr Lu, Let's Get Married!

Mr Lu, Let's Get Married!

Elsa
CEO
4 tahun yang lalu
Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
4 tahun yang lalu
Lelaki Greget

Lelaki Greget

Rudy Gold
Pertikaian
4 tahun yang lalu
You're My Savior

You're My Savior

Shella Navi
Cerpen
5 tahun yang lalu
Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu